.
Lulu Baby 1412
-Present-
::[[_AGENT LU_]]::
Previous :
"Hey, Perkenalkan, namaku Oh Sehun. Marga kita sama bukan, Oh Luhan?"
"K-kau?!" Luhan berdiri dan wajahnya memerah dan memanas karena marah.
PLAK!
Sebuah tamparan manis mendarat diwajah tampan seorang Oh Sehun. Dan, begitulah kesan pertama Sehun dan Luhan. Kesan yang sangat amat manis karena wajah keduanya memerah dengan alasan yang sangat-sangat berbeda jauh…
Chapter 4
"Change and Chance"
::…::
.
Sehun memegangi pipi kirinya yang tiba-tiba saja memanas. Mulut Sehun membuka dan matanya mengerjap cepat beberapa kali. Sehun menggeleng beberapa kali dengan masih mengelus pipinya yang merah delima.
Sedangkan Luhan, hidungnya kembang kempis melihat orang paling menyebalkan berdiri didepannya. Tamparan? Oh, bahkan sebenarnya dalam hati Luhan ingin membunuh orang yang mengaku bernama Oh Sehun itu.
"YA! APA YANG KAU LAKUKAN?!" teriak Sehun pada akhirnya.
Mendengar itu, Luhan mendelik dan berjinjit. Matanya menatap berani mata elang dihadapannya.
"Apa yang kulakukan?" Luhan menjeda, "MENAMPARMU!"
"A-apa?!"
Sehun menatap Luhan tidak percaya. Setaunya, selama ini tidak pernah ada orang yang menolak pesonanya. Lihatlah, Oh Sehun baru saja turun dari mobil sport mewah dipinggir jalan sana dengan penampilan super keren yang bisa membuat semua orang tak berkedip melihatnya. Tapi beda, bagi seorang Oh Luhan. Mungkin Sehun adalah orang yang paling menyebalkan yang pernah ada di dunia ini. Bagaimana bisa mungkin ada orang tidak punya sopan santun macam ini, terlebih lagi dia adalah orang berkebangsaan Korea Selatan. Shit!
"Dengar ya! Aku seharusnya bisa melakukan yang lebih diri ini. Tapi aku sedang tidak dalam mood yang baik, jadi berterimakasihlah karena kau kubiarkan untuk saat ini. Suatu hari, aku bisa membuat perhitungan lain karena kau sudah merusak sepedaku! OH SEHUN!"
Sehun hanya bisa termangu ketika Luhan berlari menjauh dari halte bus ini. Kejadian yang baru menimpanya ini masih membuatnya shock berat.
Beberapa saat setelah punggung Luhan menghilang dari tempat itu, suara-suara tawa menyebalkan menyapa indera pendengaran Sehun.
"Pffftthh, HAHAHA! Kesan pertama yang sangat manis Oh Sehun-shhi!"
"Tutup mulutmu Jongin atau aku akan menendangmu sekarang juga!"
"HAHAHAHAHA!"
Sehun mendelik ketika semua teman-temannya malah terus menertawainya tak henti-henti. Pemuda dengan cap stempel lima jari dipipi kirinya itu berjengit dan melempari teman-temannya dengan sepatu kulit mahalnya, mereka kabur sebelum Sehun benar-benar menghabisi mereka semua.
. . .
::[[AGENT LU]]::
[[::Change and Chance::]]
. . .
Komunisme, itulah pandangan hidup yang dianut oleh Korea Utara. Komunis begitu kental dibagian Asia Utara semenjak perang dunia.
Komunisme yang berawal dari Uni Soviet yang kini menjelma menjadi Rusia telah menyebar dibeberapa negara di dunia. Salah satu negara terbesar yang menerima yakni Cina, yang kemudian ikut menyebar ke semenanjung Korea. Ketika perang dingin antara Uni Soviet dan Amerika terjadi, salah satu dampaknya adalah pecahnya Korea yang menjadi Korea Utara dan Korea Selatan. Keduanya memiliki paham yang jauh berbeda sesuai dengan condong negara yang mereka kiblati masing-masing.
Korea Utara, aroma komunisme begitu kuat di negara beribukota Pyeongyang itu. Korea Selatan, sama sekali tak bisa menerima paham komunis, sejak berdirinya pun sudah tertanam pemikiran bahwa Komunis tak boleh menduduki Korea Selatan dan dunia.
