Disclimer : Masashi Kishimoto

Pairing : Narusasu

Rated : T +

Warning : YAOI, OOC, banyak typo disana sini, gaje abal, dll.

I LOVE YOU, DUREN

Sebuah kamar penginapan mewah terasa hening mencekam. Padahal ada dua orang pria tampan di sana duduk saling berhadapan. Satu dengan tatapan bengisnya dan satu lagi tatapan memohonnya.

"Bisa kau jelas kan kejadian tadi?" Tanya Sasuke dingin.

Dia masih ingat kejadian di lobby tadi. Kekasihnya di peluk oleh mantan istrinya. Dan Naruto ikut membalas seolah senang dengan pelukan itu.

"Ya ampun, Suke. Aku sudah menjelas kan pada mu di lobby tadi. Sakura memeluk aku karena senang dengan..."

"Persetujuan mu yang ingin melihat Hana. Aku sudah tahu masalah itu, Namikaze-san. Masalahnya adalah kenapa kau malah senang di peluk olehnya?"

"Suke, aku hanya menganggap seorang Sakura sebagai teman sekarang. Bukan lebih. Aku tahu kau cemburu, tap..."

"Aku tidak cemburu, Idiot." Bentak Sasuke kasar. Namun, semburat merah di wajah putih itu membuat bentakan tadi terbuang percuma.

Naruto hanya tersenyum tipis. Berpacaran selama lebih dari setahun sudah membuat Naruto paham bagaimana sifat seorang Uchiha. Dia akan bertindak tidak biasanya jika ada hal yang mengganggunya. Dan Naruto sangat tahu sebabnya. Dia lalu mendekati Sasuke dan memeluknya erat.

"Kau tahu aku hanya mencintai mu."

Sasuke membalas dekapan Naruto posesif. Mendengar kan detak jantung sang kekasih yang berirama. "Hn.'

"Jangan takut ku tinggal kan. Kita sudah terikat. Apapun yang terjadi, hanya kau yang akan ku pilih. Tidak ada yang bisa menolak." Tegas Naruto.

"Tapi, bagaimana kalau Hana yang meminta mu berpisah dengan ku?"

Naruto melepas kan dekapannya hanya untuk memandang wajah sendu kekasihnya. "Walau pun Hana yang meminta, aku tetap tidak akan meninggal kan mu. Ini sumpah ku pada mu."

"Ku pegang sumpah mu, Namikeze Naruto." Bisik Sasuke pelan. Dia lalu mecium bibir kekasihnya singkat dan memeluknya. 'Aku tahu kau tidak akan meninggal kan aku. Yang aku takut, wanita iblis itu akan memanfaat kan Hana agar aku di benci anak itu.'

.

.

.

Ruang makan mewah dengan meja penuh makanan enak tersaji di depan Hana. Dia menatap sekeliling mencari sesuatu yang memang sudah di favoritkannya sejak lama.

"Hey, ponakan ku, Sayang." Sapa seorang pria paruh baya yang mirip dengan Naruto namun tidak ada tanda tiga garis di pipinya.

"Wah, Hiko Ji-chan. Cudah pulang?" Hina yang senang segera turun dari meja makan menuju orang yang di panggilnya Hiko.

Hiko atau nama aslinya Namikaze Yahiko adalah anak kedua keluarga Namikaze. Seorang arsitek terkenal yang selalu berkeliling dunia. Beberapa bulan ini dia memang pergi ke Dubai untuk pekerjaannya. Dan siang ini dia pulang ke rumahnya dan langsung menemu kan Hana di ruang makan.

"Bagaimana kabal, Ji-chan?"

"Tentu saja baik. Bahkan sangat baik karena Ji-chan bawa oleh-oleh yang banyak untuk mu."

"Holeeeee..."

Yahiko melihat sekitar ruang makan dan mengerut kan alisnya sejenak. "Mana yang lain, Hana-chan?"

"Oh, Baa-chan cedang membangun kan Kulama Ji-chan. Dia balu pulang entah dali mana. Cedang Jii-chan lagi di kantol."

"Baiklah. Kita duduk sekarang dan menunggu mereka."

Yahiko meletak kan Hana di kursi yang tadi di tempati oleh anak kecil itu. Sedangkan dia duduk di sebelah kanan Hana. "Oh, ya. Papa mu kemana?"

"Lagi kencan cama Cuke-nichan."

"Wah, jadi, Hana di tinggal nih?" Goda Yahiko.

"Hana tidak mau ganggu Papa cama Cuke-nichan."

"Yahiko?"

Kedua orang yang sedang berbincang tadi kini menoleh ke belakang. "Kaa-chan. Tadaima."

Kushina segera memeluk Yahiko saat pria itu berdiri menghampirinya. "Kau ini. Kenapa baru pulang sekarang? Sudah satu tahun pergi dan tidak memberi kabar apapun pada Kaa-chan."

