Sebuah mobil hitam bercorak merah terparkir rapi di sebuah halaman parkir yang cukup luas. Dari jauh terlihat dua orang masih berdiam diri di dalam mobil itu. Sebuah keheningan menebal memenuhi ruangan sempit mobil itu. Namun belum satupun penumpang dari mobil itu terlihat ingin keluar ataupun memecah keheningan di antara mereka.

Kyuubi menghela napas saat melihat adiknya masih belum bicara ataupun bergerak sedikitpun. Pemuda pirang itu hanya terpaku di atas kursi mobil. Mata shappire-nya menatap lurus ke depan, meskipun pikirannya melayang entah kemana. Sudah setengah jam lebih mereka berdiam diri disana, namun adiknya masih belum terlihat ingin bergerak keluar dari mobil.

"Oi, Naruto. Kau jadi masuk tidak?" tanya Kyuubi memecah keheningan di antara mereka.

Namun sang adik masih terdiam, kini ia menunduk.

"Kalau kau tidak mau, aku akan memutar mobilnya dan pulang." Ucap Kyuubi mulai menyalakan mobilnya.

Namun belum sempat ia memutar kuncinya, sebuah tangan tiba-tiba menggenggam pergelangan tangannya. Kyuubi menoleh. Dilihatnya sang adik masih menunduk dan terdiam, namun genggaman tangan itu bertambah lebih erat.

Kyuubi pun menghela lagi. "Dia tak akan menyalahkanmu mesti kau memutuskan untuk tidak datang…" ucapnya seakan ingin membantu sang adik memantapkan pikirannya.

Tapi seperti yang sebelumnya, tidak ada jawaban dari perkataannya. Dia pun menggertakan gigirnya kesal. "Oi, idiot! Cepatkan mantapkan pikiranmu! Sebenarnya kau mau bertemu dengannya tidak! Kalau kau cuma mau berdiam disini, lebih baik kita pulang saja!" ucapnya marah.

"A-aku…" Naruto akhirnya mengeluarkan suara dengan serak.

Kyuubi pun langsung terdiam, memperhatikan adiknya dengan seksama. Dia menjadi kesal saat beberapa detik adiknya tidak mengeluarkan suara lagi. "Oi, idiot, cep—"

Kalimatnya terpotong saat tiba-tiba Naruto memutar gagang pintu mobil, dan berjalan keluar dengan cepat. "Wha—hey, Naruto!" teriaknya kaget, dengan cepat langsung keluar dari mobil dan mengejar adiknya yang sudah berjalan pergi meninggalkannya.

.

.

.

.

.

Bangunan besar dan bertingkat-tingkat itu berdinding serba putih, berdiri begitu megah dihadapan mereka. Bau obat langsung menyeruak masuk ke dalam hidung saat mereka memasuki bangunan putih itu. Orang-orang dengan pakaian serba putih bersih berlalu lalang di koridor. Pasien pun terlihat tak jarang berjalan di tempat itu.

Kyuubi tersentak saat tiba-tiba Naruto berhenti berjalan di tengah-tengah. "Baka, kenapa tiba-tiba berhenti?!" tanyanya melirik sang adik.

Naruto menoleh padanya. Bibir digigit pelan, sedang wajahnya menampakkan ekspresi bingung dan sedikit pucat. Lalu beberapa detik kemudian pemuda pirang itu tiba-tiba berjalan lagi dengan cepat menuju ke salah satu koridor di depan mereka.

"Oi, tunggu dulu, bocah." Ucap Kyuubi menghentikannya. Dia menarik kerah belakang baju adiknya seperti sedang memegang seekor kucing, lalu menyeretkan ke meja resepsionist yang berjarak beberapa meter di depan mereka. "Kita harus tanya dimana ruangannya dulu, idiot. Jangan main serobot saja." Ucapnya menuturi sang adik.

Setelah menanyai resepsionist, Naruto pun lagi-lagi langsung menyerobot pergi. Jika bukan karena Kyuubi yang berhasil menghentikannya, bocah pirang itu pasti sudah berlari menaiki tangga satu per satu menuju lantai lima. Yang benar saja! Lantai lima! Terima kasih banyak, masih ada lift, untuk apa dia mati-matian naik tangga!

Kyuubi menghela napas saat akhirnya mereka berada di dalam lift. Ia melirik ke Naruto. Adiknya masih juga belum berbicara sedikitpun. Bocah pirang itu masih membisu. Kyuubi bisa melihat bagaimana adiknya mengepalkan dan melemaskan tangannya dengan begitu gugup. Sesekali terlihat bocah pirang itu akan menggerakan kakinya di tempat seakan ingin segera berlari, namun juga terlihat dia akan menahan diri seakan tidak ingin segera sampai ke tempat yang mereka tuju.

Memang, sikap yang ditunjukan Naruto sekarang tidaklah aneh. Jika hal yang sama terjadi padanya, mungkin dia juga menjadi seperti adiknya, atau bahkan mungkin tidak memberanikan diri untuk datang kemari. Sang kekasih yang selalu dianggap baik-baik saja, tiba-tiba berujung menjadi seorang pasien koma, dan menemui sang kekasih untuk pertama kali dalam keadaan seperti itu benar-benar keputusan yang sangat berat. Dia bisa mengerti jika Naruto tiba-tiba memutuskan untuk kembali di tengah jalan.

Sebuah bunyi –Ting!— dari pintu lift hampir membuatnya ikutan tersentak kaget. Pintu lift yang mereka naiki pun terbuka. Kyuubi dengan segera berjalan keluar. Dia menoleh bingung saat di sampingnya tidak ditemukan sang adik. Pemuda pirang itu lagi-lagi terpaku di tempatnya.

Naruto menggigit bibir bawahnya, ditatapnya koridor memanjang yang ada di depan lift tempatnya berada. Tangannya terkepal, meremas-remas hem bawah jaketnya. Dadanya tiba-tiba terasa sesak. Jantungnya yang masih terus berdebar cepat sama sekali tak membantunya.

"Oi, Baka." Dia menoleh saat kakaknya memanggilnya.

Kyuubi hanya menatapnya, seakan ingin mengatakan bahwa kakaknya bisa mengerti jika ia memutuskan untuk kembali sekarang.

Menarik napas panjang, Naruto pun akhirnya menggerakan kakinya maju. Koridor berdinding putih itu terasa begitu panjang. Setelah melewati beberapa kamar pasien, menanyai beberapa perawat yang mereka temui, mereka pun akhirnya sampai pada sebuah kamar.

Kamar itu terlihat sama seperti kamar lainnya. Naruto menghentikan langkahnya tepat didepan pintu berwarna nila kamar itu. Ditatapnya pintu itu, seakan ingin membuat pintu itu menghilang dari hadapannya ataupun membuka dengan sendirinya. Lalu ia melirik ke samping pintu, dimana sebuah nama tercetak disana.

Uchiha Sasuke.

—DDEGHH!—

Jantung tiba-tiba seakan berhenti saat membacanya. Uchiha Sasuke. Nama yang sama persis dengan nama yang tertera pada pesan email yang terakhir dikirimkan oleh Sasuke. Tiba-tiba ia pun menjadi teringat isi pesan itu.

Jangan mencariku ataupun menghubungiku lagi.

Naruto menggigit bibirnya.

Hubungan kita berakhir sampai disini.

Dadanya menjadi begitu sesak.

Aku sudah bosan denganmu.

Tangannya terangkat, meremas dadanya yang terasa begitu sakit.

Selamat tinggal.

Tidak.

Bagaimana—

Bagaimana jika…Sasuke tak ingin menemuinya…

Bagaimana jika—

"Naruto." sebuah panggilan menyentakkannya dari lamunan.

Sebuah tangan meremas pundaknya dengan ringan. Naruto menoleh ke sampingnya, menatap kakaknya yang hanya tersenyum simpul padanya, seakan sedang mengatakan bahwa semuanya akan baik-baik saja.

Naruto menggigit bibir. Ia menoleh lagi ke pintu itu, ditatapnya gagang pintu yang seakan akan melukainya jika ia sentuh. Ia dengan ragu-ragu mulai mengulurkan tangannya. Naruto menelan ludah saat akhirnya ia menyentuh gagang pintu itu, namun belum memberanikan diri untuk memutarnya. Dengan takut, ia pun akhirnya memutarnya.

Cklek!

Suara yang sangat pelan itu bahkan membuatnya tersentak takut. Pintu itu pun akhirnya terlepas dari kunciannya, hanya tinggal mendorongnya, maka ia akan bisa melihat ruangan didalamnya. Dengan perlahan ia pun mendorong pintu itu, sedikit demi sedikit sebuah ruangan mulai terlihat dari balik pintu itu. Jantungnya berdetak begitu cepat, napasnya tertahan saat separuh dari ruangan itu mulai terlihat, lalu terbuka lagi sampai—

"Siapa kalian?" suara yang tiba-tiba terdengar itu membuatnya tersentak kaget, tangannya pun dengan cepat melepas genggamannya pada gagang pintu itu.

"Apa yang kalian lakukan disini?" suara itu berkata lagi.

Seorang pemuda berambut raven panjang yang diikat ke belakang tengah berjalan menghampiri mereka. Ditangannya terlihat sebuah kaleng minuman yang sudah terbuka. Mata onyx-nya menatap curiga pada dua orang asing yang berdiri di depan kamar adiknya.

"Uh, a-apa kau keluarga pasien yang ada di kamar ini?" Kyuubi mencoba memulai pembicaraan.

"Apa yang kalian lakukan disini?" Itachi mengulang pertanyaannya, menyipitkan matanya dengan penuh curiga.

"Uh, um, namaku Namikaze Kyuubi, dan ini adikku Naruto. Kami ingin bertemu dengan Sasuke, hey, Naruto, bicaralah, jangan diam saja." Kyuubi berbisik di akhir kalimatnya pada sang adik yang dari tadi diam. Dia menyikut bocah itu saat masih tak ada jawaban. "Hey, Naru—" Kalimatnya terhenti saat ia melihat adiknya seperti membeku. Mata shappire itu menatap lebar pada ruangan di depan mereka. Pintu yang tadinya hanya terbuka setengah kini terbuka lebar, memperlihatkan seluruh isi ruangan itu.

Naruto membeku. Manik shappire-nya tak bisa lepas dari pemandangan yang ada di depannya. Pemandangan yang membuat pikirannya kosong dalam sekejap. Napasnya tertahan, menatap sebuah tempat tidur yang ada di sudut ruangan itu. Sekelilingnya tiba-tiba terasa menjadi gelap. Tubuhnya menjadi begitu berat, seperti tiba-tiba dijatuhkan ke sebuah jurang yang begitu dalam dan tak bisa bangkit lagi ketika…..ia menatap seseorang yang kini terbaring begitu lemah di atas tempat tidur di ruangan itu….

'Dia disana…'

Sebuah suara pelan terdengar di dalam kepalanya.

'Dia ada disana…'

Suara itu terdengar lagi.

'Sasuke ada disana…'

Sasuke…

"Wha—! Hey! Tunggu, NARUTO!" teriak Kyuubi panik sekaligut kaget saat Naruto tiba-tiba berlari begitu kencang meninggalkan ruangan itu.

"Naruto! Hey Baka—! Damn it!" Kyuubi menjadi bingung saat Naruto sama sekali tak mendengarkan kalimatnya. Ia hendak berlari mengejarnya, tapi teringat seseorang yang sejak tadi memperhatikan mereka. Ia menoleh ke pemuda itu lari melirik ke adiknya, lalu melirik ke pemuda itu lagi. "Fuck! K-kami akan kembali lagi, oke! Sampai nanti!" ucapnya cepat sebelum ia berlari mengejar adiknya yang mulai tak kelihatan.

Itachi menatap bingung pada dua orang yang baru saja pergi meninggalkannya. Lalu melirik ke arah ruangan adiknya. Mata onyx-nya melebar saat ia tiba-tiba teringat sesuatu. Ia pun menoleh ke arah koridor dimana dua orang pemuda tadi berlari.

"N-naruto…?!" ucapnya terbelalak tak percaya. 'Tidak mungkin…'

.

.

.

.

.

Hosh!—Hosh!—Hosh!—Hosh!—Hosh!

Dia berlari, terus berlari begitu kencang tanpa memperhatikan sekelilingnya.

Pendengarannya seakan menjadi tuli, dan penglihatannya tiba-tiba menjadi gelap. Dia terus berlari dengan cepat seperti sedang dikejar oleh sesuatu. Teriakkan kakaknya yang memanggilnya pun tak ia hiraukan. Hanya ada satu hal yang terpikirkan olehnya sekarang.

Ia harus pergi.

Harus segera pergi.

Ia harus pergi dari sini.

Harus pergi dari….apa?

Kakinya tiba-tiba melambat, sebelum akhirnya ia benar-benar berhenti.

Napasnya terengah-engah, dan keringat pun menetes pelan dari pelipisnya. Naruto menoleh ke sekelilingnya, menemukan dirinya di sebuah halaman yang ada di rumah sakit itu. Lalu ia menunduk, menatap kedua tangannya yang entah sejak kapan bergetar.

Kenapa ia harus lari?

