Desclaimer : Naruto hanya milik Masashi Kishimoto. But, this fic is mine. Namikaze Eiji. So, dont be Plagiator. Dont Copy my fic. And dont Bash my story. Thank You (^o^)

Rate : M

Pairing : ItaFemNaru slight SasuFemNaru

Warning : AU,OOC,OC,Typo bertebaran, EYD jelek. No flame. Kritik dan saran yang membangun dan menggunakan bahasa yang sopan diterima. Ide pasaran.

Gak suka ! Gak usah Baca !

.

.

Summary : Yang terukir di matamu bukan lagi aku. Tapi, 'dia' yang telah mengukir namanya di hatimu. Yang terucap bukan lagi aku. Tapi, namanya yang telah tersimpan dalam memorimu. Tuhan tau, 'Cinta' ini hanya untukmu. Dan aku tau, aku tak dapat lepas darimu. Walau hatimu tak lagi milik ku.

.

.

Happy reading Minna... (^o^)

.

.

Bad Love

By.

Namikaze Eiji

.

.

Aku ingin kembali ke waktu dulu.

Dimana hanya ada senyum dan tawa yang menghiasinya.

Aku ingin kembali ke waktu dulu.

Dimana hanya ada rasa senang dan nyaman yang datang menghampiri.

Aku ingin kembali ke waktu dulu.

Dimana tak ada luka dan sakit yang menemani.

Aku ingin kembali ke waktu dulu.

Dimana hanya ada tawa, tanpa tangis di dalamnya.

Aku ingin kembali ke waktu dulu

Dimana hanya ada kau dan aku...

-NamikazeEiji-

.

.

Tokyo, 23 July 20xx

Sepanjang hari Sasuke terus menyibukkan dirinya dengan buku-buku tebalnya. Tidak membiarkan dirinya beristirahat, karena begitu ia diam sebentar saja, sesuatu yang mengganggunya beberapa terakhir ini akan kembali mengusiknya.

Ia terus menyibukkan diri tanpa henti. Hingga sebuah deringan ponsel menghentikkan kegiatannya. Matanya melirik sekilas benda persegi yang terus berdering, menandakan adanya sebuah panggilan masuk. Tanpa sadar ia menghembuskan napasnya, lelah.

Bukan. Bukan lelah pada seseorang di seberang sana yang tengah menelponnya. Ia.. hanya merasa lelah pada dirinya sendiri. Jika dihitung-hitung, ini adalah deringan ke lima belas dalam tiga puluh menit terakhir.

Dengan enggan ia mengangkat tangan kanannya lalu meraih ponselnya yang terletak di ujung meja belajarnya. Seketika matanya tertuju pada satu nama yang tak lagi asing baginya.

Naruto...

Ia bimbang, dan entah kenapa tiba-tiba rasa sakit yang menusuk-nusuk hatinya membuatnya sesak. Hingga bernapas saja terasa begitu menyakitkan.

Sasuke mengerutkan keningnya, menimbang-nimbang apakah ia akan menjawab telepon itu atau tidak. Akhirnya ia memutuskan untuk membiarkan ponsel itu terus berdering. Setelah beberapa lama, deringan ponsel itu berhenti.

Sasuke menarik napas dan baru akan kembali melanjutkan pekerjaannya ketika ponsel itu kembali berdering.

Hati Sasuke tertohok.

Kenapa gadis itu tak pernah menyerah?

Merasa tak tega, akhirnya dengan semua keberanian yang ia miliki, ia membulatkan tekadnya. Diraihnya ponsel miliknya dan menekan tombol dial up pada layar touchsreen miliknya.

"Hallo," suaranya terdengar dingin, bahkan untuknya sendiri.

"Suke, kenapa tadi kau tidak mengangkat telepon ku?" suara Naruto yang ceria terdengar di ujung sana. Begitu mendengar suara yang sangat dirindukannya, ia merasa sakit dan dadanya terasa nyeri.

Karena tak bisa menjawab pertanyaan yang dilontarkan oleh Naruto, Sasuke hanya bergumam sebagai jawaban dan kemudian bertanya, "Ada apa mencariku?"