"Maaf, Kaa-chan. Aku agak sibuk saat di Dubai. Dan sekarang, aku free selama sebulan. Jadi, kalau Kaa-chan mau kemana pun akan aku temani."

"Hana boleh ikut?" Pertanyaan polos itu terlontar. Membuat Yahiko dan Kushina tersenyum geli.

"Tentu saja. Hana kan ponakan kesayangan Ji-chan. Jadi, harus ikut kemana pun."

"Ke taman belmain?"

"Itu juga."

"Wah, wah. Tampaknya semua bersenang-senang tanpa mengajak ku." Seorang laki-laki bersurai merah memasuki ruang makan dengan cengiran lebar. "Okaerinasai, Nii-chan. Ada oleh-oleh untuk ku?"

Yahiko menggeleng kan kepalanya maklum. "Kau ini. Aku bawa oleh-oleh untuk semuanya. Sekarang kita makan dulu karena princess cilik kita sedang lapar."

"Osh."

.

.

.

Hina menatap barang di depannya dengan bahagia. Sebuah boneka rubah berukuran besar dengan sembilan ekor berwarna orange berdiri tegak di depannya yang kecil. Tatapannya segera di alih kan kepada seseorang yang ada di sebelah kanannya. "Telima kacih, Hiko Ji-chan. Ini hadiah telbaik yang pelnah ku telima celain dali Papa."

"Sama-sama, Sayang."

Setelah mereka berempat makan siang, keluarga Namikaze itu segera berkumpul di ruang keluarga untuk membuka oleh-oleh dari Yahiko. Kushina mendapat kan sebuah gaun yang indah hasil rancangan seorang designer ternama di Dubai. Kurama mendapat kan sebuah komputer mini limited edition yang baru keluar. Sedang kan Hana mendapat kan sebuah boneka rubah setinggi pinggang orang dewasa.

Kurama mendengus melihat tingkah atraktif Hana yang ada di depannya. "Huh, kau bahkan bisa mendapat kan boneka sebanyak apapun dari Papa mu. Kenapa mesti dari Dubai segala?"

"Telcelah aku dong, Kulama Jii-chan. Lagi pula Hiko Ji-chan juga tidak malah."

"Kau ini, Ku. Biar kan saja Hana. Dia juga masih kecil. Kau juga dulu sama dengannya. Bahkan menyusah kan Naruto."

"Kaa-chan!"

"Huwa... Telnyata Kulama ji-chan manja dulu cama Papa. Dacal."

"Hush, anak kecil diam."

.

.

.

Selama beberapa hari ini, Sasuke harus bekerja keras membuat Naruto terus bersamanya. Mengawasinya dari incaran seorang wanita iblis berjidat lebar yang surainya membuat sakit mata yang merasa dirinya paling cantik yang pantas bersanding dengan pria paling tampan se Konoha dan siapa lagi kalau bukan...mantan istri Naruto. Bahkan Sasuke malas menyebut kan nama si norak itu. #maafkanAneSakurafc.

Sasuke tidak peduli di sebut sebagai pacar posesif. Hell, mereka tidak tahu saja perjuangan seorang Sasuke dalam mendapat kan seorang duren. Dan tentunya, dia tidak mau mempermalu kan diri lebih banyak lagi dengan mencerita kan asal muasal dalam mendapat kan Naruto.

Seperti sekarang ini...

Hari ini adalah hari terakhir liburan mereka. Kedua sejoli itu sekarang ada di sebuah toko souvenir yang tidak begitu jauh dari Konoha's Dream. Yah, walau pun masih di kawasan Konoha tempat liburan mereka, setidaknya oleh-oleh tetap mereka beli. Hanya ingin menunjuk kan kalau mereka memang benar liburan.

Awalnya mood Sasuke dalam keadaan baik. sibuk membantu Naruto memilah apa saja yang akan di beli untuk keluarga mereka. Namun, mood itu langsung turun saat mendengar suara jelek mirip nenek sihir di belakang mereka.

"Naruto-kun~~~~"

Kalian tidak salah dengar. Sungguh. Bahkan Sasuke akan memanggil dokter THT jika kalian masih tidak percaya. Si pink itu memanggil kekasihnya dengan sebutan 'Naruto-kun'. Padahal seingat Sasuke, mantan istri Naruto itu masih memanggil nama kekasihnya dengan normal tanpa penambahan 'kun'. Dan penambahan itu mulai terjadi setelah aksi peluk kan yang ada di lobby.

"Hai, Sakura-chan."

Nah, ini. Ini yang buat emosi Sasuke setingkat iblis. Kekasihnya malah ikut-ikutan menambah kan suffix 'chan' pada nama Sakura. Padahal sudah jelas Sasuke menatap Naruto tajam. Namun, kekasihnya seolah tidak menyadari kalau dia tidak setuju dengan cara panggil Naruto. Ya ampun, Suke. Tinggal bilang secara langsung apa susahnya, sih? #dichidori.