Pertanyaan itu tiba-tiba terlintas di kepalanya.

Apakah karena apa yang barusan ia lihat?

Karena ia melihat seseorang yang terbaring tak sadarkan diri di atas tempat tidur itu?

Karena ia melihat…

"Sasuke….menderita leukemia stadium akhir. Saat ini dia sedang dalam keadaan koma, di salah satu kamar pasien rumah sakit konoha."

Tidak.

Pemandangan itu pun teringat olehnya lagi. Pemandangan seseorang yang terbaring di atas tempat tidur dengan berbagai alat medis terpasang pada tubuhnya.

Tidak.

Sebuah papan nama disamping pintu yang mencetak jelas nama itu. Nama 'Uchiha Sasuke'.

Tidak!

Tidak!

Itu bukan Sasuke!

Orang itu bukan Sasuke!

Sasuke tidak mungkin—!

"Uh—" sebuah isakan terlepas dari bibirnya.

"Uh—hh!" Dia menggigt pipi dalam mulutnya, menahan isakan yang ingin keluar dari bibirnya.

Tidak.

"Uh—ah—hh!" tangannya pun diangkat, mencoba membungkam mulutnya yang tidak bisa berhenti terisak.

Jangan.

"Uh—!"

Jangan menangis.

Bukankah dia sudah memutuskan untuk datang kemari?

Bukankah keputusannya sudah sangat bulat?

Karena itu jangan menangis…

Tidak seharusnya ia kabur seperti ini…

Sasuke sudah ada disini…

Sasuke sudah ada di depan matanya…

Dia hanya perlu mengakui bahwa yang ia lihat memang…sebuah kenyataan.


This Isn't Just A Game

By

Fro Nekota


Kyuubi berlari dengan panik, matanya melirik kesana kemari mencari sosok adiknya yang tadi berlari dengan tiba-tiba. Ia berlari keluar dari bangunan rumah sakit, sampai akhirnya tiba di halaman luas. Ia bernapas lega, saat matanya akhirnya menangkap sosok pemuda pirang itu. Dengan perlahan, ia pun berjalan mendekatinya.

"Oi, Naru—" Kalimatnya terpotong dengan sendiri saat ia melihat sosok adiknya yang menunduk begitu muram. Pemuda pirang itu duduk di sebuah kursi taman, dengan kepala menunduk ke bawah. Kyuubi menjadi teringat kondisi Naruto saat ia mengurung diri di kamar. Ia pun menghela napas, namun tak terlihat akan menggerakan tubuh untuk mendekati adiknya. Ia hanya berdiam diri disana, memutuskan untuk membiarkan adiknya sejenak.

Bebarapa menit pun terlewati, namun masih belum terlihat Naruto akan beranjak dari tempat duduknya.. Kyuubi pun akhirnya memutuskan untuk menghampiri adiknya sebelum ia menjadi bertambah muram. Sial, dia benar-benar benci hal seperti ini. Tak bisakah Naruto menyelesaikan masalahnya sendiri?

"Nami…kaze…Kyuubi-san?" sebuah suara yang memanggil namanya tiba-tiba.

Kyuubi menoleh, menemukan seorang pemuda berambut hitam yang terasa familiar di matanya. Tidak, tunggu, bukankah mereka baru bertemu tadi?

"Namikaze…san?" Pemuda raven itu memanggilnya lagi dengan ragu.

"Oh, iya, bukankah kau yang barusan di kamar Sasuke?" Kyuubi menaikkan alis matanya.

Itachi menghela napas lega saat akhirnya bisa menemukan dua pemuda tadi. "Namaku Uchiha Itachi, kakak Sasuke." ucapnya memperkenalkan diri "Dimana…" tanyanya menggantung, menoleh ke sekeliling seakan sedang mencari sesuatu. "Ah…" matanya akhirnya menangkap sosok yang dicarinya.

Itachi menoleh dan mengangguk ke arah Kyuubi sebelum ia tiba-tiba berjalan menuju sosok seseorang yang tadi ditemukannya.

"Wha—hey, hey, tunggu dulu—" Kyuubi mengerjap bingung, dengan segera mengikuti pemuda raven yang kini berjalan menghampiri adiknya.

.

.

.

.

"Naruto…kun?"

Naruto tersentak saat mendengar sebuah suara yang tiba-tiba memanggilnya. Ia pun mendongak, menemukan dirinya bertatapan dengan seorang pemuda bersurai raven. Ia mengerjap bingung. Ia ingat pemuda di depannya itu adalah pemuda yang tadi dilihatnya di depan kamar Sasuke.

Ah...

Kamar Sasuke huh…

Haruskah ia menyebutnya seperti itu?

"Naruto-kun." Pemuda raven itu memanggilnya lagi, kini ia berdiri hanya satu meter di depannya.

Naruto menekuk alisnya, menatap bingung pada pemuda yang memanggil namanya. Namun ia tak mengatakan apa-apa. Darimana pemuda itu tahu namanya?

Lalu pemuda itu tiba-tiba tersenyum padanya.

"Namaku Uchiha Itachi." Ucap pemuda itu tiba-tiba memperkenalkan diri. "Kakak Uchiha Sasuke."

Naruto tak bisa menahan dirinya untuk tak terbelalak saat mendengar kalimat itu.

Itachi hanya tersenyum tipis melihat reaksi itu. "Apa kau datang untuk menemui Sasuke?"

Naruto membuka mulutnya, namun ia kembali menutupnya. Lalu ia pun memalingkan wajahnya.

Itachi yang melihatnya hanya bisa tersenyum sedih. Ia pun menghela napas, melirik ke sekeliling, sebelum berbicara lagi. "Sasuke sering menceritakan tentangmu."

Kalimat itu berhasil membuat Naruto menoleh cepat padanya. Kedua manik shappire itu menatap lebar.

"Aku sangat terkejut saat mendengar namamu tadi. Aku pikir aku yang salah mendengarnya. Tapi, saat melihatmu tiba-tiba berlari…" Itachi menggantungkan kalimatnya, lalu menghela napas. "Aku yakin sekarang kau pasti sudah tahu soal Sasuke yang menderita leukemia…" ucap Itachi lagi dengan tiba-tiba.

Ia berhenti sejenak, menatap menerawang jauh ke atas langit. "Tak banyak hal yang bisa Sasuke lakukan sejak ia jatuh sakit. Buku dan game menjadi temannya sejak ia masuk ke rumah sakit ini. Aku selalu berpikir kalau permainan SAO menjadi favoritnya karena permainan itu bisa dimainkan hanya dengan menggunakan pikiran. Tak perlu menguras banyak tenaga untuk memainkannya. Tapi sekarang aku tahu kalau hal itu salah…" lanjutnya membuat Naruto yang mendengarkannya menjadi bingung.

Itachi pun menoleh, menatap kedua shappire itu dengan intens. "Hal yang membuatku sadar itu adalah saat aku melihat Sasuke yang menceritakan tentangmu..." Ucapnya dengan tersenyum tipis.

"Apa….maksudmu…?" Naruto akhirnya mengeluarkan suara dengan lirih.

Itachi menatapnya, memperhatikan seksama pemuda pirang di depannya, sebelum akhirnya berkata lagi. "Setiap ia selesai bermain game, Sasuke selalu bercerita tentang seseorang yang selalu menganggunya. Seseorang yang sangat bodoh, berisik, idiot, norak, kekanakan, kampungan dan…dobe."

Itachi tersenyum geli saat melihat ekspresi Naruto yang menjadi rengutan. "Aku tidak tahu pasti apa hubungan Sasuke denganmu. Tapi aku bisa tahu dari ekspresi Sasuke saat menceritakan tentangmu kalau Sasuke pasti sangat menyukaimu, Naruto." ucapnya dengan tersenyum.

Naruto pun membelalakan matanya mendengar kalimat itu.

"Sasuke selalu terlihat begitu senang saat menceritakan tentangmu…" Itachi berkata lagi dengan tersenyum. Lalu ia merogoh saku celananya, mengeluarkan sebuah handphone berwarna biru tua.

Naruto menatap bingung saat benda canggih itu tiba-tiba diberikan pada tangannya.

"Itu milik Sasuke." ucap Itachi menjawab tatapan penuh tanya Naruto.

Naruto menatap lebar padanya, lalu menunduk menatap sebuah handphone biru yang kini ada di tangannya. Dengan ragu-ragu ia menekan tombol kunci, menyalakan benda berwarna biru itu.

Gambar layar yang pertama kali dilihatnya pun membuatnya terbelalak lebar.

Itu adalah…gambar screenshoot dari karakter game mereka saat bersama…

Jarinya pun bergerak, menyentuh layar sentuh benda canggih itu. Matanya terbelalak lebar saat ia menemukan gambar-gambar lain tentang karakter game mereka. Ia pun membuka galeri gambar di dalam handphone itu, dan seperti yang diperkirakannya…begitu banyak gambar screenshoot karakter mereka disimpan disana…

Matanya tiba-tiba terasa panas, memandang gambar-gambar yang begitu banyaknya telah disimpan oleh Sasuke. Itu hanya sebuah gambar karakter game yang diambil dari macam-macam sudut, dari berbagai posisi dan kegiatan. Hanya gambar game…tapi…

Sasuke…sudah menyimpan begitu banyak gambar mereka…

Dadanya tiba-tiba terasa begitu sesak.

Ia pun membuka folder-folder lain, sampai akhirnya ia menemukan kotak pesan. Matanya terbelalak, memandang isi kotak pesan di handphone itu. Kotak itu…

Kotak itu…berisi seluruh pesan-pesan yang pernah ia kirimkan untuk Sasuke…

Seluruh pesan yang ia kirimkan…bahkan sejak pertama mereka bertukar nomor handphone…

Semuanya…masih ada di dalam sana…

Sasuke…masih menyimpannya di dalam sana…

"Uh—!" Ia pun terisak.

"Uh—ah—hhk!" Sebutir air hangat akhirnya menetes dari sudut matanya…lalu disusul butiran yang lain, dan lagi, dan lagi, membuat pipi dengan tiga goresan itu menjadi begitu basah oleh air hangat.

"Uhk—!"

'Sasuke…'

'Sasuke…'

Itachi tersenyum sedih, menatap sendu pemuda pirang yang sedang terisak di depannya. Jika saja…Sasuke terbangun sekarang…

Mungkin…semuanya akan menjadi berbeda…

"Naruto-kun." Panggilnya pelan pada pemuda pirang itu.

Naruto pun menoleh, memandangnya dengan tatapan yang begitu sedih.

"Maukah kau...menemui Sasuke?" Itachi akhirnya menanyakan hal itu.

.

.

.

.

.

Ruangan berdinding putih itu pun terlihat lagi di matanya. Naruto menelan ludah, meremas hem bawah bajunya dengan gugup. Ia menoleh ke sampingnya, dimana Itachi dan Kyuubi menatapnya dengan senyuman tipis.

"Apa kau sudah siap?" Itachi bertanya padanya, memegang gagang pintu ruangan itu, siap untuk membukanya kapanpun.

Naruto menatapnya gugup. Ia pun menarik napas panjang lalu menghembuskannya. Lalu menatap Itachi dan mengangguk pelan.

Itachi tersenyum kecil membalasnya, sebelum memutar gagang pintu itu dan membukanya. Ruangan di balik pintu itu pun mulai terlihat.

Naruto menggigit bibirnya takut, jantungnya berdetak begitu cepat. Rasanya ingin sekali ia kabur lagi dari tempat itu, namun disaat yang sama ia juga ingin segera mendobrak masuk ke dalam ruangan itu dan menemui Sasuke.

Pemandangan itu pun kembali terlihat olehnya.

Pemandangan seseorang yang terbaring tak sadarkan diri di atas sebuah tempat tidur…

Kakinya tanpa sadar pun bergerak maju dengan pelan. Mata shappire-nya terus menatap lurus akan pemandangan di depannya. Tubuhnya seakan terkunci, bergerak dengan sendiri mendekati tempat tidur itu. Ia pun akhirnya berhenti saat ia berada tepat disamping tempat tidur.

Ditatapnya seseorang yang sedang terbaring disana, dengan masker oksigen menutupi setengah wajah seseorang itu. Wajah itu terlihat begitu pucat dan kurus. Surai raven terlihat sedikit menyembul dari balik topi rajut berwarna biru tua. Kelopak berwarna putih pucat tertutup erat menyembunyikan mata yang entah ia tidak tahu warnanya. Tangannya pun terulur, menyentuh perlahan pipi berkulit pucat itu.

Halus.

Kulit itu terasa begitu halus dan….nyata…

"Ukh—!" Dadanya tiba-tiba menjadi begitu sesak dan sakit. Tangannya pun menjadi gemetaran. Ia menariknya kembali, mengepalkannya dengan begitu erat.

'Nyata'

Satu kata itu terngiang di kepalanya.

Wajah itu nyata.

Benar-benar nyata.