"Bisa keluar malam ini?" Sasuke mendengar nada permohonan dalam suara gadis itu, dan untuk kesekian kalinya ia sadar, bahwa telah melukai gadis itu.

Yang secara tak langsung juga melukai dirinya sendiri.

"Hmm-mm, tidak bisa," jawabnya.

"Tidak bisa?" Sasuke bisa mendengar nada kecewa dalam ucapan gadis itu.

"Maafkan aku, Naru. Banyak sekali hal yang harus kuselesaikan hari ini," Sasuke berbohong. Ia merasa dalam hal ini ia perlu berbohong. Padahal ia sendiri tau, berbohong tak pernah membuatnya merasa lebih baik.

Apalagi, berbohong pada seseorang yang penting untuknya.

"Baiklah. Kita bertemu setelah pekerjaanmu selesai," desaknya, jelas tak ingin menyerah dan mendengar penolakan pemuda itu lagi.

"Tidak apa-apa, aku akan menunggumu,"

"Naru, aku... tidak bisa. Lain kali saja,"

"Tidak bisa," potong gadis itu keras. "Harus hari ini," tambahnya tak terbantahkan.

Sasuke tidak menjawab, ia merasa keyakinan yang beberapa minggu terakhir ini ia buat perlahan mulai goyah.

Hanya karena mendengar suara gadis itu.

Kau benar-benar payah Uchiha Sasuke.

"Tapi, Naru, aku benar-benar tidak bisa," ucapnya mengiba, berharap Naruto mau mendengarkan ucapannya.

"Tidak apa-apa, aku akan menunggumu," ucapnya tegas, lalu kemudian, ia memutuskan sambungan telepon itu secara sepihak.

Selama ini, ia sudah cukup mendengar penolakan yang dilontarkan oleh Sasuke. Naruto bahkan sadar, jika pemuda itu terkesan memberi jarak bagi hubungan mereka.

Tapi, kali ini saja.. ia harap Sasuke mengerti. Biarlah, Sasuke beranggapan dirinya egois karena terus mendesak pemuda itu.

Tapi, hari ini adalah hari yang sangat spesial, jadi apakah ia salah bila memaksa Sasuke?

.

.

.

Naruto melirik jam tangan yang melingkar di pergelangan tangan kirinya untuk ketiga kalinya dalam lima belas menit terakhir. Jam 19:15 Naruto sendiri sudah tiba di bistro itu satu jam sebelumnya. Dan sampai sekarang Sasuke belum terlihat dimanapun.

Kue ulang tahun yang ia buat telah ia titipkan pada pelayan, sehingga setelah Sasuke datang ia akan memberikan tanda kepada pelayan untuk mengeluarkan kue itu.

Ini pasti akan menjadi kejutan yang menyenangkan, pikir Naruto senang.

Hari ini adalah ulang tahun Sasuke dan ia sudah menyiapkan kejutan untuk Sasuke. Menyisihkan uangnya selama beberapa minggu terakhir untuk mempersiapkan semua ini. Matanya memandang berkeliling, bistro ini selalu ramai, dan tentu saja makanan di bistro ini sangat enak.

Naruto merenung, ia sadar akhir-akhir ini, sikap Sasuke memang sedikit aneh. Tetapi, itu mungkin karena pemuda itu kelelahan. Tidak apa-apa, Naruto bisa memahaminya.

Meski akhir-akhir ini, mereka sudah jarang menghabiskan waktu bersama. Ia tidak apa-apa dan tak merasa keberatan. Ia mengerti, pemuda itu kini tengah sibuk, mengingat Sasuke tengah mempersiapkan dirinya untuk mengikuti tes ujian masuk perguruan tinggi.

.

.

Naruto kembali melirik jam tangannya. Jam 20:00

Ia melihat banyak orang yang datang kesini dengan teman, keluarga dan pasangan mereka. Dan entah kenapa setelah melihat hal itu ia merasa sangat kesepian.

