Little Sun
Chapter 5 – fühlst du es?.
Saat kita begitu percaya dan begitu menyayangi, kita serahkan semua yang kita punya pada orang-orang yang kita percaya dan kita sayangi tanpa tahu bahwa mereka juga berpotensi besar menghancurkan kita jika mereka bertindak egois
.
Selamat malam semuanya… Selamat tahun baru 2019 dan maafkan Shiori yang sangat terlambat mengucapkannya. Di pergantian tahun ini, besar harapan Shiori bahwa Shiori akan semakin produktif di dunia menulis dan menjadi penulis yang lebih baik lagi. Shiori juga berharap para pembaca juga mendapatkan yang terbaik ya di tahun ini. Semangat dan jangan menyerah pada apa yang kalian kejar, seberat apapun rintangannya.
Adakah yang masih merindukan tulisan Shiori di FFn ini? Semoga chapter terbaru dari Little Sun ini mengobati kerinduan pembaca (itupun jika Shiori masih dirindukan disini T.T). Shiori berusaha memberikan nyawa pada Little Sun seperti awal dulu Shiori menulis tanpa bayang-bayang drama hidup yang sedang Shiori alami, LOL. Semoga para pembaca dapat memetik pesan yang berusaha Shiori sampaikan dalam Little Sun dan semoga Little Sun selalu ada di hati para pembaca.
Enjoy ^^
.
Seminggu berlalu sejak Gaara menemuiku. Selama seminggu aku berusaha berungkali menenangkan pikiranku yang ingin kembali menarik apa yang aku ucapkan pada Gaara. Plin plan? Kalian bisa sebut seperti itu. Tapi, jika kalian menjadi aku, dimana Gaara adalah porosmu untuk hidup dan terus berjuang, walaupun dia mengkhianatiku – menyakitiku seperti 'dia' dan mereka dulu melakukannya padaku…tapi hanya dialah sumber kekuatanku selain Kyuubi, Deidara-Nii dan Nenek Mito yang selama ini mengobati lubang dalam hatiku. Gaara…pria kedua yang merasakan apa yang aku rasakan dan dia bisa membuktikan pada keluarganya – pada ayahnya bahwa dia adalah anak yang dapat dibanggakan, dialah penerus keluarga Sabaku. Itu yang aku lakukan dulu, sebelum malapetaka itu datang.
Aku berbohong jika mengatakan aku kuat dan aku tidak lagi ketakutan akan bayang-bayang itu. Setiap malam, ketika bayang-bayang itu kembali datang aku akan menjerit dalam tidurku yang membuat semua orang khawatir. Aku tidak ingin mereka mengkhawatirkanku lagi. Sudah cukup merepotkan aku bagi mereka. Sudah cukup kebencian, penderitaan dan juga dendam yang merasakan demi aku. Biarlah aku saja yang menanggung semuanya dan biarlah mereka tenang dengan hidup mereka. Terutama Nenek. Disaat mereka membuangku, tidak mengakuiku, mengasingkanku, hanya nenek yang membuka kedua lebar kedua tangannya untukku. Nenek menentang semua peraturan itu dan membawaku kembali….membawa pada keluarga yang sebenarnya.
Kerutan di bawah mata Nenekku memang samar dan walaupun usianya tidak lagi mudah, tapi Nenekku tetaplah penguasa klan Uzumaki, semua tunduk padanya. Nenek menikmati sarapan paginya sambil mendengarkan penjelasan kakakku – Deidara yang memberikan laporan tentang bisnis keluarga kami. Deidara-nii adalah iron manku. Demi aku dia keluar dari lingkungan mereka dan memilihku, memilih aku dan nenek. Walaupun terkadang dia menyebalkan dengan sikapnya yang sangat posesif dan over protektif, tapi aku menyayanginya…sangat menyayanginya. Sebesar apapun kesalahan yang aku lakukan, Deidara-nii akan tetap tersenyum, memelukku dan memaafkanku, mengarahkanku, membenarkanku. Deidara-nii mengerutkan alisnya tidak setuju dengan usul Nenek, tidak membantah namun tetap mendengarkan usulan nenek sebelum berbalik menyerang.
Pagi yang indah untukku. Aku meninggalkan nenek dan niisanku yang masih berdebat, dan pergi dari ruang makan menuju halaman belakang rumah nenek. Udara pagi yang sejuk, suara angsa yang saling bersahutan di danau kediaman ini, dan bunga berwarna warni yang menghiasi pinggir danau. Inilah rumahku yang seharusnya.
