Disclaimer: Naruto beserta tokoh-tokoh didalamnya hanyalah milik Masashi Kishimoto seorang. Saya hanyalah seorang author yang berusaha meluaskan imajinasi saya ^^
Genre : Romance, Hurt/Comfort
Warning: OOC, OC mis-typo(s)
Rated : M
"Kau baru saja bertanya hal apa yang bisa membuatku menangis? Kematian saudara kandung dan orang tuaku-pun tidak dapat membuatku menangis. Untuk apa seorang shinobi menangis? Aku benci mendengar pertanyaan yang jawabannya tidak rasional"
- Tobirama Senju
CHAPTER 1 : The Encounter
"Hei, bangun!"
Sore itu, aku dikejutkan oleh suara seorang anak laki-laki yang tidak kukenal. Tanpa mempedulikan aku yang tengah berusaha bangun dari posisi yang sudah kuanggap sangat nyaman untuk tidur itu, anak laki-laki itu terus meneriakiku. Perlahan, suaranya terdengar lebih keras dan jelas.
"Bangun! Kau tidak seharusnya tidur di tempat ini! Hei!"
Kini anak laki-laki itu mulai mengguncang-guncangkan tubuhku. Mungkin itu reaksinya dari aksi yang kuberikan, tetap terbaring sambil beringsut-ingsut seolah aku tidak ingin bangun. Perlahan, aku mencoba membuka mataku, menatap siapa yang tengah menjadi lawan bicaraku saat ini.
Mataku memang tidak normal, eh, sedikit cacat maksudnya. Aku menderita rabun jauh, penyakit yang seharusnya tidak dimiliki oleh seorang shinobi yang hidup di tengah kerasnya perang antar klan yang masih berlangsung hingga detik ini. Aku menyadari. Mungkin dengan alasan itulah anak laki-laki ini berusaha membangunkan ku, pikirku dalam hati. Hal pertama yang kulihat setelah aku membuka mata hanyalah siluet anak laki-laki berusia 8-9 tahun dengan rambut panjang agak berantakan. Kucoba mengedipkan mata berulang kali untuk menangkap pantulan wajahnya di bola mataku dengan jelas.
"Astaga! Kau belum bangun juga, ya?"
Anak itu kini menarik lenganku, mencoba membangunkanku dengan paksa. Aku meringis dan segera duduk, bangun dari tidurku yang cukup nyenyak pagi itu, tidak lupa aku turut serta menarik lenganku kembali darinya.
Aku menangkap apa yang terpantul di bola mataku dengan jelas. Anak laki-laki itu. Aku merasa pernah bertemu dengannya di suatu tempat dan suatu waktu. Anak itu, anak laki-laki berkulit putih dengan rambut putih cepak dan mata merah yang tajam. Ia mengenakan kaus tidak berlengan berwarna biru tua dan celana panjang berwarna coklat muda bergaris-garis yang diikat dengan seutas tali di pinggangnya serta sandal berwarna hitam. Anak itu menatapku dengan tajam dengan bola mata merahnya.
"Uchiha, kah?" tanyaku was-was dalam hati.
Aku mencoba memperhatikan matanya dengan lebih seksama. Bukan, dia bukan Uchiha. Klan Uchiha memang terkenal dengan mata merah yang entah mengapa mereka namai 'Sharingan', Aku yang juga pernah bertemu dengan beberapa orang dari klan Uchiha yang tengah mengaktifkan sharingannya menangkap apa perbedaan Sharingan dengan bola mata anak ini. Sharingan, bola mata merah dengan tiga tomoe* (paling banyak yang kulihat ada tiga, tapi terkadang aku menemukan sharingan dengan hanya satu atau dua tomoe) yang berwarna hitam. Sedangkan anak ini, bola matanya berwarna merah, polos.
"Apa yang kau lihat?"
Pertanyaan anak laki-laki itu membuyarkan lamunanku. Membuatku mengarahkan kembali fokus pikiranku ke sosoknya yang kini tepat berdiri di depanku. Tatapan matanya yang tajam membuatku, emm, apa ya? Merasa agak takut untuk kembali menatap matanya.
"Eh, bukan apa-apa" jawabku sekenanya.