Naruto menggelengkan kepalanya pelan; mencoba mengusir pemikirannya barusan.

.

.

Jam 21:30 Naruto melirik pintu masuk bistro, sampai sekarang Sasuke pun belum datang.

Ia merogoh ponsel pada saku jaket merah miliknya. Menatap nama Sasuke yang ada di layar ponselnya selama beberapa saat dalam keheningan.

Tidak, tidak. Aku tidak boleh menghubunginya sekarang dan menanyakan kapan dia datang. Tsk, bukankah aku yang bilang sendiri akan menunggunya datang, jam berapa pun, maki Naruto kesal.

Sebelumnya, ia memang sudah berjanji untuk menunggu kedatangan Sasuke. Dan akan terasa sangat konyol jika ia menelpon pemuda itu. Ia melemparkan ponselnya ke atas meja, dan menggigit bibirnya cemas dengan kening berkerut bimbang.

.

.

Jam 23:15 Naruto memandang sekeliling bistro dengan bosan. Suasanan di bistro ini mulai sepi mengingat kini hanya ia yang masih tetap tinggal. Mata safirnya melihat beberapa pelayan yang tengah membersihkan meja. Tangan kananya bertumpu di atas meja, sedangkan tangan kirinya mengetuk-ngetuk ponselnya dengan bosan.

"Cepatlah datang, Suke," gumamnya lirih.

Lalu seolah menjawab doanya, terdengar suara denting bel halus ketika pintu masuk bistro terbuka. Naruto mendongakkan kepalanya dan melihat Sasuke berdiri disana. Terlihat tampan dengan kemeja dan celana jeans-nya.

Tanpa sadar ia menghembuskan napas lega melihat kedatangan pemuda itu. Seolah beban berat baru saja terangkat dari pundaknya.

Naruto benar-benar gembira, sampai-sampai ia harus menahan dirinya untuk tidak berlari dan memeluk pemuda yang kini tengah berjalan kearahnya.

Ketika Sasuke berdiri dihadapannya, ia memasang ekspresi kecewa, "Kau tau berapa lama aku menunggumu?" tanyanya.

Sasuke tersenyum tipis, "Maafkan aku," gumamnya. Gurat lelah tampak jelas di wajah tampannya.

"Tapi, aku senang kau datang," ujar Naruto seraya tersenyum lebar menampakan gigi putihnya yang berderet rapi.

.

.

Sasuke harus memaksa kakinya untuk memasuki bistro itu. Ia sudah mencoba mengulur waktu, menghabiskan waktunya selama berjam-jam dengan buku-buku tebalnya untuk menghindari gadis itu.

Namun, hatinya mencelos ketika ia mendapati Naruto masih menunggunya di bistro itu. Dengan enggan, ia membuka pintu mobilnya lalu melangkah keluar menuju tempat bistro dimana Naruto menunggunya sekarang.

Sejujurnya ia tak ingin bertemu dengan Naruto. Dan ia berharap gadis itu tak menunggunya. Sepanjang perjalanan ia terus berharap Naruto tidak menunggunya. Ia berharap gadis itu akan pulang, karena lelah menunggunya.

Tapi, sekeras apapun ia mencoba mengelak untuk tak menemui Naruto, ia tetap tak bisa menahan dirinya. Seolah hati dan pikirannya berjalan tak sinkron.

Sepertinya malam ini, ia memang harus memberitahu Naruto tentang hal yang membuatnya hampir gila selama beberapa minggu terakhir ini. Tentang ayahnya yang memaksanya untuk melanjutkan kuliah di luar negeri.

Dan ia sendiri tak pernah berhenti memaki dan mengutuk dirinya sendiri yang tak bisa berbuat apa-apa untuk melawan keinginan ayahnya.

Entah berapa lama Sasuke berdiam diri di dalam mobilnya, mengamati sosok gadis yang telah mengisi hatinya selama beberapa tahun dalam diam di balik kaca jendela mobilnya. Ia hanya berdiam diri, seolah mencoba mengumpulkan sisa-sisa kendali dalam dirinya, lalu setelah merasa cukup, ia melangkahkan kakinya memasuki bistro itu dalam langkah besar.