"Pagi yang indah, sepupu", suara kekanakan ini. Aku berbalik dan memandang sepupuku – Charles yang terlihat siap dengan pakaian kerjanya. Mata saphirenya memandang jenaka ke arahku. "Grandma bilang kau pasti disini",
"…dan aku mencariku?" tanyaku yang dibalas anggukan olehnya. "was its loss?1" tanyaku lagi.
Charles mengambil tempat duduk di sebelahku, tidak terlalu dekat karena dia tahu apa ketakutanku. Charles menatapku cukup lama. "Aku dengar kau mengalami kecelakaan?" tanyanya dengan bahasa jepang yang patah-patah. Aku tertawa karenanya. Charles terlalu mewarisi darah paman Aaric dibandingkan dengan bibi Shizuka.
"Ihr Japaner hat sich nie entwickelt, wissen Sie. wie ein Kindergartenkind2", ejekku masih dengan tertawa. Bukannya marah, Charles malah ikut tertawa. Yups…inilah sepupu idiotku dan inilah caranya untuk menghiburku, dengan bahasa jepangnya yang patah-patah. "Terima kasih, Charl", seruku sambil menatapnya setelah tawa kami berhenti.
"Untuk?" tanyanya dengan pandangan jenaka.
"for everything you have done to me", seruku yang membuat senyumnya mengembang. "Aku bersyukur sekali Grandma membawaku kemari. Inilah rumahku",
"Für immer ist dein Haus hier. Wir werden immer unsere Arme für Sie öffnen. besonders ich, ich werde immer da sein, um dich, kleine Schwester, zu unterhalten. Außer wenn ich heirate, wird meine Frau dich treten, wenn du mich immer überall siehst3" jawabnya dengan senyuman mengejek. Aku mencibir mendengar jawabannya.
"Enak saja!" seruku kesal. "Semoga kau tidak bertemu dengan jodohmu dan menikah! Jadi bujang lapuk selamanya", seruku kesal. Charles semakin tertawa mendengar kekesalanku.
"Kau juga…jangan galak-galak pada Sasuke. Padahal dia sudah menolongmu",
Aku memandang horror Charles yang baru saja menyebutkan nama anak ayam yang manja itu. Bagaimana Charles bisa kenal dengan anak ayam itu? Tidak! Ya Tuhan!
"Sasuke dulu teman sekampusku disini", serunya riang dan semakin tertawa melihatku yang semakin shock dengan penjelasannya. "Kau harus lihat wajah menyebalkannya saat kau memilih pergi ke sini dibanding merawatnya", Charles masih tertawa sedangkan aku.
Ya Tuhan! Apa lagi ini! Jeritku di dalam hati. Aku tidak ingin berhubungan dengan laki-laki arogan menyebalkan itu lagi. Melihat wajahnya yang selalu menyeringai itu membuatku emosi. Kenapa juga dia yang harus menolongku. Kenapa kau mengirimnya untuk menolongku, Tuhan?
"Sasuke…kamu benci banget ya sama dia?" tanya Charles dan aku mendengus mendengar pertanyaannya. Seharusnya dia nggak usah tanya kan. "Padahal dia baik loh, Naru. Kalau tidak salah, dulu dia sempat mau mengenalmu", lanjut Charles yang berpikir keras.
"Hah?!" apalagi ini?
.
.
.
6th August, XXXX
Monday dan aku kembali bertugas di rumah sakit Uchiha – dimana tanggung jawabku sekarang. Banyak dokumen yang harus aku periksa mengenai pasien rumah sakit, jadwal operasi dan kebijakan rumah sakit lainnya. Kulepas kaca mata bacaku dan memijat pangkal hidungku. Aku lebih memilih berurusan dengan pasien dan ruang operasi dibandingkan dengan dokumen yang banyak ini. Seberapa banyak aku mengeluh tentang dokumen tetap tidak bisa menghapus rasa cintaku akan pekerjaanku ini. Hanya dengan melihat senyum bahagia pasien dan keluarga pasien sudah menjadi kebahagiaan yang besar bagiku. Mungkin orang lain memandang hal ini terlalu berlebihan? Terserah pandangan orang lain…aku tidak akan lagi memikirkan pandangan orang lain. Asalkan kita melakukan semua perbuatan yang diperintahkan oleh Tuhan, biarkan Tuhan yang menilai – inilah pesan Grandma dan aku merasa cukup dengan ini.