Kini, anak itu yang tengah memperhatikanku. Ia menatapku dari ujung rambut hingga ujung kaki seperti baru pertama kalinya Ia melihat manusia (entahlah sih, dia 'kan juga manusia? Atau dia belum pernah melihat bayangannya di permukaan sungai?), membuatku merasa semakin takut. Aku tahu, memang bukan pilihan terbaik untuk tidur di tengah hutan seperti ini. Apalagi, hutan ini adalah daerah perbatasan antara tiga klan terkuat yang tengah menjadi penguasa perang saat ini dan daerah ini seringkali menjadi medan perang antara ketiga klan itu, Senju, Uchiha dan Klan ku.. Hagoromo.
"Kau juga, apa yang sedang kau lihat? Baru pertama kali melihat manusia, ya?" tanyaku gamblang.
Dari ekspresinya yang kulihat, sepertinya pertanyaanku cukup mengagetkan anak laki-laki itu.
"Apa katamu? Harusnya aku yang bertanya, apa yang sedang kau lakukan di tempat ini? Disini bahaya!" jawab anak laki-laki itu agak kesal.
"Istirahat" jawabku singkat.
"Apa? Istirahat? Kau bodoh atau tidak mengerti 'sih? Kuulangi lagi ya, tempat ini BER-BA-HA-YA!" kini Ia menggunakan penekanan dengan nada suara yang cukup tinggi pada akhir kalimatnya.
"Hei! Soal BER-BA-HA-YA.." balasku yang juga dengan menekankan kata 'berbahaya', "Anak yang baru lahir juga tahu"
"Lalu, kenapa kau memilih tempat ini sebagai tempat beristirahat kalau sebelumnya kau sudah tahu tempat ini berbahaya? Kau ini, benar-benar bodoh atau.."
"Hei! Kenapa dari tadi kau mengataiku bodoh? Kita bahkan belum saling kenal tapi kau sudah seenaknya saja mengataiku dengan sebutan bodoh" sanggahku tidak terima.
Anak laki-laki itu kini tersenyum aneh (entah apa makna senyuman itu, tapi dari apa yang berhasil kucerna di otakku, senyumannya itu menertawakan, atau malah, menghinaku?).
"Kalau kau memang tidak bodoh, kenapa kau memilih untuk beristirahat disini?"
Emm..
Apa yang dikatakan anak laki-laki ini memang benar. Daerah ini bukanlah daerah aman yang dapat dijadikan tempat untuk melepas lelah sejenak. Aku bahkan tidak mengingat dengan jelas apa alasanku memilih untuk tidur di tempat ini.
"Ada yang datang" gumam anak laki-laki itu tiba-tiba. Ia segera menarikku untuk sembunyi di dalam semak-semak. Tidak lupa pula, Ia juga menutup mulutku dengan tangannya agar keberadaan kami tidak terdeteksi.
Sekilas dari semak-semak, aku melihat dua orang laki-laki berbadan besar melintas. Laki-laki itu tampaknya tidak menyadari keberadaan kami di balik semak-semak. Aku mencoba memfokuskan pandanganku pada baju perang yang tengah mereka gunakan. Tidak salah lagi, mereka anggota Klan Hagoromo. Seingatku, mereka anak buah ayah yang bahkan aku tidak tahu siapa namanya. Jangan-jangan ayah meminta mereka untuk mencariku.
"Astaga! Sudah berapa lama aku tidur disini!" pekikku dalam hati.
Aku menoleh ke arah anak laki-laki itu. Mata merahnya menatap kedua laki-laki itu dengan tajam. Ia terus mengikuti gerak-gerik mereka dengan ekor matanya hingga kedua laki-laki itu betul-betul menjauh dari kami.
Lama kelamaan, aku mulai merasa sesak napas. Dia membekap mulutku terlalu keras. Aku mencoba berontak, berusaha melepaskan tangannya dari wajahku agar aku bisa bernapas normal.
"Ssstt! Mereka belum terlalu jauh dari sini, jangan bergerak!" perintahnya pelan sambil mengeraskan cengkramannya pada wajahku.
Aku menghela napas panjang. Cengkraman telapak tangannya ke wajahku begitu kuat, membuatku makin sesak napas. Yang bisa kulakukan hanyalah mengikuti instruksinya sambil berusaha sebisa mungkin memasukkan oksigen ke dalam paru-paruku yang sepertinya mulai mengempis karena hampir 10 menit tidak berfungsi normal.