.

.

"Kau tahu, sudah berapa lama aku menunggumu?" tanya Naruto begitu Sasuke berada tepat di depannya. Naruto menatap langsung kematanya.

Dan ia takut, takut jika gadis itu tau apa yang ia sembunyikan darinya.

Aku tahu... Maafkan aku.. Maafkan aku...

"Tapi, aku senang kau datang," Sasuke dapat melihat gadis itu tersenyum lebar. Senyum yang membuat hati Sasuke ditusuk-tusuk.

Gadis itu sama sekali tidak marah padanya... meski ia telah membuat gadis itu menunggu selama berjam-jam.

"Aku tahu, kau pasti datang," ucap Naruto yakin.

"Ada yang ingin kusampaikan padamu," ucapnya seraya mendudukan dirinya di depan gadis itu, ia berusaha keras untuk tidak menatap mata Naruto.

Ini harus di selesaikan sekarang. Selagi ia masih memiliki keberanian itu.

"Tunggu dulu! Kau harus melihat kejutanku dulu," sela Naruto seraya mengangkat kedua tangannya kearah pemuda itu; mengisyaratkan untuk menghentikan ucapannya.

Sasuke mengernyitkan kedua alisnya. Semua kata-kata yang telah ia susun rapi di dalam otaknya seketika buyar. "Kejutan apa?"

"Perayaan ulang tahunmu," ujar Naruto ceria dengan senyum hangatnya. Tepat pada saat itu juga, seorang pelayan datang menghampiri meja mereka dengan sebuah kue ulang tahun dan lilin yang di bawanya di atas nampan.

Sasuke terperangah, melihat kue ulang tahun yang diletakkan tepat didepannya, terlebih lagi ketika ketiga pelayan dan Naruto menyanyikan lagu selamat ulang tahun untuknya. Ia kehilangan kata-kata.

"Aku membuatnya tadi sore," aku Naruto setelah selesai menyanyikan lagu selamat ulang tahun untuk Sasuke. Rona kemerahan tampak jelas dipipi putihnya.

"Sungguh?" gumam Sasuke. "Kau tidak perlu repot-repot," ujarnya pelan mengakhiri kalimat terakhirnya.

Naruto mendongakkan kepalanya lalu menatap manik hitam yang juga tengah menatapnya. Dia menggelengkan kepalanya pelan. "Aku tak merasa direpotkan, apalagi ini menyangkut tentangmu, Suke." ujarnya gemas.

Saduke diam saja, matanya menatap lurus kue ulang tahun yang terletak di depannya. Ditengah kue itu bertuliskan Selamat Ulang Tahun Sasuke

"Ucapkan satu permintaan di hari ulang tahunmu, Suke," ucap Naruto menyadarkan Sasuke dari lamunannya.

"Permintaan?" ulangnya.

Naruto menganggukkan kepalanya sungguh-sungguh mata safir miliknya memancarkan kebahagian dan ketulusan yang ditujukan untuk Sasuke."Tentu saja, ini hari ulang tahunmu Suke. Kau pasti memiliki permintaan yang kau inginkan, bukan?"

"Hmm-mm, kau tahu Suke? Permintaan yang kita ucapkan saat ulang tahun akan selalu terkabul,"

Sasuke mendengus mendengar ucapan Naruto. Diam-diam ia tersenyum masam. Yang benar saja. Permintaan? Tentu saja ia punya permintaan. Sasuke bahkan sudah meneriakkan permintaannya dalam hati selama beberapa minggu terakhir ini. Ia bahkan yakin, Tuhan pun bisa mendengar teriakan hatinya. Namun, ia masih cukup waras dan menyadari keinginannya tidak akan terkabul. Sekarang ini, ia bahkan tak berani bermimpi untuk berharap.

"Ayo cepat tiup Suke, nanti lilinnya meleleh," ucapnya mengingatkan, Sasuke pun menurutinya, pemuda itu sedikit mencondongkan tubuhnya ke arah depan lalu mulai meniup lilin ulang tahunnya.

