Eiji Notes : Aloha minna... (^o^) Ada yang kangen sama Ei? (^o^) #plakk. Oh iya, Ei balik lagi tapi kali ini bukan Fic SasuFemNaru pair utamanya melainkan ItaFemNaru (^o^)
Ada yang tau kenapa? Emm.. Soalnya Itachi tuh salah satu sosok yang Ei kagumi selain Sasuke dan Shikamaru. Dan nyebelinnya nyari pair ItaFemNaru itu susahnya minta ampun, ficnya bisa diitung pake jari... (-.-)" Dan tada jadilah fic aneh bin gaje ini (^o^)
Desclaimer : Naruto hanya milik Masashi Kishimoto. But, this story is mine. Namikaze Eiji. So, dont be Plagiator. Dont Copy my fic. And dont Bash my story. Thank You (^o^)
Rate : M
Pairing : ItaFemNaru slight SasuFemNaru
Warning : AU,OOC,OC,Typo bertebaran, EYD jelek. No flame. Kritik dan saran yang membangun dan menggunakan bahasa yang sopan diterima. Ide pasaran.
Gak suka ! Gak usah Baca !
.
.
Summary : Yang terukir dimatamu bukan lagi aku. Tapi, 'dia' yang telah mengukir namanya di hatimu. Yang terucap bukan lagi aku. Tapi, namanya yang telah tersimpan dalam memorimu. Tuhan tau, 'Cinta' ini hanya untukmu. Dan aku tau, aku tak dapat lepas darimu. Walau hatimu tak lagi milik ku.
.
.
Happy reading Minna... (^o^)
.
.
Bad Love
By.
Namikaze Eiji
.
.
Lampu jalan tampak temaram menemani langkah Naruto. Jalanan Konoha sudah mulai sepi, wajar saja waktu sudah hampir menunjukan pukul sebelas malam. Hanya beberapa orang saja yang masih diluar, sedangkan yang lain tengah sibuk bergelung pada selimut yang hangat ditempat tidur.
Langkahnya terhenti saat dari kejauhan ia melihat neneknya yang tengah membersihkan kedai. Neneknya tengah mengelap meja-meja kedai yang kotor, terkadang ia mengelap keringat yang muncul di pelipisnya. Tanpa sadar, air mata itu meluncur dengan sempurna dari mata safirnya. Terkadang dia berpikir kenapa Tuhan tak pernah lelah memberikan cobaan untuknya? Kenapa Tuhan begitu senang mengujinya? Cepat-cepat ia menghapus air mata itu.
Naruto berjalan cepat menghampiri neneknya. Dipeluknya sayang neneknya dari belakang.
"Nenek kenapa kau masih bekerja juga? Kau harusnya beristirahat sekarang." rajuk Naruto kesal sambil menyembunyikan kepalanya pada ceruk leher sang nenek.
"Nenek belum lelah, lagipula tadi masih ada pelanggan." diusapnya sayang kepala Naruto. Naruto langsung melepaskan pelukannya.
"Nenek uang itu memang penting. Tapi kau juga harus menjaga kesehatanmu, jika kau seperti ini terus kau bisa sakit." rengut Naruto. Sang nenek tersenyum maklum melihat sikap khawatir cucunya.
"Aku tidak akan sakit, apa kau lupa nenekmu ini sangat kuat." sang nenek menjawabnya dengan sedikit candaan, membuat sebuah senyuman muncul di wajah cantik Naruto.
"Tentu saja, nenek ku kan kuat." ujar Naruto semangat. Neneknya hanya bisa geleng-geleng kepala melihat mood Naruto yang sangat cepat berubah.
"Nek, biar aku bantu. Nenek duduk saja di sana. Dan perhatikan cucu nenek yang cantik ini." Chiyo tersenyum melihat tingkah Naruto. Dengan patuh ia menuruti keinginan Naruto. Sebuah senyuman hangat muncul di wajah rentahnya yang tak lagi muda. 'Tuhan, terimakasih atas malaikat yang kau kirimkan untukku.' batinnya.
.
.