Itu adalah wajah Sasuke…

Sasuke…ada di depan matanya…

Naruto menggigit bibir bawahnya, matanya terasa memanas. Perasaan yang begitu menyesakan menyerang dadanya. Perasaan yang begitu campur aduk memenuhinya. Ia merasa senang, sangat senang karena akhirnya ia bisa melihat Sasuke, melihat kekasihnya…namun disaat yang sama ia merasa begitu sakit, sangat sakit karena melihat Sasuke…terbaring tak sadarkan diri…

"Sa…suke…" suaranya menjadi serak bercampur isakan.

"Sasuke…" ia memanggil lagi.

"Sasuke…"

"Sasuke…"

"Sasuke…"

'Bangunlah…'

Kalimat itu tak mampu ia ucapkan…

Air matanya pun jatuh membasahi pipinya.

Naruto terisak.

Ia menangis.

Menangis untuk ke sekian kalinya hanya dengan mengingat nama kekasihnya.

Malam itu Naruto pun menginap di ruangan itu. Tidak sekalipun tertidur ataupun memejamkan matanya. Ia terus terjaga, memperhatikan wajah Sasuke seakan ingin menghapal wajah itu, seakan tak ingin melewatkan satu detik pun tanpa melihat wajah kekasihnya. Kedua tangannya menggenggam erat tangan kurus milik Sasuke, tangan yang kali ini terasa begitu hangat dan nyata.

Benar, 'Nyata'

Sasuke kini benar-benar ada bersamanya…

.

.

.

.

.

Seminggu berlalu.

Itachi dan Kyuubi mulai menjadi begitu kwalahan saat menghadapi Naruto yang sangat keras kepala. Sudah satu minggu berlalu, namun pemuda pirang itu tetap keukeuh untuk tak pulang dan meninggalkan Sasuke. Hey, ayolah! Ini sudah satu minggu, memang pemuda itu tak punya kehidupan lain selain menemani Sasuke?

Yah, tentu saja punya. Tapi keinginannya untuk berada di samping Sasuke lebih besar dari pada menjalani kehidupan sehari-harinya. Kyuubi yang harus mengantarkan baju ganti dan makanan untuknya menjadi sangat kesal karenanya.

"Oi, baka. Kau harus pulang! Tousan dan Kaasan mulai mencemaskanmu, idiot!" geram Kyuubi memarahinya.

Naruto menekuk bibirnya. "Bilang saja pada mereka, aku baik-baik saja!"

"Apanya yang baik, dasar bodoh!" geram Kyuubi memukul kepalanya. "Memangnya kau mau tinggal di rumah sakit?! Kau juga harus kuliah, baka!"

"Itu benar, Naruto-kun. Kau harus pulang. Sasuke akan sedih jika tahu kau melakukan hal ini karenanya." Ucap Itachi mencoba membujuk pemuda pirang itu.

"T-tapi—" Naruto menggigit bibirnya, melirik ke arah tempat tidur dimana Sasuke masih terbaring.

"Aku akan menjaga Sasuke menggantikanmu. Aku pasti akan menelponmu langsung jika terjadi sesuatu. Kau tidak perlu mengkhawatirkannya, Naruto-kun." Ucap Itachi dengan tersenyum kecil.

"F-fine…" Naruto akhirnya mengalah.

Sejak itu, seperti sudah menjadi rutinitas Naruto pasti akan segera ke rumah sakit setelah kuliahnya selesai. Berdiam disana sampai Kyuubi menyeretnya pulang.

Masih belum ada perubahan pada Sasuke. Itachi mulai berpikir mungkin Sasuke memang tak ingin bangun lagi.

Sebenarnya ada satu masalah yang ia sembunyikan dari Naruto ataupun Kyuubi. Itu adalah kalau ia sudah tak memiliki uang tabungan lagi untuk membayar biaya pengobatan untuk Sasuke. Bagian administrasi pun mulai menagihnya biaya perawatan inap yang dibutuhkan Sasuke. Meskipun setiap bulan ia mendapatkan uang dari bekerja, namun hal itu tidak akan cukup untuk membayar biaya rawat inap dan pengobatan leukemia yang sangat mahal. Ditambah lagi masih ada operasi transpalasi sumsum tulang belakang yang menjadi satu-satunya kemungkinan untuk menyelamatkan Sasuke sekarang.

Ia tak ingin terjadi sesuatu pada adiknya namun ia juga tak tahu bagaimana cara untuk mempertahankan kondisi adiknya…

.

.

.

.

.

Satu minggu pun kembali berlalu.

Keadaan Sasuke masih sama seperti yang lalu-lalu. Naruto pun tak pernah absen bahkan satu hari untuk menjenguk kekasihnya.

Naruto menghela napas, melirik ke sekeliling ruangan tempatnya berada. Itachi sedang bekerja, jadi sekarang hanya dirinya lah yang berada di ruangan itu menemani Sasuke. Ruangan itu terasa begitu hening, hanya ditemani oleh suara –Pip!— konstan yang berasal dari sebuah alat yang berguna untuk mendeteksi detak jantung. Alat itu terpasang pada tubuh Sasuke, mendeteksi detak jantung pemuda raven itu di setiap detiknya. Bunyi yang konstan menunjukan bahwa kondisi Sasuke yang masih stabil, atau mungkin lebih tepat jika dikatakan…tanpa perubahan…

Naruto tersenyum pahit, tangannya terulur ke depan, membelai surai raven yang kini tersisa sangat tipis. Jari-jarinya pun berpindah, membelai lembut paras pucat kekasihnya. Ia berhenti saat menemukan kelopak mata pucat yang masih tertutup sama persis seperti saat ia pertama kali melihatnya. Kelopak yang mash menyembunyikan mata hitam yang belum sekalipun ia pernah melihatnya.

Tangannya yang lain menggenggam tangan Sasuke. Ia mempererat genggaman itu, menariknya menuju bibirnya. Ia mengecup lembut tangan Sasuke, mengecupnya begitu lama seakan ingin memberitahu kekasihnya bahwa ia ada disini disampingnya.

"Sasuke…kumohon bangunlah…" bisiknya lirih. "Aku ingin melihatmu membuka mata…"

'…melihatmu berbicara… mendengar suaramu… melihatmu bergerak… melihatmu tersenyum…melihat reaksimu saat melihatku…karena itu…'

Bangunlah Sasuke…

Pik.

Huh?

Barusan…

"Sasuke?" panggilnya ingin memastikan.

Tidak

Tidak mungkin hal itu terjadi.

Mungkin hanya perasaannya…

Tidak mungkin ia melihat Sasuke…

Pik. Pik.

…dan matanya pun terbelalak, melihat jari-jari kurus itu tiba-tiba bergerak.

Jari tangan Sasuke baru saja bergerak!

"Sasuke!" panggilnya panik. "Sasuke, Sasuke, bangunlah, Sasuke!" ia hampir berteriak, menggoyangkan tubuh kurus milik kekasihnya.

Jari itu kembali bergerak, bahkan sekarang membalas genggaman tangannya…dan kelopak itu…

Kelopak mata itu pun dengan perlahan membuka…memperlihatkan mata onyx dari tempat persembunyiannya…

.

.

.

.

Kosong.

Tempat itu begitu kosong.

Sangat kosong hanya dipenuhi oleh warna putih dimana-dimana.

Ah…lagi-lagi tempat ini…

Kenapa aku ada disini lagi?

Sampai kapan aku akan disini?

Aku sudah muak dengan tempat ini.

Hanya ruang kosong berwarna putih…

Aku ingin segera pergi dari tempat ini.

Tapi…kemana?

'Sasuke…'

Siapa?

'Sasuke…'

Apa dia memanggilku?

Siapa yang memanggilku?

'Sasuke…'

Suara itu terdengar lagi.

Sebuah cahaya yang begitu terang dan menyilaukan tiba-tiba menarik perhatianku.

Aku menoleh.

Cahaya itu begitu terang, seakan menarikku untuk menghampirinya.

'Sasuke…'

Suara itu memanggilku lagi…

Suara yang terdengar dari arah cahaya itu…

Aku pun mendekat, berjalan menghampirinya…

Siapa?

Siapa disana?

'Sasuke...'

…dan cahaya itu tiba-tiba menjadi begitu menyilaukan, sebelum akhirnya melenyap…

Pemandangan di sekelilingku pun tiba-tiba berubah…

Samar-samar aku melihat seseorang sedang duduk disampingku…

Aku mencoba menggerakan tubuhku, namun aku menemukannya terbaring, terasa begitu berat dan lemah…

Seseorang itu berambut pirang, bibirnya bergerak-gerak seperti berbicara, namun aku tak bisa mendengar apapun dari mulutnya.

Samar-samar aku melihat matanya, itu…adalah mata shappire yang sangat indah…

Tiba-tiba saja aku teringat tentang Naruto...

Apa dia baik-baik saja sekarang?

Apa yang sedang Naruto lakukan sekarang...?

Aku merindukannya…

Ah…alangkah senangnya jika Naruto benar-benar ada disini…

.

.

.

.

"Sasuke!"

"Sasuke!" panggilnya lagi dengan panik, Naruto menyentuh pipi kekasihnya, menepuk-nepuknya pelan agar sang kekasih benar-benar terbangun.

Kelopak pucat itu akhirnya terbuka, namun mata onyx di baliknya masih memandang tak fokus.

"Sasuke! Apa kau mendengarku? Sasuke bangunlah, lihat aku Sasuke, aku disini…" ucap Naruto menahan air matanya yang ingin jatuh.

Mata onyx itu bergerak, kini memandang ke arahnya dengan pandangan tidak fokus…

"Sasuke!" Naruto memanggilnya lagi, ia menoleh ke arah telepon yang ada di atas meja di sampingnya. Ia menekan tombol emergency terus menerus, meminta siapapun dari pihak rumah sakit untuk membantunya…membantu Sasuke…

Gerakannya terhenti saat ia merasakan sesuatu menyentuh pipinya…

Ia pun menoleh.

Sebuah tangan menyentuh pipinya dengan gemetaran.

"Sasuke?" Naruto menggenggam tangan itu, menempelkannya pada pipinya, mengecupnya dengan lembut berkali-kali.

Mata onyx memandanganya tak fokus, lalu bibir pucat itu dengan perlahan bergerak, hanya bergerak, tanpa mengeluarkan satu pun suara.

Naruto pun terbelalak saat samar-samar ia menangkap satu kata yang diucapkan bibir itu..

'Na…ru…to…'

Bibir itu memanggil namanya…

Sasuke memanggil namanya…

Lalu…bibir pucat itu bergerak lagi, membentuk sebuah senyuman tipis yang sangat indah…

…dan kelopak itu kembali menutup dengan perlahan…

Pip!—Pip!—Piiiiiiiiiiippppppppppppppppppppppppppppppppppp!

Eh…?

A….pa….?

"Sa…suke…?"

"Sasuke!"

"SASUKE!" ia berteriak memanggilnya, menggoyangkan tubuh yang sudah tidak bergerak itu...

Tapi, Sasuke tak menjawabnya, kelopak pucat itu sudah kembali menutup, dan benda itu…benda yang menyambung pada jantung sang raven…terus mendenging keras di telinganya…

Tubuh Naruto membeku, sekelilingnya tiba-tiba menjadi gelap, mata shappirenya menatap lebar pada seseorang yang kini sudah tak bernyawa di depannya…

Ia bahkan tak mendengar saat para perawat dan dokter berbondong-bondong masuk dengan panik ke dalam ruangan itu…

Ia bahkan tak merasakan saat tubuhnya tiba-tiba di seret keluar dari ruangan itu…

Ia bahkan tak melihat saat pintu ruangan itu di tutup di depan matanya…

Sekelilingnya seakan menjadi gelap…

Sangat gelap…

.

.

.

.

.

"Naruto!" seseorang memanggil namanya dari jauh.

Pemuda pirang itu menoleh, mata shappire menatap kosong pada sang kakak yang baru saja datang menghampirinya…

Kyuubi tertegun. Tubuhnya menjadi kaku di tempat. Ia tak pernah melihat adiknya sekosong itu…

"Naruto! Bagaimana Sasuke?! Apa yang terjadi?!" Itachi berteriak dengan panik berlari menghampiri mereka.

Naruto pun menoleh padanya, pandangannya tidak berubah, masih sama…sangat kosong…

Itachi tercekat. Ia membuka mulutnya namun tak berani mengeluarkan suara. Lalu ia menoleh ke arah ruangan yang ada di depan mereka…ruangan adiknya…

Seorang dokter keluar dari ruangan itu, dengan cepat menghampiri mereka.

"Uchiha-san?" panggil dokter itu menghampiri Itachi.

"A-apa yang terjadi…?" Itachi bertanya hampir tak bersuara.

"Sasuke hampir saja terkena gagal jantung, namun kami sudah berhasil menyelamatkannya. Detak jantungnya sudah kembali normal. Tapi…" Dokter itu menghela napas.

"A-apa…? Katakan padaku, dokter!" Itachi mulai menjadi panik.

"Tubuhnya harus segera ditranspalasi sumsum. Ia tak mungkin bertahan lebih lama lagi, apalagi mengingat tubuhnya yang masih dalam kondisi koma…" Dokter itu menggantungkan kalimatnya.

Itachi pun terbelalak lebar, ia tak mengeluarkan suara.

"Kalau begitu kau harus cepat mengoperasinya! Apalagi yang harus ditunggu, bukankah sudah ada donornya?!" Kyuubi kini bersuara.