"Apa permintaanmu?" tanyanya tak menutupi nada penasaran yang sangat jelas dalam suaranya.

Sasuke mendengus geli mendengarnya,"Rahasia," jawabnya dengan bahu terangkat yang terlihat sangat menyebalkan untuk Naruto.

"Kau benar-benar pelit," Naruto menggulirkan kedua matanya; kesal.

"Terimakasih atas pujiannya," ucap Sasuke dengan seringai menyebalkan yang menghiasi wajah tampannya.

Setelah beberapa saat, Naruto mengeluarkan sebuah kotak berwarna hijau dan sebuah sticky note berwarna orange dari sakunya.

Sasuke mngerutkan alisnya, bingung. Lalu matanya memandang penuh tanya ke arah Naruto seolah berkata 'apa-maksudnya-ini'.

"Hadiah," ucapnya dengan senyum lebar yang menampakan gigi-giginya yang berderet rapi.

Sasuke meraih kotak hijau yang ada di depannya, lalu membukanya. "Jam tangan?" Naruto menganggukkan kepalanya sebagai jawaban atas pertanyaan Sasuke yang lebih menyerupai pernyataan itu.

Sasuke mengeluarkan sebuah jam saku berwarna hitam, di dalam jam itu tertuliskan namanya Uchiha Sasuke.

Rasa hangat yang nyaman menjalari dadanya, namun disisi lain ia juga merasa... sakit. Perasaan Sasuke terasa campur aduk.

"Semoga kau suka hadiahmu, Suke. Selamat ulang tahun," ucapnya dengan mata berbinar-binar bahagia.

"Aku memberimu jam tangan supaya kau lebih menghargai waktu. Jangan bekerja terus menerus dengan buku-buku tebalmu itu. Kau tau? Jika orang lain melihatnya mereka akan salah mengira, jika kau tengah berkencan dengan buku-bukumu itu." canda gadis itu.

"Kau juga harus ingat kapan harus istirahat, mengerti." tambahnya tak terbantahkan.

Sasuke terdiam, lebih tepatnya ia terpaku dan terpesona di saat bersamaan atas semua yang Naruto lakukan untuknya.

Lalu, matanya beralih pada sticky note berwarna orange di depannya.

Alisnya menekuk dalam, "Ini untuk apa?" kepalanya mendongak menatap Naruto. Dari tempat duduknya, ia bisa melihat Naruto yang duduk gelisah di tempatnya. Rona kemerahan mulai terlihat di pipi putihnya.

Naruto membuat lingkaran-lingkaran kecil dengan sedotan yang ada pada jus lemonnya; berusaha mengurangi rasa gugupnya.

Ia berdeham beberapa kali, mencoba menormalkan suaranya yang tiba-tiba terasa serak. Naruto menelan ludah kering, untuk membasahi tenggorokannya. "Itu, ano, mmm, itu kartu permintaan untukmu," jelasnya susah payah.

Lalu, mata safir gadis itu mendongak, menatap reaksi yang Sasuke berikan untuknya. Naruto dapat melihat kebingungan yang terpancar dari manik hitam pemuda itu. Lalu, ia pun menambahkan, "Itu adalah kartu permintaan dariku. Kau boleh meminta tiga permintaan dariku,"

Sasuke menganggukkan kepalanya beberapa kali, membuat Naruto menahan napas melihatnya. Naruto belum mendengar sepatah kata pun yang keluar dari mulut pemuda itu, membuat ia merasa was-was, entah karena alasan apa.

Lalu, Naruto bisa melihat sudut-sudut bibir pemuda itu terangkat membentuk sebuah senyuman, tanpa sadar Naruto menghembuskan napasnya lega.

"Apa aku boleh meminta hal apa saja?" tanya Sasuke, matanya menatap menggoda ke arah kekasihnya.

Naruto menganggukkan kepalanya pelan," Tapi ingat jangan meminta hal yang aneh-aneh," ucapnya memperingatkan.

