Is This Love?

.

Cast:

Cho Kyuhyun,

Kim Kibum,

Lee Donghae,

Kim Heechul,

Choi Siwon.

.

Fanfiction

By:

Khy13

.

.

Cho Kyuhyun masih saja memasang senyum manisnya sejak ia tiba di tempat ini. Bandara kebanggaan Korea selatan ini tak pernah membuat matanya kecewa. Selalu saja dapat terlihat indah walaupun dengan tambahan pemandangan yang kurang menyenangkan dengan adanya tangisan sedih atau haru karena bertemu atau akan meninggalkan keluarganya.

Seharusnya Kyuhyun termasuk diantara kedua kejadian itu, kan? Tapi anak itu malah tersenyum. Tak peduli sebentar lagi ia akan meninggalkan Donghae, Henry, dan juga wali kelas kebanggaannya yang sebentar lagi akan menjadi isteri Donghae, Hyehoon. Ia malah lebih tertarik dengan bunga-bunga anggrek dalam pot-pot yang di tanam di sekeliling penjuru bandara, juga dengan tayangan-tayangan mengenai kebudayaan Korea yang terlihat sangat memukau melalui layar LCD besar yang tersedia di beberapa tempat disana.

"Ah, tak salah kalau Incheon Airport adalah kebanggaan Korea selatan!" serunya bersemangat.

Donghae, Henry, dan Hyehoon yang berjalan di belakangnya mendengus sebal. Tak tahukah Kyuhyun ketiga orang itu berjalan persis seperti zombie? Salahkan Kyuhyun yang meminta Donghae untuk memesan tiket keberangkatan tengah malam seperti ini.

"Aku tak habis pikir, kau mamasang wajah bahagia seperti itu disaat kau akan pergi meninggalkan kami!" Donghae mengutarakan ketidak sukaannya dengan sikap Kyuhyun. Anak itu menghentikan langkah, berbalik, dan menatap Donghae tajam.

"Aku harus menangis, meraung-raung dan ragu untuk masuk ke pesawat karena tak rela meninggalkan kalian, begitu?"

Donghae bergidik ngeri membayangkan jika saja Kyuhyun benar-benar seperti itu. "Menjijikan!" desisnya, "Setidaknya kau jangan pasang tampang sebahagia itu!"

"Tadi aku sudah menangis!" balas Kyuhyun tak mau kalah.

"Kau menangis karena Eomma menangis!"

Kyuhyun diam, ia kembali mengingat neneknya yang menangis saat ia menelepon untuk mengucapkan salam perpisahan. Ia sedikit merutuki dirinya yang tidak bisa datang ke Mokpo dan mengucapkan perpisahan secara langsung.

"Aku akan kuliah di luar Negri, Hyung! Itu menyenangkan, kau tahu?" ujarnya, mencoba mengalihkan pembicaraan.

"Aku tahu! Tapi kau akan pergi!" Teriak Donghae. Ia melepas napas kasar, sedikit merungangi sesak di hatinya. "Aku menyesal menandatangani surat izin beasiswamu itu," lanjutnya dengan nada yang dipelankan setelah ia disikut oleh Hyehoon karena berteriak dan membuat mereka menjadi tontonan geratis.

"Aku-pun kecewa karena kau menyetujui beasiswanya, Hyung," timpal Henry, dia baru saja berhasil mengutarakan kekecewaannya.

"Kenapa kalian menyebalkan sekali, sih!" protes Kyuhyun, dengan memasang ekspresi cemberut andalannya, membuat Hyehoon gemas dan mencubit pipi anak itu hingga memerah.

"Noona!" jeritnya tak suka, Hyehoon tak menanggapinya, malah tersenyum dan tangannya beralih untuk memperbaiki mantel Kyuhyun, mengeratkannya dan mengancingkan beberapa kancing teratas yang terbuka.

"Jaga diri, eoh! Kau ini bandel sekali. Padahal aku bisa saja berbicara kepada pihak universitas dan membiarkan mu tinggal setidaknya satu minggu lagi sampai kau benar-benar sembuh," mata mereka bertemu. Hyehoon melihat tatapan lain dari mata anak itu. Sorotnya sendu dan sedikit membayang. "Seharusnya kau menangis, kan?" bukan pertanyaan untuk Kyuhyun, tapi untuk dirinya sendiri. apa yang menyebabkan Kyuhyun seperti ini lagi?

Kyuhyun tersenyum, "Aku akan menangis jika ingin. Kau tak perlu secemas ini, Noona.."

"Yak! Kalian membuatku mengis!" teriak Donghae, Kyuhyun dan Hyehoon menatapnya, dan benar saja matnya Donghae memerah dan basah. Henry yang berdiri di sampingnya langsung menyodorkan sapu yangan yang telah ia gunakan untuk menghapus airmatanya sendiri.

"Aku juga jadi ingin menangis," ujarnya dengan nada bergetar. Padahal ia memang sudah menangis!

Kyuhyun tak memerdulikan dua orang itu, ia kembali menatap Hyehoondan mengangkat alis ketika melihat Noona-nya itu juga meneteskan air mata, walaupun tak sebanyak Donghae dan Henry.

"Ish! Kalian ini kenapa cengeng?!"

Tuk!