Cafe
Tangan Naruto dengan lihai mencuci piring-piring kotor itu. Terkadang ia mengelap peluh yang muncul di pelipisnya. Setelah piring kotor yang ia cuci selesai, ia membersihkan tangannya dari sisa sabun.
"Naru, kau sudah selesai? Bisa bantu aku melayani pelanggan?" tanya salah satu teman Naruto yang bernama Ino. Naruto menganggukkan kepalanya sebagai jawaban. Hari ini cafe tempat Naruto bekerja sangat ramai, apalagi sekarang adalah jam istirahat.
"Naru, tolong antarkan pesanan ini pada meja paling pojok yang ada di dekat jendela." ucap teman Naruto.
"Ha'i." jawab Naruto semangat.
"Tuan, ini pesanan anda." Naruto meletakan pesanan itu di atas meja. Sang pelanggan menatap Naruto intens, saat Naruto meletakan pesanannya. Naruto mencoba mengabaikan tatapan itu, tapi lama-lama ia risih juga di tatap seperti itu. "Tuan, apa ada yang salah dengan wajah saya?" tanya Naruto akhirnya.
"Hn." pelanggan itu hanya menjawab dengan gumaman tak jelas, matanya terus menatap wajah Naruto. Setelah selesai menata pesanan itu dimeja, Naruto langsung pergi tanpa memperdulikan tatapan tajam yang terus mengarah padanya. Lelaki yang diketahui bernama Itachi itu terus menatap Naruto hingga tak terlihat lagi dalam jarak pandangnya. Suara dering ponsel mengalihkan perhatian Itachi.
"Hallo..."
"..."
"Hn. Aku mengerti, aku akan pulang sekarang."
Setelah selesai menerima telpon itu, mata Itachi terus mengamati layar ponselnya seperti tengah memikirkan sesuatu. Kemudian, sebuah seringai muncul di wajah rupawannya. Tangannya dengan lihai menekan sebuah nomer -menghubungi seseorang.
"Aku perlu bantuanmu..."
"..."
"Aku ingin kau mencari tau tentang seseorang."
"..."
"Besok, kirimkan data tentangnya."
Setelah selesai menelpon, ia langsung bergegas pergi meninggalkan cafe itu.
Bad Love
Didalam sebuah mansion mewah, tepatnya di ruang tengah keluarga. Tengah terjadi perdebatan antara ayah dan anak. Suara keras sang ayah memecah kesunyian malam.
"Besok kau akan bertemu dengan putri dari keluarga Haruno." ujarnya tegas, menatap tajam anaknya.
Namun sang anak tak takut sedikit pun dengan tatapan tajam yang dilayangkan sang ayah ke arahnya.
"Bukankah sudah ku bilang aku tak ingin terikat dan aku tak ingin menikah." jawabnya tegas balas menatap tajam sang ayah.
"Jaga ucapanmu Itachi. Ayahmu benar Tachi, umurmu sudah cukup untuk menikah. Kaasan... juga ingin menimang cucu. Seperti teman-teman Kaasan yang lain." ujar Mikoto berupaya mengurangi ketegangan yang terjadi di antara ayah dan anak itu.
Itachi menghela nafas pelan mendengar permintaan Kaasannya. Sungguh, jika Kaasannya yang meminta ia tak sanggup menolak. Itachi menatap Kaasannya yang tengah memandangnya penuh harap.
"Tachi, ini sudah tiga tahun sejak kepergiannya. Kau harus belajar untuk melupakan dia, setidaknya cobalah demi Kaasanmu ini, ne?" pinta Mikoto lembut. Yah... sebenarnya dulu Itachi pernah menjalin hubungan dengan seorang gadis, namun sayang takdir berkata lain. Tuhan terlalu menyayangi gadis itu hingga memanggilnya lebih cepat. Dan kepergian gadis itu berdampak besar bagi diri Itachi. Semenjak kepergian gadis itu, Itachi menjadi lebih pendiam dan lebih dingin. Dia tak pernah mempercayai lagi akan ikatan yang bernama 'Cinta'. Baginya cintanya telah mati saat melihat jasad gadisnya. Itachi kembali menatap Kaasannya yang tengah menatapnya lembut. Dia menghembuskan nafasnya sebelum menjawab pertanyaan Kaasannya. "Baiklah Kaasan, tapi aku yang akan menentukan pilihanku sendiri." jawab Itachi. Fugaku yang mendengar jawaban Itachi akan protes, namun genggaman tangan Mikoto menghentikannya. "Baiklah, Kaasan setuju." Mikoto tersenyum senang mendengar jawaban Itachi. Tak apalah meski gadis pilihan Itachi bukanlah dari keluarga yang terpandang atau berada yang penting sekarang Itachi sudah mau membuka hatinya kembali.