Dokter itu kini menoleh padanya, lalu melirik ke arah Itachi yang masih terdiam sebelum melirik lagi ke Kyuubi. "Kami bisa melakukan operasinya dengan segera, namun biayanya sangat mahal. Kalian harus mengurusnya terlebih dahulu di bagian administrasi." Ia berhenti sejenak lalu menoleh ke arah Itachi. "Uchiha-san, Adik anda sudah melalui begitu banyak hal berat, kurasa dia tak akan marah jika kau memutuskan untuk melepasnya. Dia sudah menderita terlalu banyak, anda harus membiarkannya beristirahat tenang." Ucap dokter itu lagi.

"Tunggu! Apa maksudmu?! Kau bilang kau bisa mengoperasinya! Kenapa kau malah menyarankan hal itu?!" protes Kyuubi marah.

"Meskipun kami melakukan operasinya, tingkat keberhasilannya kurang dari 40 %. Belum tentu Sasuke akan sembuh total atau bahkan malah bertambah parah. Selain itu, biaya operasinya harus dibayar terlebih dahulu, dan…" Dokter itu berhenti lalu melirik ke arah sang kakak pasien.

"Lakukan operasinya!" sebuah teriakan suara tiba-tiba terdengar. Mereka pun menoleh ke arah sumber suara.

"Lakukan operasinya!" Naruto berteriak, mencengkeram jas putih milik dokter itu. "Kau harus menyelamatkannya. Kau harus menyelamatkan Sasuke!" pinta Naruto padanya.

"Tapi itu—"

"Lakukan operasinya!" Kini suara itu berasal dari orang lain. Dokter itu pun menoleh, mendapati kedua onyx yang menatapnya tajam. "Kau harus menyelamatkan Sasuke. Aku pasti akan membayar biaya pengobatannya! Aku pasti akan bisa membayarnya, Aku akan mencarikan uangnya, karena itu tolong selamatkan Sasuke. Aku mohon dokter, tolong selamatkan adikku…" kini keturunan Uchiha itu memohon.

Dokter itu menghela napas. "Aku bisa mengerti perasaanmu, tapi biaya operasinya harus dibayar terlebih dahulu sebelum melakukan opera—"

"Jadi ini soal biaya?!" kalimat dokter itu tiba-tiba dipotong. Dokter itu tersentak saat kerah jasnya dicengkeram erat, dan dua manik ruby menatapnya tajam. "Lakukan saja operasinya! Soal biaya, kami akan membayarnya. Seberapa pun besarnya, keluarga Namikaze yang akan membayarnya sekarang. Karena itu lakukan operasinya sekarang." Desis Kyuubi marah mendelik tajam pada dokter itu.

Dokter itu pun terbelalak kaget mendengarnya, namun tak hanya dia, Itachi juga membelalakkan matanya shok.

"T-tunggu, Kyuubi! Kau tidak bisa melakukan itu! Aku—"

"Simpan saja harga dirimu sekarang Itachi!" potong Kyuubi, kini mendelik tajam pada pemuda raven itu. "Sasuke adalah orang yang sangat dicintai adikku. Dia sudah kuanggap seperti adikku sendiri. Aku tidak ingin terjadi sesuatu yang buruk padanya, hanya karena kau tidak mampu membayar biaya pengobatannya!"

Itachi terbelalak mendengarnya. Ia membuka mulutnya namun kembali mengatupkannya erat.

Tatapan tajam Ruby itu pun melembut. "Kau tidak perlu memikirkan soal uangnya. Kami juga ingin Sasuke selamat. Lagipula keluarga kami punya banyak uang. Mengeluarkannya untuk biaya operasi ini tak akan banyak merubahnya." Ucap Kyuubi mengakhiri kalimatnya dengan cengiran.

Itachi menggigit bibirnya, matanya terasa memanas. Beban sangat berat yang sudah ditanggungnya bertahun-tahun tiba-tiba terasa terangkat dari pundaknya. Hatinya merasa begitu…lega. Tiba-tiba ia merasa ingin menangis…namun disaat yang sama dia ingin tertawa begitu senang. "bodoh.." dia tertawa kecil, sebutir air mata menetes. "Terima kasih…" ia mendongak, menatap Kyuubi dengan tersenyum.

"dasar rubah bodoh…"

.

.

.

.

.

Operasi transpalasi sumsum itu pun akhirnya dilaksanakan.

Tiga orang pemuda terlihat duduk dengan sangat tidak tenang di sebuah kursi di depan sebuah ruangan operasi. Tak ada satu pun dari mereka yang mengeluarkan suara, hanya berdiam diri disana dengan pikiran masing-masing.

Satu jam terlewati.

Naruto mulai berjalan bolak balik di depan pintu ruangan itu. Kuku jari digigit-gigit tidak tenang seraya ia menunggu.

Itachi duduk dengan tidak tenang, sesekali melirik ke arah pintu ruangan operasi takut-takut pintu itu akan terbuka kapan saja.

Kyuubi duduk di samping Itachi, kaki kirinya bergerak gemetaran tidak tenang. Sesekali ia akan berdiri lalu berjalan bolak balik mengikuti Naruto sebelum beberapa detik kemudian ia duduk lagi.

Dua jam terlewati.

Naruto mulai mengintip-intip dari celah jendela pintu ruangan operasi itu dengan tidak sabar, lalu berjalan berkeliling di depan ruangan itu tidak tenang, lalu mencoba mengintip lagi dan berjalan lagi.

Itachi masih duduk di tempatnya, tangannya terkepal meremas-remas bajunya dengan gugup.

Kyuubi sudah tidak bisa duduk, dia mulai bergerak-gerak, berjalan kesana kemari dengan sangat tidak tenang.

Tiga jam terlewati.

Itachi masih berada di tempat duduknya, memandang pintu itu dengan intens seakan ingin menghancurkannya dengan tatapan tajamnya, sesekali ia akan menghela napas.

Kyuubi sudah kembali duduk lagi, namun tubuhnya tetap tak bisa tenang. Ia akan sesekali berpindah tempat duduk, lalu berjalan, lalu duduk lagi.

Dan Naruto…

Dia duduk bersilang kaki di lantai, tepat di depan pintu ruangan operasi yang masih saja tertutup itu. Kedua shappirenya menatap menerawang pintu itu seakan ingin melihat kondisi dari balik pintu itu.

Empat jam pun akhirnya terlewati…

"Naruto, Kyuubi!" sebuah suara wanita memanggil dua orang pemuda itu.

Dua Namikaze bersaudara itu pun menoleh, kedua mata mereka menatap lebar pada dua orang yang datang menghampiri mereka.

"K-kaasan…" Kyuubi akhirnya mengeluarkan suara, yang langsung terpotong oleh sebuah pelukan erat pada tubuhnya.

Wanita bersurai merah panjang itu memeluk kedua anaknya, lalu memberi mereka masing-masing satu pukulan keras di kepala dua pemuda itu.

"Geez…aku cemas sekali. Kami baru saja pulang dari London. Kakashi bilang kalian sedang ada di rumah sakit, ku pikir terjadi apa-apa pada kalian. Ternyata…" dia mengakhiri kalimatnya dengan helaan napas.

"Kakashi sudah menceritakan semuanya. Bagaimana operasinya?" kini seorang pria bersurai pirang yang mengeluarkan suara. Lalu dia melirik ke seorang pemuda raven yang dari tadi masih diam menatap kedatangannya dengan sang istri.

"Kau pasti Uchiha Itachi?" pria pirang itu menghampiri Itachi. "Namaku Namikaze Minato, dan ini istriku Kushina." Ia menunjuk pada wanita bersurai merah tadi. "Kami adalah orang tua dua bocah bodoh itu." Ucapnya sambil terkekeh saat melihat kedua anaknya mendelik padanya. "Aku sudah dengar soal adikmu. Aku ikut bersedih mendengarnya. Saat tahu Sasuke adalah kekasih Naruto, kami langsung memutuskan untuk datang kemari." Ucap pria bernama 'Minato' itu tersenyum sedih.

Mendengar itu Itachi pun langsung berdiri, ia menunduk hormat pada kedua orang dewasa di depannya. "Aku sangat berterima kasih pada kalian. Berkat pertolongan kalian, Sasuke bisa menjalankan operasi."

"Hey, hey, 'Tachi, kau lupa kalau aku yang melakukan administrasinya." Ucap Kyuubi menyela dengan cengiran.

"Tapi itu adalah uang kami, dasar bodoh." Kushina memukul anaknya.

Kyuubi pun langsung meringis kesakitan, mengelus-elus kepalanya yang sudah dua kali menjadi korban.

Itachi hanya tersenyum kecil melihat interaksi antar keluarga itu. "Namikaze-san. Aku benar-benar berterima kasih akan pertolongan kalian. Aku tidak akan pernah melupakan hal ini. Aku pasti akan mengganti uang itu sedikit demi sedikit." Ucapnya menunduk hormat.

"Tidak, kau tidak perlu melakukan ini. Kami senang melakukannya karena Sasuke adalah orang yang sangat dicintai Naruto." Kushina langsung menyelanya.

"Tapi—"

"Bagaimana kalau kau bekerja di perusahaan kami sebagai gantinya?" ucap Minato yang kini menyela kalimat Itachi.

"Bekerja?" Itachi menatap lebar pada pria bersurai pirang itu.

"Iya, kau bisa bekerja di perusahaan kami sebagai gantinya. Aku yakin Kyuubi bisa mencarikan posisi yang cocok untukmu." Minato melirik ke putra sulungnya.

Kyuubi pun langsung menyengir lebar. "Benar, serahkan soal itu padaku, Itachi."

Itachi menatap keluarga Namikaze itu dengan tatapan tak percaya. Matanya tiba-tiba terasa panas ingin menangis. "T-terima kasih, Namikaze-san, Kyuubi.."

Percakapan mereka terpotong saat mereka mendengar pintu ruangan yang dari tadi tertutup tiba-tiba terbuka. Beberapa perawat dan dokter pun berbondong-bondong keluar dari sana.

Itachi pun dengan cepat menghampiri mereka, diikuti oleh yang lain, dengan Naruto yang langsung menyerobot lari menarik salah satu dokter yang berjalan menghampiri.

"Sasuke! Bagaimana Sasuke?! Apa dia baik-baik saja?! Dia baik-baik saja kan?!" ucap Naruto cepat, tidak sabar untuk mengetahui kondisi kekasihnya.

Dokter itu menatapnya lalu melirik ke arah Itachi. "Maaf, aku hanya bisa mengatakannya pada pihak keluarga…"

"Tidak, biarkan mereka juga mendengarnya dok. Mereka juga sudah seperti keluarga Sasuke." Ucap Itachi cepat membenarkannya.

Dokter itu pun menatap bingung, sebelum berbicara lagi. "Baiklah. Aku akan mengatakannya sekarang…" ucapnya membuka kertas yang sedang dipegangnya. Ia membaca kertas itu sejenak, menulis beberapa hal disana sebelum ia melanjutkan bicaranya.

Itachi, Naruto, Kyuubi menelan ludah gugup saat dokter itu akhirnya menatap mereka lagi.

"Operasinya…" Mereka menahan napas. "…telah berhasil…" dokter itu akhirnya berkata, membuat beban dan rasa cemas langsung hilang dari dada mereka.

"Be-benarkah?!" Naruto bertanya tidak sabar.

Dokter itu mengangguk dengan tersenyum. "Sasuke sudah melewati masa kritisnya sekarang. Transpalasinya sudah berhasil dilakukan, kankernya sudah juga diambil, meskipun masih tersisa beberapa. Namun itu tidak akan membahayakan. Kita hanya perlu menunggu hasilnya beberapa hari lagi untuk melihat sumsum yang didonorkan itu cocok atau tidak. Setelah itu kita akan melakukan pembersihan kanker untuk yang terakhir kali." Terang dokter itu.

"Bagaimana dengan Sasuke?! Apa dia akan bangun?!" tanya Naruto cemas.

"Soal itu…" Dokter itu menghela napas. "Semuanya tergantung dengan keinginan Sasuke sendiri. Kita tak bisa melakukan apapun untuk memaksanya bangun, kita hanya bisa menunggu Sasuke untuk terbangun dengan sendirinya…"

.

.

.

.

.

Dua minggu pun berlalu sejak operasi itu dilakukan. Sasuke masih belum terbangun dari tidur panjangnya. Mereka pun mulai menjadi cemas dan takut kalau Sasuke mungkin tidak ingin…terbangun lagi…

Itachi menghela napas, ia membelai lembut pipi berwarna pucat milik adikknya. Lagi-lagi ia berada dalam posisi pahit seperti yang dirasakannya sekarang. Duduk sendirian di samping tempat tidur sang adik, hanya untuk menunggu kelopak pucat itu untuk terbuka. Keadaan yang selalu membuatnya sakit namun ia tak bisa untuk tak melakukannya…

Sebuah suara pintu yang terbuka membuatnya menoleh. Itachi tersenyum tipis saat melihat seseorang yang baru saja datang itu.

"Naruto-kun." Sapanya pelan.

