Surai baby blue yang begitu indah.

Manik mata bulat yang sewarna langit cerah.

Kulit seputih salju.

Bibir semerah cherry.

Duh, sungguh benar-benar makhluk ciptaan Tuhan yang terindah.

Yang sukses membuat sekumpulan pemuda tampan bernama Kiseki no Sedai itu terbuai oleh pesonanya pada pandangan pertama.

Kalau tidak salah ingat, nama orang yang sudah sukses membuat Kiseki no Sedai yang terkenal itu kelimpungan karena cinta adalah Kuroko Tetsuya.

Pemuda yang baru saja 3 hari menjadi penduduk baru di Universitas Tokyo.

Iya, pemuda.

Kiseki no Sedai jatuh cinta pada seorang pemuda.

Baiklah, bagi para fangirl Kiseki no Sedai, sudah disediakan tempat khusus untuk kalian bunuh diri. Tenang saja, tinggal tuliskan pesan terakhir kalian dan pemuda-pemuda tampan itu tidak akan membacanya.

Bercanda. Fangirl sudah merelakan idola mereka jika memang mencintai dan menjalin asmara dengan pemuda bersurai baby blue itu membuat mereka bahagia.

Tapi, kenyataan disini adalah, para fangirl itu masih bisa berbahagia hingga sekarang karena Kuroko Tetsuya, dengan tegas, polos dan juga kelewat datar, mejawabi pernyataan cinta para remaja tampan itu dengan kalimat berisi...

"Maaf, tapi aku bukan seorang homoseksual."

Kalau sudah begini, mau bagaimana?

Mengejar Cinta Kuroko Tetsuya!

1/?

Kuroko no Basuke © Tadatoshi Fujimaki

GoMxKuro

Sho-ai. Harem!Kuro. College. Humor (gagal). Alur abstrakisme. AU. T+

"Memangnya tampangku ini terlihat seperti seorang homo ya?" tanya pemuda manis bersurai baby blue dengan—Kuroko Tetsuya pada salah satu temannya—sebut saja Ogiwara Shigehiro yang tengah membaca buku sastra dengan tenang dipojokan perpustakaan yang kelewat sepi.

Ogiwara menghentikan sejenak kegiatannya, ia menggaruk pelipisnya ragu, "Bagaimana ya, bukan begitu. Tapi wajahmu itu kelewat manis Kuroko."

Kuroko menaikkan alisnya tidak mengerti, Ogiwara yang melihat itu menghela nafas, "Kau itu terlalu memesona dengan pheromone ukemu yang sungguh membahana dan ya kau tau sendiri."

Pemuda bersurai baby blue itu terlihat tidak puas dengan jawaban dari sahabatnya sejak kecil.

"Begini, kita buat ini menjadi simpel. Intinya, kau membuat semua laki-laki yang mengenalmu—ataupun melihatmu langsung berubah menjadi homo. Yah, termasuk aku juga sebenarnya." Ucap Ogiwara dengan tenang—seolah ia sedang membicarakan cuaca hari ini.

Manik bulat Kuroko menatap tajam Ogiwara yang kembali asyik dengan buku sastra Jepang ditangannya, "Tidak lucu, Ogiwara-kun."

"Menurutmu aku ini bercanda? Ayolah Kuroko, aku sudah mengatakannya padamu berkali-kali—aku sudah lupa berapa kali. Aku ini serius menyukaimu, kau tidak percaya?" katanya sambil menatap manik bulat sahabatnya.

Kuroko menggeleng, "Bagaimana aku bisa percaya jika setiap kali kau melihat dada perempuan kau masih tergoda untuk menyentuhnya."

"Hei! Kau berkata seperti itu seolah aku ini makhluk mesum!" protes Ogiwara tidak terima.

Pemuda mungil itu mengangkat bahunya, "Memang begitu kenyataannya."

Ogiwara menggeram, "Kuroko, jika saja aku tidak ingat jika kau adalah temanku sejak kecil kau pasti sudah kuperkosa."