Pintu ruanganku terbuka dan wajah Itachi-Nii menyembul dengan ekspresi lelah yang tidak ditutupinya. Orang lain mungkin berpikir bahwa Uchiha Itachi adalah sulung uchiha yang berwibawa, dingin dan tidak tersentuh. Nyatanya…orang lain – orang luar hanya memandangnya dari kulitnya. Itachi-nii adalah orang yang hangat dan aku menyayanginya, dia bagaikan kakak keduaku. Tanpa sungkan, Itachi-nii langsung merebahkan tubuhnya di sofa dan menutup matanya dengan lengan kanannya. Kasihan sekali…apa dia ada masalah dengan Ino?
Kubereskan dokumen-dokumen di atas meja dan menelpon sekertarisku untuk mengambilnya nanti sore. Aku berjalan keluar dari meja kerjaku menuju pojok ruangan dimana pantry mini berada dan membuka lemari pendingin. Sebotol soda akan mendinginkan kami berdua kan. Tidak ada yang bisa menolak kesegaran soda.
Itachi-nii tidak merubah posisinya. Aku duduk di sofa di sebelahnya dan mendekatkan botol soda yang dingin itu pada pipi Itachi-nii. Dia berjengit tapi tidak menolak soda yang kuberikan. "…kau tidak apa-apakan Itachi-nii?" tanyaku
Itachi-nii bangun dari rebahannya dan menenggak soda yang kuberikan dengan rakus hingga soda tersebut tandas. Aku hanya menatapnya heran. Apa dia terlalu haus? Kenapa botolnya tidak dimakan sekalian? "Jadi?" tanyaku tidak sabar. Melihat Itachi-nii seperti ini berarti dia sedang mengalami sebuah masalah yang menguras emosinya.
Itachi-nii tidak segera menjawab, tapi dia menatapku lama…sama seperti bagaimana Charles menatapku – aku jadi merindukan sepupu idiotku itu. "Apa kau sangat membenci Sasuke, Naru?" tanya Itachi-nii dengan pandangan dalam padaku. Pandangan seorang kakak yang sangat hangat, seperti Deidara-nii dan Charles.
Tuhan, kenapa selalu anak ayam itu yang menjadi bahan perbincangan selama dua minggu ini. Tidak di jerman dan di sini, semua membicarakannya. Apa salahku? Mungkin Itachi-nii melihat keenggananku menjawab pertanyaannya. Itachi-nii menghembuskan nafasnya lelah sambil menatapku.
Aku…aku tidak tahu apakah aku membenci anak ayam itu. Hanya saja, dia selalu membuatku kesal. Membuatku selalu marah dan ingin sekali mencakar, memukul atau memutilasi wajah sok tampannya itu yang selalu menyeringai dengan menyebalkan padaku. Matanya yang tajam itu, yang seakan-akan bisa melihat apa yang aku rasakan selama ini selalu membuatku takut. Aku takut jika nantinya mata itu melihat diriku yang sesungguhnya. Benarkah seperti itu Naru? Apakah benar jika aku memang membencinya? Seperti aku membenci mereka? Tidak! Aku tidak membencinya seperti aku membenci mereka. Aku….
Bukankah dia mengingatkanmu akan seseorang?
"Tidak", seruku lirih dan entah kenapa tubuhku menggigil ketika kilasan itu kembali datang.
Tatapan matanya yang tajam namun lembut...sama bukan seperti dia. Sikap arogansi yang hanya ditunjukkan kepadamu…bukankah sama seperti dia.
"Tidak….tidak!",
Mata tajam yang selalu memandangku lembut itu memicing penuh amarah. Tangan yang selalu menggenggamku lembut, menahan kedua tanganku dan mengubah pakaianku menjadi kain perca. Rintihan dan permohonanku yang tidak didengar. Teriakan putus asaku. Suara robekan pakaian yang semakin nyaring dan jeritanku yang semakin nyaring pula. Suara hujan dan petir yang menghalangi permohonan tolongku. Mahkotaku…mahkotaku yang kujaga untuknya, dia juga yang merebutnya. Pelukan hangat yang selalu menenangkanku berubah menjadi tindihan penuh pemaksaan, merusak tubuhku, mengoyak harga diriku. Tuhan!
"You're mine", Tidak! Aku tidak mau mendengar suara ini lagi.
.
.
.