Naruto hanya membalasnya dengan cengiran kecil, sebelum berjalan mendekati tempat tidur. "Bagaimana Sasuke?" tanyanya lirih, memperhatikan wajah kekasihnya.

Itachi hanya tersenyum sedih membalasnya. "Duduklah. Aku akan pergi sebentar untuk membeli makanan." Ucapnya seraya berdiri, memberikan kursi duduknya pada Naruto.

Naruto hanya mengangguk, lalu duduk di kursi itu. Ia mendekatkan tubuhnya, meraih tangan Sasuke dan menggenggamnya erat.

"Sasuke…" ia memanggil nama sang kekasih dengan lembut, jari-jarinya mengelus pipi pucat itu dengan perlahan.

"Hey, 'Suke…dengar hari ini…" lalu ia mulai bercerita, berbicara panjang lebar mengenai hal-hal yang sudah ia lakukan hari itu. Ia menceritakan bagaimana ia terbangun hari itu, apa saja yang ia makan sebagai sarapan pagi itu, lalu seperti apa kuliahnya hari ini. Ia juga menceritakan kalau kedua sahabatnya, Shikamaru dan Kiba baru saja jadian, ia menceritakan betapa lucunya mereka sebagai pasangan baru. Ia menceritakan semua hal yang telah terjadi sebelum kemari, tentang teman-temannya, kakaknya, keluarganya, kuliahnya, dan kehidupannya sendiri…

"Oh, iya, itu sudah jadi lho. Apa kau mau melihatnya?" tanya Naruto girang saat tiba-tiba mengingat sesuatu. "Aku baru saja mengambilnya tadi sebelum kemari…" ucapnya seraya mengambil sesuatu dari tas rangsel yang dibawanya.

Naruto tersenyum tipis saat ia berhasil mengambil benda yang tadi dicarinya. Ditatapnya benda berbentuk kotak itu dengan sendu, lalu ia membuka kotak itu dengan perlahan. Matanya pun terasa memanas. Namun sebuah senyuman yang muncul diwajahnya merupakan senyuman yang tulus, meskipun dadanya terasa begitu sakit..

"Aku…membuatnya semirip mungkin dengan punya kita saat di dunia game…" ucap Naruto lirih, ia mengambil benda yang ada di dalam kotak itu lalu mendekatkannya ke arah Sasuke, seakan ingin menunjukan betapa indahnya benda itu. "Lihat, apa kau masih ingat ini, Sasuke? Aku juga mengukir inisial nama kita di dalamnya." Ucapnya menunjukan huruf N dan S yang terukir indah di balik cincin itu.

Benar, cincin.

Satu pasang cincin tersimpan di dalam kotak itu. Cincin yang sama persis dengan yang mereka pakai sebagai cincin pernikahan saat di dunia game. Cincin berdesain sama dengan tiga batu permata yang berbeda warna yang menghiasi cincin itu. Milik sasuke berbatu obsidian, sedang miliknya berbatu shappire. Sangat kontras dengan warna mata mereka.

Naruto tersenyum sedih saat tidak ada balasan dari sang kekasihnya. Ia pun meraih jari tangan Sasuke, lalu menyematkan cincin itu di jari manisnya. Ia mengambil cincin yang satu lagi lalu memakaikannya di jari manisnya sendiri. Ia pun menautkan jari mereka, tersenyum senang saat jari bercincin itu bertemu satu sama lain. "Lihat, dengan ini kita juga menikah di dunia nyata, 'Suke…" ucapnya lirih.

Dia mendekatkan wajahnya dengan Sasuke lalu berbisik lembut. "Aku mencintaimu Sasuke…" ucapnya lirih sebelum memejamkan matanya dan…

….menyentuhkan bibirnya dengan bibir Sasuke…

Kecupan yang begitu lembut dan lama, seakan sedang menyampaikan seluruh perasaannya pada sang kekasih yang sedang tertidur itu, seakan ingin membangunkan sang kekasih dari tidur panjangnya…

Naruto pun akhirnya melepas sentuhan itu, lalu dengan berat membuka matanya perlahan, berharap hal yang pertama yang dilihatnya ada dua manik onyx milik sang kekasih, bukan dua kelopak pucat yang selalu tertutup….dan saat Naruto mambuka matanya, kedua shappire itu menjadi terbelalak lebar saat ia menemukan….

…..dua manik onyx yang kini sudah menatapnya.

—Ddeghh!—

"Sa…suke…?" ia terbata, dadanya sesak.

"Sasuke?!" ia pun akhirnya tersadar, mengerjapkan matanya seakan tidak percaya hal yang ia lihat.

"Sasuke!" kini ia berteriak. "Sasuke! Kau bangun! Kau sudah bangun! Sasuke!" ia memeluk tubuh itu dengan begitu erat.

Kedua onyx itu mengerjap bingung, pandangannya masih tak fokus. Kelopak mata itu berkedip beberapa kali seraya membiasakan dirinya dengan cahaya silau yang sudah lama tak ia lihat.

Naruto melepas pelukannya, mengusap lembut wajah kekasihnya, "Sasuke, apa kau bisa melihatku? apa kau mendengarku? Apa kau—"

"Naruto? Apa yang—" Itachi yang baru saja masuk ke dalam ruangan langsung menghentikan kalimatnya. Mata onyxnya terbelalak lebar. "Sa-sasuke?!"

"Itachi niisan!" Naruto dengan girang memanggilnya. "Sasuke bangun, Sasuke bangun, Sasuke sudah bangun!"

.

.

.

.

.

"Bagaimana keadaannya, dokter?!" ketiga pemuda itu langsung menyerbu seorang dokter yang baru saja keluar dari ruangan setelah memeriksa keadaan Sasuke.

Dokter itu pun tersenyum lega. "Dia baik-baik saja, dia sudah berhasil bangun dari komanya." Ucap dokter itu senang menyampaikan kondisi pasiennya yang membaik. "Tubuhnya akan butuh waktu lama untuk bisa digerakkan kembali seperti semula. Dia harus mengikuti beberapa rehabilitasi untuk mengembalikan kondisi tubuhnya." Terangnya dengan tersenyum.

Rasa cemas pun langsung menguap pergi dari dada tiga pemuda itu. "Apa kami bisa menemuinya?" Itachi akhirnya menanyakan itu, Naruto yang mendengarnya langsung menoleh tidak sabar.

"Iya, kalian boleh menemuinya, tapi jangan terlalu berisik dan membuatnya shok. Dia perlu waktu untuk menyesuaikan kondisi sekitarnya." Terang dokter itu, sebelum mempersilahkan tiga pemuda itu untuk masuk ke dalam ruangan.

.

.

.

.

"Sasuke!" Itachi tak bisa menahan dirinya untuk tak memeluk adiknya saat ia melihat pemuda raven itu sudah terduduk di atas tempat tidurnya, melihat kedatangan mereka dengan bingung.

"Niisa—" suara itu terdengar begitu serak, seperti ada yang menahannya dalam tenggorokan.

"Sasuke, aku senang kau baik-baik saja, aku benar-benar cemas…" ucap Itachi pelan, mengusap kepala adiknya dengan lembut.

Sasuke menatapnya bingung, ia membuka mulutnya, namun tak sanggup mengeluarkan suara. Tenggorokannya terasa sakit.

Itachi yang melihatnya pun langsung mengerti, ia dengan segera mengambil segelas air yang ada di atas meja lalu menyerahkannya pada adiknya. "Minumlah dengan pelan.." ucap Itachi membantu adiknya untuk meminum air itu.

"Apa…yang terjadi…?" Sasuke akhirnya berkata lagi, suaranya masih terdengar serak.

"Kau baru saja terbangun dari koma…" terang Itachi pelan, tidak ingin membuat adiknya shok.

"Ko..ma…?" Sasuke mengulangi kata itu, lalu menoleh ke arah dua pemuda yang sejak tadi berdiri di tengah ruangan.

Naruto menelan ludah gugup saat Sasuke akhirnya melihat ke arahnya. Dia pun berjalan mendekat, mencoba sebisa mungkin untuk tak terlihat gugup, jari-jarinya meremas-remas hem bawah jaketnya dengan gugup.

"Um…S-sasuke…" dia memutuskan untuk mulai berbicara.

Sasuke menatapnya bingung, ia melirik ke kakaknya yang hanya tersenyum padanya, lalu melirik ke pemuda berambut merah yang ada di dekat pintu, lalu akhirnya menoleh lagi ke pemuda pirang yang tadi memanggilnya. "Kau…" dia berbicara serak. "…siapa?"

Eh…?

"S-sasu…ke?" Naruto membelalakkan matanya, dadanya terasa sakit seakan baru saja ditusuk pisau tajam saat mendengar kalimat itu dari bibir kekasihnya.

"S-sasuke…k-kau tidak mengingatku…?! A-aku….a-aku…"

JTAK!

Sebuah pukulan keras mengenai kepalanya. Dia meringis kesakitan dan mendelik kesal pada kakaknya.

"Idiot! Tentu saja dia tidak mengingatmu! Ini kan pertama kalinya Sasuke melihat wajah aslimu, dasar baka!" Kyuubi marah mengingatkannya.

Naruto mengerjapkan matanya, lalu semu merah pun muncul di pipinya. Hatinya terasa sedikit lega, meskipun ada rasa sedih karena Sasuke tidak tahu kalau ia sudah menemaninya saat koma. "O-oh, be-benar juga…." Dia menggaruk kepalanya malu.

"Uh, um...S-sasuke…" ia menatap kedua onyx itu dengan gugup, menghampiri tempat tidur sampai ia berjarak beberapa langkah kaki dari benda berkasur itu.

"Um, k-karena ini pertama kalinya kita bertatap muka seperti ini, a-aku—" ia menelan ludah gugup. Ia menarik napas panjang sebelum melanjutkan kalimatnya dengan berani. Mata shappire-nya menatap lurus pada kedua onyx milik sang kekasih.

"N-namaku Namikaze Naruto, Aku adalah Naruto, orang yang menjadi kekasihmu saat berada dalam dunia game SAO. Senang bertemu denganmu, Sasuke." ucapnya dengar memberi senyuman senang yang begitu indah untuk pertama kalinya sejak Sasuke meninggalkannya dalam dunia game.

Sasuke mengerjap bingung, sebelum kedua onyx itu terbelalak lebar. Dia membuka mulutnya namun mengatupkannya lagi. Mata onyx-nya tak bisa lepas dari shappire yang ada di hadapannya.

Shappire itu…dimana ia pernah melihatnya?

Dua manik biru yang begitu indah… dua langit biru yang pertama ia lihat saat terbangun…

Tapi kenapa dua langit itu terasa begitu familiar…?

'Sasuke…' ia tiba-tiba teringat sebuah suara yang memanggilnya.

"Sasuke?" Naruto memiringkan kepalanya bingung saat Sasuke hanya terdiam menatapnya. Ia pun berjalan mendekat pada kekasihnya, menyentuh lembut pipi pucat sang raven. "Sasuke, aku senang kau baik-baik saja…" ucapnya dengan tersenyum.

Suara itu…suara yang sama dengan yang memanggilnya waktu itu…dan...suara yang sama dengan…

'…Aku adalah Naruto, orang yang menjadi kekasihmu saat berada dalam dunia game SAO.'

…suara yang selalu berbicara dengannya lewat telepon saat Naruto meneleponnya…

"Na…ruto…?" kata itu akhirnya terlepas dengan suara yang serak dari bibirnya.

Sasuke memandang tak percaya pada seseorang di depannya. Seseorang dengan surai pirang yang begitu indah, dengan mata shappire yang seakan membuatnya terhanyut, seseorang yang sudah lama sekali ingin ia temui…

"Sasuke, apa kau mengingat ini?" Naruto meraih tangan kekasihnya, lalu menautkan jari mereka, menunjukan dua buah cincin yang tersemat manis di jari mereka.

Sasuke pun menoleh, kedua onyx-nya terbelalak saat melihat dua cincin yang sangat familiar itu terpasang di jari mereka.

"Ini adalah tanda bahwa kita saling terikat satu sama lain di dalam dunia game. Tapi kini kita juga memilikinya di dunia nyata. Bukti yang menunjukan bahwa kita saling terikat di dunia ini, bukti bahwa kita saling mencintai." Ucap Naruto mengecup jari manis bercincin milik kekasihnya. "Aku sangat mencintaimu Sasuke…apa kau masih mau menerimaku…?" ucapnya dengan tersenyum begitu lembut menatap sang kekasih…

Sebutir air mata pun menetes pelan dari sudut matanya...lalu disusul butiran air lain, mulai membasahi pipi berwarna pucat miliknya…

"Na…ruto…" ucapnya dengan terisak.

"Naruto…" ia memanggil nama itu lagi, seakan tak mempercayainya.