"Sudah kukatakan, aku ini bukan seorang homo, Ogiwara-kun." Katanya cuek sambil memasangkan sepasang headset ditelinganya dan kembali berkutat dengan tugasnya.

"Kalau begitu biar kubuat kau menjadi homo dan memohon untuk kura—Ittai!" Ogiwara mendelik tajam kearah sebuah buku Susunan Metabolisme Manusia yang baru saja mendarat sempurna dikepalanya.

"Sekali lagi kau mengatakan hal seperti itu kepada Tetsuya, aku akan merobek mulut besarmu itu." ancam seorang pemuda bersurai scarlet yang baru saja memukulkan buku dengan tebal berlebihan itu dikepala Ogiwara.

Belum sempat Ogiwara membalas balik melemparkan buku sialan tersebut, sebuah tangan berbalut kemeja lengan panjang berwarna putih mengambil buku tersebut dari tangannya—yang otomatis mendapatkan tatapan protes darinya.

"Jangan gunakan bukuku untuk hal yang kekanak-kanakan nanodayo." Ucap sang pemilik tangan.

Ogiwara mendecih, ia kembali menyibukkan dirinya dengan bukunya—mengabaikan dua manusia yang kini duduk dimeja dihadapan sahabatnya—Kuroko.

Pemuda bersurai baby blue yang sedari tadi sibuk dengan tugas kuliahnya itu kini mengalihkan atensinya ketika merasakan kehadiran orang selain Ogiwara didekatnya—berterimakasihlah pada sebuah benda putih yang tersumpal ditelinganya.

"Akashi-kun, Midorima-kun, kenapa kalian ada disini? Tidak ada kelas?" tanya Kuroko heran. Pasalnya, kedua orang tersebut—Akashi Seijuurou dan juga Midorima Shintarou, yang merupakan mahasiswa jurusan Manajemen dan juga Kedokteran yang terkenal sibuk itu berada disini.

Akashi menggeleng—surai merah miliknya bergoyang pelan, "Tidak. Aku baru saja menyelesaikan kelasku, dan sekarang aku ingin menengok kekasihku, salah?"

Kuroko mendelik tajam, ia tidak pernah merasa menjalin hubungan dengan makhluk bermata belang didepannya, "Kalau Midorima-kun?"

"Kebetulan kelasku juga sudah selesai nanodayo, dan aku ingin mencari buku resensi untuk tugasku dan kebetulan melihatmu berdua saja dengan makhluk astral satu ini nanodayo." Jelasnya tak lupa sambil menaikkan kacamatanya—mengabaikan protes Ogiwara.

Kuroko hanya mengangguk mendengar jawaban Midorima yang lebih masuk akal daripada jawaban Akashi.

"Halah! Dasar pendusta, bilang saja kau ingin menemui Kuroko apa susahnya?" cibir Ogiwara cuek tanpa memandang Midorima. Dan Midorima berusaha keras untuk menahan dirinya agar tidak melemparkan buku setebal 15 sentimeter itu kemuka kurang ajar Ogiwara Shigehiro.

"Yo Tetsu!"

Kuroko melirik sebuah lengan yang melingkar sempurna dibahu mungilnya, samar, ia bisa mencium harum parfum maskulin yang digunakan oleh orang yang sudah seenak jidatnya merangkulnya seperti ini.

"Kurokocchi!"

Kali ini pemuda mungil itu hanya bisa memutar kedua bola matanya bosan. Belum sempat ia melayangkan protes sekarang seorang pemuda dengan surai pirang seenaknya saja memeluk tubuhnya—lebih tepatnya mencekik.

"Kalian bisa membunuh Kuroko kalau begitu caranya bodoh." Ucap Ogiwara sambil memukulkan bukunya kekepala masing-masing makhluk yang masih seenaknya bergelayut manja.

Si pemuda pirang merengek, "Ogiwaracchi, hidoi-ssu."