"Sedang apa kalian berdua di sini?"

'Apa si norak ini tidak lihat kami sedang belanja.' Jangan dianggap serius, Guys. Seorang Sasuke masih tetap tenang walau dalam hati merutuk.

"Mau beli oleh-oleh. Hari ini kami mau pulang." Naruto mengambil sebuah coklat besar dan memasuk kannya ke dalam keranjang.

Mata Sakura seketika melebar. "Kebetulan sekali. Aku juga mau pulang hari ini..."

Tubuh Sasuke menegang. Jangan sampai apa yang di pikirkannya terjadi.

"Apa aku boleh ikut dengan..."

"Tidak boleh." Ucapan tegas Sasuke membuat Sakura menggeram marah.

"Aku bertanya pada Naruto-kun. Bukan pada mu."

"Dan aku yang satu mobil dengan dia sangat menolak jika ada tambahan lain. Lagi pula, mobil Naruto hanya cukup untuk dua orang. Yaitu, Naru dan aku."

Naruto tersenyum penuh maaf pada Sakura. "Sasuke benar, Sakura-chan. Mobil yang ku guna kan saat ini hanya untuk dua orang. Aku tidak bisa memberi tumpangan pulang untuk mu."

Senyum kemenangan terlukis di bibir tipis Sasuke. "Saat kau liburan ke sini pasti naik kendaraan kan? Kenapa sekarang kau ingin menumpang pada kekasih ku?"

"Mobil ku mogok dan harus di bawa ke bengkel."

"Telpon sopir mu dan suruh ke sini menjemput mu. Jangan pernah menyusah kan kekasih ku lagi dengan masalah sepele seperti ini. Ayo, Naru."

"Maaf kan aku, Sakura-chan. Bye..."

Sakura menatap ke pergian dua orang pria di depannya dengan kesal. Terlebih lagi terhadap pemuda bersurai raven yang menjadi kekasih Naruto. "Jangan berfikir aku akan menyerah, Uchiha. Jangan."

.

.

.

Selama perjalanan panjang pulang kembali ke rumah mereka, Sasuke hanya diam tidak menanggapi semua ocehan Naruto. Dia masih teramat kesal dengan panggilan yang di berikan Naruto pada Sakura.

"Teme, kau kenapa lagi? Dari tadi kau hanya diam tidak bicara apapun." Naruto melirik Sasuke yang tidak mau menoleh menatapnya.

"Biasanya juga aku diam." Dengusan kecil terdengar.

"Tapi, tidak sependiam ini. Kau ada masalah."

"..."

"Apa ini karena Sakura?"

"..."

"Ayolah. Aku sudah bersumpah pada mu kalau aku tidak akan meninggalkan mu. Apal..."

"Bukan itu..."Sasuke menatap Naruto lekat. Menyampai kan beragam emosi yang ada padanya. "Berjanjilah pada ku satu hal. Jangan menemui Sakura tanpa sepengetahuan ku."

Naruto tersenyum tipis dan menggenggam tangan Sasuke lembut. "Tenang saja. Akan ku pasti kan kalau aku akan selalu memberitahu mu saat aku menemui Sakura." Ciuman ringan di berikan Naruto pada bibir kekasihnya. "Sebaiknya kau perbaiki raut wajah mu. Kau tidak ingin membuat ibu ku dan Hana khawatir kan?"

"Hn."

Tidak berapa lama, mansion Namikaze terlihat. Pagar di buka oleh satpam saat mobil Lamborghini itu berhenti di depannya. Dan kembali di tutup setelah mobil Naruto melintasi mereka menuju pintu utama mansion.

Naruto menghenti kan mobilnya tepat di depan pintu utama mansion Namikaze. Dia segera keluar dari mobil dan membuka kan pintu bagian penumpang.

"Silahkan, Princess."

"Dobe!"

Kekehan geli terdengar saat melihat wajah memerah Sasuke. Dia lalu membuka bagasi mobil belakangnya untuk mengambil beberapa oleh-oleh yang telah di belinya.

"Papa. Cuke-nichan."

Suara khas seorang anak kecil membuat kedua pria itu tersenyum. Hana segera berlari ke arah Sasuke dan meminta di gendong olehnya.

"Apa kabar, Sayang?" Sapa Sasuke sembari mencium kedua pipi Hana.

"Baik, Cuke-nichan. Bagaimana libulannya?"

"Asyik sekali. Sayang Hana tidak bisa ikutan."

"Hai, Hana."

"Papa."

Hana turun dari gendongan sasuke dan langsung memeluk pinggang Naruto yang membawa banyak barang. Sasuke tersenyum tipis melihatnya lalu mengambil setengah bawaan kekasihnya.

Naruto segera menggendong Hana dengan satu tangan saat terbebas dari barang yang di bawanya. Dia lalu mengecup pipi Hana dengan gemas. "Hana tidak nakal selama di tinggal, kan?"