Sebuah jitakan, dihadiahkan Donghae untuk Kyuhyun. ia memelototi anak itu sampai Kyuhyun meringis ngeri.

"Kau kira ini mudah, huh? Aku tahu kau sangat senang! Aku juga tahu kau akan betah disana karena akan kembali bersama dengan ayahmu! Tapi kami disini pasti sedih, Kyu! Kau boleh tidak sedih, tapi jangan mengejek, bodoh! Kau seharusnya—" Teriakan Donghae terhenti, ketika ia melihat Kyuhyun yang menatapnya dengan ketakutan dan dengan mata berkaca-kaca. "Astaga!" Donghae melangkah maju, memeluk Kyuhyun dan bergumam, "Mianhae.."

Mereka terdiam sesaat, hingga terdengar suara dari bagian informasi yang menyuruh agar penumpang pesawat yang juga akan membawa Kyuhyun ke London itu untuk segera masuk ke pesawat.

Donghae melepas pelukannya. "Sering-sering menghubungiku, ya?"

Kyuhyun mengangguk, kemudian beralih menatap Henry, "Jangan sering bolos, ya?"

Henry membelalakan matanya tak terima. "Katakan itu pada dirimu sendiri! kau itu menyebal—" ucapan henry terhenti karena Kyu Hun memeluknya.

"Jangan merindukanku, ya!" katanya sambil terkekeh, membuat Henry akhirnya mendengus.

"Aku akan menghubungimu kalau aku merindukanmu," ujarnya serius.

"Eiy! Kalian seperti sepasang kekasih saja!" ejek Hyehoon. Donghae menarik wanita itu mendekat dan menegurnya karena berbicara sembarangandi tempat umum.

"Mulutmu itu tak semulia profesimu, Noona!" Kyuhyun balas mengejek.

"Katakan itu pada dirimu sendiri!" balas Hyehoon lagi, mengutip kalimat Henry tadi.

Donghae menarik Hyehoon lagi. Melerai perdebatan tak penting antara kedua orang bermulut tajam itu. "Pergilah, Kyuhyun! atau pesawatmu akan segera terbang!"

"Arraseo!" Kyuhyun mengalah. "Aku pergi. Sampai jumpa," pungkasnya, kemudian berbalik. Melangkah menjauhi ketiga orang itu tanpa ragu. Tangannya terangkat, mengusap pipinya yang basah. Air mata itu tak bisa dibendungnya lagi, tumpah begitu saja. Kyuhyun mengerti sekarang, mengerti bagaimana sakitnya menjadi pihak yang "pergi". Mungkin selama ini ia selalu menjadi pihak yang ditinggalkan, ia terbiasa merasa kecewa dengan orang lain. Tapi kali ini, ia merasa kecewa dengan dirinya sendiri. Lalu jika seperti ini, ia bisa apa?

.

.

Ketegangan di ruangan itu semakin bertambah. Donghae masih saja meneriakan nama Kyuhyun keras-keras ketika anak itu kehilangan kesadaranya. Jungsoo masuk bersama para perawat yang telah siap dengan peralatan medis.

"Dia syok. Apa yang Tuan Cho katakan?!" Jungsoo berteriak panik.

Nyonya Cho hendak menimpali, sebelum seorang perawat menyuruhnya keluar. Wanita itu keluar denga perasaan luar biasa panik. Ia masih kaget dengan apa yang dikatakan Tuan Cho, dan ditambah dengan keadaan Kyuhyun yang tiba-tiba seperti itu.

Sedangkan di dalam ruang rawat, Donghaemundur beberapa langkah kala Jungsoo mencoba memberi kehangatan untuk Kyuhyun. Jungsoo menyelimuti tubuh Kyuhyun sampai ke dada, lalu salah satu perawat menyalakan penghangat ruangan hingga maksimal.

"Donghae-ya, kau akan diam saja?!" bentak Jungsoo. Donghae melangkah maju dan mengambil alih endotracheal tubedari tangan Jungsoo dan segera memasangkannya untuk Kyuhyun. sedangkan Jungsoo menyuntikan cairan obat pada tangan Kyuhyun.

"Tekanan darahnya turun tiba-tiba, Hyung!" panik Donghae.

"Aku tahu!" jawab Jungsoo tak kalah panik. "Siapkan ICU, kesadarannya sangat rendah, terus monitor detak jantungnya!"

Semuanya bergerak begitu cepat. Jungsoo tidak menerima kesalahan apapun ketika itu. Ia akan memaki siapapun yang melakukan kesalahan ketika menangani Kyuhyun sampai anak itu tenang dan dia menyatakan dengan berat hati bahwa Kyuhyun dalam keadaan koma.

"Ini lebih baik, Kyuhyun hanya mengalami koma akibat syok yang dialaminya. Kau tahu sendiri, Donghae-ya apa akibat terburuk dari syok. Kyuhyun tidak punya riwayat penyakit jantung, dan itu sangat menguntungkan. Tapi diamengalami overdosis ketika pertama kali datang kesini dan itu menyulitkanku untuk memberinya obat-obatan. Jadi kita hanya bisa menunggu."

Donghae hanya bisa menghela napas begitu mendengar penjelasan dari Jungsoo. Ia begitu lelah dengan keadaan tadi. Sekarang pikirannya terbagi. Ia harus mencemaskan Kyuhyun yang kembali masuk ke ICU dan juga ia harus menghkawatirkan Tuan Cho.