Naruto…ada di depannya…

Naruto kini ada bersamanya…

…dan Naruto…masih mencintainya…


Last Chapter

This isn't just a game…Because our love is more than a real…


Di masa depan tepatnya pada tahun 2023, telah tercipta sebuah permainan dalam dunia maya yang tak terpadai atau Virtual Reality Massive Multiplayer Online Role-Playing Game, yang dinamakan Shipudden Suki Suki Online, atau yang dapat disingkat sebagai SSSO, di mana para pemain berinteraksi layaknya di dunia nyata dengan bantuan teknologi bernama Nerve Gear. Shipudden Suki Suki Online merupakan permainan rilisan terbaru dari Namikaze Corp, permainan VRMMORPG terbaru yang juga memakai Nerve gear dalam bermain seperti permainan Sword Art Online. SSSO mengambil latar tempat dan waktu pada zaman dahulu dimana para ninja atau shinobi masih berkeliaran. Pemain dipersilahkan untuk memilih berbagai karakter sebagai ninja dalam permainan itu.

Salah satu feature spesial yang membedakan permainan ini menjadi sangat berbeda dengan permainan online yang lainnya adalah game ini menyediakan feature untuk memiliki anak.

Pemain bisa menikah dengan pemain yang lain dan memiliki seorang anak dari pernikahan mereka. Feature ini tidak memandang gender, yang berarti pernikahan sesama jenis pun dapat terjadi, dan feature yang paling diminati dan menjadi popular di kalangan pasangan sesama jenis adalah adanya Male Pregnance, dimana seorang karakter male bisa melahirkan seorang anak. Meskipun dalam feature ini, anak yang dilahirkan hanya sebuah NPC, non-playing character yang dibuat oleh komputer. Anak itu akan bisa bergerak sendiri, dan bisa pemain suruh untuk melakukan sesuatu bahkan membawanya dalam sebuah pertarungan dan membantu kedua orang tuanya.

Feature yang sangat praktis dan menyenangkan yang membuat dua pemain memiliki satu karakter tambahan untuk membantu mereka menghadapi sebuah pertarungan melawan monster.

Permainan termutakhir itu dengan sangat cepat menyebar ke seluruh Jepang, bahkan seluruh penjuru dunia. Menjadi sangat populer, khususnya di kalangan remaja. Berbagai orang menjadi tertarik bermain game online yang lambat laun membuat mereka ketagihan itu.

Hal itu pun tidak berbeda dengan dua orang pemuda yang sangat menyukai game. Mereka bertemu dalam dunia game, menjadi sepasang kekasih yang tak terpisahkan bahkan dalam dunia nyata, dan mereka pun juga memiliki seorang anak dalam permainan online itu—Tidak. Tunggu, hal itu masih belum terjadi kok hehehe…

.

.

.

.

.

"Hey, ayolahh…." Seorang pemuda pirang merengek pada pemuda raven yang berjalan menghiraukannya.

"Hn." Satu gumanan itu berarti kata 'Tidak' yang diucapkan sang raven.

"Kumohon satu kali ini sajaaa…" pemuda pirang itu merengek lagi.

"Hn."

"Temeeee aku mohon, hanya satu kaliiiiii…"

"Hn."

"Tapi—"

"Hn."

"T-tapi, Sasukeeeee, AKU INGIN PUNYA ANAK DENGANMU!"

BLETAK!

Sebuah pukulan tajam sukses membungkam mulut pemuda pirang itu.

"Kubilang tidak ya tidak, dobe!" Pemuda raven yang dipanggil 'Sasuke' mendelik marah. "Dan jangan berteriak sekeras itu! Orang lain akan mendengarnya!" teriaknya marah, tidak sadar bahwa dirinya juga kini berteriak menarik perhatian pemain lain yang berpapasan dengan mereka.

Sebuah rona merah pun langsung hinggap di pipinya saat Sasuke menyadarinya.

"Tapi 'Suke! Dimana lagi kita bisa punya anak kalau bukan di SSSO! Aku ingin punya anak denganmu!" rengek Naruto padanya, semakin menarik perhatian orang-orang untuk melihat drama picisan mereka.

Pipi Sasuke pun semakin bertambah merah dibuatnya. "Berisik, dasar dobe!" ucapnya kesal sekaligus malu sebelum ia me-log out dirinya dari dunia game.

.

.

.

.

.

Sebuah debaman berisik yang berasal dari langkah kaki yang sedang berlari cepat bergema memenuhi koridor rumah yang cukup besar itu. Seorang pemuda berambut pirang tergusa-gusu memakai jaketnya dengan berlari lalu ia menuruni tangga sampa ia berakhir di pintu keluar utama.

"Naruto-sama, tolong jangan berlari di dalam rumah." Ucap Kakashi memperingatkan majikannya.

Naruto menge-rem larinya, lalu melirik ke arah kepala pelayan rumahnya. "Uh, maaf, hehehe, apa kau pegang kunci mobilku kakashi?" ucapnya dengan berlari di tempat, seakan sudah tidak sabar untuk pergi.

Kakashi hanya tersenyum geli melihatnya. "Iya, apa tuan muda akan pergi menginap disana lagi?" tanyanya seraya menyerahkan kunci mobil sang majikan.

Naruto dengan cepat menyambar kunci itu, sebelum berlari lagi. Ia berhenti sebentar untuk menjawab pertanyaan Kakashi. "Yep. Sampai nanti." Ucapnya cepat dengan cengiran sebelum berlari menuju mobilnya terparkir.

Dengan cepat ia pun menggerakan mobil itu ke suatu tempat.

Penjaga apartemen langsung menyapanya saat Naruto berpapasan dengannya. Naruto hanya membalasnya dengan cengiran sebelum berlari cepat menuju lift. Lift itu pun berjalan naik menuju lantai tiga, dimana sebuah apartemen yang ingin didatanginya berada.

Ia pun langsung berlari saat pintu lift itu terbuka, terus berlari sampai akhirnya ia tiba di sebuah pintu apartemen. Naruto dengan cepat menekan tombol bel. Setelah menunggu beberapa detik, masih belum ada suara seseorang yang akan membukanya, Naruto pun mulai menjadi tidak sabar. Ia mengambil sebuah kunci dari saku celanannya, lalu memasukkannya pada lubang kunci pintu didepannya.

Cklek!

Pintu itu pun terbuka. Dengan tidak sabar, ia menerobos masuk, dan menutup pintu itu lagi.

"Untuk apa kau menekan bel, kalau pada akhirnya kau membukanya sendiri, Dobe." Sebuah suara menghentikan gerakannya melepas sepatu.

Sebuah cengiran senang tak bisa Naruto tahan, saat ia melihat sosok seseorang yang sudah sangat ingin ditemuinya itu. Sosok itu bertubuh lebih pendek darinya, dengan kulit putih pucat yang sangat kontras dengan kulit tan-nya. Pemuda itu memiliki surai berwarna hitam kelam hampir kebiruan. Surai yang dulunya sangat arang itu sudah tumbuh lumayan panjang dan lebat, namun tidak lebih melewati kuping, dengan bagian belakang yang sedikit mencuat melawan gravitasi. Rambut bagian depan terbelah menjadi dua lurus ke bawah. Pipi yang awalnya begitu kurus kini sudah terisi, berkulit pucat seperti warna kulit aslinya, namun terlihat lebih hidup dan berseri, dan matanya…Mata itu beriris onyx itu kini terlihat bercahaya, membuat langit kelam itu begitu indah dan mengagumkan.

Satu kata yang bisa Naruto ucapkan untuk memuji sosok pemuda itu adalah…cantik.

"Sasuke!" panggil Naruto girang, menangkap tubuh pemuda itu dalam pelukan erat.

"Dob—! Lepas idiot!" ronta pemuda yang dipanggil 'Sasuke' itu dengan kesal.

"Kau tidak marah padaku kan?!" rengek Naruto mempererat pelukannya.

"Bodoh, lepas! S-sesak—!" ronta Sasuke kesulitan bernapas karena dipeluk terlalu erat.

"Uh! M-maaf, maaf, kau tidak apa-apa?" ucap Naruto cemas, dengan cepat melepas pelukan itu.

"Hn."

"Sukeee…"

"Berisik, baka. Aku baik-baik saja." Balas Sasuke kesal akan tingkahnya yang suka cemas.

"Tapi kau tidak marah padaku kan? Soal tadi saat bermain game? Sukeee…!" rengek Naruto saat pemuda raven itu malah berpaling masuk ke dalam ruangan.

"Sukeee!"

"Hn."

Naruto pun menunduk pasrah, menekuk bibirnya mengambek. "Ayolah, itu kan hanya game, aku ingin punya anak denganmu, temee…"

"Memang kenapa kau ingin punya anak, baka? Tanpa itu pun kita masih kuat menghadapi pertarungan melawan monster." Sasuke menghela napas, seraya berjalan menuju dapur.

"Apa?! Bukan soal pertarungannya!" protes Naruto menyelanya.

"Huh? Memang apa lagi? Dengan punya anak, kita kan bisa punya karakter bantuan." Sasuke menaikkan alisnya bingung.

"Geez, kenapa kau tidak mengerti juga!" ucap Naruto kesal menghampiri pemuda raven itu.

"Aku ingin punya anak denganmu, karena aku ingin seluruh dunia tahu kalau kita adalah sepasang kekasih! Dengan begitu semua orang akan tahu kalau kita sudah menjadi keluarga dengan anak yang kita punya!" ucap Naruto lagi.

Sasuke yang mendengarnya langsung memalingkan wajahnya, lalu berpindah tempat. "Baka." Gumamnya kecil, semu merah pun mulai merayap dari telinganya menuju pipi.

"Ayolah Sasuke!" pinta Naruto mengikutinya dari belakang, tak menyadari wajah Sasuke yang memerah.

"Berisik, baka!" ucap Sasuke menghindarinya. Ia berjalan menuju kompor untuk melanjutkan kegiatannya yang sempat tertinggal tadi karena Naruto datang.

"Sukeee, ayolahh, hanya sekali sajaaa…" rengek Naruto mengikutinya seperti anak kucing.

"Hn."

"Buuuh, aku akan menganggapnya sebagai iya kalau begitu." Ucap Naruto menekuk wajahnya kesal.

"Hn."

Gumaman itu membuat Naruto melebarkan matanya, lalu ia pun menyengir lebar. Sasuke tidak menolaknya berarti ia sudah setuju dengannya. "YESS! Aku tahu kau pasti akan setuju, Terima kasih suke!" ucapnya melompat girang, memeluk sang raven dengan spontan.

"B-bodoh! Lepaskan aku!" Sasuke meronta kesal, semu merah diwajahnya pun semakin kentara.

"Aww, kau manis sekali saat malu seperti itu!" Naruto terkekeh geli mendekap sang raven lebih erat.

"Berisik baka!" geram Sasuke kesal memukul kepala Naruto, meskipun rona merah di pipinya bertambah.

Naruto meringis kesakitan, dan menekuk wajahnya seperti anak kecil yang mengambek. Ia melirik Sasuke yang sudah tak memukulnya lagi. Sebuah senyuman pun terlukis di wajahnya.

Dua tahun yang lalu, saat pertama kali ia tahu Sasuke memilih pergi meninggalkannya, ia tak pernah terpikir akan bisa menikmati masa-masa seperti ini bersama kekasihnya di dunia nyata. Bahkan ketika ia tahu Sasuke sedang dalam kondisi koma, harapannya itu semakin menjadi hancur. Tapi sekarang…melihat sosok kekasihnya seperti ini, berbicara, bergerak, berjalan dengan normal, dan berada disampingnya…rasanya seperti sebuah mimpi…

Sasuke menoleh saat sebuah tangan mengelus pipinya. Salah satu alisnya menekuk heran saat mendapati kedua shappire menatapnya begitu serius. "Apa?" tanyanya bingung.

Naruto hanya tersenyum lebar membalasnya. "Tidak. Ngomong-ngomong kau sedang apa?" tanyanya melirik hal yang sedang sang raven lakukan. Matanya melebar saat ia melihat sesuatu. Dengan cepat ia pun merebut sesuatu itu dari tangan Sasuke. "Baka! Sudah kubilang kau tidak boleh memegang pisau!" ucapnya marah, menggeser Sasuke dari sana, dan mengambil alih pekerjaan yang sedang dilakukan kekasihnya tadi.

Sasuke tersentak kaget, lalu merengut kesal. "T-tapi kan, itu hanya mengiris sayuran! Kau tidak perlu terlalu cemas, dobe!"

"Tidak! Sudah kubilang kau tidak boleh pegang pisau! Bagaimana kalau kau sampai terluka dan terjadi pendarahan?!"

"Terluka kecil tak akan membuat penyakitku kambuh, dobe!" geram Sasuke kesal.

"Sasuke, aku mohon, mengertilah. Aku tahu sikapku terlalu protektif, tapi Aku sangat mencintaimu. Aku tidak ingin kehilanganmu, Sasuke…" pinta Naruto membelai pipi kekasihnya dengan lembut.

"Hn." Sasuke hanya menundukkan wajahnya.

"Sasuke…" panggil Naruto lirih, menangkup wajah itu dengan kedua tangannya dan mengangkatnya agar mereka bertatapan. "Maaf jika sikapku keterlaluan untukmu. Tapi aku benar-benar tidak ingin kehilanganmu…"

"Tapi kau tidak perlu terlalu mencemaskanku…" gumam Sasuke pelan.

"Aku tahu, tapi aku tidak bisa. Aku terlalu mencintaimu untuk tak bersikap cemas padamu…" ucap Naruto lirih, mengecup pelan bibir Sasuke.