Hana menggeleng kan kepalanya cepat. "Tidak, Papa. Hana cudah menjadi anak baik cecuai pecan, Papa."

"Baguslah. Papa senang Hana sudah menjadi anak baik selama tinggal di sini. Sekarang..."Naruto mengangkat tangan kanannya yang membawa sebuah kantong plastik. "Ayo kita ke dalam dan buka oleh-oleh untuk mu."

Mereka segera masuk ke dalam mansion dengan di iringi celotehan riang Hana. Seorang maid muncul dan segera mengambil barang yang ada di tangan sepasang kekasih itu dan membawanya ke ruang keluarga.

Ternyata semua keluarga Namikaze sudah berkumpul di sana minus Kepala Namikaze. Yahiko yang memang baru di lihat oleh Naruto segera menghampiri kakaknya dan memeluknya erat. Syukurlah Hana sempat di turun kan oleh Papanya. Jika tidak, mungkin dia tergencet di antara pria dewasa.

"Aniki. Tadaima."

"Seharusnya aku yang mengata kan hal itu, Anak Bodoh. Tapi, karena kau sudah mengucap kannya duluan, akan ku balas. Okaerinasai, Hiko." Naruto memeluk erat tubuh adik tengahnya. "Sudah setahun kau tidak pulang dan tidak memberi kabar apapun. Kau tahu aku selalu kewalahan menghadapi tingkah ababil Kurama."

"Aniki."

"Ha...ha..." Tawa Naruto dan Yahiko menggema melihat sikap Kurama. Namun, tawa itu segera berhenti saat Yahiko melihat seorang pemuda yang ada di sebelah kakaknya. Dia melepas kan rangkulannya dari Naruto dan menghadap Sasuke yang terlihat kikuk.

"Ah, apa ini calon kakak ipar ku?" Tanyanya jahil. Dia masih menatap lekat Sasuke yang wajahnya mulai merona. "Wajar saja dia jatuh cinta pada mu. Ternyata orangnya secantik ini."

Sasuke yang di sebut Yahiko cantik segera memberi kan deathglare andalannya pada adik kekasihnya. "Aku tidak cantik."

Seketika sebuah tawa terdengar keras. Sasuke yang tahu siapa tertawa langsung menghadiah kan tatapan yang sama pada orang itu.

"Ha...ha... Kau memang cantik, Sasuke. Terima saja nasib mu itu. Hah, aku tidak menyangka Aniki ku berubah menjadi pedofil saat melihat mu. Ck...ck..."

Kushina yang dari tadi diam segera mencubit pinggang Kurama. "Kau ini. Selagi ada di rumah ini dan masih ada aku. Kau tidak berhak menghina calon menantu ku." Perkataan Kushina membuat wajah Sasuke semakin memerah.

"Aduh, duh. Kaa-chan. Jangan mencubit ku. Iya, aku tidak akan menghina calon menantu mu itu."

"Bagus kalau begitu." Kushina mengalih kan tatapannya pada Sasuke setelah melepas kan cubitannya pada pinggang Kurama. "Sebaiknya kalian istirahat di kamar. Barang kalian biar di bawa oleh pelayan.

Naruto hanya mengangguk sebagai balasan. Dia lalu menggendong Hana dan menarik tangan Sasuke untuk mengikutinya. "Ah, iya. Kaa-chan." Naruto yang mengingat sesuatu segera memanggil Kushina.

"Ada apa, Naru?"

"Mana Tou-chan?"

"Biasa. Dia sedang sibuk di ruang kerjanya. Nanti akan Kaa-chan beritahu kan kalau kalian berdua sudah pulang."

"Tidak usah, Kaa-chan. Biar aku saja yang ke sana nanti. Ada yang mau aku bicara kan pada Tou-chan."

"Baiklah. Sebaiknya kalian ke kamar. Kau tidak kasihan melihat calon menantu ku."

BLUSH

Ah, lagi-lagi merona.

Tanpa bicara apapun lagi, Naruto segera menarik Sasuke pergi menghindari kejahilan keluarganya. Dia hanya bisa menahan ketawanya saat melihat wajah kekasihnya. Hey, dia pernah merasa kan hukuman dari Sasuke saat dia ikut membantu Kurama menggoda pemuda onix itu. Hasilnya, dia tidak mendapat kan 'jatah' selama seminggu.

"Hi...hi..."

Naruto heran mendengar kan suara tertahan dari anaknya. Begitu juga Sasuke yang ada di belakang kekasihnya.

"Hana kenapa tertawa?" Tanya Naruto saat tawa anaknya tak kunjung berhenti.

"Hana hanya cenang caja, Papa."

"Kenapa, Sayang?" Kali ini Sasuke yang bertanya.

"Coalnya Cuke-nichan dan Papa akan menikah. Cuke-nichan akan jadi Mama Hana."

Wajah kedua pria itu memerah saat mendengar perkataan Hana. "Siapa yang mengata kan hal itu, Hana?" Sasuke mengusap rambut Hana lembut.