Nyonya Lee mengatakan semuanya kepada Donghae. Mengenai Tuan Cho yang memilih untuk menyerah.

Sekarang, Donghae sedang mengendarai mobilnya bersama dengan Hyehoon setelah ia meminta Hyehoon untuk mencari alamat rumah Kibum di sekolah.

Beruntung, Donghae datang sebelum Tuan Cho melakukan apapun. Laki-laki yang masih terlihat tampan di usianya itu, membuka pintu dalam keadaan kacau. Dan laki-laki itu menetesakan airmatanya lagi ketika Donghae memberitahu keadaan Kyuhyun sekarang.

Tuan Cho begitu menyesal. Menyesalai apa yang telah dikatakannya kepada Kyuhyun.

"Kau membuatku kecewa, Hyung. Kau akan menyerah setelah aku memberikanmu kesempatan, begitu?" Donghae bertanya dengan sinis.

Tuan Cho diam sesaat, mengumpulkan keberaniannya untuk berbicara. "Kau tak mengerti, Donghae-ya. Kau tak tahu bagaimana rasanya ketika anakmu sendiri tak menginginkan keberadaanmu…"

"Kau yang tak tahu!" Donghae membentak. "Kau tak tahu seberapa sulitnya Kyuhyun menyembunyikan perasaan sayangnya padamu! Kau tak tahu, Kyuhyun hanya begitu egois dan tak ingin membuka hatinya untukmu, Hyung!"

Tuan Cho diam, ia menatap Donghae dengan bingung. "Maksudmu, Kyuhyun.."

"Sekeras apapun Kyuhyun mencoba membencimu. Tapi dia tetap anakmu! Darah dagingmu yang akan selalu menyayangimu, Hyung. Seharusnya kau tahu itu."Donghae mengambil napas dan melepasnya perlahan. "Kau hanya tak tahu, bagaimana dia berusaha menyembunyikan semua perasaannya."

"Donghae-ya, Aku..bersalah.."

"Ya, kau memang bersalah. Kau harus mengembalikan Kyuhyun untuk menebus semua kesalahannmu."

.

.

Sudah dua hari Kyuhyun tak kembali. Anak itu memiliki dunianya sendiri dengan tertidur manis di atas tempat tidur di ruang ICU itu. Tuan Cho benar-benar memenuhi janjinya untuk membuat Kyuhyun kembali. Ia tak pernah melewatkan hari tanpa berada di sisi Kyuhyun. menggumamkan kata maaf setiap saat, mengatakan betapa sayangnya ia kepada Kyuhyun. Hingga tangan Kyuhyun bergerak, kelopak matanyapun bergerak. Tuan Cho segera memanggil Dokter melalui tombol darurat.

Yang datang adalah Jungsoo, Donghae sedang mengurus persiapan wisudanya di kampus.

Jungsoo memeriksa Kyuhyun dengan perasaan bahagia, semuanya membaik. Kyuhyun terbangun dan langsung bangkit untuk memeluk ayahnya. Anak itu bahkan harus dipaksa untuk tidur kempali karena Jungsoo harus melepaskan tube pernapasannya. Jungsoo tak habis pikir, apa anak itu tak merasa sakit dengan bangkit tiba-tiba seperti itu.

"Nah, Kyuhyun-ah..kau boleh memeluk ayahmu lagi."

Jungsoo merapikan peralatan medisnya setelah melepaskan tube pernapasan Kyuhyun, ia memilih untuk pergi, membiarkan kedua anak dan ayah itu menyelesaikan semuanya.

Suasana menjadi sedikit canggung. Tuan Cho menatap Kyuhyun yang sedikit tersipu. Ia merubah posisi tempat tidur hingga Kyuhyun duduk dengan bersandar. Kemudian memeluk anak itu erat-erat, tanpa berniat melepaskannya.

"Mianhae..Mianhae.."

Kyuhyun mulai menangis, airmatanya membsahi kemeja yang dipakai Tuan Cho.

"AppaKhajima, Appa.."

Hati Tuan Cho begitu berdesir. Ini adalah kalimat yang sama ketika ia memilih untuk pergi dari kehiduap dua orang yang sangat disayanginya. Hanya kala itu Kyuhyun berteriak, berontak dari gendongan ibunya karena ingin mencegahnya pergi. Tapi ia tak menuruti keinginan Kyuhyun, ia memilih pergi dan mencoba tidak mendengar anaknya yang menangis sambil berteriak mencegahnya pergi.

Kali ini, ia tak ingin mengulangi kesalahan. Ia mengangguk, meng-iya-kan apa yang Kyuhyun minta. Menyetujui permintaan yang diucapkan Kyuhyun dengan suara gergetar dan dengan begitu lemah itu.

"Appa disini, Appa bersamamu, Kyuhyun-ah…"

Kyuhyun menggelengkan kepalanya. "Jangan pergi lagi, jangan berpikir untuk pergi.."

"Tidak. Percayalah.."

Kyuhyun mengangguk. Membenamkan kepalanya di bahu sang ayah tanpa berusaha menghentikan tangis. Membiarkan sang ayah melihat semua kelemahannya, melihat betapa cengengnya ia semenjak ayahnya pergi.