Sasuke pun memejamkan matanya, membalas kecupan itu dengan lembut.

"Tapi aku bukan anak kecil, dobe. Aku tahu hal yang bisa membahayakanku…" gumam Sasuke saat sentuhan bibir itu lepas.

"Kalau kau anak kecil, tidak mungkin aku melakukan ini padamu kan?" ucap Naruto dengan tersenyum menggoda, mencium bibir itu sekali lagi dengan jahil.

"Hn." Sasuke memalingkan wajahnya yang merona lagi.

"Berjanjilah kau akan berhati-hati, oke?"

"Hn."

Naruto pun tersenyum lega mendengar itu. Ia tahu pemuda raven itu bisa menjaga diri, hanya saja ia tetap tak bisa menahan diri untuk tak cemas.

Sasuke…memang sudah dinyatakan sembuh dari penyakit leukemianya. Tapi, tak ada yang tahu pernyataan sembuh itu bisa bertahan atau tidak. Karena tidak ada yang benar-benar sembuh total dari penyakit leukemia apalagi bagi pasien yang sudah menderita sampai tahap stadium akhir. Kapanpun itu…penyakit Sasuke bisa kambuh lagi atau mengalami relaps.

Tubuhnya memang sudah kembali normal sekarang. Ia bisa beraktivitas layaknya orang biasa yang tidak sakit. Namun ada batasan seperti tubuhnya akan mudah lelah jika melakukan hal yang terlalu berat. Selain itu, dia juga harus selalu makan makanan sehat untuk mencegah tubuhnya menjadi drop apalagi sampai terjadi relaps.

Hal itu membuat Naruto sedikit-sedikit merasa cemas, apalagi jika sampai Sasuke terluka, mengingat penderita leukemia mudah terjadi pendarahan.

Meskipun begitu, ia merasa sangat bersyukur karena sekarang Sasuke ada bersamanya disini…

.

.

.

"Tunggu, jadi Itachi akan pergi selama tiga hari?" tanya Naruto, mendudukan tubuhnya di atas sofa tempat disamping kekasihnya. Mereka baru saja selesai makan malam, karena itu mereka memutuskan untuk bersantai sejenak di depan televisi.

"Kyuubi niisan tidak memberitahumu? Mereka akan pergi ke Suna untuk mengurus bisnis disana." Terang Sasuke pada Naruto.

"Buuh, Aniki akhir-akhir ini pelit sekali padaku. Dia tidak bilang kalau akan pergi selama tiga hari! Tahu begitu aku bawa baju untuk menginap selama tiga hari kan!" ucap Naruto merengut kesal.

"Kau kan bisa pulang dulu, dobe."

"Apa?! Yang benar saja! Aku tidak mau meninggalkanmu sendirian disini!" bantah Naruto tidak suka.

"Baka, bukannya kau juga harus kerja! Tidak mungkin kau terus berada disini. Ayahmu akan marah kalau tahu kau bolos bekerja!"

"Ahh! Kalau begitu kau saja yang ikut denganku, teme! Aku tidak mau kau sendirian!"

"Jangan bodoh dobe. Aku tidak mungkin ikut denganmu seperti itu." Ucap Sasuke menepuk kepala pirang itu dengan ringan. "Aku mengantuk, aku akan tidur duluan." Ucapnya lagi seraya beranjak dari tempat tidurnya.

"Huh? Tunggu, aku juga akan tidur." Naruto dengan cepat menyusul sang raven menuju kamar setelah tak lupa mematikan televisi yang sedang mereka tonton tadi.

"Hey, teme, apa kita akan bisa terus seperti ini?" Naruto tiba-tiba memecah keheningan di kamar itu.

"Hey, Sasuke? Kau sudah tidur?" Naruto mengubah posisi tidurnya menghadap sang raven yang memunggunginya.

"Suke?"

"Apa maksudmu?" Sasuke akhirnya mengeluarkan suara.

"Huh?"

Sasuke pun membalikkan badannya, menatap kedua shappire itu langsung. "Apa maksudmu dengan terus seperti ini?"

Naruto terdiam, memandang kedua onyx itu dengan serius. "Aku ingin terus bersamamu Sasuke…" ucapnya pelan, membelai lembut surai hitam milik kekasihnya.

"Bukankah sekarang kita memang sudah bersama?" Sasuke bertanya padanya.

"Bukan hanya sekarang, aku juga ingin selalu bersamamu besok, minggu depan, bulan depan, dan bertahun-tahun ke depan. Aku ingin terus bersamamu selamanya Sasuke.."

"Satu detik pun aku tak ingin berpisah denganmu…"

"Bodoh…" gumam Sasuke membalas, ia mendekatkan tubuhnya untuk memeluk Naruto, menyembunyikan wajahnya di persimpangan pundak lebar milik kekasihnya.

"Apa kau juga menginginkan hal itu, Sasuke…?" tanya Naruto dengan tersenyum, mendekap tubuh sang raven lebih erat.

"Hn." Gumamnya sang raven lirih. Namun Naruto tahu kalau lewat pelukan kekasihnya bahwa Sasuke juga memiliki perasaan yang sama. Senyumnya pun melebar senang.

"Aku benar-benar menyukaimu…" dekapnya lebih erat.

"Naruto…" Sasuke tiba-tiba memanggilnya lirih.

"Hm?"

"Apa….kau mau melakukannya…?" kalimat itu hampir terdengar seperti bisikan, membuat Naruto yang mendengarnya mengerjap bingung. Diliriknya wajah sang raven yang masih bersembunyi di pundaknya. Samar-samar ia melihat rona merah merayap dari pipi menuju leher pucat itu.

"Huh? Tadi kau bicara apa, suke?" ia mengerjap bingung, ingin memastikan hal yang baru didengarnya.

"Lu-lupakan saja, dasar idiot!" Sasuke bergumam kesal, menyembunyikan wajahnya lebih dalam.

"A-apa, tung—" dan matanya pun terbelalak saat ia akhirnya menyadari hal yang tadi dikatakan kekasihnya, rona merah yang semakin kentara membuatnya semakin yakin akan hal itu. Ia pun menyengir lebar. "Aw, kau tidak perlu malu jika memang ingin melakukannya, Suke." godanya jahil.

Ia meringis saat mendapat sebuah gigitan di pundaknya sebagai balasannya. "Ow, ow, ow, kau tidak perlu seagresif ini, teme."

"Berisik." Gumam Sasuke kesal, mengigit pundak itu lebih keras, membuat Naruto semakin meringis sakit.

"Sasuke, apa kau yakin ingin melakukannya? Aku tidak ingin—Ouch! Ow, ow, teme apa yang—Ouch!" Naruto meringis kesakitan saat Sasuke menggigitnya lagi bahkan lebih kuat.

"Jangan jadi pengecut dobe! Aku pikir kau yang jadi seme disini! Tapi sejak saat kau tahu aku sakit, kau tidak pernah menyentuhku lagi!"

"T-tapi aku—"

Kalimatnya terpotong saat Sasuke tiba-tiba menarik wajahnya dan…membungkam bibirnya dengan bibir miliknya…

Naruto terbelalak kaget, tubuhnya terpaku shok akan ciuman yang tiba-tiba itu.

Sasuke memperdalam sentuhan bibir itu, menggigit bibir Naruto dan memaksa memasukan lidahnya. Lidah mereka pun bertemu, Sasuke melingkarkan lidahnya, menghisap dan menggerakkan lidahnya semampu yang ia bisa untuk membuat Naruto mau menyentuhnya.

Naruto tertegun, ia melirik ke kedua onyx yang kini sudah terpejam erat. Ia pun akhirnya memejamkan matanya, membalas ciuman Sasuke, membuat cumbuan itu semakin menjadi panas. Ia memiringkan kepalanya, memperdalam ciuman mereka. Sasuke mengerang kecil saat lidahnya kini dililit dan dihisap. Perasaan menggelitik mulai menyerang perutnya.

Tuntutan oksigen pun akhirnya melepas cumbuan itu.

Dengan napas yang masih terengah-engah, Sasuke berbicara lagi. "Aku…tahu kau mencemaskan keadaanku. Kau tidak ingin menyentuhku karena takut akan melukaiku. Tapi, bisakah kau hentikan itu?" pintanya pada Naruto. "Aku baik-baik saja, dobe. Aku tidak akan terluka hanya karena hal ini! Aku pun tak akan menghilang pergi hanya karena takut terluka, Karena itu berhenti menahan diri dan um, s-sentuh aku…" ucapnya sedikit terbata saat mengucapkan kalimat terakhirnya, rona merah pun terlihat mewarnai pipinya yang putih pucat.

Naruto terbelalak lebar mendengarnya. Ia terdiam, menatap kekasihnya dalam diam, sebelum akhirnya ia terkekeh kecil. "Haha….ha…kau benar-benar—sial! Aku benar-benar menyukai Sasuke. Melihatmu sampai mengatakan hal ini padaku…" ia menggantungkan kalimatnya, sebuah senyuman pun terlukis diwajahnya. "Terima kasih Sasuke…" ia mengecup bibir sang kekasih dengan lembut, mengusap lembut pipi pucat yang merona merah itu dengan jari-jarinya.

"Aku sangat mencintaimu Sasuke.." ucapnya mengecup bibir merah itu sekali lagi. Sasuke pun membalasnya cepat, membuat sentuhan itu menjadi cumbuan. "Hn. Aku juga mencintaimu, dobe…" bisiknya lirih, seraya memejamkan matanya menikmati sentuhan sang kekasih.

Naruto pun tersenyum lebar mendengarnya, memberi ribuan kecupan pada kekasihnya.

Sasuke ada disini…sangat nyata…dan mencintainya…

.

.

.

.

.

Ini bukan hanya sebuah permainan….Karena cinta kami lebih dari sebuah kenyataan…


This Isn't Just A Game By Fro Nekota

The End


Selesaaaaaaaaaaaaaaaaaaaiiiiii! #gulinggulingditengahjalan

Ye ye ye yeyeyeyeyyyy akhirnya selesai juga tugas fro menyelesaikan fic ini *tebar-tebar permen (?)*

Bagaimana endingnya? happy end kan ini? huehehehe

Apakah mengharukan? atau membosankan? atau malah gaje hahaha, well whatever it is, pokoknya selesaaaaiiii #gegulingandilantai.

Jangan lupa review yaaa! #kedipkedip #plaak

P.S. Buat yang mau protes "KENAPA TIDAK ADA LEMONNYAAAA?!" Pfftt, lemonnya bayangin sendiri deh, kan itu udah ada awalnya, tinggal dilanjutin aja narusasu lemonan hahahaha #ketawapuas #digamparr# habis habis Fro lagi males nihh bikin lemon huehehe #nyengirgaje #digamparrbolakbalik #peace

Jangan lupa baca omakenya! ^^


Omake 1 – Salah Orang


Klang!

Sebuah minuman kaleng pun keluar dari tempatnya saat Itachi memasukan koin ke dalam kotak minuman dan memilih minumannya. Ia mengambil minuman itu dan membukanya.

Tanpa menunggu lama, cairan berasa kopi itu pun masuk ke dalam tenggorokannya. Itachi menghela napas lega sebelum berjalan kembali menuju kamar adikknya.

Ia tertegun saat melihat dua orang asing berada di pintu kamar adiknya. Seorang berambut pirang dan yang seorang lagi berambut merah.

"Uh, um, namaku Namikaze Kyuubi, dan ini adikku Naruto. Kami ingin bertemu dengan Sasuke, hey, Naruto, bicaralah, jangan diam saja." Pemuda bersurai merah memperkenalkan dirinya saat Itachi menanyainya.

Itachi melirik pada pemuda pirang yang dipanggil 'Naruto' saat pemuda itu hanya terdiam tak menjawab.

Tunggu, Naruto?

Dimana ia pernah mendengar nama itu?

Itachi tersentak kaget saat pemuda bernama Naruto itu tiba-tiba berlari begitu kencang meninggalkan ruangan adiknya. Pemuda bersurai merah itu pun langsung mengejarnya.

Itachi menatap bingung pada dua orang yang baru saja pergi meninggalkannya. Lalu melirik ke arah ruangan adiknya. Mata onyx-nya melebar saat ia tiba-tiba teringat sesuatu. Ia pun menoleh ke arah koridor dimana dua orang pemuda tadi berlari.

"N-naruto…?!" ucapnya terbelalak tak percaya. 'Tidak mungkin…'

Ia pun menjadi teringat seseorang bernama Naruto yang sering diceritakan Sasuke. Tapi bukankah mereka hanya berteman secara maya. Kenapa Naruto bisa ada disini?

Tapi tadi…jangan-jangan Naruto sengaja mencari Sasuke?!

Dengan pikiran itu pun Itachi dengan cepat langsung mengejar dua pemuda yang tadi berlari meninggalkannya. Setelah berputar-putar, Itachi akhirnya menemukan pemuda bersurai pirang yang bernama 'Naruto' itu sedang duduk muram di sebuah kursi taman. Ia pun segera menghampirinya.

"Naruto…kun?" ia memanggilnya ragu-ragu.

Pemuda pirang itu pun menoleh padanya.