Bad Love
Itachi tengah mengamati jalannya rapat tentang kenaikan saham Uchiha Corp yang terus mengalami kenaikan. Dia memang sudah menjabat sebagai Direktur menggantikan Fugaku yang saat ini tengah menikmati waktu santainya. Sedangkan adiknya Sasuke masih melanjutkan pendidikannya di Amerika dan baru akan kembali beberapa bulan lagi. Getaran ponsel pada saku celananya mengalihkan perhatiannya dari layar proyektor yang menampilkan kenaikaan saham Uchiha Corp. Dia langsung mengangkat telepon itu sambil melangkah keluar ruangan tanpa memperdulikan tatapan penuh tanya para pegawainya yang di tunjukan padanya.
"Apa kau sudah berhasil mendapatkan data tentangnya?" tanya Itachi to the point.
"Seperti yang kau inginkan. Sebentar lagi datanya akan sampai ke email mu."
"Hn. Kerja bagus." Itachi tersenyum senang mendengar berita ini. Ia langsung mengecek e-mail pribadinya dan ternyata benar data itu sudah ada. Matanya membaca dengan teliti informasi mengenai gadis yang kemarin ia temui di cafe. Dia tersenyum senang setelah membaca informasi itu lalu menyandarkan punggungnya pada kursi. Matanya menatap langit-langit ruangannya seolah tengah menerawang. "Jadi namamu Uzumaki Naruto. Mulai sekarang kita akan sering bertemu." ujarnya.
Bad Love
Naruto bersenandung selama perjalanan pulang hari ini ia pulang lebih awal. Senyum bahagia tak luput dari wajah cantiknya. Sesekali matanya menatap kotak makanan yang ia bawa untuk neneknya. Hari ini bosnya di cafe memberikan bonus karena ia telah bekerja dengan rajin. Uang itu langsung ia belikan makanan kesukaan neneknya yaitu ayam goreng pedas (aduuuhh... nih nenek udah tua masih suka makan ayam, awas giginya copot nek -.-)v
Saat akan mengunjungi nenek nya di kedai, ia menyernyitkan alis heran karena kedai itu tampak tutup. Padahal seingatnya tadi pagi neneknya sudah berangkat ke kedai untuk membuka kedai itu. Dia berjalan membuka pintu kedai, disana neneknya tengah terbaring tak sadarkan diri. Kotak makanan itu terlepas begitu saja dari genggamannya. "Nek-nenek kau kenapa? Kumohon bangunlah." pinta Naruto sembari mengguncangkan tubuh sang nenek. Namun sang nenek tak bergerak sedikitpun. Naruto langsung bergegas keluar mencoba mencari bantuan. Akhirnya setelah bersusah payah mencari bantuan ia dapat membawa sang nenek ke rumah sakit terdekat.
.
.
Naruto menunggu dengan cemas diruang tunggu. Kepalanya tertunduk dalam, pikirannya kalut. Setahunya neneknya tak punya penyakit apapun, apalagi sampai menyebabkan neneknya pingsan dan tak sadarkan diri seperti sekarang ini. Air mata semakin banyak keluar dari mata safirnya. Hanya neneknya yang ia miliki di dunia ini, kedua orang tuanya sudah lebih dulu dipanggil oleh Tuhan. Ia tak bisa membayangkan jika terjadi hal buruk pada neneknya. Selama ini hanya neneknya lah yang selalu ada untuknya disaat semua orang menjauhinya hanya sang nenek yang selalu ada disisinya, bahkan saat orang yang ia cintai pergi meninggalkannya alasan yang mampu membuatnya bertahan hanya karena sang nenek yang selalu menghiburnya dan ada disampingnya.