Pintu terbukapun tak dihiraukan Kyuhyun. Padahal, disana ada Donghae yang telah menyelesaikan semua urusan untuk wisudanya. Hanya harus menunggu tanggal untuk ia menerima gelar masternya. Ia sngat bahagia hari ini. Terlebih, hari ini ia melihat Kyuhyun kembali. Dan mulai hari ini ia akan berusaha meyakinkan dirinya untuk melepas Kyuhyun. membiarkan anak itu pergi dan meraih mimpinya di tempat yang lain.

.

.

Musim panas di kota London sangat terasa oleh Kyuhyun. Ia melepas mantelnya dan melipatnya asal-asalan kemudian dimasukan ke dalam ransel yang tak lepas dari punggungnya sejak ia turun dari koper dorong dan tas jinjing besar membuat kedua tangannya penuh. Ia menyimpan tas jinjingnya itu di atas koper kemudian duduk di salah satu kursi tunggu disana, menunggu ayahnya datang untuk menjemput. Ia ingin segera sampai di rumah barunya, rumah milik ayahnya. Mengingat itu, Kyuhyun merengut kesal. Ada rasa iri hinggap dihatinya, rasa iri jika mengingat Kibum lebih banyak tahu tentang ayahnya, bahkan mungkin Kibum tahu sejak dulu bahwa ayahnya sedang mengembangkan perusahaan barunya di London. Perusahaan yang bekerja sama dengan perusahaan milik ayah Kibum.

"Lelah?"

Kyuhyun terperanjat. Ayahnya tiba-tiba ada disana, ah mungkin dia yang tidak melihat kedatangan sang ayah hingga ia kira ayahnya itu yang tiba-tiba duduk di sampingnya dan memberinya sebotol air mineral yang telah dibukakan tutupnya.

"Aku lelah menunggu Appa," katanya sambil mendesah lega. Tangannya menyambar botol air dan langsung meminumnya sampai tersisa separuh. "Kukira aku akan terlantar disini lebih lama lagi."

Tuan Cho tertawa renyah. "Aku harus menyiapkan penyambutan untukmu dirumah."

"Sejak kapan aku suka hal-hal sejenis dengan penyambutan seperti itu?" tanya Kyuhyun sambil mendelik. "Siapkan kamar yang nyaman, maka aku akan sangat merasa disambut."

"Begitukan? Hmm… Kukira kau akan menyesal menolak penyambutan kali ini," kata tuan Cho sambil mengangkat barang-barang milik Kyuhyun. "Ayo pergi, panas sekali disini."

Kyuhyun mengangkat bahu tak peduli, kemudian mengikuti ayahnya dari belakang.

Perjalanan mereka lalui dengan diam. Tuan Cho tak memedulikan Kyuhyun yang masih tak menemukan saluran radio menarik, anak itu tak menyerah mencari siaran radio yang menurutnya pantas untuk masuk kedalam indra pendengarnya. Sampai terdengar sebuah lagu terlantun indah, Kyuhyun kembali diam. Menyandarkan punggungnya dan memejamkan mata, tertidur sampai mereka tiba di tujuan.

Tuan Cho membangunkannya, keluar dari mobil dan mengambil barang-bawaan Kyuhyun di dalam bagasi. Anak itu hanya menunggu sambil bersandar di pintu mobil yang tertutup. Sepertinya Kyuhyun masih dalam masa trans-nya, matanya dipejamkan lagi dan angin menerpa wajahnya hingga ia merasa tenang kala itu. Ia pikir, akan sangat menyenangkan tinggal disini.

"Kau akan tetap disana?"

Suara ayahnya itu membuat Kyuhyun membuka mata seketika. Ia tak menjawab, hanya kembali mengikuti langkah ayahnya hingga masuk ke dalam rumah.

Ketika pintu terbuka, yang didapati Kyuhyun adalah udara yang lebih sejuk, mungkin ayahnya menghidupkan pendingin ruangan. Matanya menatap semua yang ada disana, tidak ada satupun yang menurutnya sebuah penyambutan seperti yang dikatakan ayahnya tadi di bandara.

"Penyambutan yang luar biasa," ejeknya. Ia melangkah masuk dan merebahkan tubuhnya di sofa panjang di ruang tamu. Kembali memejamkan mata untuk tidur. Ia begitu lelah hari ini.

"Dasar pemalas," Sebuah suara menginterupsi tidurnya. Kyuhyun membuka matanya dan mendapati seseorang yang lain selain ayahnya berdiri tepat di sampingnya.

"Kau seharusnya menyimpan barang bawaanmu sendiri ke kamar, bukan menyuruh Appa!"

Kyuhyun benar-benar terperanjat. Ia bangkit, duduk di sofa dengan posisi menegang. Matanya terbelalak menatap orang lain yang berdiri itu. Kemudian..

"YAK! KIM KIBUM BODOH! KENAPA KAU ADA DISINI!" teriakan Kyuhyun memenuhi seisi rumah. Ia langsung berdiri dan menubruk Kibum, memeluk sahabatnya itu erat-erat tanpa berniat mendengarkan teriakan protes dari mulut Kibum. "Aku merindukanmu!" teriaknya lagi.