Jadi, apabila suatu hal berbeda dan ada bersebalahan dalam jarak yang sangat dekat, bukan hal yang mengejutkan ketika kedua negara tersebut memutuskan untuk berperang. Daripada itu, Cina yang merupakan salah satu negara dengan paham komunisme yang cukup kuat juga tidak menutup kemungkinan untuk bekerja sama mengalahkan Korea Selatan.
Tapi, hal ini tidak semudah itu untuk dilakukan. Cina tidak bisa untuk menerima kerjasama yang diinginkan oleh Korea Utara mengingat bahwa kemungkinan untuk terjadinya Perang Dunia selanjutnya bisa saja terjadi dan itu hanya membuat negara-negara seperti Jerman dan Amerika bisa menghancurkan keutuhan Asia.
Sedang keinginan Korea Utara yang begitu kuat, tiba-tiba saja ditolak mentah-mentah oleh salah satu Kolonel muda yang sangat berpegaruh diawal tahun 1990-an. Kejadian itu sampai membuat masalah internal yang masih tertutupi hingga sekarang, bahkan kasus itu ditutup sejak beberapa tahun lalu.
Masalah itulah yang membuat Luhan berada di Korea Selatan dan mencari dalang dari peristiwa pembantaian keluarganya dulu.
"Tak ada petunjuk sedikitpun. Aku tinggal disini untuk melihat keadaan sekitar dan menunggu perintah untuk membunuh bajingan yang menjadi dalang semuanya. Kenapa tidak ada perintah untuk menghancurkan negara ini sekaligus? Sialan…"
Luhan membaca beberapa buku-buku mengenai keadaan Korea Selatan. Beberapa buku tentang militer dan sejarah pun sudah Luhan lahap habis. Ia menulis beberapa nama tokoh-tokoh militer yang berpengaruh juga di tahun 1990-an. Hampir semuanya masih hidup dan menjadi tokoh politik.
"Benar, politik. Tapi, apa mungkin…" Luhan berpikir keras. Bagaimana mungkin tokoh politik ikut campur dalam peperangan dan menjadi dalang pembunuhan?
Kalau ini perintah, apa Baba punya hubungan dengan orang-orang di Korea Selatan. Selama ini Baba memang sering pergi dinas dan jarang di rumah, sekalinya di rumah ia hanya akan ada di ruangan kerjanya lalu bersantai sejenak bersama keluarga.
Hari terakhir mereka bersama berkumpul, Baba mendapatkan telepon dari seseorang. Tidak tau pasti apa yang dibicarakan, tapi Luhan mengingat ekspresi Mama nya saat memberikan telepon pada Baba nya. Bahkan, paman Luhan seolah-olah mengerti itu panggilan dari siapa.
"Andai saja ada yang tersisa…" lirih Luhan.
Semua anggota keluarga dibantai dimalam itu. Paman Luhan pun menghilang, beliau merupakan asisten non-militer dari Baba nya. Tapi Luhan tidak mengetahui keberadaannya sama sekali.
Luhan mendesah keras dan mengurut keningnya. Memikirkan ini semua begitu pusing. Seperti bermain detektif-detektifan. Menemukan sedikit fakta saja itu rasanya seperti mencari jarum ditumpukan jerami.
"Mengesalkan…"
Berpikir tentang mengesalkan, tiba-tiba saja Luhan teringat tentang Oh Sehun –orang yang merusak sepedanya. Luhan melirik sehelai syal dimeja belajarnya. Tadi ia lupa untuk mengembalika syal itu karena terburu-buru untuk pergi dan mendapat kabar dari Choi Siwon. Hasilnya nihil, bukannya kabar terbaru, yang Brigadir Choi katakan malah ucapan-ucapan tak penting.
Kadang Luhan berpikir ia berada di Korea Selatan hanya seperti anak hilang yang tak tau arah dan tujuan. Kenapa hal yang Luhan inginkan tidak begitu cepat ia dapatkan.
Mungkinkah harus bersabar terus dan menunggu?
. . .
::[[AGENT LU]]::
[[::Change and Chance::]]
. . .
Luhan memang harus bersabar, baru saja ia akan memasuki kelasnya yang menyebalkan, tiba-tiba saja ia mendapati pemandangan tak sedap. Seorang Oh Sehun dan kawan-kawan menduduki tempat duduknya. Dengan bibir yang masih terkatup rapat, Luhan memutuskan untuk masuk dan mencari tempat duduk lain yang kosong. Dan tempat yang kosong pastinya adalah tempat Sehun duduk karena Sehun duduk ditempat duduknya.