Ogiwara hanya menatap datar pemuda bersurai pirang yang bernama lengkap Kise Ryouta. Sementara pemuda yang satu lagi—Aomine Daiki, kini memilih untuk duduk dibangku kosong yang berada disebelah si mungil Kuroko.

"Kemana perginya raksasa satu itu?" tanya Ogiwara, pasalnya matanya sedari tadi tidak menangkap sosok pemuda yang merupakan orang tertinggi—tinggi badannya di gerombolan itu.

Aomine menguap, "Murasakibara sedang ada kelas."

"Lalu, Aomine-kun dan Kise-kun?" tanya Kuroko, ia melirik kearah Aomine melalui sudut matanya.

"Oh aku? Aku sedang malas." Ucapnya santai. Ia merebahkan kepalanya kemeja, namun matanya menatap intens kearah Kuroko yang kembali sibuk dengan tugas didepannya.

"Kalau aku, kelasku baru saja selesai-ssu. Lalu waktu aku mau kesini aku tidak sengaja bertemu dengan Aominecchi." Jelas Kise. Ia tersenyum-senyum sendiri—masih dengan posisi memeluk tubuh Kuroko.

Akashi yang melihat pemandangan itu tentu saja jengah. Ayolah, memang ada manusia yang bisa bertahan melihat orang yang kau sukai dipeluk-peluk oleh orang lain? Mungkin ada, tapi sayangnya manusia itu bukanlah Akashi.

"Ryouta, lepaskan tanganmu dari Tetsuya. Kau mengganggunya." Ucapnya. Kise terlihat terkejut sekaligus panik.

"Benarkah aku menganggumu Kurokocchi? Eh tapi, kenapa Kurokocchi sepertinya sibuk sendiri, kau sedang apa-ssu?" tanya Kise beruntun.

Kuroko menghela nafas lelah, lelah menghadapi Kise dengan segala kebawelan yang ia miliki, "Mengerjakan tugas. Setelah ini aku ada kelas. Jadi, aku permisi dahulu. Ayo, Ogiwara-kun."

Ogiwara yang diajak oleh Kuroko masih terdiam, ia nampak tengah berpikir, "Tugas apa?"

Manik bulat itu berputar malas, "Tata Bahasa. Ku kira kau membaca buku itu untuk mengerjakan tugasnya."

Pemuda bersurai oranye itu langsung bangkit dari duduknya dengan panik, "Astaga! Aku lupa! Kuroko pinjami aku milikmu."

"Tidak."

"Ayolah, kau jahat sekali."

"Kau ingin kita berdua mendapatkan E?"

Ogiwara menggeleng, benar juga apa yang sudah dikatakan oleh sahabatnya itu. Mencontek dalam mata kuliah Tata Bahasa adalah haram. Mencontek sama saja dengan mendapatkan nilai E dengan sukarela. Dengan enggan ia pun mengambil buku Sastra Jepang miliknya yang masih terbaca seperempat itu dan pergi menyusul sahabatnya yang sudah terlebih dahulu berlalu.

Dari sudut matanya, ia bisa menangkap gerombolan remaja disana yang menatapnya dengan pandangan tidak suka. Pemuda itu pun hanya bisa mengulum senyum nista.

.-.-.

Sepeninggal Kuroko dan Ogiwara, gerombolan remaja tampan yang terdiri dari Akashi Seijuurou, Midorima Shintarou, Aomine Daiki, Kise Ryouta dan Murasakibara Atsushi—yang kebetulan absen itu—atau lebih dikenal dengan sebutan Kiseki no Sedai saling melemparkan pandangan satu sama lain.

"Uh, Kurokocchi semakin imut saja-ssu. Kulitnya halus sekali. Suaranya juga merdu sekali-ssu." Racau Kise. Nampaknya pemuda pirang yang satu itu masih belum sadar dari euforianya.

Midorima mendecih, ia kembali fokus pada buku dengan tebal berlebihan itu—meski rasanya tangannya sudah sangat gatal ingin melemparkan buku itu kekepala Kise supaya pemuda itu amnesia.