Kibum tersenyum, mulutnya memang berteriak protes meminta Kyuhyun melepaskan pelukan erat itu. Tapi jauh dalam hatinya, ia bersyukur karena bisa melihat Kyuhyun lagi, bisa bersama Kyuhyun lagi, dan bisa dipeluk Kyuhyun lagi seperti ini. "Nado.." gumamnya dengan sangat-sangat pelan.

.

.

Donghae menutup sambungan telepon sambil menghela napas. Ia baru saja menerima telepon dari ibunya dan sempat membahas masalah pernikahannya dengan Hyehoon setelah semua urusan kuliahnya selesai. Ia melirik Hyehoon yang tertidur di sofa, wanita itu tidur dengan posisi meringkuk, dadanya naik turun dengan teratur. Melihat pemandangan itu, Donghae tersenyum. Hatinya menjadi lebih tenang.

Sebelumnya, Donghae selalu merasa was-was, entah kenapa ia seperti tak rela melepas Kyuhyun. Ia juga merasa benar-benar sendiri setelah Kyuhyun pergi. Tapi sekarang ia sadar, ada Hyehoon disisinya. Mungkin wanita itu hanya sebatas kekasihnya sekarang, tapi Donghae akan segera menikahinya dan menjadikannya teman hidup selamanya. Mengingatnya, Donghae menjadi lebih lega. Ia jadi tak sabar ingin segera menikahi wanita itu.

SetelahKyuhyun pergi, ia tak akan lagi sering bertemu dengan Henry. Kabarnya, anak itu memilih untuk menjadi seorang penyanyi. Henry terdaftar sebagai trainee di salah satu agensi music besar di Seoul. Sedangkan Kibum? Donghae memang telah mengetahui mengenai Kibum yang ikut pindah bersama ayah Kyuhyun ke London, anak itu akhirnya mengambil beasiswa yang diajukan Hyehoon. Setidaknya, dengan adanya Kibum disana Donghae menjadi bisa lebih tenang melepas Kyuhyun. Adiknya itu tak akan kesepaian jika dengan Kibum.

"Apa yang dibicarakan ibumu?"

Donghae mendongak, Hyehoon telah bangun dan duduk sambil bertumpang kaki. Ia menghampiri Hyehoon dan duduk di sampingnya, kemudian merebahkan tubuhnya dengan paha Hyehoon dijadikan sebagai bantalan.

"Sesuatu mengganggumu?" tanya Hyehoon lagi.

Donghae menatap Hyehoon yang menunduk tepat di matnya. Ia melihat mata wanita itu yang penuh kekhawatiran. Kemudian ia menggelengkan kepala, tersenyum manis dan mengangkat tangan untuk mengusap pipi Hyehoon dengan lembut.

"Eomma hanya membicarakan mengenai pernikahan kita. Lalu, aku tiba-tiba memikirkan Kyuhyun," jawab Donghae dengan jujur. "Jangan mengkhawatirkan apapun, Hye-ya.."

Hyehoon mengangguk pasti. "Tentu, akupun tak akan mengkhawatirkanmu," candanya, membuat Donghae sedikit kemudian tertawa.

"Kau seperti Kyuhyun, Hye.." gumam Donghae.

"Begitukah?" tanya Hyehoon memastikan. "Kalau begitu, setelah ini aku akan menjadi seperti ibumu, kemudian aku akan seperti teman-temanmu, eotthae?"

"Huh? Untuk apa?" Donghae menjadi bingung.

"Untuk menadi siapapun yang kau butuhkan dalam hidupmu," jawab Hyehoon dengan serius.

Donghae tak berbicara apapun setelahnya. Hyehoon mengusap rambut Donghae dengan lembut hingga laki-laki itu menutup matanya. "Aku selalu khawatir kau tak bisa menerimaku, Hae-ya.. jadi aku akan berusaha untuk dapat menjadi siapapun untukmu."

Mata itu kembali terbuka. Menatap wajah Hyehoon dengan lekat. "Aku akan lebih khawatir jika kau menjadi orang lain. Jadilah dirimu sendiri dan aku akan menjadi diriku yang menerima seorang Kang Hyehoon yang sebenarnya." Donghae bangkit untuk duduk. "Hye-ya, aku memang selalu mencemaskan Kyuhyun, aku juga sering merindukan eomma, tapikau memiliki tempat sendiri di hidupku, tidak menggantikan posisi siapapun, kau tahu?"

Hyehoon mengangguk. "Aku tahu. Aku tak akan mengkhawatirkan apun lagi."

"Bagus!"

.

.

Seorang pelayan datang menyajikan berbagai macam masakan untuk makan malam di kediaman Cho. Kursi utama diduduki tuan Cho, sedangkan Kibum dan Kyuhyun duduk berhadapan disana. Tak ada suara apapun selain dentingan alat makan yang mereka gunakan, wanita paruh baya yang telah menyajikan makanan itu pamit undur diri dan pergi ke dapur setelah dipastikan tak ada yang diperlukan lagi oleh mereka.

Mereka melanjutkan makan tanpa sepatah katapun. Kyuhyun sesekali melirik Kibum dan ayahnya, ada perasaan tenang luar biasa ketika melihat mereka berdua ada dihadapannya. Temannya yang sempat ia ragukan itu, dan ayahnya yang pernah tidak diakuinya itu kini duduk di tempat yang sama dengannya.