"Yo! LUHAN!"
Teriakan Sehun sontak membuat semua mata didalam bahkan diluar kelas menoleh kearah Luhan. Jelas sekali, seorang Oh Sehun memanggil orang lain yang tidak begitu terkenal? Pengeran sekolah Oh Sehun memanggil orang lain selain teman-temannya sendiri!
Xiumin bahkan memandang Luhan tidak percaya. Sedangkan Luhan sendiri hanya diam, dia berpikir bahwa semua orang yang memandanginya iri hanya karena sebuah hal tidak berguna dan sangat mengganggu.
"Ya! Dengarkan aku? Aku sedang berusaha menyapamu Oh Luhan!"
Luhan menatap Sehun jengah, ia berdiri kemudian melenggang pergi meninggalkan kelas. Absen dipagi hari dan untuk pertama kalinya mungkin tidak masalah. Selama ini Luhan tidak pernah merasakan meninggalkan kelas yang menurutnya begitu penting. Tapi untuk kali ini, ini sama sekali tidak penting karena didalam sana ada orang yang benar-benar mengganggunya.
Sedangkan didalam sana, Sehun mulai ditertawakan oleh teman-temannya. Apa itu? Apa Sehun seolah-olah kecewa karena Luhan tidak menghiraukannya.
"Katakan padaku Oh Sehun, katakan bahwa tidak ada orang yang tidak terkena pesonamu. Oh, bahkan aku sendiri Kim Jongin merasa tak kena pesonamu!"
"Lihat saja nanti. Apa kau tidak pernah dengar kalau cinta itu datang setelah benci?" Sehun menyeringai kemudian ikut meninggalkan kelas.
Barusan saja Oh Sehun berbicara soal cinta yang sebelumnya belum pernah ia sebutkan. Cinta? Apa Sehun serius dengan ucapannya sendiri? Hey, semua fans nya sedang menelan pil pahit saat ini!
. . .
::[[AGENT LU]]::
[[::Change and Chance::]]
. . .
. . . .
Oh Sehun, entah kenapa setelah dengar nama itu Luhan merasa semakin membenci negara ini. Bahkan dengan teganya Luhan berfirasat bahwa Sehun atau keluarga Sehun yang menjadi dalang pembunuhan keluarganya. Ck, tapi mana mungkin pria idiot macam Sehun bisa menjadi keluarga dalang dari suatu pembunuhan berantai?
Luhan mendengus kesal, kenapa semuanya begitu sulit terungkap. Luhan tak ingin menghabiskan usianya hanya di negara bodoh ini.
"KOREA SELATAN! DASAR BAJINGAAANNN!"
Sehun terkejut ketika ia mendengar teriakan Luhan. Dia pergi keatap untuk menenangkan diri dan sekarang ia malah bertemu seseorang yang dikejar-kejarnya. Sehun tersenyum kemudian berdiri disamping Luhan. Memandangi sekolah mereka yang begitu luas dan megah dari atas atap.
Luhan yang sadar akan kedatangan Sehun kelagapan karena tertangkap basah sedang mengumpat pada negara mereka sendiri –tepatnya negara Sehun.
"A-aku tidak bermaksud…"
"Seberapa benci kau pada negara ini?" ucapan Sehun terdengar dingin. Luhan menjadi tak enak mendengarnya, mungkinkah…
Sehun berbalik, menyandarkan punggungnya dipalang yang membatasi atap. Laki-laki itu menyeringai setelah melihat ekspresi Luhan yang sedikit takut.
"Kau tidak seharusnya mengatakan itu bukan? Atau jangan-jangan kau ini…"
"A-apa maksudmu? Iya, aku tidak berkata apa-apa!" Wajah Luhan memucat. Bagaimana kalau Sehun mengetahui identitasnya dengan mudah. Inilah yang membuat Luhan sangat sulit untuk berinteraksi, ia sensitive dan bisa-bisa ketahuan oleh orang.
"Tenang, tenang. Aku berjanji tidak akan mengatakannya pada siapapun. Asalkan…" Sehun tersenyum makin lebar, lebih tepatnya seringainya yang makin lebar.
"Kau harus memaafkanku dan tidak bersikap dingin lagi…"
"Tidak bisa!"
"Baiklah, itu berarti dua menit dari sekarang semua rahasiamu akan terbongkar. Manis…" Sehun mencolek dagu Luhan kemudian mengecup jarinya sendiri yang berhasil menyentuh Luhan.