Setelah kurang lebih 10 menit lamanya kami bersembunyi di balik semak belukar yang memang cukup lebat ini, Ia baru melepaskanku (fuh, aku merasa hidup kembali!). Aku yang masih sibuk mengatur napas, menoleh ke arah anak laki-laki itu. Ia masih saja memperhatikan jalan tempat dimana kedua laki-laki itu menghilang.
"Mereka 'kan sudah lama hilang dari pandangan. Kenapa baru sekarang kau melepaskanku?" itu adalah ucapan pertama yang keluar dari mulutku setelah akhirnya aku berhasil mengatur napasku dengan baik. "Eh, ngomong-ngomong, apa sih yang sedang kau perhatikan?"
"Tidak ada" jawab anak laki-laki itu sekenanya. "Pulanglah!"
Anak laki-laki itu bangkit berdiri. Memukul-mukul bagian baju dan celananya yang kotor terkena tanah, kemudian berjalan tanpa mempedulikan aku yang masih duduk terheran-heran menatapnya.
"Ah..dan satu lagi.." Ia menoleh ke arahku.
"Jangan pernah tidur di sembarangan tempat yang bahkan kau tidak tahu tempat macam apa itu!"
Huh! Anak laki-laki itu.. Ya, akhirnya aku tahu kata apa yang dapat melukiskan keseluruhan sifatnya. 'sombong' atau mungkin lebih tepatnya 'arogan' atau bahkan 'kasar'? Tapi, bagaimanapun juga..
"Terima kasih" ujarku dengan suara cukup keras agar anak laki-laki itu dapat mendengar suaraku dari tempatnya sekarang yang berada cukup jauh denganku.
Aku menangkap samar-samar, Ia tersenyum padaku. Entah senyum menghina lagi, senyum asal, atau senyum apa lah, aku juga tidak tahu, tapi aku yakin dia memang tersenyum padaku.
"Hei, aku belum berkenalan dengannya!"
Saat tersadar, anak laki-laki itu sudah menghilang dari pandanganku.
"Apa dia shinobi juga? Orang biasa tidak mungkin menghilang dalam waktu secepat itu" pikirku dalam hati.
Tunggu dulu, shinobi? Dari klan manakah dia?
Aku hanya terpaku menatap tempat terakhir kalinya aku melihat sosok anak laki-laki itu berdiri.
"Nozu! Disini kau rupanya!"
Otomatis, aku menoleh ke arah suara yang memanggil namaku. Suara yang amat kukenal dari kecil, suara kakak kandungku, Nozomi.
"Kak Nozomi, ada apa?" tanyaku sambil menghampiri sosoknya yang datang bersama tiga orang laki-laki dewasa, anak buah ayah yang lain.
"Kau pergi keluar lama sekali. Ayah sangat khawatir. Ayah dan aku mengira kau sudah ditangkap Senju atau Uchiha. Aku 'kan sudah memperingatimu untuk mencari tanaman obat di sekitar daerah kita, jangan sampai ke daerah perbatasan!" omel Nozomi panjang lebar.
"Maaf, Kak. Tanaman obat yang kucari tidak ada di daerah kita karena kondisi tanahnya tidak memungkinkan tanaman obat itu disana. Setelah kuteliti lagi, tanah di daerah perbatasan ini cukup subur, tanaman obat akan tumbuh baik disini. Coba lihat, kak!" aku merogoh saku celanaku, mengambil bunga berwarna putih dan menunjukkannya pada kakakku "Akhirnya aku menemukan bunga lili air, bahan obat yang paling penting dari semuanya".
"Masih beruntung kau tidak dicurigai ataupun ditangkap siapapun. Ayah sangat khawatir, Ia bahkan menyuruh beberapa orang anak buahnya untuk mencarimu"
"Apa? Menyuruh anak buah? Jadi dua orang laki-laki yang kulihat tadi memang anak buah ayah?" tanyaku dalam hati.
"Ya sudah! Yang penting kau sudah selamat sekarang.. Hei! Kenapa bajumu kotor? Kau jatuh?" tanya Nozomi kemudian.
"Emm, ya.. Waktu aku mencoba memetik buah ceri, tapi tenang kak, masih di wilayah kita, kok!" jawabku cepat saat menangkap ekspresi terkejut kakakku yang luar biasa saat dia tahu aku jatuh. Aku berbohong. Baju ku kotor karena aku bersembunyi di dalam semak belukar bersama anak laki-laki berambut putih tadi.