"Kyuhyun-ie.. kau tak suka makanannya? Ingin makanan korea, hm?"

Kyu Hun menatap makanan dihadapannya. Di piringnya tersaji makanan sejenis daging panggang, atau memang daging panggang?

"Itu roast meats, daging panggang yang di oven selama lebih dari dua jam. Kau tak suka? Padahal Appa sengaja memilih daging iga sapi kesukaanmu," jelas Tuan Cho. Laki-laki paruh baya itu kemudian mengangkat salah satu piring disana. "Atau kau ingin ini? Ini fish and chips, makanan khas Inggris."

Kibum berdecak melihat Kyuhyun yang sejak tadi hanya diam. Dia kemudian menggeser lancashire hotpot ke hadapan Kyuhyun. "Kujejali mulutmu dengan itu kalau kau diam terus Kyuhyun-ah!" tukas Kibum dingin.

Kyuhyun menatap ngeri makanan yang baru saja disarankan Kibum secara kurang halus itu. Daging yang dicampur dengan banyak sayuran itu benar-benar membuat selera makannya hilang tiba-tiba.

"Aku makan ini saja," putus Kyuhyun, tangannya mengambil garpu dan pisau kemudian mulai menyantap roats meats yang sejak tadi memang ada dihadapannya, sesekali ia mengambil fish and chips dan memakan daging yang ada dalam Lancashire hotpot.

"Appa, lihat dia seperti anak kecil," Kibum menunjuk Kyuhyun yang masih menyingkirkan sayuran-sayuran yang tidak disukainya itu. Ayahnya hanya tersenyum dan menggelengkan kepala, memberi syarat kepada Kibum untuk membiarkan Kyuhyun.

"Lihat? Appai juga tak mempermasalahkan apapun," kata Kyuhyun puas. Ia menyeringai kea rah Kibum yang kini diam. Kemudian melanjutkan makannya.

Tidak ada yang bicara lagi setelah itu, Kibum menyerah untuk menyudutkan Kyuhyun dan Kyuhyun pun mulai menikmati makanan yang terasa baru di lidahnya itu.

Seusai makan malam, Tuan Cho membuka pembicaraan yang lebih serius. Ia mengajak Kyuhyun dan Kibum duduk santai di ruang duduk, memberi beberapa pepatah kepada kedua anaknya itu agar segera menyelesaikan semua berkas penting yang akan digunakan untuk test pertama beasiswa mereka. Kibum hanya menganggukan kepala saja sebagai tanggapan matanya masih betah membaca sebuah buku ditanganya, dan Kyuhyun bahkan tak memberikan tanggapan sama sekali. Anak itu tidur di pangkuan Kibum, dadanya naik turun dengan teratur dan mulutnya sedikit terbuka membuat siapapun ingin tertawa melihatnya.

"Kyuhyun-ah, berat!" Kibum menggerak-gerakan kakinya yang sedikit pegal. Tapi tak ada respon, bahkan anak itu tak terusik sama sekali.

"Biarkan saja sebentar, Kibum-ie.. dia pasti lelah setelah perjalanan jauh."

Kibum diam, setuju dengan apa yang dikatakan ayahnya. Kyuhyun pasti sangat lelah, apalagi anak ini belum benar-benar sehat. Kata Donghae, Kyuhyun masih harus meminum obatnya dan harus banyak istirahat.

Kibum menyimpan bukunya di atas meja. Ia menahan kepala Kyuhyun dengan tangan kemudian bangkit berdiri dan merebahkan Kyuhyun lagi.

"Kau mau kemana?" tanya sang ayah.

Tak ada jawaban, tapi Tuan Cho bisa melihat Kibum yang menyelipkan sebelah tangannya di bawah lutut Kyuhyun dan sebelahnya lagi menyanggah leher Kyuhyun kemudian mengangkatnya, memindahkan anak itu ke kamarnya.

Tuan Cho tersenyum, ia sudah terbiasa dengan sikap cuek Kibum, dan sekarang ia akan mulai membiasakan diri dengan sikap perhatian Kibum dalam diamnya itu.

.

.

Pagipun tiba, Kibum masih berusaha membuat Kyuhyun diam. Sejak bangun, Kyuhyun sudah berceloteh panjang lebar mengenai betapa gugupnya ia. Hari ini adalah hari pertama test seleksi masuk universitas yang mereka inginkan. Kyuhyun terus saja menyalahkan Kibum dan ayahnya yang tidak membangunkannya yang tertidur semalam padahal dia harus belajar untuk test hari ini. Anak itu tak menghiraukan penjelasan ayahnya mengenai tubuhnya yang belum benar-benar pulih dan harus banyak istirahat.

"Bagaimana kalau aku tak dapat menjawab apapun?!"Kyuhyun berteriak lagi di sela-sela sarapan mereka.

Kibum mulai jengah dengan sikap Kyuhyun. Ia tak habis pikir, darimana Kyuhyun mendapat tenaga untuk terus menggerutu seperti itu padahal sedang dalam keadaan tidak sehat? Asisten rumah tangga mereka bilang, Kyuhyun mengeluh pusing saat di bangunkan tadi dan katanya anak itu agak demam. Mungkin Kyuhyun kelelahan dengan perjalanannya dari Korea. Dan sekarang, Kyuhyun bahkan tak sadar sama sekali kalau dirinya tengah sakit?