"Tadi Baa-chan bilang kalau Cuke-nichan adalah calon menantu. Itu altinya kalian beldua akan menikah."

"Itu ti..."

"Itu benar." Naruto menatap Sasuke lembut. "Papa akan menikah dengan Suke-nichan."

"Naru..."

.

.

.

Sasuke menatap Hana yang tertidur di sebelahnya. Sesekali di usapnya pipi Hana yang tembem. Perkataan Naruto masih terngiang di pikirannya.

"Papa akan menikah dengan Suke-nichan."

Senyum tipis tersungging di bibirnya yang merah. Entah kenapa dia semakin ingin tersenyum saat mendengar penuturan kekasihnya itu. Apalagi saat Hana mengata kan sangat senang kalau dia menjadi Mamanya. Yah, walau pun dia seorang lelaki. Tapi, tetap saja perasaan itu terus membuncah menguasai hati dan pikirannya.

Tapi...

"Apa kau pikir Naruto menyukai mu? Teruslah bermimpi Uchiha-san. Naruto lebih memilih ku dari pada diri mu. Dan kau akan didepak dari kehidupannya."

Sasuke memeluk Hana pelan. Takut mengganggu tidur malaikat kecilnya itu. Pikiran jahat selalu menghantuinya saat mengingat ucapan Sakura. Di liriknya Hana yang masih tertidur. Sebuah senyuman sendu terukir di bibirnya.

Bagaimana kalau Hana lebih memilih ibu kandungnya?

Bagaimana kalau Hana meminta Naruto meninggalkannya?

Bagaimana dan bagaimana...

Semua pertanyaan itu membuat dia takut. Dia sangat mencintai Naruto. Dia sudah terlanjur sayang pada Hana. Dia bahkan tidak sanggup berpikir jika orang yang paling berarti baginya meninggalkannya seorang diri. Sungguh dia tidak sanggup menghadapi hal itu.

'Semoga aku bersama kalian selamanya.'

.

.

.

Sebuah ruangan mewah minimalis dengan perabotan lengkap nan mahal menghiasi tempat tersebut. Sebuah jendela kaca lebar memenuhi satu dinding. Sehingga terlihat pemandangan taman yang indah dari ruangan itu. Tidak jauh dari jendela itu ada sebuah meja lengkap dengan komputer canggih dan beberapa berkas di atasnya khas meja kantor. Beberapa rak buku menempel di dinding penuh dengan buku-buku. Beberapa sofa warna coklat muda menghiasi bagian tengah ruangan tersebut.

Namun, bukan ruangan yang sekarang menjadi fokus kita. Tapi, seorang pria berusia sekitar lima puluh tahun lebih yang sedang duduk di di kursi kerjanya dengan membaca beberapa dokumen yang harus di periksa. Dengan di temani secangkir kopi yang masih mengepul kan uap panas dan sepiring cake buatan istrinya membuat dia bisa bersantai sejenak. Apalagi meja itu menghadap langsung dengan jendela kaca lebar.

TOK TOK TOK

Kegiatan pria itu terpaksa berhenti karena mendengar suara ketukan pada pintu ruangannya. "Masuk."

CKLEK

Sebuah kepala bersurai kuning terlihat menyembul saat pintu itu terbuka. Dia lalu masuk ke dalam ruangan itu dan duduk di seberang pria tadi. "Apa aku mengganggu?"

Pria itu menggeleng kan kepalanya sembari membuka kacamata bacanya. "Tidak. Tou-san juga tidak terlalu sibuk. Ada apa?"

"Ini masalah Sakura."

.

.

.

Sakura menghempas kan tubuhnya ke ranjang saat wanita cantik itu tiba di apartemen mewah miliknya. Barang-barangnya di biar kan tergeletak begitu saja di lantai kamarnya. Matanya menerawang menatap langit-langit kamarnya. Ingatannya seputar liburan saat di Konoha's Dream terulang. Terkadang tawa bahagia muncul. Dan sekilas bisa berubah menjadi geraman.

Sakura masih ingat bagaimana usahanya selama liburan untuk menarik perhatian Naruto. Namun, selalu di gagal kan oleh pemuda onix yang sekarang menjadi saingan. Yah, walaupun ada yang berhasil. Seperti dia bisa memeluk Naruto, memanggilnya dengan suffix 'chan', berfoto bersama dan hal lainnya yang membuat dia bahagia.

I threw a wish in the well

Don't ask me i'll never tell

I looked at you as it fell

And now you're in my way

Sakura segera duduk dan mengambil ponselnya saat mendengarnya berdering. Sebuah kontak nama yang tidak di harapkannya muncul.

Ino's Calling

"Halo."

"Sakura. Besok jangan lupa datang jam delapan pagi. Anko-sama sangat tidak senang dengan orang telat. Mengerti?"