Uchiha Sasuke dengan tangan yang masih di gips, berjalan dengan penuh percaya diri dan kekesalan yang nampak di kedua matanya – namun pesona tengah Uchiha terlalu sulit untuk ditolak. Baik pasien, perawat, siapapun yang melihatnya saat ini di lorong rumah sakit memandangnya penuh kekaguman. Uchiha Sasuke mengabaikan setiap tatapan itu dan terus mengikuti Itachi Uchiha yang berjalan menuju ruangan direktur rumah sakit ini – Uzumaki Naruto. Perempuan yang kembali memporakporandakan dirinya. Seluruh pertahanan dirinya seakan-akan hancur jika berada di dekat perempuan itu. Uchiha Sasuke kembali menjadi Uchiha Sasuke yang naif, jahil, dan perduli akan orang lain.
Begitu Itachi masuk ke dalam ruangan, Sasuke tetap berdiri di depan pintu menatap pintu tersebut penuh minat seakan-akan yang ditatapnya sekarang adalah perempuan yang ingin sekali ditemuinya. Mata birunya yang menatapnya nyalang berbeda dengan pandangan pertama kali saat Sasuke melihatnya yang rapuh dan kesakitan. Hanya dengan memandang permata sapphire tersebut Sasuke seakan-akan bisa melihat kesakitan yang tengah dipendamnya, lubang di dalam hatinya. Lubang yang mungkin lebih besar dari lubang di hati Sasuke sendiri. Seharusnya permata sapphire itu penuh keindahan seperti pertama kali mereka bertemu. Penuh dengan kebahagiaan dan keceriaan yang menular ke semua orang termasuk dirinya. Seharusnya perempuan bermata sapphire itu tetap menjadi matahari dan tidak layu seperti sekarang.
"Tidak! Jangan Sentuh Aku!" suara jeritan yang tidak terlalu keras tapi Sasuke mampu mendengarnya.
Mengabaikan sopan santun yang selama ini dijaga dan dielu-elukan oleh keluarganya, Sasuke membuka – tidak mendobrak pintu ruangan Naruto. Entah sudah berapa lama Sasuke berdiri di depan ruangan Naruto hingga akhirnya dia melihat Naruto yang tengah bersimpuh di lantai dengan wajah penuh ketakutan, permata sapphire yang terus menangis dan memandang sekitarnya tidak fokus dan kakaknya – Itachi yang berusaha menenangkan Naruto yang terus menerus ditolak Naruto yang ketakutan.
"Kumohon! Lepaskan aku!" seru Naruto yang membuat sesuatu di dalam tubuh Sasuke berdarah menatapnya.
"Naru…sadarlah, Naru", seru Itachi yang tidak menyadari kehadiran Sasuke di dalam ruangan tersebut.
"Ampuni aku! Kumohon!" seru Naruto kembali.
"Fuck!" seru Sasuke yang langsung bergerak mendekati Naruto. "Naruto", seru Sasuke penuh penekanan membuat Naruto menatapnya dan tubuh yang ringkih tersebut semakin menggigil penuh ketakutan.
"…j-jangan mendekat", seru Naruto menatap mata kelam Sasuke.
Sasuke mengabaikan ucapan Naruto dan terus mendekat. Sasuke juga mengabaikan seruan Itachi untuk memanggil Shikamaru. Sasuke menarik Naruto ke dalam pelukannya, menahan tubuh Naruto yang terus berontak dan menjerit penuh ketakutan.
"…sst…tenanglah Naruto", seru Sasuke lirih. Sasuke membelai punggung Naruto menenangkannya dan membiarkan Naruto terus menangis dan memohon untuk dilepaskan. "... du rettest Naruto ... er wird dich nicht mehr verletzen4…." Sasuke terus mengulangi ucapannya, terus membelai punggung Naruto penuh kasih sayang dan mengecup puncak kepala Naruto berulang kali.
"….Ich werde ihn nie wieder berühren lassen. Ich werde dich beschützen, Naruto5",
Itachi memandang Sasuke dengan dalam seakan-akan mempertanyakan keseriusan ucapan Sasuke barusan. Sasuke yang merasa sang kakak menatapnya membalas tatapan Itachi dengan penuh tekad dan arogansi khas Uchiha. Rontaan Naruto semakin melemah beserta suara tangisan yang terus melemah, hingga akhirnya suara tangisan itu tidak ada lagi. Menyisakan suara tarikan nafas yang teratur.
"Dia tertidur. Aku akan memanggil Shikamaru", seru Itachi namun belum berapa langkah Itachi keluar dari ruangan Naruto, suara Sasuke menghentikannya.
"Aku akan membawa pulang Naruto, Shikamaru bisa merawatnya di rumahnya", seru Sasuke yang kini membawa Naruto dalam gendongannya keluar dari ruangan. Itachi hanya bisa menatap kepergian adiknya dan Naruto yang tertidur.