"Kau sebaiknya diam, Kyu!" Kibum buka suara. Ia menutup buku yang sejak tadi dibacanya dan menatap Kyuhyun tajam. "Aku jadi tidak bisa belajar! Habiskan sarapanmu dan kita akan segera berangkat."

"Kau sendiri belajar! Aku malah disuruh sarapan. Ish, kau menyebalkan, Kibum!"

"Panggil dia Hyung, Kyuhyun-ie.. bukankah sekarang dia adalah Hyung-mu?" Tuan Cho datang dengan Koran ditangannya. Laki-laki itu duduk di kursi disamping Kyuhyun dan menyodorkan Koran itu kepada Kibum yang duduk dihadapannya. "Berita Internasional, kabar pernikahan ayahmu sudah beredar," ujarnya sambil menatap Kibum dengan senyum.

Kyuhyun menggerutu, menolak keras-keras usul ayahnya itu. "Kenapa banyak yang ingin aku panggil Hyung? DonghaeHyung memaksaku memanggilnya Hyung, dan sekarang Appa menyuruhku memanggil Kibum dengan hyung juga? Tidak mau!"

Tuan Cho hendak menegur, tapi Kibum memotongnya. "Biarkan saja dia, Appa," ucapnya tegas. Ia kembali membaca berita di Koran itu dan terkekeh pelan. "Mereka bilang kau dan Eomma bercerai karena kau jatuh miskin, lalu Eomma kembali pada Appa Kim yang telah mendirikan cabang perusahaan baru di London. Ini menggelikan, Appa."

Tawapun meledak begitu saja di ruangan itu. Kibum dan Tuan Cho pelakunya. Sedangkan Kyuhyun? anak itu diam memerhatikan apa yang mereka bicarakan. Artikel yang dibacakan Kibum itu memang menggelikan. Tapi Kyuhyun tidak tertawa sama sekali, ia sibuk meredakan rasa pusing yang tiba-tiba menyerang. Kepalanya terasa berat dan sekelilingnya terasa berputar.

"Kyu? Kyuhyun-ie.." Tuan Cho merangkul pundak Kyuhyun yang agak limbung. Ia menatap anaknya dengan tatapan khawatir.

Kibum segera bangkit, memberikan Kyuhyun minum dan kemudian mengusap pelipis Kyuhyun yang berkeringat. "Kau demam, sebaiknya kau istirahat saja."

"Tidak!" tolak Kyuhyun. "Aku ingin ikut test itu sekarang, Kibum.."

"Guru Kang bilang ada test susulan, Kyuhyun!"

"Jebal.."

"Tidak, Kyuhyun!"

"Appa.."

Tuan Cho menggelangkan kepalanya.

"Kibum-ie.. jebal.."

"Kyuhyun, kau ini kenapa keras kepala sekali, hm?"

"KibumHyung.. jebalyo.."

Apa? Kyuhyun bilang 'Hyung'? Tuan Cho tersenyum melihat usaha Kyuhyun membujuk mereka. Padahal tadi anak itu menolak untuk memanggil Kibum dengan 'Hyung'. Sedangkan Kibum? Dia tertawa puas.

"Aku tahu kau akan seperti ini Kyuhyun," Kibum menghela napas, meredakan tawa singkatnya. "Habiskan sarapanmu, minum obatmu, lalu pakai pakaian yang lebih hangat dan kita akan berangkat. 'Hyung' akan menjagamu, arrachi?!" kemudian ia berlalu menuju kamarnya.

Kyuhyun mendesah malas, ia segera melahap makanannya agar bisa segera berangkat ke kampus barunya. Bertemu orang-orang baru dan melakukan kegiatan-kegiatan baru lagi. Dengan memikirkan semua itu, ia menjadi senang. Biarlah Kibum senang dengan panggilan barunya, iapun akan senang dengan 'Hyung' barunya itu.

"Kibum-ie Hyung.." bisik Kyuhyun pelan hanya terdengar oleh dirinya sendiri, mencoba kata itu berulang-ulang hingga lidahnya tak asing lagi dengannya. "Kibum-ie Hyung, Kibum-ie Hyung.." terus berulang, hingga hatinyapun merasa senang dengan panggilan itu. Satu hal baru lagi yang menyenangkan untuknya. Kim KibumHyung.

.

.

Pintu tertutup, Kibum melangkah pelan menuju meja belajarnya, menyiapkan apa-apa saja yang akan ia perlukan hari ini di kampus barunya. Bersama Kyuhyun, adik yang dibawa ayah tirinya itu.

Ada yang aneh ketika mengingat keberadaan Kyuhyun, orang yang menjadi sahabatnya itu sekarang menjadi adiknya, teman serumahnya, keluarganya. Tak bisa dibandingkan dengan apapun, Kibum luar biasa bahagia. Keberadaan Kyuhyun di sisinya memberikan arti tersendiri untuk hidupnya. Terlebih Kyuhyun itu anak yang manis, lucu dan…. Astaga! Berhenti berpikiran aneh KimKibum!