Dokter yang keluar dari ruang pemeriksaan mengalihkan perhatian Naruto. Ia langsung berjalan mendekati dokter itu. "Dok, bagaimana keadaan nenek saya?" nada khawatir tampak jelas dari suara Naruto.
"Mari ikut keruangan saya, kita bicarakan disana." ucap sang dokter. Naruto mengangguk patuh lalu mengikuti sang dokter ke ruangannya.
"Penyakit ginjal yang nenek anda alami sudah semakin parah. Saya sudah menganjurkan untuk melakukan tindakan operasi namun nenek anda selalu menolaknya. Dan sekarang cara satu-satunya agar nenek anda selamat adalah dengan cara operasi." ujar sang dokter memberikan penjelasan. Naruto menatap tak percaya dengan apa yang baru saja di katakan sang dokter. Selama ini yang dia tahu neneknya sehat dan tak mempunyai penyakit apapun.
"Su-sudah berapa lama nenek saya mengidap penyakit ini?" suara Naruto terdengar bergetar ketika menanyakan hal ini.
"Sudah sekitar 2 tahun yang lalu, kebetulan saya juga lah yang menangani nenek anda. Setiap saya menganjurkan untuk operasi beliau selalu berkata bahwa dengan minum obat saja sudah cukup baginya. Namun masalahnya disini penyakit ini tak bisa sembuh hanya dengan mengandalkan obat. Obat disini hanya berfungsi untuk meredam rasa sakit tapi tak bisa untuk menyembuhkan. Sekarang pilihan terakhir adalah dengan operasi. Sekarang semua keputusan ada di tangan anda Uzumaki-san." jelas sang dokter bernama Kabuto.
.
.
Naruto melangkah lesu melewati koridor rumah sakit. Setelah mendengar penjelasan sang dokter rohnya bagai di cabut secara paksa. Neneknya selama ini sakit parah dan ia tak tau apa-apa? Cucu macam apa dia? Dan sekarang yang menjadi beban pikirannya adalah bagaimana cara ia mendapatkan uang untuk operasi? Ia tau biaya operasi itu pasti mahal. Ia harus mencari pinjaman kemana?
.
.
Selama perjalanan pulang menuju apartemennya mata Naruto hanya memandang kosong jalan yang ada di depannya. Dia sudah mencoba mencari pinjaman kemana-mana namun tak membuahkan hasil. Teman-temannya tak memiliki uang sebanyak itu. Jadi sekarang dia harus bagaimana? Naruto menghentikan langkahnya pada sebuah jembatan, ia menyandarkan punggungnya pada tembok jembatan itu. Perlahan tubuh ringkihnya merosot, kakinya ia tekuk lalu ia sembunyikan kepalanya pada lekukan kaki itu. Terdengar isakkan kecil dari bibir ranumnya bahunya bergetar karena tangis yang ia tahan sejak tadi akhirnya pecah juga. Menimbulkan suara tangis pilu. Tangisan yang mencerminkan suasana hatinya. Sekarang, neneknya tengah terbaring dirumah sakit dan tak ada yang bisa ia lakukan. Ia telah mencoba mencari pinjaman namun tak membuahkan hasil sama sekali.
"Nenekk..hiks...hikss..gomen...hikss." suara tangis pilu Naruto terdengar begitu menyayat hati. Ia terus memanggil 'neneknya' dan berkata 'maaf' di setiap isakkannya. Ia tak tau apalagi yang harus ia lakukan. Sekarang, apapun akan ia lakukan untuk mendapatkan uang agar neneknya dapat di operasi.
Sebuah lampu mobil menyorot tubuh Naruto yang tengah bersandar pada tembok jembatan. Perlahan ia angkat kepalanya yang semula tertunduk. Ia memicingkan mata, karena cahaya yang di timbulkan oleh lampu mobil tersebut. Dua orang pria berjas hitam keluar dari mobil tersebut lalu berjalan menghampiri Naruto.