Mati kau Luhan…
"Baik, baik, baik! Terserahmu!"
Tak mau berada dalam suasana yang menegangkan, Luhan berlari meninggalkan atap sekolah. Bagaimana bisa seorang idiot seperti Sehun mengetahuinya secepat ini. Xiumin yang berteman dengannya saja tidak mencurigai apapun. Oh Sehun! bocah tengik itu benar-benar sialan!
Brigadir Choi tidak boleh tau mengenai hal ini. Kalau hal itu sampai terjadi, bisa-bisa Luhan mendapat perintah yang paling tidak diinginkannya. Memang ia mengabdi pada negara Korea Utara, tapi itu juga semata-mata karena ia percaya bisa membelaskan dendamnya. Tapi jika ia harus mendapat bunuh diri, Luhan lebih baik memilih untuk menuruti keinginan Oh Sehun.
. . .
::[[AGENT LU]]::
[[::Change and Chance::]]
. . .
. . . .
Tenang, tenanglah Oh Luhan. Sebuah pesan baru saja masuk dari Brigadir Choi, dan Luhan tak punya keberanian sedikit pun. Luhan tidak tau benar apakah Brigadir Choi benar-benar mempercayainya, tapi bagaimana kalau ada mata-mata lain yang didatangkan untuk memantau Luhan sendiri.
Messages :
Misi keduamu selesai. Misi ketigamu, sebarkan paham kami sedikit-demi sedikit.
Luhan mengernyit, bukan karena tak ada perintah untuk bunuh diri. Tapi ia sedikit meragukan perintah yang satu ini.
"Apakah bisa? Sejak lahir bahkan paham ini memang sudah dikubur dalam-dalam disini…"
Beberapa buku tebal berbasis komunisme langsung Luhan habiskan malam itu. Misi ini memang cukup aneh dan apa sebenarnya guna dari misi ini? Memangnya ini ada sangkut pautnya dengan kematian semua anggota keluarganya? Semacam misi tak penting untuk Luhan namun ini penti untuk negara.
Semuanya Luhan mulai secara perlahan dan sedikit demi sedikit seperti yang diperintahkan. Luhan selalu diam, tapi ia datang tiba-tiba pada orang-orang yang selalu berkumpul dan mengucapkan sepatah dua patah kalimat yang aneh.
"Apa menurutmu itu benar-benar penting? Tidakkah kepentingan bersama itu lebih penting dibandingkan dengan kepentingan pribadi?"
Luhan tersenyum setelah mendengarkan reaksi siswa-siswa lain yang mulai mengiyakan dan membicarakan bagaiman ideologi masing-masing.
"Liberalis dan kapitalis? Apa bagusnya menjadi individualis?"
Luhan tersenyum kemudian meninggalkan kerumunan siswa-siswa yang sekarang malah membesarkan kalimat Luhan dan lanjut membicarakannya.
"Kebebasan memang penting bukan? Tapi tidakkah demokrasi itu diartikan tidak begitu bagus menurut Aristoteles?"
Pembahasan-pembahasan berikutnya semakin membuat Luhan makin senang. Semudah inikah menyebar paham-paham kecil diantara siswa Seoul International High School. Sekolah tempat para calon petinggi-petinggi sukses? Luhan tau bahwa dirinya cukup jahat dan membuat para siswa sekolahan itu harus berpikir keras dengan logika mereka.
Kalau Kapitalis dan Liberalis yang menjunjung tinggi demokrasi dan keindividualisan itu seburuk itu, tidakkah Komunis jadi pendangan yang lebih baik?
"Bingo!" Luhan mengangguk ketika ada seorang siswa culun yang berjalan kearahnya lalu mengatakan kalimat itu.
"Dia bicara hal-hal yang aneh…"
"Dia itu dingin dan tidak banyak bicara, tapi ketika bicara ia membicarakan hal yang sulit dimengerti…"
"Aku penasaran sebenarnya dia siapa…"
"Benar, sebenarnya maunya apa…"
Sret!
"Luhan!"
Luhan dibalik paksa oleh seseorang yang memanggilnya dari belakang. Wajah Luhan berubah dingin melihat siapa yang membalikkan badannya.
"Aku mencarimu kemana-mana!"
"Untuk apa?"
"Ck, kau lupa dengan perjanjian kita?"
Luhan mendongak dan menatap kesal pada pemuda dihadapannya. Sebenarnya apa mau orang ini? Dia warga Korea Selatan, kalau dia mau seharusnya dia sudah bisa melaporkan Luhan saat ini juga. Dan untuk apa perjanjian-perjanjian bodoh ini?