Sasuke tersenyum simpul mendengar perkataan Naruto, lalu tak lama senyuman itu berubah menjadi seringai lebar, mata oniksnya manatap dalam-dalam ke arah Naruto. "Tapi, aku ingin meminta hal yang aneh-aneh? Ah, bagaimana ini?" tanyanya dengan nada menggoda yang tak ditutup-tutupi.

Mata Naruto membola dengan sempurna mendengar perkataan Sasuke. "Tsk, dasar teme, pervert," ucap Naruto memahami maksud terselubung dari perkataan sang kekasih.

Naruto memberikan tatapan tajam ke arah Sasuke yang di balas dengan tawa geli dari sang kekasih.

Naruto mendengus kesal, lalu tangan kanannya terulur mencubit gemas pinggang pemuda itu, membuatnya meringis, dan menghentikan tawanya.

"Kau tau, aku hanya bercanda," bujuk Sasuke, saat melihat wajah merengut yang ditujukan Naruto padanya.

"Terkadang, aku bingung dan bertanya-tanya bagaimana bisa aku memiliki kekasih sepertimu," ucap Naruto seraya menghembuskan napasnya dengan berlebihan. "Dan aku pasti sudah gila, karena menyukaimu," tambahnya membuat Sasuke yang ada di depannya terbahak seketika.

"Kau tau? Aku juga pasti sudah gila, karena menyukai gadis gila sepertimu,"

"Aish, kau tak perlu mengatakannya sejujur itu, Uchiha Sasuke," ucap Naruto galak.

Sasuke tersenyum simpul, matanya menatap lembut pada gadis yang ada di depannya, membuat Naruto salah tingkah di tempat duduknya.

"Apa?" tanyanya saat Sasuke terus menatapnya tanpa mengatakan sepatah kata pun.

"Aku mungkin gila, karena menyukaimu. Tapi, aku merasa menjadi orang gila paling beruntung karena memiliki-mu," ujarnya dengan ekspresi menggoda.

Naruto menganga dan matanya membola dengan sempurna mendengar ucapan sang kekasih yang sangat bertolak belakang dengan ucapan manisnya barusan. Lalu, ia bangkit dari tempat duduknya, sedikit mencondongkan tubuhnya ke arah pemuda itu. Tangan kananya memegang tangan kening pemuda itu, sedangkan satu tangannya yang lain ia gunakan untuk memegang keningnya sendiri.

"Suhu tubuhmu normal dan kau tidak demam, lalu kau kenapa?" Naruto sedikit memiringkan kepalanya, lalu menatap Sasuke dengan kening berkerut. Ia tampak berpikir keras.

"Tsk, Dobe, aku baik-baik saja," ujarnya santai, kemudian sebelah tangannya terangkat dan mengusap kening Naruto lembut. Sesaat Naruto terpesona, oleh perlakuan lembut yang Sasuke lakukan untuknya.

"Jangan terlalu banyak berpikir, itu tidak cocok untukmu," Naruto memberengut, lalu menyingkirkan tangan Sasuke yang masih mengusap lembut keningnya, hilang sudah rasa kagumnya untuk pemuda itu.

Sasuke terkekeh geli, "Hey, aku hanya bercanda."

"*Mulai sekarang jangan pernah malu mengungkapkan rasa suka-mu padaku, mengerti? Karena, rasa suka-ku jauh lebih besar darimu," tambahnya dengan senyuman hangat yang menghiasi wajah tampannya.

"Itu permintaan pertama-ku, dan kau harus mematuhinya. Mengerti!" Naruto menganggukkan kepalanya pelan, lagi-lagi pipinya memerah mendengar perkataan pemuda itu.

"Dan, untuk yang kedua, aku ingin kau selalu tetap tersenyum dan bahagia seperti ini, apapun yang terjadi." Ujar sasuke, ekspresi pemuda itu berubah menjadi serius ketika mengatakannya.