"Huh! Hati-hati lain kali! Kau belum bisa mengontrol chakra dengan baik rupanya. Kau harus belajar lagi" Ia menarik lenganku. "Ayo, pulang!"
"Eh, kakak serius mau mengajariku mengontrol chakra hari ini? Kakak, ajari aku sampai bisa, ya?" pintaku kegirangan. Aku sangat berharap Ia dapat mengabulkan permintaanku yang satu ini.
"Iya" jawabnya singkat. "Ayo pulang dan kita buatkan obat untuk Ibu!" ajaknya sambil tersenyum.
"Ya, Kak!" Aku membalasnya dengan semangat, kemudian menatap bunga lili air yang tengah berada dalam genggaman tanganku "Jika ada ini, Ibu pasti sembuh!"
-8-8-8-
"Tobirama, dari mana saja, kau?"
Anak laki-laki berambut cepak putih itu menoleh ke arah suara yang memanggilnya. Seorang anak laki-laki yang terlihat lebih tinggi dan lebih tua berjalan ke arahnya. Anak itu berkulit kecoklatan, berambut hitam pendek, dengan gaya rambut bob dan mengenakan kimono rumahan standar berwarna putih dengan bandana hitam di kedua lengannya.
"Aku tadi melintasi daerah perbatasan Senju-Uchiha-Hagoromo, ada anak perempuan yang tidur sembarangan disana. Untung aku datang di waktu yang tepat, beberapa lama setelah aku membangunkannya, dua orang anggota Klan Hagoromo melintas disana, mereka tidak menyadari aku ada disana" jelas anak laki-laki yang bernama Tobirama itu.
"Wah, baik juga kau mau menolong anak perempuan itu, syukurlah!" Ujar anak laki-laki yang berambut hitam pendek.
"Kak Hashirama, Kak Tobirama, ayo masuk! Makan malam sudah siap!"
Anak laki-laki berambut hitam itu melambaikan tangannya pada anak laki-laki yang lebih kecil darinya dan Tobirama. Anak itu berambut setengah hitam dan putih. "Ya, Itama. Terimakasih ya!"
"Ayo kita masuk ke rumah, Tobirama!" Ajak Hashirama, sang kakak pada adiknya.
"Ya" jawab Tobirama datar. Ia menoleh ke arah kakaknya dan mendapati kakaknya tengah tersenyum jahil menatapnya. Ia hanya tersenyum cuek. "Jangan pasang wajah seperti itu terus, Kak"
"Hahaha, makannya Tobirama, jangan cemberut terus, dong!" Hashirama menepuk bahu adiknya.
"Hmm" Kali ini Tobirama membalas senyum kakaknya itu dengan tulus.
"Aku seperti pernah bertemu dengan anak perempuan itu sebelumnya. Tapi, dimana?" tanya Tobirama dalam hati. Wajah anak perempuan itu terus terbayang di pikirannya.
"Apa dia juga seorang shinobi?"
-8-8-8-
Entahlah, sudah lewat berapa hari sejak aku ditolong anak laki-laki berambut putih itu. Emm, sepertinya sudah 2 minggu lalu, kalau aku tidak salah mengingat tanggal pertemuanku dengannya.
Pagi ini aku mendapat tugas yang sama dengan tugas 2 minggu lalu dari ayah, mencari tanaman obat-obatan untuk ibu. Sudah 2 minggu juga ibu terbaring sakit, lemah, bahkan terkadang tak sadarkan diri.
Aku berjalan gontai menyusuri jalan-jalan di hutan. Sedikit demi sedikit, cahaya matahari pagi mulai menyeruak, menembus lebatnya pepohonan dalam hutan, membawa suasana hangat dan cerah pagi itu. Suasana hutan ini sangat berbeda dengan suasana di rumah. Aku menghela napas panjang mengingat apa saja yang terjadi di rumah dalam waktu 2 minggu ini. Ayah, tidak henti-hentinya memukuli barang-barang yang ada di sekitarnya sambil berteriak 'Dasar Butsuma Senju sialan! Perbuatanmu pasti kubalas!'. Aku yang hanya bisa mendengar, hanya bergidik ngeri karena teriakan ayah yang memekakan telinga. Bahkan aku tidak kenal dengan orang bernama 'Butsuma Senju' yang sering ayah teriakkan itu. Ayah juga berulang kali berteriak 'Akan kubuat kau merasakan derita yang sama, bahkan lebih parah dariku! Dasar sialan!' sambil memukul batang beberapa pohon yang tumbuh di halaman rumah kami. Ayah terlihat begitu frustasi dengan kondisi ibu, begitu pula kakak dan adik perempuanku, Hana. Ibu memang memiliki tubuh yang lemah. Dari dulu, Ia sering sakit. Untungnya aku dan saudara-saudaraku tidak memiliki tubuh yang lemah seperti ibu, jika iya, bisa repot nantinya.