Ino menghampiri Itachi yang terdiam di dalam ruangan Naruto, terdiam – tidak lebih tepatnya termenung dengan pemikirannya sendiri. "Itachi-kun, apa yang terjadi? Kenapa Sasuke membawa Naruto?" tanya Ino penuh kekhawatiran.
Itachi menatap Ino yang khawatir, kemudian tersenyum menenangkan Ino yang khawatir. "Tidak apa-apa, Sasuke akan menjaga Naruto. Segera panggil Shikamaru untuk pergi ke Mansion Uzumaki. Sepertinya Naruto akan kembali cuti besok", Itachi menepuk pundak Ino dan keluar dari ruangan Naruto meninggalkan Ino yang terdiam mencerna penjelasan Itachi.
.
.
Bayangan itu muncul kembali. Hari itu..dimana 'dia' merampas dan menghancurkan semua yang kujaga, semua yang kumiliki. Permohonanku untuk memintanya berhenti tidak digubrisnya padahal sebelumnya segala permohonanku selalu dipenuhinya, selalu dikabulkannya. Tapi sekarang… Tubuh tegap yang selalu kupuja, yang selalu kujadikan sandaran ketika semua terasa berat, yang selalu melindungiku, yang selalu memelukku dengan hangat, berbalik menjadi pelukan yang kubenci, pelukan yang tidak ingin kujadikan sandaran, pelukan yang menghancurkanku, pelukan dingin yang menakutkan, pelukan yang membawaku pada pengasingan.
"…sst…tenanglah Naruto" suara ini… aku pernah mendengar suara ini dan suara ini berbeda dengan 'dia'. Caranya memanggil namaku juga berbeda. 'Dia' tidak akan pernah memanggil lengkap namaku penuh penekanan seperti ini.
"... du rettest Naruto ... er wird dich nicht mehr verletzen4…." suara ini lagi. Benarkah aku sudah aman? Benarkah 'dia' tidak akan melukaiku lagi? Semua orang mengatakannya tapi buktinya, 'dia' tetap menghancurkanku, melukaiku dan menghempaskanku lagi. Tidak ada lagi Gaara yang akan melindungiku dari jangkaun 'dia'. Siapa yang akan melindungiku dan berhadapan dengan 'dia' nanti? Punggungku menghangat…seperti seseorang yang membelai punggungku, puncak kepalaku…puncak kepalaku juga menghangat dan sebuah belaian – tidak, seseorang mengecupku.
"….Ich werde ihn nie wieder berühren lassen. Ich werde dich beschützen, Naruto5", suara ini lagi. Ketika dia memanggil namaku, aku merasa seakan-akan kupu-kupu beterbangan di perutku, tubuhku tidak lagi menggigil. Tubuhku menghangat dan…apakah ini pelukan? Aku merasa seseorang memelukku. Seseorang dengan aroma parfum mint, kayu manis dan musk. Benarkah seseorang ini akan melindungiku? Bolehkah aku percaya sekali lagi?
Suara kicauan burung dan sinar matahari yang mengenai wajahku membuatku membuka mata. Langit-langit kamarku adalah yang pertama kali aku lihat. Apakah aku berada di kamarku? Bukankah seharusnya aku berada di ruangan kerjaku? Kenapa aku bisa ada disini? Tubuhku terbalut bad cover dan selimut yang biasa aku pakai di kamarku. Aku berusaha duduk di di tempat tidurku dan memandang sekeliling kamarku sampai akhirnya aku menjerit. Apakah aku berlebihan jika aku melihat penampakan orang menyebalkan tidur di sofa kamarku? Bagaimana bisa dia masuk ke kamarku?
"Dobe! Ini masih terlalu pagi, jangan berteriak!" serunya tanpa menatapku dan tetap pada posisinya yang terbaring di sofa kamarku. Dasar menyebalkan! Seenaknya saja melarangku! Seharusnya dia tahu diri dan bagaimana bisa dia ada disini?
"Kenapa kau bisa ada di kamarku!" seruku tidak terima dan tidak ada jawaban. Dia malah menutup wajahnya dengan lengan tangannya. "Hey! Jawab aku!" seruku tidak terima dan lagi-lagi dia mengabaikan pertanyaanku.