Aomine menguap, kemudian ia menyandarkan punggung tegapnya kesandaran kursi, "Aku jadi ingin mendengarkan suara mendesah Tetsu yang memohon-mohon agar kusentuh."

"Cabul." Komentar Akashi pedas.

Pemuda bersurai navy blue itu hanya bisa menahan dirinya untuk tidak melemparkan ensiklopedia yang saat ini ada didekatnya ke orang bersurai scarlet yang masih setia dengan wajah angkuhnya, "Memangnya kau tidak cabul?"

Kali ini Akashi diam.

"Kalian semua itu sama saja. Sama-sama cabul nanodayo." Komentar Midorima sambil menutup bukunya.

Akashi menatap tajam Midorima, "Bukankah kau juga? Aku tau bintang mimpi basahmu itu Tetsuya."

Pemuda-pemuda yang ada disana tak kuasa menahan tawa mereka ketika mendengar ucapan frontal dari Akashi. Ayolah, seorang Midorima Shintarou, mahasiswa pintar dan rajin itu sering memimpikan sesuatu yang—ehem—bersama dengan Kuroko?

Walaupun kau mahasiswa kedokteran, hal itu tidak bagus untuk kesehatan jiwa dan ragamu Midorima.

Pemuda bersuria hijau itu hanya diam, namun jika dilihat lebih dekat lagi, wajahnya sudah memerah sempurna. Berterimakasihlah kepada mulut kurang ajar Akashi. Jika saja pemuda itu bukan teman semasa SMPnya, sudah pasti ia akan berakhir dengan sebuah benda berupa boneka kodok—yang merupakan lucky itemnya—yang tersumpal dimulutnya.

Tapi, sayangnya itu hanya khayalannya—karena ia masih sayang nyawa.

Gerombolan pemuda itu kembali diam. Hanyut dalam pikiran—maaf, imajinasi mereka masing-masing, mengabaikan berpasang-pasang mata gadis-gadis cantik yang berada disekitar mereka sambil tersenyum sendiri.

Gadis mana yang bisa tahan dengan godaan makhluk aduhay didepannya begini?

Yang jelas tidak ada—dengan catatan itu adalah gadis normal dan bukan yuri. Tapi, sepertinya mereka harus rela berstatus sebagai seorang penggemar, mereka tidak akan pernah mengisi pekerjaan sebagai kekasih dari salah satu pemuda disana karena mereka semua sudah memiliki orang yang mengisi hatinya.

.-.-.

Akashi Seijuurou. Midorima Shintarou. Aomine Daiki. Murasakibara Atsushi. Kise Ryouta.

Siapa yang tidak kenal mereka?

Gerombolan pemuda yang dikenal sebagai Kiseki no Sedai. Gelar tersebut mereka dapat ketika mereka baru saja menginjakkan kaki mereka di tanah SMP karena bakat luar biasa mereka dalam bidang basket—yang meski enggan mereka akui, mereka sudah berhenti menjadi atlit basket ketika mereka sudah berstatus sebagai mahasiswa.

Awalnya, mereka berlima memilih SMA yang berbeda. Tapi siapa sangka? Saat mahasiswa mereka justru bertemu kembali di Universitas Tokyo—masih dengan gelar Kiseki no Sedai yang melekat erat dinama mereka, meski mereka sudah enggan disebut lagi sebagai Kiseki no Sedai.

Tapi, mereka bisa apa? Yasudahlah, terima saja kenyataan. Toh meski bukan lagi menjadi atlit basket, ketampanan mereka tetap menjadi pujaan para wanita—dan juga lelaki homo.

Bisa dibilang, sekarang ini mereka hanyalah mahasiswa biasa—yang sekarang ini sedang duduk di semester satu dan tengah sibuk dengan tumpukan tugas yang semakin lama semakin menggunung dan ditemani oleh siraman rohani dari para dosen yang sungguh minta ditampol menggunakan raket nyamuk—itu khusus untuk Aomine sebenarnya.