"Sekarang kau ikut aku…"
Luhan tidak merespon banyak. Ia diam dan hanya mengikuti kemana Sehun membawanya. Sejak dapat misi untuk menyebar paham, Luhan merasakan dirinya semakin dingin. Membaca semua buku-buku itu memberikan efek juga untuknya. Luhan jadi semakin yakin dan percaya pada pilihannya. Mungkin sebentar lagi musuhnya akan memunculkan diri setelah kekacauan antar siswa dan menjadi sok pahlawan.
"Kantin?"
Sehun mengangguk kemudian memilih meja untuk mereka berdua. Setelahnya Sehun memesan beberapa makanan untuknya dan Luhan.
Mereka berdua makan dalam diam, tapi sesekali mencuri pandang satu sama lain. Sehun tersenyum sendiri menyadari tingkah mereka.
"Apa sekarang kita menyebut hubungan kita ini pacaran?"
Luhan mengelap bibirnya kemudian meletakkan sendok dan garpunya. Dia berdiri dan menatap Sehun datar.
"Aku selesai…"
Sehun melirik piring Luhan yang masih penuh makanan, bagaimana bisa itu dibilang selesai. Apa jangan-jangan Luhan marah?
"H-hey, kau mau kemana?"
"Aku bilang aku selesai. Oh ya, ini hanya perjanjian tentang rahasia kau dan aku. Jadi jangan bicara hal yang aneh-aneh…"
Luhan beranjak pergi meninggalkan Sehun sendiri, sebelumnya ia membayar makanannya sendiri. Melihat punggung Luhan menjauh, Sehun sedikit merasakan nyeri didadanya. Pria manis itu berubah drastis akhir-akhir ini. Luhan memang selalu pendiam, tapi dia pasti akan banyak mengomel jika Sehun membuatnya jengkel hanya dengan beberapa kata saja.
"Ada apa dengannya…"
. . .
::[[AGENT LU]]::
[[::Change and Chance::]]
. . .
. . . .
Sejak mendapat misi ketiga, Luhan merubah dirinya. Ia sadar bahwa dirinya masih terlalu cerewet terutama dihadapan Xiumin dan Sehun. Dia berusaha sekeras mungkin untuk mengurangi konflik den pembicaraan tak penting dengan Sehun maupun Xiumin.
Luhan berjalan dengan memandang lurus dikoridor sekolah, sesekali ia mendengar orang-orang membicarakan Luhan dan kalimat-kalimat Luhan. Luhan sadar kalau itu dampak yang harus diterimanya karena tidak mungkin semuanya berjalan dengan mulus. Ya, setidaknya Luhan harus mengorbankan dirinya supaya paham-paham itu tersebar luas. Ia bahkan tidak memikirkan keselamatan dirinya sendiri karena saat-saat seperti ini tak ada orang yang mudah diam dan menerima pemikiran Luhan.
Dan Luhan berhenti disana. Matanya membulat ketika melihat sosok yang sangat familiar bagi dirinya. Dada Luhan mencelos dan seperti ditikam dengan belati. Seseorang yang amat ia rindukan berdiri diujung koridor dengan setelan kemeja hitam dan sebuah buku Sejarah digenggaman tangannya.
Pria tinggi itu…
"Paman Wu Fan…"
. . .
::[[AGENT LU]]::
. . .
To be continued
HUNHAN HUNHAN HUNHAN HUNHAN
…
[A/N]
Annyeonghaseyo!
Saya mau meminta maaf sebentar karena sedikit banyak membuat karakter Luhan disini sangat membenci Korea Selatan dan membuat dia ngeluarin kata-kata yang cukup kasar :3
Hal tersebut faktor yang disengaja karena untuk memenuhi cerita ff ini ^^
Dan lagi, ini label nya rated M tapi kenapa jarang banget adegan dewasa karena adegan 'itu'nya masih disimpan nanti terutama HunHan nya karena saya nggak mungkin maksain secepat itu sedangkan ceritanya mereka masih konflik. ^^
Mungkin disekitar chapter 7 hubungan HUNHAN sudah sangat baik okee?
Saya tau author note itu merupakan pengganggu bagi readers, tapi saya berterima kasih buat yang baca author note nya. ^^
Silahkan beri saran dan komentarnya ya teman-teman!
HUNHAN-jjang!
WASSALAM!