Sofa kamarku tidak mampu menampung kaki panjangnya sehingga kakinya bergelantungan di lengan sofa tapi anak ayam itu tidak terlihat keberatan. Dia malah terlihat begitu nyaman dan tidak menerima gangguan. Aku mendengar suara dengkuran dan bisa dipastikan jika memang dia yang mendengkur. Seharusnya ayam itu berkokok kenapa dia mendengkur.
Kuputuskan untuk bangun dari tempat tidur. Kubuka semua jendela dan anak ayam itu mengerang kesal. Tsk! Ini kan kamarku bukan kamarnya! Kubuka semua jendela kamarku dan merasakan embusan angin pagi yang segar.
"Udara pagi memang menyegarkan", aku terkejut mendengar suaranya yang berdiri di sampingku.
Anak ayam itu menatapku dengan senyuman kecilnya. Kenapa dia tersenyum padaku? Lebih baik dia tersenyum seperti ini dan tidak membuatku jengkel. Senyumannya seperti senyuman anak kecil yang bahagia mendapatkan hadiah, lucu sekali.
"Aku suka melihatmu tersenyum seperti itu", serunya dengan wajah penuh seringai.
Tsk! Kenapa wajah penuh seringai itu lagi sih yang muncul! Dasar menyebalkan! Kemana senyuman seperti anak kecil yang lucu tadi! Tunggu dulu, apa tadinya? Aku tersenyum? Aku memandangnya penuh ketidaksetujuan. "dan aku benci melihatmu anak ayam!" seruku kesal.
"Yakin membenciku? Kupikir kau menyukai senyumanku tadi?"
"Berisik!" kuabaikan perkatannya dan segera masuk ke dalam kamar mandi di dalam kamarku.
Tubuhku lebih segar setelah mandi. Rambutku yang masih setengah basah kubiarkan tergerai tanpa mengeringkannya, nanti juga akan kering sendiri kan. Kubuka pintu kamar mandi pelan-pelan sambil mengintip, siapa tahu anak ayam itu masih berada di dalam kamarku kan. And he's not around…hm mungkin dia bosan menungguku. Anak ayam itu pasti lebih memilih menunggu orang lain kan dibandingkan denganku. Wait! Kenapa aku harus pusing memikirkan dia mau menungguku atau tidak. Tsk…menyebalkan. Bisa jadi dia sudah pulang dan kembali melanjutkan tidurnya.
Kukenakan pakaian untuk ke rumah sakit. Aku tidak bisa menelantarkan pasienku hanya karena masalahku sendiri, bukan. Masih banyak pekerjaan yang harus aku selesaikan dan jadwal operasi yang aku kerjakan hari ini. Aku mencari ponselku di seluruh penjuru kamar, mulai dari nakas di kedua sisi tempat tidurku, meja riasku dan aku tidak bisa menemukannya. Apa mungkin tertinggal di ruanganku di rumah sakit? Tentu saja. Pasti tertinggal di rumah sakit saat aku kacau kemarin.
Tunggu, aku kacau kemarin dan siapa yang membawaku pulang? Dan bagaimana bisa anak ayam itu berada di kamarku? Apa dia?
"Kenapa kau lama sekali sih?" seru anak ayam yang membuatku menjerit terkejut menatapnya. "Dua kali…dua kali kau berteriak di pagi hari, Dobe!" desisnya kesal menatapku.
Tidak mungkin dia…bisa saja Itachi-nii yang…tapi dimana Itachi-nii? Kenapa malah dia yang berada disini?
"Apa yang kau pikirkan?" tanyanya penuh selidik. "Cepatlah turun, aku sudah lapar dan butuh asupan makanan", seru anak ayam itu sambil berjalan keluar dari kamarku.
"…t-tunggu", seruku menghentikan langkahnya yang hendak keluar dari kamarku. "a-apa kau yang membawaku pulang dari rumah sakit?" tanyaku. Aku menunggu jawabannya tapi dia tidak segera menjawab pertanyaanku. Anak ayam – Sasuke Uchiha berbalik menatapku dan berjalan mendekat padaku.
Dia melangkah semakin mendekat ke arahku dan entah kenapa tatapannya tidak lagi tatapan yang menyebalkan. Aku kembali melihat tatapannya saat dia tersenyum seperti anak kecil yang lucu. Tatapannya berubah lembut dan senyuman seperti anak kecil itu kembali muncul. Dia berjalan semakin dekat hingga aku harus mendongak untuk menatapnya.
"Hn", serunya. "Aku yang membawamu pulang kemarin. Kau…terlihat kacau sekali", serunya.