"Kau ini. Begitu ku angkat langsung cerewet. Seharusnya kau tanya bagaimana kabar ku. Bagaimana liburan ku dan sebagainya. Dan kau menelpon hanya untuk mengingat kan ku. Kau itu manager ku, Ino. Sejak kapan aku pernah telat saat bekerja."

"He...he... Maaf kan aku."

"Sudahlah. Besok pagi aku akan datang. Siap kan saja barang ku untuk besok."

"Baiklah. Maaf aku mengganggu mu."

KLIK

"Dasar Ino. Kenapa aku bisa betah mempekerjakannya?"

Sakura meletak kan ponselnya ke atas meja nakas. Tapi, saat itulah dia melihat sebuah benda yang menyembul dari kantong bawaannya. Dia lalu mendekati benda itu dan mengeluarkannya. Sebuah senyuman miring langsung terpasang melihat benda yang ternyata boneka itu.

"Well, Hana. Bersiaplah bertemu dengan ibu kandung mu?"

.

.

.

Naruto berjalan dengan langkah pelan menuju kamarnya yang ada di mansion. Dia masih memikirkan pembicaraannya tadi dengan Minato.

Flashback On

"Ini masalah Sakura."

Minato menaikan alisnya sebelah. "Ada apalagi dengan wanita gila itu."

"Tou-san. Namanya adalah Sakura." Ralat Naruto atas ucapan Minato.

"Bagi ku dia wanita gila yang tega menelantar kan anaknya sendiri." Minato meminum kopinya pelan. "Ada apa memangnya dengan dia?"

"Kami...bertemu dengannya di Konoha's Dream."

"Bagaimana reaksi Sasuke?"

"Biasa saja pada awalnya." Menghela nafas pelan. "Sampai ada perbuatan Sakura membuat Sasuke terganggu."

"Apa itu?"

"Dia sengaja menempel pada ku walau ada Sasuke di sana. Itu membuat Sasuke merasa kalau Sakura berusaha menarik perhatian ku."

Minata tersenyum tipis. "Pantas saja, bukan? Sakura yang selama ini tidak peduli, tiba-tiba menempel pada mu seperti perangko." Minato berdiri dari kursinya dan mendekat ke arah jendela. Seringai tipis tersirat di bibirnya. "Dan ku pasti kan juga kalau dia ingin mendekati Hana-chan untuk mendapat kan mu."

Naruto memutar bola matanya malas. "Tou-san, Sakura hanya menganggap aku teman. Tidak kurang dan juga lebih. Dan sudah sewajarnya dia mendekati Hana. Hana adalah putrinya. Lahir dari rahimnya."

"Pastikan saja kalau kau tidak lengah. Aku tidak ingin menantu selain Sasuke. Aku dan Fugaku sudah berjanji ingin menjadi besan."

Naruto segera berdiri dan menatap Minato serius. "Itu adalah masalah lain yang ingin ku beritahu kan sekarang." Dia tersenyum tipis. "Aku ingin menikah dengan Sasuke tiga bulan lagi. Ku harap Tou-san setuju dengan usulan ku."

Minato menatap anaknya tidak percaya. Dia lalu bertepuk tangan dengan kencang. "Bagus, Naruto. Tou-san sangat setuju kalau kau cepat menikah dengan Sasuke. Apa kau sudah memeberitahu dia?"

"Belum. Tapi, aka segera ku beritahu jika Tou-san mengizin kan."

"Sebaiknya kau beritahu dia. Aku juga akan memberitahu keluarga Uchiha yang lain." Ucapnya cepat sembari mengambil ponselnya yang ada di dalam laci.

"Kalau begitu aku pergi dulu." Pamit Naruto. Dia lalu keluar dari ruang kerja Minato.

"Naru..." Naruto menoleh saat mendengar Minato memanggilnya. "...Ada baiknya kau beritahu kan Hana siapa ibu kandungnya. Lagi pula, ku lihat anak itu lebih bijak dari pada Kurama yang bahkan sudah dewasa."

"Akan ku lakukan."

Flashback Off

Naruto mendesah lelah memikir kan hal itu. Bicara tentang pernikahan memang mudah pada Sasuke. Tapi, bicara mengenai Sakura pada Hana adalah hal yang sulit. Walau pun ucapan terakhir Minato ada benarnya. Namun, tetap saja susah. Dia lebih baik memilih bekerja memeras otak dan tenaga dari pada melakukan hal ini.

Berjalan sambil melamun membuat Naruto tidak sadar kalau kamarnya sudah dekat. Dia lalu membuka pintu itu pelan. Seolah takut hal itu akan mengganggu penghuni di dalamnya. Di lihat olehnya dua orang yang paling di sayanginya sedang tidur berpelukan. Sebuah senyum tipis terlukis di bibirnya. Inilah yang selalu di inginkannya. Melihat kekasih dan anaknya saling menyayangi. Beban seperti apapun akan sirna saat melihat hal yang membahagiakan itu. Dan dia bersumpah akan selalu mempertahankan hal ini seumur hidupnya. Berakhirnya sumpah itu, membuat dia dengan nyaman berbaring di sebelah Hana dan memeluk mereka berdua dengan erat.