Aku tahu bahwa orang bernama Butsuma Senju itu adalah pemimpin klan Senju. Tapi, belum pernah aku melihat wajahnya secara langsung, tapi hanya dari lukisan yang ditunjukkan ayah padaku. Tunggu? Lukisan?
Aku menghentikan langkah kakiku. Aku baru menyadari bahwa aku tidak pernah melihat lukisan itu lagi. Lukisan klan Senju. Yang ada dalam lukisan itu adalah 6 orang, sang ayah yang sepertinya bernama Butsuma adalah seorang laki-laki bertubuh tinggi besar,berkulit kecoklatan,dan berambut hitam lurus sebahu. Sang ibu, satu-satunya wanita di keluarga itu, berkulit putih dan berambut putih yang dikonde kebelakang dengan mata merah. Pasangan itu memiliki 4 orang anak laki-laki yang entah mengapa tidak terbayang seperti apa wajahnya dikepalaku. Hanya samar-samar yang kuingat, ada anak laki-laki berambut hitam, coklat, hitam-putih (anak itu menarik perhatianku sejak pertama kali aku melihatnya. Bayangkan saja, kapan terakhir kali kau melihat anak berambut separuh hitam separuh putih?), dan..
Putih.
Aku tersentak. Setelah sekian lama aku baru menyadari, anak laki-laki berambut putih yang kutemui di hutan sepertinya mirip dengan anak laki-laki yang ada di lukisan itu. Tapi, apa betul aku tidak salah mengingatnya?
'srakk'
"Hm?"
Otomatis aku menoleh ke arah sumber suara yang berasal dari semak-semak dibelakang. Aku mencoba memberanikan diri untuk melihat apa yang ada dibalik semak belukar yang cukup rimbun itu.
'srakk'
Sayangnya kemampuanku dalam menyembunyikan diri sebagai seorang shinobi memang payah. Aku tidak sengaja menginjak daun kering yang entah mengapa tidak kulihat ada disana. Aku terdiam, mencoba merasakan gerak-gerik dari asal sumber suara itu. Setelah memastikan tidak ada yang mendekat kearahku dan tidak ada pergerakan dari arah sumber suara itu, aku melanjutkan pekerjaanku, melihat siapa sebenarnya yang berada dibalik semak-semak itu.
"Keluar saja! Kau tidak perlu sembunyi lagi"
Aku tersentak. Rupanya aku memang masih harus berlatih menyembunyikan diri lebih baik lagi. Namun, bukan hal itu yang membuatku tersentak kaget. Suara orang dibalik semak belukar itu terasa tidak asing. Aku berjalan lebih cepat untuk melihat siapa sesungguhnya pemilik suara yang tidak asing lagi kudengar itu.
Ya, anak laki-laki berambut putih agak panjang yang tidak beraturan dengan mata merah tajam yang kutemui 2 minggu lalu kini ada di depan mataku.
Kami dipertemukan lagi oleh kebetulan yang entah mengapa kurasa begitu aneh.
To Be Continued..
-8-8-8-
A/N: Halo readers! Ini adalah fanfic pertama yang saya publish di . Saya berharap bab ini bisa buat para readers penasaran bagaimana cerita kelanjutannya. Kalau saya boleh saranin, coba langsung lanjut baca chapter duanya deh ;) hehehe, biar lebih seru. Disini, saya membuat OC. Sangat diharapkan review, kritik dan saran dari readers mengenai 'debut' saya di dunia hehe ;). Tentang bagaimana pendapat kalian tentang OC yang saya buat, gaya bahasa yang saya gunakan dan lainnnnnyya.. Satu review sangat berharga buat saya lho! :'D
See you all on the next chapter! ;)