"Benarkah?" tanyaku yang dibalas dengan anggukan olehnya. "I am sorry to let you see me like that",
"Es gibt keinen Grund, sich entschuldigen zu müssen6", Dia masih menatapku dengan tatapannya yang lembut dan senyuman kecilnya yang tetap tersemat. Senyuman seperti anak kecil yang tidak lagi lucu tapi membuatmu merasa tenang dan membuatku juga ikut tersenyum. "Manchmal müssen wir alles loslassen, was in unserem Leben passiert ist. Wir müssen versuchen, es zu akzeptieren und sich selbst Frieden zu machen. Vergib dir selbst7",
"Mudah mengatakannya jika kau belum pernah merasakannya", seruku mengalihkan tatapanku padanya dan lebih memilih memandang dinding kamarku. Semua orang…iya semua orang bisa mengatakan hal-hal yang menenangkan bagi orang lain yang mengalami kesusahan. Terkadang, hal itu bisa menenangkan bagi yang mengalami kesusahan tersebut, tapi tanpa mereka sadari hal itu semakin membuat orang yang mengalami kesusahan semakin terbebani dengan kesusahan yang mereka alami.
"Kau benar, mudah mengatakannya tapi menjalannya susah", aku menatapnya yang tertawa kecil dan kembali memberikan senyuman lembut itu padaku. "Tidak ada salahnya untuk mencoba berdamai dengan itu semua. Kekecewaan karena kepercayaan kita disalahgunakan dan terlebih lagi kita disakiti begitu dalam", lanjutnya sambil memandangku. "Aku tahu bagaimana rasanya, Naruto. Tapi, kita tidak bisa terlarut dalam itu semua",
Aku memandangnya cukup lama. Benarkah dia tahu apa yang aku rasakan? Pria menyebalkan, arogan dan seenaknya sendiri ini tahu apa yang aku rasakan. Aku menatap kedua permata onyxnya. Orang bilang bahwa mata adalah jendela hati seseorang dan aku selalu memastikan perkataan seseorang dengan menatap matanya. Jika matanya jujur maka ucapannya jujur dan Sasuke…dia…
"Saat kita begitu percaya dan begitu menyayangi, kita serahkan semua yang kita punya pada orang-orang yang kita percaya tanpa tahu bahwa mereka juga berpotensi besar menghancurkan kita jika mereka bertindak egois", lanjutnya.
"Iya, kau benar", Dia benar.
"…dan kita juga bisa memaafkan mereka yang bertindak egois dan memahami alasan mereka", lanjutnya dan aku akan menyela tapi dia mengangkat kedua tangannya memintaku untuk tidak menyela. "Tentu, kau tidak harus memaafkan kesalahan mereka sekarang, tapi kau bisa mulai dengan perlahan. Jangan lupakan hal-hal baik yang sudah mereka lakukan untukmu",
Aku tersenyum mencerna ucapannya. Pria menyebalkan yang selama ini membuatku emosi dapat berbicara dengan penuh kebijaksanaan seperti ini. Siapa yang menduga bukan? Aku tertawa dan menyetujui ucapannya.
"What?" tanyanya tidak percaya dengan ucapanku yang setuju padanya.
"Aku tidak menyangka kau bisa sebijaksana ini, anak ayam",
"Aku hanya mengutarakan apa yang sudah aku lakukan, bukan sok berkata bijaksana", jawabnya. "Dan aku berharap, kau juga bisa melakukannya Naruto", lanjutnya.
"Aku tidak tahu apa aku bisa melakukannya. Look at me", seruku sambil menunduk melihat ujung kakiku yang tertutupi sandal rumahan berbulu berwarna kuning.
" I am", serunya yang membuatku kembali mengangkat wajahku dan menatapnya. "Aku melihat perempuan kuat, tegar dan tidak takut akan apapun. Dia akan menerjang apapun seberat apapun itu",
Kami kembali bertatapan. Aku tidak pernah menyangka bahwa percakapan kami akan mengalir semudah ini tanpa aku harus emosi. Sasuke…dia seakan memahami apa yang aku rasakan. Jauh lebih memahami dibandingkan dengan Gaara. Kenapa aku membandingkan mereka berdua. Dan…kenapa aku bisa melupakan fakta bahwa aku dan dia berdiri sedekat ini tanpa aku harus merasa takut dan menggigil. Kenapa denganku?
Dia kembali tersenyum dan aku membalas senyumannya dan entah bagaimana kami berdua tertawa dengan tingkah kami. "Terima kasih", seruku
"Untuk?"