Kibum menggelengkan kepala,. Mencoba menepis semua yang tiba-tiba hinggap di pikirannya. Ia melanjutkan kegiatannya dan segera berlari keluar. Kyuhyun sudah menunggu di bawah, dan ia tak boleh membuat anak itu menunggu lama.

"Kau lama sekali!"

Kibum mengacuhkan gerutuan Kyuhyun. ia mengambil kunci mobil yang tergeletak di atas meja telepon, berpamitan kepada ayahnya, kemudian berjalan tergesa menuju garasi.

"Tunggu di depan rumah saja, Kyuhyun!" teriaknya sebelum menutup pintu menuju garasi rumah.

Kyuhyun berdecak sebal, tapi tetap saja nurut. Hei! Kalau tidak, siapa yang akan mengantarnya sampai ke kampus? Daerah sekitar rumah saja Kyuhyun belum tahu betul.

.

.

Sesampainya di kampus, Kibum menjadi peta berjalan pribadi Kyuhyun. Sejak keluar dari mobil, Kyuhyun tak henti menanyakan berbagai tempat yang menurutnya akan diperlukan, Kibum hanya menurut saja, menjawab apapun yang ditanyakan Kyuhyun selama ia tahu jawabannya.

Sudah sejak satu minggu yang lalu Kibum menginjakan kaki di London, itu sebabnya ia menjadi lebih tahu apapun daripada Kyuhyun. Apalagi sejak kecil ia memang bolak-balik ke tempat ini untuk urusan kerja ayahnya. Sebelum ayahnya menjadi seterkenal sekarang.

"Kibum-ie, apa ruangan ujiannya masih jauh? Aku lelah.."

Kibum menghela napas mendengar keluhan Kyuhyun. "Kau lelah? Kau pikir aku tidak, hm? dari tadi kau mengajaku berkeliling, Kyuhyun.."

Kyuhyun merengut, "Kurasa kau tak perlu marah! Kalau kau lelah ya bilang saja, jangan menyalahkanku!"

"Aku tak marah, Kyu. Hanya saja—" kalimat Kibum terhenti. Seseorang menepuk pundaknya agak keras.

Ketika membalikan badan, Kibum mendapati seorang laki-laki cantik yang menatapnya dengan mata berbinar. "Heechul Hyung?" tanyanya ragu.

Laki-laki itu mengangguk dan memeluk Kibum dengan erat. "Kim Kibum! Kukira kita tak akan bertemu lagi!" teriaknya senang.

Kyuhyun dibelakang Kibum mendesah kesal, ia melangkahkan kakinya dengan cepat. Entah ingin kemana, padahal ujian seleksi akan dilakukan kurang dari setengah jam lagi dan Kyuhyun belum tahu letak ruangan ujiannya.

"Kau menyebalkan, Kim Kibum!" rutuknya dalam bahasa ibu, membuat orang-orang yang tak mengerti sama sekali dengan bahasa korea menatapnya aneh. Wajah Kyuhyun memerah ketika baru saja menyadarinya, ia bahkan tak tahu sekarang ia ada dimana dan ia juga baru sadar bahwa dia tidak sedang berada di Korea. Ah.. Tiba-tiba Kyuhyun merindukan Seoul.

"Dimana ini?" desahnya lelah. Ia duduk di salah satu bangku disisi koridor panjang itu dan mulai merasa menyesal karena meninggalkan Kibum begitu saja. Sekarang ia tak tahu harus kemana dan ujian seleksi beasiswa itu akan segera dimulai. Ponselnya ketinggalan di rumah, harus dengan apa dia menghubungi Kibum? "Phaboya!" rutuknya lagi.

"Siapa yang bodoh?"

Kyuhyun terperanjat. Seseorang tiba-tiba saja ada di sampingnya. Lagi-lagi seperti ini, terhanyut dengan beribu rutukan dalam hatinya sehingga tak menyadari orang-orang sekitarnya.

"Gwaenchanayo?" orang itu bertanya lagi. Kyuhyun menyadari sesuatu. Orang ini dari Korea juga!

"Gwaenchana," jawab Kyuhyun tanpa mengalihkan pandangannya. "Kau dari Korea?" tanyanya.

Laki-laki itu mengangguk. "Ya, aku mendengarmu mengumpat sejak tadi, kau benar-benar baik-baik saja?"

Gilirang Kyuhyun yang mengangguk. "Aku hanya tersesat, bisa menolongku?" pintanya ragu. Laki-laki itu tersenyum dan mengangguk.

"Tentu saja, Cho Kyuhyun-ssi."

Huh? Kyuhyun kaget. Kenapa bisa tahu?

Laki-laki itu mengulurkan tangannya. Kyuhyun menjabatnya dengan ragu. "Kau tahu namaku?"

"Ya," jawab laki-laki itu dengan pasti. "Choi Siwon imnida," ujarnya singkat kemudian menunjuk ID card yang tergantung di saku kemeja Kyuhyun.

Astaga! Cho Kyuhyun phaboya!

.

TBC

.

Annyeong!

aku gak tahan diprotes reader gegara cerita yang ngegantung itu..

jangan marahin aku lagi ya,, ini kan udah dibuatin sequel

dan bagi yang gak suka romance, disini inti ceritanya tetep brothership kok! romance nya dikit n gak bikin mual #menurutkusih

so, tetap review ya...