"Apa anda nona Uzumaki Naruto." tanya salah seorang pria berjubah hitam. Naruto hanya bisa menganggukkan kepalanya membenarkan apa yang di ucapkan pria itu. "Tuan kami ingin bertemu denganmu dan kau harus ikut kami." ujar pria berjas hitam yang lain. Tanpa menunggu jawaban Naruto, kedua pria itu langsung menarik tubuh Naruto dan memaksanya masuk ke dalam mobil.
Selama perjalanan yang entah Naruto pun tak tau akan dibawa kemana ia, dia terus memainkan tangannya gugup. Ayolah, disamping kiri dan kanannya ia di himpit oleh dua pria berjas hitam dan di kursi pengemudi tampak seorang supir yang dengan serius memperhatikan jalan raya. Bukan dia tak ingin kabur, dia bahkan sudah mencobanya namun hasilnya nihil. Seperti tadi, ia beralasan ingin pergi ke toilet namun baru beberapa langkah ia pergi ia sudah tertangkap basah dan inilah hasilnya kedua pria ini bertambah ketat mengawal Naruto, takut Naruto akan mencoba kabur lagi.
Mobil itu memasuki sebuah mansion yang sangat besar dan arsitektur tradisional tampak jelas terlihat. Mata Naruto menatap kagum mansion yang seperti istana kerajaan Jepang ini. Kedua pria itu menarik Naruto keluar dan membawanya memasuki mansion itu. Naruto tak henti berdecak kagum selama melewati ruangan yang ada di mansion itu. Bukan hanya bagian luar mansion ini yang tampak seperti istana kerajaan Jepang namun di dalamnya pun suasana seperti di kerajaan tampak sangat kentara sekali. Kedua pria itu berhenti pada sebuah pintu yang terbuat dari kayu mahoni, membawa Naruto memasuki ruangan itu.
Di dalam ruangan itu, Naruto dapat melihat seorang lelaki yang tengah duduk pada sebuah kursi. Namun sayang, wajah lelaki itu tak terlihat karena posisinya yang membelakangi Naruto. Perlahan lelaki itu memutar kursinya membuat pandangan mereka bertemu. Naruto akui, lelaki yang ada di hadapannya ini tampan -sangat tampan malah. Tapi, wajah lelaki ini terasa begitu familiar di matanya namun ia lupa pernah bertemu dimana.
"Senang, bisa bertemu denganmu lagi Naruto." Naruto menyernyitkan alisnya bingung ketika lelaki yang entah siapa memanggil namanya.
"Siapa kau?Aku tak mengenalmu..." jawab Naruto terus terang.
"Ck, sepertinya kau lupa padaku yah?" Naruto dapat mendengar dengan jelas ada nada tidak suka saat lelaki itu berbicara padanya. Tapi, inikan bukan salahnya dia memang tidak mengenal sosok lelaki yang ada di depannya.
"Cafe. Kita pernah bertemu di Cafe." Naruto membelalakan matanya saat mendengar ucapan lelaki itu sekarang dia ingat. Pantas wajah lelaki ini terasa sangat familiar di matanya. Namun, untuk apa lelaki ini membawanya ke sini? Seingatnya ia tak punya masalah apapun dengan lelaki yang ada di hadapannya, pikir Naruto bingung.
"Kenapa kau membawaku ke sini?" tanya Naruto terus terang. Itachi tersenyum samar mendengar pertanyaan Naruto. 'Benar-benar gadis yang tak suka basa-basi' batinnya.
"Menurutmu, untuk apa?" bukannya menjawab Itachi justru balik bertanya. Naruto merengut kesal akan pertanyaan Itachi yang seolah sedang mempermainkannya. "Aku tak punya waktu untuk bermain-main. Jika kau tak punya urusan denganku, maka aku akan pergi." ucap Naruto matanya memandang lurus oniks Itachi. Itachi menyeringai mendegar jawaban Naruto. 'Gadis yang menarik.' batinnya. Alis Naruto bertaut bingung melihat seringai Itachi. 'Kenapa lelaki itu justru menyeringai? Apa ucapanku salah?' batinnya bingung.