Awalnya pemuda-pemuda itu berpikiran paling masa menjadi mahasiswa akan sama membosankannya dengan masa-masa SMA mereka.

Tapi, semua berubah ketika pada hari itu, mereka yang tengah berkumpul dilapangan basket melihat sesosok bidadara yang baru saja turun dari surga.

Dihadapanmu, eaa.

Mereka tidak bisa mengabaikan atensi dari manusia yang baru saat itu mereka lihat. Surai baby bluenya yang bergoyang kesana-kemari tertiup angin, kulitnya yang putih bersih—sangat kontras dengan Aomine—tubuh mungilnya, dan belum lagi, mata bulatnya yang sewarna dengan langit musim semi yang begitu... indah.

Lalu pantatnya yang...

Cukup. Hentikan semua kemesumanmu itu Aomine!

Untuk pertama kalinya dalam hidup mereka, mereka merasakan betapa indahnya cinta pada pandangan pertama.

"Dia akan menjadi milikku." Ucap Akashi percaya diri. Seringai kemenangan tersungging sempurna diparasnya.

"Orang semanis dia tidak mungkin memilih orang boncel sepertimu, tentu saja dia akan memilih orang yang maskulin sepertiku." Usai mengatakan hal tersebut, Aomine harus merelakan beberapa helai surai navy bluenya yang terhempas oleh gunting Akashi.

"Dia tidak mungkin mau dengan seorang penjahat kelamin sepertimu." Komentar Akashi setelah menyimpan kembali guntingnya.

"Mungkin dia akan memilihku. Soalnya dia kurus dan kecil sekali. Kalau bersamaku pasti akan kuberi makanan selalu, jadi dia bisa tumbuh besar sepertiku." Ucap Murasakibara dengan polos—atau bodohnya?

Kise mencibir, "Yang ada dia nanti obesitas. Tentu saja dia akan memilihku! Kise Ryouta sang model papan atas yang terkenal-ssu!"

"Hmph, percaya diri sekali. Menurut Oha-Asa, dia tidak akan memilih kalian semua. Dia akan menjatuhkan pilihannya padaku nanodayo." Kali ini Midorima menyerukan pendapatnya.

CKRIS

"Aku tidak menyangka kalian percaya diri sekali. Tentu saja dia akan memilihku." Akashi masih bersikeras dengan pendapatnya bahwa makhluk manis itu akan memilihnya sebagai pendamping hidup.

"Tidak! Dia pasti memilihku!"

"Aku!"

"Aku!"

"Aku!"

Beberapa pasang mata orang-orang disana memandang heran kearah gerombolan Kiseki no Sedai yang asyik bertengkar seperti bocah. Akashi yang berstatus sebagai orang paling waras disana akhirnya buka suara.

"Diam. Bagaimana jika membuktikannya langsung saja hm?"

Aomine mengangkat alisnya tidak mengerti, "Maksudmu?"

"Dasar bodoh, maksud Akashi adalah kita harus mengatakannya langsung pada orang itu nanodayo." Ucap Midorima—tidak lupa sambil menaikkan kacamatanya.

Pemuda berkulit tan itu dengan sekuat tenaga menahan dirinya untuk tidak melemparkan bola basket yang ada ditangannya itu kearah teman berkacamatanya. Begini-begini Aomine itu sayang teman kok.

Hening.

"Tunggu, memang kita tau siapa namanya-ssu?" tanya Kise memecah keheningan.

Hening lagi.

Sialan! Mereka 'kan tidak tau siapa nama malaikat pencuri hati mereka itu?! bagaimana mereka bisa mengatakan perasaan mereka?!

"Menarik. Kita lihat siapa yang bisa terlebih dahulu mengetahui nama si manis itu."

Baiklah! Misi pertama, mari cari tahu identitas si malaikat biru!

Mission one! START!

.-.-.