"Namaku Uchiha Itachi." Ucap Itachi memutuskan untuk memperkenalkan dirinya "Kakak Uchiha Sasuke."

Itachi hanya tersenyum tipis melihat pemuda pirang itu menatap lebar padanya. "Apa kau datang untuk menemui Sasuke?"

Namun pemuda pirang itu tidak menjawab, ia hanya memalingkan wajahnya.

Itachi pun menghela napas, melirik ke sekeliling, sebelum berbicara lagi. "Sasuke sering menceritakan tentangmu."

Pemuda pirang itu menoleh lagi padanya, menatap lebar saat mendengar perkataannya.

"Aku sangat terkejut saat mendengar namamu tadi. Aku pikir aku yang salah mendengarnya. Tapi, saat melihatmu tiba-tiba berlari…" Itachi menggantungkan kalimatnya, lalu menghela napas. "Aku yakin sekarang kau pasti sudah tahu soal Sasuke yang menderita leukemia…" ucap Itachi lagi dengan tiba-tiba.

Ia berhenti sejenak, menatap menerawang jauh ke atas langit. "Tak banyak hal yang bisa Sasuke lakukan sejak ia jatuh sakit. Buku dan game menjadi temannya sejak ia masuk ke rumah sakit ini. Aku selalu berpikir kalau permainan SAO menjadi favoritnya karena permainan itu bisa dimainkan hanya dengan menggunakan pikiran. Tak perlu menguras banyak tenaga untuk memainkannya. Tapi sekarang aku tahu kalau hal itu salah…"

Itachi pun menoleh, menatap pemuda pirang itu dengan intens. "Hal yang membuatku sadar itu adalah saat aku melihat Sasuke yang menceritakan tentangmu..." Ucapnya dengan tersenyum tipis.

"Apa….maksudmu…?" pemuda pirang itu akhirnya mengeluarkan suara.

Itachi menatapnya, memperhatikan seksama pemuda pirang di depannya, sebelum akhirnya berkata lagi. "Setiap ia selesai bermain game, Sasuke selalu bercerita tentang seseorang yang selalu menganggunya. Seseorang yang sangat bodoh, berisik, idiot, norak, kekanakan, kampungan dan…dobe."

"Aku tidak tahu pasti apa hubungan Sasuke denganmu. Tapi aku bisa tahu dari ekspresi Sasuke saat menceritakan tentangmu kalau Sasuke pasti sangat menyukaimu, Naruto." ucapnya dengan tersenyum.

Pemuda itu pun menekuk alisnya, sebelum akhirnya berkata pada Itachi. "Tunggu dulu, sebenarnya apa sih yang sedang kau bicarakan?! Siapa itu Naruto dan Sasuke?!"

Eh? Lho?

Itachi mengerjap bingung.

"Kalau mau ngomong, lihat-lihat dulu dong, jangan sampai salah orang, bagaimana sih?!"

Dan kalimat itu pun sukses membuat wajah Itachi menjadi datar tanpa ekspresi. Dengan ekspresi se—poker face—mungkin, Itachi meninggalkan pemuda yang sudah salah disangkanya itu tanpa bicara.

Poor Itachi. Pfft.


Omake 2 – Serangan Kejutan


Tok!—Tok!—Tok!

"Masuk!" sebuah suara terdengar dari dalam pintu mempersilahkannya masuk.

Itachi pun membuka pintu itu dan berjalan masuk.

Kyuubi langsung tersenyum lebar saat melihat sekretarisnya datang ke dalam ruangannya.

"Lima menit lagi waktunya istirahat makan siang. Jam dua nanti ada rapat dengan wakil dari perusahaan Hyuuga untuk membicarakan bisnis baru." Terang Itachi seraya menyerahkan beberapa dokumen.

Kyuubi hanya menjawabnya dengan 'Okay' dan menyengir lebar memandangi sekretarisnya.

"Ini adalah beberapa dokumen yang harus anda cek dan tanda tangani sebelum melaksanakan rapat." Lanjut Itachi menunjukan dokumen itu.

"Hey, 'tachi." Panggil Kyuubi masih dengan senyuman lebar.

Itachi hanya menaikkan alis sebelum melanjutkan penjelasannya. "Ada beberapa hal yang harus diingat sebelum rapat nanti. Saya sudah menuliskannya dalam dokumen ini. Setelah rapat itu, anda juga harus melakukan beberapa pertemuan dengan klien dan pemilik saham…"

"Tachiiii.." panggil Kyuubi lagi kini seperti merengek.

Namun lagi-lagi Itachi hanya menghiraukannya. Ia berfirasat kalau hal yang akan dikatakan bos-nya itu hanya sesuatu yang tidak penting. "Ada beberapa panggilan klien pagi ini. Minato-sama bilang ingin anda yang mengurusnya. Saya sudah mendatanya—"

"Itachiiiiiii" panggil Kyuubi lebih merengek.

"Apa?!" Itachi mendelik tajam padanya.

Kyuubi pun menyengir lebar saat ia berhasil mendapat perhatian sekretarisnya itu. Dengan senyuman yang lebih lebar lagi ia pun bertanya. "Apa kau menyukaiku?"

"Huh?" Itachi mengerjap bingung akan pertanyaan yang tidak mendasar itu.

"Aku bilanggg, apa kau menyukaiku?" ucap Kyuubi mengulangi masih dengan tersenyum lebar, namun mata ruby-nya menatap intens pada kedua onyx.

Itachi terdiam, sebelum akhirnya menghela napas. "Apa ini salah satu leluconmu lagi? Kenapa kau tiba-tiba tanyakan hal itu padaku?" ucapnya seraya merapikan dokumen yang tadi dibawanya. Setelah selesai ia meletakkan dokumen itu diatas meja, lalu berbalik menuju pintu keluar. Namun belum sempat ia melangkah, sebuah tangan menarik dan membalikkan tubuhnya, sebelum….sebuah bibir mencuri kecupan dari bibirnya.

"Tentu saja, karena aku menyukaimu, Itachi!" ucap Kyuubi dengan cengiran. Ia mencuri sebuah kecupan lagi dari Itachi saat pemuda raven itu masih tertegun diam. "Aku harus pergi, sampai nanti!" ucapnya dengan cengiran lebar tak lupa mencuri sebuah kecupan lagi sebelum meloyor kabur.

Itachi mengerjapkan matanya kaget, lalu menyentuh bibirnya dengan bingung. Warna merah pun dengan perlahan-lahan muncul memenuhi pipinya.

"Sial, dasar rubah jelek."

.

.

.

The End…?


Special Thanks To :

Riena Okazaki : ini sasunya ga mati kan? hehe

lhalaech : haha fro juga ngebet pengen baca lanjutannya, tolong bikinin dong? #ditabok *authornya sapa buk?*

natasya agustine 12 : haha, oke ini dilanjut kan? walaupun telat, uhuk... #ditabok

Sayaku Shiina 'Shi-Chan : ini ga mati kan? mereka uda bersama kok huehehe

Monster Danau Toba : aw, aw, kok tahu, mau membasmi km? pasti uda dihajar sama naru sasu kan? haha, ini uda nongol cepet lagi kan? huehehe #stres_ditagih_royal_revenge

Aicinta : yeyeye, ini udah di apdet kan? silahkan review lagi buat happy end nya wkwkwk

CA Moccachino : wah, wah, mungkin karena fro kurang mendiskripsikan keadaan suke ya? well, jujur saja fro sedikit kesulitan untuk mendiskripsikan kondisi sasuke haha, well, whatever deh, ini udah dilanjut kan? huehehehe

alta0sapphire : yep ini mereka uda ketemu kok, semoga menikmati momen mereka :3

NaluCacu CukaCuka : cekit cekit digigit semut ya? haha #ditabok

duh, duh, jangan makan fro, fro ga enak kok, rasanya sepet2 asem bin pahit gitu (?) *emang apaan buk* hahaha ini masuknya telat ga? pfft, jangan orochi lah, kasih narudobe aja buat nyium Fro huehehe #dichidori

Guest : sasu kan emang menggemaskan pfft #dichidori

btw apakah ini sudah cukup mengharukan? huehehe, buat real lemonnya *uhuk* bayangin sendiri deh huehehehe #ditabokk

ai no dobe : ini happy end kan? haha, wah tanggung jawab?! pfft apaan tuh #kaburr

Sabachi Gasuchi : pendek karena cuma sudut pandang dan karena fro juga memang sedang males wkwkwk #ditabok

sebenernya mau fro terangin lebih detail kondisi sasu, terus kenapa dia bisa masuk koma, tapi pfft, tiba-tiba jadi males, dan feelingnya jadi sedih, rasanya nyesek gitu haha, jadi ya sudah deh, begitu saja nulisnya. silahkan tebak2 sendiri kenapa keadaan Sasuke bisa jadi lebih parah dan masuk koma hahaha

dan, oh, itu bukan operasi transpalasi, cuma operasi untuk mengembalikan kondisi sasu yang drop.

aduh, royal revenge lagi, sudah berapa kali fro ditagih dalam minggu ini? pfft haha, kabur dulu dehhh #digamparr

Septaniachan : haha, kalau fro sekarat gimana lanjutinnya? pfft

y niiar : wah, iya kah? pernah ngalamin yang mirip? sakit leukemia juga kah? #kepo #digamparr

suira seans : wah, kita sama! Fro juga selalu mengeceknya setiap hari berharap royal revenge akan muncul dengan sangat ajaib tanpa fro repot2 menulisnya! #digamparr

wah,wah, semangat buat utsnya! hehe, ini happy end kan?

Archilles: iya hiks fro juga ga tega sama naruuu, ini happy end kok

nurin vip4ever: hai nurin! salam kenal haha ^^ fro juga nyesek nulisnya hiks

ahh royal revenge! #kaburrr

RevmeMaki: yep gpp, makasih reviewnya ^^ fro juga ga tega hweee, happy end kok ini hiks

uhuk! ampun om! jangan tembak fro om! Royal revenge bakal fro apdet kok hiks hiks #angkattangan #nelanludah

Ivy Bluebell : haha, ini balas reviewnya bikin humor juga? pfft

apakah endingnya sudah cukup menyentuh? hehe

Yassir : iyaaa, kapan sih fro bohong #digamparr# ini uda happy ending kan? hehe

Kim Tria : iya nih, uda apdet lagi *tuntutan deadline hiks*

mereka berjodoh kok, huehehe, sapa sih yang berani misahin mereka haha :3

Kriwil : haha, makasih, emang ada menang kalah nya ya? #plaak

ucapan sabuk? itu apa?

mpreg? pfft mpreg mulu haha, tapi itu diakhirnya nyempil dikit kok haha

jungefakim : sasu uda bangun kan? pas dicium naruto, kan biar so sweettt huehehe #plaak

aduh, bisakah seseorang jangan menagih apdetan ? hiks #jambakrambut

haha oke, oke, sabar ya ^^

ClapJun : beneran nangis kah? huehehe, duh kalo disiksa lagi nanti fro dirasengan bolak balik sama naru, uhuk

fanfic yang satu lagi mana ya? #pasangmukapolos

Yuki Jaeger : hweee iya emang sakitt haha, sasuke selamat kok, uda liat kan di chapter ini? hehe

U-Know Yunjae : haha, dokternya kasian tuh, nanti jadi tuli hahaha

Ndah D. Amay : haha, silahkan tebak sendiri apa yang terjadi sama sasuke sebelum ia jatuh koma, huehehe, di anggep bunuh diri juga gpp haha :p #ditabokk

happy narusasu day! ^^ *pura-pura ga baca koment ttg royal revenge* *disambit*

Beautiful Garnet : iya hehe makasih, ini lanjutannya, sudah dibaca kah?

Nita suci devgan : haha fro juga mau ikutan gegulingan dulu #plaak

ahhh, ditagih lagi! sudah berapa tagihan dalam sehari ini? #jambakrambut

nanti fro apdet kok, sabraa yaa hahaha

Naminamifrid : iya makasih uda review nami ^^ sasu nya ga mati kan? hehe

Gorilla Gila : pfft sayang sekali ini happy end haha #nyesek

306yuzu : biar makin sedap? pfft, makan mie sedap aja gimana? #digamparr

bikin vampire fic? haha, ide sih ada, tapi kalo rencana, nanti dulu dehh,, royal revenge aja belum kelar haha

amour-chan : iya, ini dilanjutttt haha. oke deh, selamat menunggu fic yang satunya! ^^ #digamparr

yuharu kouji : wkwkwk, silahkan tebak sendiri, itachi bakal sama kyuu apa ga haha :P

Kiyomi Hikari : iya hweeee sasu kasiannnn, tapi ini mereka sudah ketemu kok hehe :))


Adakah yang ketinggalan belum kesebut? Kalau iya, Fro minta maaf yaa hehe, mungkin ketinggalan, ngomong aja, nanti Fro cek lagi^^

Makasih buat semuaaaaannya yang sudah baca fic ini apalagi memberi review, fro ucapkan banyak beribu-ribu "LOVE U" pada kalian semua haha

Matta Ne!

P.S. Habis ini Fro lanjutin Royal Revenge kok! Sueeerrrr #peace