"Membawaku pulang saat...kau tahu…aku…",
"kacau", serunya dengan tertawa yang membuatku kesal tapi aku ikut tertawa dan tidak menyumpahinya.
"Yups..kacau dan…karena menjadi pendengar yang baik", seruku
"You are welcome", balasnya yang kembali tersenyum padaku. "sayangnya aku lupa, jika tidak ada yang gratis di dunia ini", lanjutnya dengan wajah penuh seringai itu lagi, wajah menyebalkan yang kubenci. Aku tarik semua ucapanku yang baik-baik tentang dia tadi.
"Seharusnya aku sadar bahwa kau akan selalu menyebalkan anak ayam", seruku menatapnya kesal.
"Karena aku sudah sangat sangat baik padamu", serunya jahil. "Kau harus menjadi dokter pribadiku, merawatku dan selalu siap sedia setiap aku butuhkan",
Apa yang dia katakan! Aku! Dia memang menyebalkan! Dokter pribadi macam apa itu? Itu bukan dokter pribadi, itu sama saja dengan pelayan! Dasar uchiha menyebalkan. Dia masih menatapku dengan seringai menyebalkan itu. Aku balas menatapnya dengan kesal.
.Mau", seruku. "Kau bisa meminta dokter lain untuk melakukannya, Uchiha. Aku bukan dan tidak mau menjadi dokter pribadimu!"
Dia – anak ayam itu tertawa dengan bahagia mendapatkan jawabanku. "Benarkah?" tanyanya yang semakin mendekat dan membuatku mundur agar dia tidak terlalu dekat denganku. Bukan karena aku takut akan seperti dulu tapi aku gugup…aku tidak ingin dia membuatku semakin gugup. Tidak! Kenapa tubuhku tidak menggigil ketakutan, kenapa tubuhku malah semakin gugup seperti…seperti…
"Kau memang tidak akan merawatku setiap saat ketika aku sakit saat ini",
Aku terpojok. Kursi riasku menghalangiku untuk mundur. "Tapi kau akan menjadi dokter pribadi selamanya, nanti", serunya kembali menatapku lembut.
Bagaimana bisa dia berubah secepat ini? Tadi dia menyebalkan dan kini dia menjadi lembut seperti ini. Kelembutannya ini membuatku…tubuhku gemetar…tapi bukan karena ketakutan. Aku tidak merasa takut. Aku jujur! Aku…aku tidak lagi takut. Aku tersentak dan perutku…perutku seakan melilit saat dia mengambil tanganku dan meletakkannya pada permukaan dadanya yang keras tapi…tunggu dulu! Detakan jantungnya…
"Do you feel it?" tanyanya padaku. "Hanya padamu, dia berdetak seperti ini",
Benarkah? Benarkah hanya padaku berdetak sekencang ini? Apakah aku harus mempercayainya?
.
.
TBC
Citation
Ada apa?
Bahasa jepangmu tidak pernah berkembang, kau tahu. Seperti anak TK saja.
Selamanya, rumahmu adalah disini. Kami akan selalu membuka lengan kami untukmu. terutama aku, aku akan selalu ada untuk menghiburmu little sister. kecuali jika nanti aku menikah, istriku akan menendangmu jika kau selalu mengintiliku kemana-mana.
You save Naruto. He's not going to hurt you anymore.
Aku tidak akan membiarkannya melukaimu lagi. Aku akan melindungimu Naruto.
there's no need to say sorry.
sometimes, we need to let it go all of shit happened in our life. We have to try to accept it and make peace to yourself. Forgive yourself.
Well, bagaimana setelah kalian membaca chapter ini? Apakah sudah terobati kerinduannya, LOL. Seperti yang sudah Shiori sampaikan di awal bahwa Shiori ingin menjadi penulis yang semakin produktif dan menjadi lebih baik lagi di tahun ini. Shiori mengharapkan bantuan dari para reader sekalian. Jika kalian memiliki masukan, saran apapun itu silahkan sampaikan saja ya.
Shiori boleh numpang promosi hahaha. Shiori mempunyai cerita baru yang tidak bisa Shiori publish disini tapi Shiori publish di wattpad. Bagi kalian yang tertarik untuk membaca tentang pria mapan tapi brengseknya nggak ketulungan dan bertemu dengan Cinderella modern yang suka memasang wajah palsu, silahkan kunjungi cerita Shiori ini.
Linknya 681794561-london-fall-prolog
Terima kasih dan sampai jumpa di chapter berikutnya yang kemungkinan besar Shiori update hari Sabtu besok
Salam hangat,
Shiori Avaron
16 Januari 2019