"Sleep well."

.

.

.

Matahari bersinar dengan cerah menyambut pagi hari. Kicauan burung juga menambah merdu suasana saat itu. Semburat cahaya tipis yang mengintip melalui gorden jendela yang belum terbuka membuat seorang anak kecil yang bernama Hana terbangun. Dia mengedip kan matanya berkali-kali untuk mengembali kan kesadarannya. Setelah rasa kantuk tidak menyerangnya kembali, Hana segera terbangun dari ranjang. Namun, sebuah senyum tipis segera terlihat saat melihat dua orang pria di sebelahnya.

Dengan cepat dia mengambil ponsel Papanya yang memang di letak kan di meja nakas dan membuka aplikasi kamera. Dan dengan keahlian seorang Namikaze –yang tidak perlu di tampil kan karena buat repot- sebuah foto sederhana yang di isi oleh Papanya dan Sasuke sukses di ambil. Dia lalu menyimpan foto itu dan menjadikannya sebagai wallpaper untuk ponsel Papanya.

Setelah tugas suci –menurut Hana- sukses di lakukan, dia turun dari ranjang dan membuka tirai jendela kamar itu. "Ayo bangun. Cekalang cudah pagi." Teriaknya kencang yang tentu saja mengaget kan kedua pria yang tadinya tertidur lelap.

"Ukh, Hana. Papa masih capek. Lima menit lagi, ya?" Ucap Naruto yang semakin merapat kan selimutnya.

DUAK

"Ittaii~~." Ah, sang Papa mengadu kesakitan karena kepalanya di pukul Sasuke dengan penuh kasih sayang. Juga di susul kikikan geli Hana tentunya.

"Siapa yang menyuruh mu tidur kembali? Bukannya kau harus masuk kerja hari ini?"

"Iya, tapi, tidak pakai pukul juga, kan?"

"Salah mu sendiri. Sekarang pergi mandi dan ajak sekalian Hana."

"Ayo, Papa. Hana tunggu di dalam, ya." Ucap Hana –yang masih terkikik- sembari masuk ke kamar mandi.

Naruto segera berjalan ke arah mandi untuk menyusul Hana. Tidak lupa mencuri ciuman kecil dari bibir kekasihnya yang merapi kan tempat tidur. "Morning kiss." Ujarnya berlalu pergi meninggal kan Sasuke yang merona.

"Dasar Dobe."

.

.

.

Sepertinya topik kita akan kembali ke ruang makan yang penuh dengan makanan enak tersaji untuk sarapan pagi. Seluruh pelayan hilir mudik mempersiapkan semuanya. Kalau sebelumnya ruang makan hanya di isi oleh Hana. Kali ini tempat itu sudah di isi oleh keluarga Namikaze dan di tambah Uchiha.

"Naru."

Naruto menolh kan kepalanya saat namanya di panggil oleh kekasih. "Ya?"

"Aku hari ini tidak ke kampus. Bisakah Hana dengan ku saja?"

Naruto dan lainnya hanya tersenyum. Mereka tidak mempermasalahkan kalau Sasuke ingin bersama dengan Hana. Semenjak berpacaran dengan Sasuke, Naruto selalu menitip kan anaknya pada kekasihnya kalau keluarganya sibuk. Itupun kalau Sasuke punya waktu senggang. Kadang anaknya di titipkan juga pada keluarga Uchiha. Apalagi ibu Sasuke memang menyukai Hana.

"Tidak apa, Sasu-chan. Bawa saja Hana ke rumah mu. Miko-chan pasti rindu pada Hana." Sahut Kushina dengan senyuman kecil.

"Benar kata Kaa-chan. Nanti ku antar ke rumah mu." Balas Naruto.

"Hn."

"Nanti ajali Hana menulic, ya, Cuke-nichan?"

"Tentu." Balas Sasuke dengan senyuman tipis. Sedang kan Hana yang mendapat kan jawaban yang memuas kan hatinya segera melonjak senang.

"Jangan buat onar di sana, Hana." Ucap Minato mengingat kan cucu satu-satunya.

"Och, Jii-chan."

.

.

.

Sakura melangkah kan kakinya dengan malas ke arah ruang gantinya. Selesai melakukan pemotretan yang memakan waktu dua jam membuat Sakura ingin langsung istirahat dan...

"Sakura."
...semua gagal total saat dia mendengar suara managernya yang berambut pirang.

"Ada apa?" Tanyanya malas.

"Semangatlah sedikit, Sakura. Ini masih jam sepuluh dan kau sudah K.O? Dimana Sakura yang selalu bersemangat itu?" Tanya managernya, Ino.