Demi kerang ajaib, Midorima tidak pernah merasa senista ini.

Menunggu didepan gerbang Universitas Tokyo dari pukul 7 pagi hingga sekarang dengan boneka teddy bear berwarna merah muda dipelukannya—kalau saja ia lupa jika boneka itu adalah lucky itemnya, Midorima bersumpah sudah membakar boneka itu sejak awal. Ia sudah berusaha sekeras mungkin untuk mengabaikan tatapan menghujat dari beberapa mahasiswa yang berjalan melewatinya.

Khusus hari ini, ia rela terdzalimi, semua ini demi malaikat biru mudanya.

Namun, sudah hampir 2 jam ia menunggu, ia tidak kunjung melihat si biru muda datang. Sial, padahal sebentar lagi dia ada kelas.

Dan sial kuadrat, ketika yang ia harapkan adalah kehadiran si biru muda bening, tapi yang datang justru biru butek yang minta didzalimi.

"Apa-apaan boneka ditanganmu itu? memalukan." Ejek Aomine sambil tertawa. Bagaimana ia tidak tertawa? Baru saja ia sampai, ia disuguhkan pemandangan seorang Midorima Shintarou sedang berdiri didepan gerbang layaknya patung selamat datang—jangan lupakan boneka merah muda yang sungguh sangat merusak mata Aomine.

Midorima menghela nafas, berusaha menstabilkan emosinya. Ia tidak mau masuk kedalam koran kampus hanya karena kasus pemukulan kaum duafa—baca: Aomine—yang kurang ajar, "Diamlah nanodayo. Aku tidak butuh komentarmu."

Aomine semakin tertawa keras, kini ia dengan kurang ajarnya memukul-mukul punggung Midorima, "Lucu sekali kau kawan. Oh, jangan katakan padaku kau sedang menunggu kedatangan seseorang? Si manis itu bukan?"

Wajah Midorima memerah, ia segera menendang pantat Aomine—yang tentu saja mendapatkan protes dari empunya.

"Kau ini cabul sekali. Ini masih pagi dan juga ditempat ramai. Aku tidak menyangka." Kometar Aomine sarkastik sambil mengelus pantatnya yang terasa nyeri karena tendangan Midorima yang tidak bisa dikatakan pelan.

Sedangkan Midorima hanya diam dan tidak memedulikan Aomine. Ia tidak mau kehilangan sosok malaikat birunya begitu saja karena meladeni omongan tidak bermutu Aomine.

"Sepertinya menunggunya disini bukan hal yang buruk." Ucap Aomine tiba-tiba sambil menyandarkan tubuhnya dipagar. Midorima yang mendengar itu mendelik tidak terima—dan dibalas tatapan tidak peduli dari Aomine.

Detik demi detik telah berlalu, hingga tidak terasa mereka sudah menunggu dalam keheningan selama 10 menit. Bagi Aomine, 10 menit adalah waktu yang sangat lama.

"Ohayou-ssu! Aku tidak menyangka pagi-pagi begini sudah disuguhkan pemandangan akur kalian berdua-ssu." Ucap seorang pemuda bersurai pirang yang baru saja berlari kearah mereka. Senyum lebar—menurut Aomine itu adalah senyum bodoh—menghiasi paras tampannya, membuat beberapa gadis disana menjerit tertahan.

"Diamlah." Hardik Aomine jengah. Ia menguap menahan kantuk.

Kise tersenyum sendiri, ia pun mengambil posisi didekat Aomine, "Kalian berdua pasti menunggu si manis itu 'kan-ssu? Huh, aku tidak akan kalah, aku juga akan menungguinya!"

Midorima memutar kedua bola matanya bosan, ia berdoa didalam hati semoga saja setelah ini ia tidak mengalami gangguan telinga karena terlalu banyak mendengar celotehan dari manusia berisik satu ini.