"Ok. Aku membawamu kesini untuk menawarkan sebuah perjanjian, dan yang pasti pernjanjian ini sangat menguntungkan untukmu." Itachi bangkit dari kursinya lalu menyuruh kedua pegawainya untuk keluar, membuat hanya mereka berdua saja yang ada diruangan itu. Dengan santai ia berjalan mendekati Naruto. Membuat jarak diantara mereka mengecil. Dari jarak sedekat ini, Itachi dapat melihat dengan jelas wajah cantik alami Naruto. Untuk beberapa saat ia sempat terpesona akan kecantikan yang ada di depannya.
Matanya menerawang menatap wajah Naruto, jujur wajah Naruto bila diperhatikan lebih seksama sangat mirip dengan mendiang kekasih Itachi yang bernama Kyuubi. Mata Itachi mengamati wajah itu lama, matanya terhenti pada bibir ranum Naruto yang tampak merah alami tanpa diberi polesan apapun. Hanya dengan melihat bibirnya saja ia sudah bisa menebak kalau bibir itu belum pernah dicicipi oleh siapapun dan ia sudah bertekad dalam hatinya bahwa orang yang boleh mencicipi bibir itu hanya dia seorang -pikirnya posesif.
"Aku tahu kau sedang membutuhkan uang, dan aku bisa memberikannya." ujar Itachi santai. Namun, berbeda dengan Naruto mata gadis itu langsung melotot ke arah Itachi mata safirnya memicing waspada.
"Darimana kau tahu hal itu?"
"Itu tak penting. Yang terpenting kau membutuhkan uang dan aku bisa memberikannya. Tentu saja ini tidak gratis. Aku mau membuat perjanjian denganmu." Naruto terdiam mendengar ucapan Itachi, dia memang sedang membutuhkan uang dan mungkin Tuhan sedang menunjukan jalan padanya. Dengan sedikit ragu, Naruto bertanya tentang perjanjian yang Itachi buat.
"Perjanjian apa yang kau maksud?" Itachi menyeringai lebar mendengar pertanyaan Naruto, sepertinya gadis ini sudah mulai tertarik dengan perjanjian yang akan ia sampaikan.
"Perjanjian ini tidak sulit, kau hanya perlu mengandung dan melahirkan anakku...- " Itachi menjeda suaranya saat melihat ekspresi horror Naruto. "Tentu saja dalam ikatan yang sah yaitu pernikahan. Setelah kau melahirkan anak itu kita akan bercerai." lanjut Itachi. Naruto memandang tak percaya pada sosok Itachi yang dengan mudah mengatakan hal ini. Bagaimana mungkin pria ini bisa berpikir begitu. Pernikahan adalah janji sakral dan suci yang diucapkan oleh dua pasangan yang saling mencintai tapi lelaki yang ada di depannya ini seolah menganggap bahwa pernikahan adalah sebuah permainan?
Naruto mengepalkan tangannya disisi tubuhnya hingga kuku-kuku jarinya memutih. Dia menatap tajam Itachi.
"Maaf Uchiha-san, aku memang bukan orang mampu. Tapi bagiku pernikahan bukanlah sebuah permainan karena itu aku menolak tawaran ini." ucap Naruto mantap, kemudian berjalan pergi meninggalkan mansion Uchiha. Itachi menatap kepergian Naruto, tak ada ekspresi marah di wajah tampannya justru sebaliknya sebuah seringai lebar tercetak jelas di wajah itachi.
"Hari ini mungkin kau menolak tawaranku, tapi lihat saja nanti. Kau sendiri yang akan datang menawarkan dirimu padaku Uzumaki Naruto." ucap Itachi datar.
.
.
Tbc
.
.
Eiji Notes : Waduuhh.. kenapa kesannya Itachi kayak jahat yah disini padahal Ei niatnya Itachi tuh baik meski posesif banget ama Naru. Mudah-mudahan di chap ini doang deh..(-.-) dan di chapter berikutnya Itachi bisa jadi lembut ama Naru (^o^). Emm... gimana pendapat kalian tentang fic ini? Idenya pasaran banget yah... (-.-). Oh iya Ei gak terima Flame, Warningnya udah jelaskan. Jangan lupa ripiw yah... (^o^)
.
.
Boleh minta ripiw? ^o^