Sakura menghembus kan nafasnya pelan. "Aku mau istirahat karena aku capek. Kau tidak tahu tenaga ku banyak di peras karena kelalaian mu." Ino nyengir innocent mendengarnya.

Seharusnya Sakura tidak menerima pekerjaan dulu saat dia libur seminggu kemarin. Namun, karena teman dan juga managernya yang menerima pekerjaan dari designer ternama Mitarashi Anko, membuat semua hal yang sudah di rencanakannya harus sia-sia.

"Jangan marah dulu. Aku membawa berita bagus yang pasti memebuat karir mu semakin melejit di dunia internasional."

"Apa?"

"Ada tawaran menjadi model iklan ponsel terbaru yang di keluarkan oleh perusahaan ternama."

"Tidak tertarik." Balas Sakura sambil berlalu pergi dari sana menuju ruangannya.

"Honornya besar." Ucap Ino mengikuti Sakura.

Sakura menggelengkan kepalanya.

"Model prianya juga tampan."

Geleng kepala

"Modelnya adalah presdir dari Rasengan Corp."

Ge...

"Apa?"

Seringai nakal bermain di bibir tipis Ino. "Bukannya kau tidak tertarik?"

Mendecak kesal, Sakura mengirim kan tatapan tajamnya. "Jawab yang benar, Ino."

"Ck. Kau ini tidak bisa di ajak bercanda sama sekali." Ino memutar bola matanya malas. "Dengar baik-baik. Rasengan Corp mengeluar kan produk terbaru mereka dan agensi memilih mu untuk menjadi model ponsel terbaru mereka bersama Namikaze Naruto. Puas."

"Sangat. Puas."

Sakura merasa dia akan semakin mudah mendapat kan Naruto.

.

.

.

Naruto menggebrak meja kerjanya dengan kuat. Dia baru saja mendapat kan laporan dari asistennya tentang produk baru mereka yang ternyata menggunakannya sebagai model produk tersebut.

"Anda tidak bisa menolak, Namikaze-sama. Semua sudah sepakat kalau Anda yang harus menjadi model iklan produk kita." Ucap Nara shikamaru, asisten kepercayaan Naruto.

"Kenapa harus aku?"

"Menurut mereka Anda sangat pantas menjadi model iklan ini. "

"Aku presdir di sini, Shika. Harusnya aku yang memutus kan segala sesuatunya."

"Memang. Tapi, tidak bisa kalau Minato-sama ikut andil di sini."

"Tou-san ikut campur?"

"Ya. Dia juga punya hak karena ada saham miliknya di sini. Lagi pula, waktu itu Anda sibuk berkencan selama seminggu."

"Tou-san..."Geram Naruto. "Akan ku pastikan dia tidak bisa mendekati Hana selama seminggu." Janji Naruto yang mendadak durhaka mendengar kabar dari Shikamaru.

"Ah, satu hal lagi..." Shikamaru yang menjadi sahabat baik Naruto dari kecil memberikan senyum misterius. "Pasangan mu adalah Haruno Sakura..."

'Mati Aku.'

.

.

.

TBC...

Akhirnya...

Semangat mengetik Ane kembali lagi setelah mengetik 'Jatuh Cinta, Eh?'. Semoga hasilnya tidak mengecewakan Ente semua. Dan sedah lama Ane tidak balas review dari penggemar #serasa artis. Baiklah, ini dia.

Jasmine DaisynoYuki : Jangan di buang. Ceritanya nanti ngambang. Kan kasihan Sakura.

Aicinta : Chapter yang ini sudah ngejawab belum ? He...he...he...

Rikarika : Waduh, kalau itu sih lihat selanjutnya aja. Tapi, Ane harap juga seperti itu.#modus.

Nanti Ane adain flashbacknya NaruSaku...

Yassir : Tenang saja. Ane tetap ngelanjutin kok. Walau pun agak sibuk karena banyak kegiatan. Ngomong-ngomong tentang vampfict yang ente sebutkan juga pernah Ane baca. Seru, lho.

Ndah D. Amay : Kalau masalah update kilat mesti Ane pikir-pikir dulu. Gomen.

Shin : Ini sudah lanjut.

Naminamifrid : #Tidakbisangomongapaapa.

Ivy Bluebell : Di chapie ini belum terlalu Ane jelasin. Tapi, saat chapie depan...Ho...ho...

DINDA red-devil24 : memang nyebelin tuh jidat. #eits

Dinda Clyne : Hohohohohoho...#ikutanketawa

Shanzec : #pikirpikir

LalaCukaCacuNaluCacu : Maafin Ane Sakura FC. Ini bukan salah Ane kalau ada yang benci dengan Sakura.#sembunyi

CA Moccachino : Sebenarnya Ane juga sama ma Ente. Tapi, rahasia, ya.

Tomoyo to Kudo : He...he...he...

Drama habis deh...

Woke, maaf kan Ane jika banyak yang jelek. Tapi, mungkin mata Ente banyak yang minus juga. #canda.

Ok, reviewnya?