Belum lama mereka menunggu, dua orang yang tidak asing bagi mereka datang menghampiri, siapa lagi jika bukan Akashi dan juga Murasakibara? Sekali lihat, Akashi sudah tau jika kumpulan makhluk astral itu pasti tengah menunggu kedatangan si manis.

"Baiklah, sepertinya baik aku maupun Atsushi akan ikut bergabung dengan kalian semua." Ucap Akashi tiba-tiba dan seenaknya.

Murasakibara hanya bisa ber'eh' ria karena ia tidak mengerti. Rupanya Akashi lupa jika salah satu temanny aitu memiliki kemampuan itak yang sedikit lambat dibandingkan orang kebanyakan—tidak, Akashi tidak mengatakan jika temannya ini idiot, oke?

Midorima berusaha untuk menghilangkan rasa risih yang sedari tadi menggerogoti dirinya. Ayolah, ia paling tidak suka dipandangi dengan mata jelalatan oleh orang sebanyak dan waktu selama ini. Jika saja bukan demi malaikat manisnya, maka Midorima tidak akan pernah sudi berdiri disini bersama dengan teman-temannya yang sebenarnya agak autis ini.

Rupanya pemikiran Midorima sejenis dengan Akashi—tidak, tapi sama dengan para anggota Kiseki no Sedai yang lain. Mereka mulai jengah ditatap lekat oleh beberapa hadis yang lewat dihadapan mereka.

Belum lagi dengan suara 'haha-hihi' yang tidak luput dari pendengaran tajam mereka.

Semakin lama, para Kiseki no Sedai bisa merasakan jika gadis-gadis ini melambatkan langkah mereka—agar bisa lebih lama memandangi mereka, dan secara tidak sadar sudah menyebabkan sedikit kericuhan.

'Wanita itu memang merepotkan.' Pikir mereka semua.

Akashi dengan sabar menahan keinginannya untuk tidak melempari manusia-manusia berisik itu dengan gunting saktinya, ia tidak mau termuat dalam koran kampus dengan berita yang sangat tidak awesome.

"Maaf, kalian menghalangi jalan." Sebuah suara yang terdengar begitu halus dan lembut menembus gendang telinga mereka. Mereka pun segera menoleh kearah sumber suara, dan seolah mereka bisa merasakan jika dunia baru saja berhenti berputar.

Mata biru itu. rambut baby bluenya.

Orang dihadapannya ini.

Orang ini.

Malaikat sang pencuri hati mereka.

"Halo?" sang malaikat kembali bersuara, ia mengibaskan tangannya didepan pemuda-pemuda yang masih setia dengan tampang cengo mereka.

Pemuda-pemuda itu berusaha menahan diri untuk tidak memerkosa orang itu sekarang juga karena auranya yang sungguh... sulit dijelaskan dengan kata-kata.

"Oi, Kuroko! Kenapa kau senang sekali menghilang sih?!" sungut sebuah suara. Kiseki no Sedai pun serempak menoleh lagi, mereka mendapati seorang pemuda bersurai oranye yang tengah berdiri dibelakang sang baby blue.

"Maaf. Anou, Ogiwara-kun, bisa kau katakan pada mereka untuk memberi jalan? Sepertinya mereka tidak menyadari keberadaanku." Ucapnya dengan nada datar dan juga sedikit kesal.

Pemuda bernama Ogiwara itu hanya bisa berdiri layaknya orang bodoh karena tidak memahami maksud dari temannya.

Si baby blue merengut kesal, ia pun berusaha untuk menerobos barikade pemuda tampan dihadapannya jika saja sebuah tangan tidak menahan lengannya.

"Siapa namamu? Kau berada dijurusan apa?" tanya Akashi, manik dwiwarnanya berkilat tajam.

"Aku?"

Akashi mengangguk, orang dihadapannya itu terlihat sedikit bingung, "Kuroko Tetsuya. Jurusan Sastra Jepang, semester pertama. Ada apa?"

Akashi tidak bisa menahan senyumnya. Ia langsung menarik sosok yang bernama Kuroko Tetsuya itu dan...