Naruto menekuk alisnya dalam, "Kenapa, kau mengatakan hal seperti itu? Aku akan selalu bahagia bila ada di sampingmu dan nenek,"

Sasuke menghela napasnya pelan, ia seolah sudah memperkirakan akan mendengar jawaban seperti ini dari Naruto. "Kau harus tetap tersenyum dan bahagia, apapun yang terjadi. Bahkan jika tidak ada aku disisimu, kau mengerti?" Sejujurnya, Naruto masih belum mengerti, dan ia tak pernah ingin mengerti, namun melihat tatapan permohonan yang ditujukan Sasuke padanya, dengan enggan ia menganggukkan kepalanya pelan.

"Tutup matamu, aku juga ingin memberikan sesuatu untuk-mu. Dan jangan berani-berani mengintip, paham?" Naruto memejamkan matanya, ia bisa mendengar kursi yang didorong dan suara langkah yang mulai menjauh, dengan sabar ia menunggu dan tetap memejamkan matanya, lalu setelah beberapa saat, ia bisa mendengar suara langkah kakinya yang mulai mendekat juga suara kursi yang ditarik, menimbulkan suara deritan kecil saat kursi itu bergesekan dengan lantai restaurant.

"Sekarang, kau boleh membuka matamu," Naruto membuka matanya perlahan, lalu mengerjap-ngerjapkan matanya beberapa kali saat cahaya lampu mulai memenuhi indra penglihatannya.

Di depannya terdapat sebuah buket bunga yang cantik, di dalamnya terdapat sebuket bunga matahari dengan pita yang menghiasinya.

"Aku tahu kau menyukai bunga. Dan, aku harap kau menyukai bunga ini," Naruto menerima bunga itu, tanpa sadar kedua sudut bibirnya tertarik ke atas membentuk sebuah senyuman lebar, dan ia tak bisa menutupi rasa terpesonanya saat melihat sebuket bunga itu dari dekat.

"Aku tahu, banyak sekali bunga yang indah di dunia ini. Namun, hanya satu bunga yang selalu menarik perhatianku selama ini. Yaitu bunga matahari. Kau tahu kenapa? Karena saat melihat bunga ini, aku selalu melihat sosok-mu di dalamnya. Karena, bagiku kau seperti bunga ini Naru," Sasuke menjeda ucapannya sesaat, seulas senyum simpul menghiasi wajahnya, lalu ia kembali melanjutkan. "Dia cantik, sederhana, dam bersinar seperti matahari. Sama seperti-mu yang selalu menjadi matahari-ku,"

.

.

TBC

.

.

Eiji Notes :

* kata kata DOTS dari Yu Shi Jin buat Kang Mo Yeon, ah I Love this drama (^O^)

Hay... makasih buat yang selalu nunggu fic ini, #PelukdanCiumSatuSatu buat yang gak pernah bosen ngirim pm ato ripiw yang nanya tentang fic ini :') makasih juga buat yang udah fav dan follow fic ini :') seneng banget ternyata banyak yang suka dan nunggu kelanjutan fic ini :') sampe ada yang bikin anniv lagi :') Happy anniv satu tahun juga yaaa :* .

Oh iya ini khusus flashback, isinya tentang Sasuke gitu, soalnya aku bikin chapter ini sebenernya emang buat Ulang tahun Sasuke (^O^) maaf ya telat ehehe (^O^). Oh iya jangan lupa mampir di fic aku yang baru ya, judulnya Not The Ugly Duckling Story.

Oh iya aku punya akun wattpad, bukan akun baru sih tapi jarang aku buka gitu, terus baru aku buka sekarang sekarang. Mampir yaa~~~ meski ceritanya baru dikit yang aku publish disono, followersnya juga baru dikit makanya kalo kalian emang cinta dan sayang ama aku jangan lupa mampir dan follow yaaa ke akun aku: NamikazeEiji

*DiGebukkinMassaKarenaPromoMulu -_-)

Oh iya udah pada tau event SasuNaru atau SasuFemNaru yang Edupad Goes to Broadway itukan? Pada ikutan gak nih? Ikutan yaa biar eventnya rame ehehe, (^O^)

.

.

Jangan lupa ripiw (^O^)