...menciumnya dengan ganas.

Semua orang disana shock. Mendadak menjadi patung.

Ini bukan mimpi 'kan?

"Mulai hari ini kau adalah kekasihku."

Gila, Akashi sudah mulai gila.

Wajah Kuroko memerah, ia menatap tajam Akashi yang masih setia dengan senyum nistanya dan...

PLAK!

"Maaf, tanganku terpeleset. Dan satu lagi, aku tidak mau menjadi kekasihmu karena aku bukan seorang homoseksual." Jawab Kuroko datar. Pemuda itu hendak berlalu darisana sebelum kejadian beruntun menderanya.

Dua kecupan dipipi.

Usapan dikepala.

Dan sebuah sentuhan kurang ajar dipantatnya.

PLAK PLAK PLAK PLAK!

Empat orang Kiseki no Sedai sudah merasakan tamparan penuh cinta dari orang yang menjadi pujaan mereka—khusus Aomine, ia mendapatkan yang paling keras karena sudah terlalu kurang ajar.

Kuroko hendak berlalu darisana, tapi gerombolan pemuda itu tidak mau memberikannya jalan. Pemuda mungil itu menatap tajam manusia dihadapannya, wajahnya memerah menahan malu dan juga amarah, "Mau kalian itu apa?"

Dengan lugas mereka menjawab, "Jadi kekasihmu."

Kuroko menghela nafas lelah, "Maaf, tapi aku bukan seorang homoseksual." Ucapnya dan berlalu darisana—memanfaatkan keterkejutan dari pemuda-pemuda itu.

Sepeninggal Kuroko, suasana disana masih sepi—beberapa orang menatap prihatin dan juga tidak percaya kearah Kiseki no Sedai yang sedang terkena apes hari ini.

Sudah ditolak, dikasih tamparan lagi.

Tiba-tiba, lima pemuda itu tertawa kecil sambil memegangi pipi mereka. Mata mereka berkilat tajam.

"Kita lihat saja nanti, kau pasti akan jatuh ketangan kami, manis."

Orang –orang disana merinding, mereka bergegas meninggalkan segerombolan pemuda yang dalam tahap berbahaya mereka.

Baiklah, misi pertama sudah sukses—walaupun tidak terlalu mulus. Saatnya untuk bilang 'horay' bukan?

.-.-.

Kiseki no Sedai tersenyum geli mengingat masa-masa dimana pertemuan pertama mereka dengan Kuroko Tetsuya.

Yah, kira-kira sudah 3 bulan berlalu semenjak kejadian itu. Setidaknya mereka sudah lebih dekat sekarang, meski terkadang ada Ogiwara yang suka mengumbar kedekatannya dengan Kuroko—mentang-mentang dia ini sahabat masa kecil Kuroko.

Tapi, hal itu hanya dianggap angin lalu oleh pemuda-pemuda tampan itu. Yang penting status mereka itu hanyalah sahabat.

Selama janur kuning belum melengkung, kesempatan itu masih terus ada bukan? Tidak peduli sudah berapa kali ditolak, rasa cinta untuk Kuroko Tetsuya tidak akan pernah berkurang.

Sampai keujung dunia pun, akan tetap dikejar.

Cie.

Jadi, bolehkah melanjutkan ke misi selanjutnya?

Hm, tentu saja.

Mission two! START!

To be Continued

a/n:

Ehem, saya tidak mau banyak bicara dulu nih—berhubung ini fict pertama saya tentang KisekixKuro. Hehe. Ohya, disini saya buat Aomine sama Kise itu kuliah di Universitas yang sama seperti yang lain, soalnya kalau Aomine di Akademi Polisi, dan Kise di Sekolah Penerbangan itu nanti kurang greget ._.v

Oh ya, kalian boleh request mau pair yang mana yang per chapter porsinya paling banyak. Tapi ingat, ini KisekiXKuro lhoh~ jangan melenceng ya hehe~

Saa, review minna?