Thanks for the supports:

Dewi15, nickeYJcassie, Nanaki Kaizaki, yuu, Jung Sister, dheaniyuu, Jung Jaehyun, lee sunri hyun, Clein cassie, shanzec, My Beauty jeje, YunjaeDDiction, shipper89, guests.

For all silent readers please kindly leave review to show your respectfor other people's hard work.. Thank You.

Ps: For My Lovely, My Beauty Jeje, request-an mami scene MINJAE KISSING, ini ada di chapter ini. semoga tidak mengecewakan.

.

.

.

Enjoy Reading!

.

.

Yunho berbalik badan kemudian menatap Changmin sendu. "Jung Changmin..."

Namja tampan itu menghela nafas dalam sebelum berucap lirih, "Aku serahkan dia padamu. Jaga dia baik-baik."

.

.

Chapter 3

.

.

Jung Yunho menghentikan gerakan bibirnya yang tengah mengulum lembut bibir Jaejoong, ketika melihat kedua mata besar namja cantik itu telah terbuka, ia hendak mundur beberapa langkah, namun gerakkannya terhenti, ia kembali menatap Jaejoong yang memegang lengannya saat ini.

"Yunnie…" panggil Jaejoong lirih, namja cantik itu baru saja bermimpi bahwa Yunho menciumnya, tetapi ketika ia membuka matanya, ia sadar ternyata Yunho memang menciumnya. Jung Yunho benar-benar menciumnya.

"Apa yang baru saja Yunnie lakukan?" Pertanyaan Jaejoong terdengar spontan.

Yunho tetap berdiri kaku, "Maafkan aku.. aku..." Jung Yunho mendadak kehilangan kata-katanya.

Jaejoong masih menunggu jawaban Yunho, alasan kenapa Yunho menciumnya. Namun Yunho hanya bergeming.

"Gwenchana.. Yunnie.." Jaejoong mengalah, tidak ingin memaksa Yunho menjawab.

"Akan aku panggilkan Changmin untukmu." Perlahan Yunho melepaskan lengannya dari jemari kurus Jaejoong.

"Maksud Yunnie?" tanyanya tidak mengerti.

"Aku sudah memikirkan hal ini..." Ia menghela nafas sebelum melanjutkan, "Changmin adalah namja yang baik. Aku ingin kau bahagia bersamanya."

Bukan! Bukan hal itu yang ingin dia katakan.

Mata Jaejoong membulat. "A- apa..."

"Aku akan mendukungmu dengan Changmin. Agar kau bisa bahagia."

"Yun.. Yunniie... Aku.. tidak bisa..." Jaejoong kembali memegang kedua tangan Yunho. Wajahnya kacau. Pandangan matanya menunjukkan rasa kehilangan yang amat besar.

"Aku kini sudah bersama Junsu." Sebaris kalimat pendek Yunho mampu menusuk hati Jaejoong.

Air mata bening yang keluar dari kedua mata besar Jaejoong sangat mengiris perasaan Yunho. Sungguh sebenarnya ia sangat takut kehilangan Jaejoong. Apa Jaejoong juga takut kehilangan dirinya?

Jung Yunho hanya diam, menutup mulutnya rapat-rapat.

"Jangan tiba-tiba seperti ini, Yunnie. Kumohon! Jika Yunnie memang mencintai Junsu-sshi.. Aku akan terima hal itu.. Tapi jangan mengatakan hal seperti itu.. Seakan- akan kau tak mau menemuiku lagi." Jaejoong menggeleng pelan.

Jung Yunho berucap pelan, "Aku tidak bisa Joongie.. Aku tidak mau kita berhubungan terlalu dekat. Aku tidak mau melukai ... Junsu."

Jaejoong terdiam. Matanya membulat sempurna. Perlahan ia lepaskan genggaman tangannya yang masih memegang tangan Yunho.

Matanya kembali berkaca- kaca. Namun ia mencoba untuk tidak kembali menangis.

Ia berusaha tersenyum.

Oh Tuhan… Ini menyakitkan! Ini sangat menyakitkan!

Dadanya terasa ngilu.

"Ba..Baiklah… Aku hanya ingin kau bahagia, Yunnie..." Jaejoong tersenyum kemudian menepis air matanya yang baru saja jatuh. "Tapi aku ingin kau tahu… Aku mencintaimu."

DEGH

"Joongie.."

"Aku tahu Yunnie..." Jaejoong menghirup udara yang terasa menyesakkan paru-parunya. "Yunnie tidak perlu merasa terbebani dengan perasaanku. Aku sadar diri. Tapi tolong.. Jangan meminta aku menjauh dan berhenti mencintaimu. Dan tolong jangan pergi.. Aku tidak sanggup."

"Maafkan aku, Maafkan aku.." Perlahan Jung Yunho maju selangkah dan menarik namja cantik yang masih bersandar di ranjang klinik itu ke dalam sebuah pelukan hangat. Jaejoong tidak menghindar. Entah kenapa Yunho merasa segalanya tepat seperti seharusnya ketika namja mungil itu dalam pelukannya. Dadanya terasa penuh. Ia ingin sekali terus seperti ini. Ia ingin sekali tetap di sana dan memeluk Jaejoong selamanya.

"Apa Yunnie sudah tidak memiliki perasaan cinta padaku? Sedikitpun?" bisik Jaejoong di dada Yunho.

DEGH

Apa yang harus Jung Yunho jawab?

Ia sadar, harus ada satu orang yang mengalah dalam kisah cinta mereka.

Jika ia berbohong dan mengatakan tidak.. Apa Jaejoong akan menjauhinya dan kemudian bisa bahagia dengan Changmin?

Jung Yunho hanya menarik nafas dalam dan membiarkan deguban jantungnya menjawab pertanyaan Jaejoong.

.

.

.

Sejak kecil aku selalu bersamanya, kami terus tumbuh dan ia menjelma menjadi namja yang sangat cantik. Benar- benar cantik.. Senyumannya seperti senyuman seorang malaikat..

Aku ingin hatinya datang padaku. Tidak banyak yang kumiliki, tapi telah kuserahkan seluruh hatiku untuknya. Sampai akhirnya aku benar- benar terpuruk dengan perasaanku padanya.

Tidakkah ia tahu yang paling berharga bagiku hanya dirinya?

Aku harap suatu hari ia akan membuka hatinya dan menerimaku.

.

Namja cantik itu terlihat kewalahan mengejar langkah kaki panjang milik Changmin di belakang taman kampus yang terlihat sangat sepi. Terhitung sejak kejadian pingsannya Jaejoong di klinik, namja yang biasanya selalu menempelinya itu terlihat menjauhinya. Kim Jaejoong tidak mengerti apa yang sudah terjadi, yang jelas ia tidak suka melihat Changmin murung dan terkesan menghindari dirinya.

"Minnie.. Tunggu.." teriak Jaejoong sambil memegang lengan Changmin erat ketika akhirnya ia berhasil menyamai langkah mereka.

"Minnie.. Kumohon.. Kenapa kau terus menghindariku?" tanya Jaejoong lirih. Jung Changmin menelan ludahnya kemudian perlahan melepaskan tangan Jaejoong dari lengannya.

"Aku tidak menghindarimu." Kata Changmin dingin.

Jaejoong menunduk. Ia tak pernah menyangka Changmin bisa sedingin ini padanya. Apa yang sudah dilakukannya sampai bisa membuat Changminnya semarah ini. Apa ia salah karena tak mengikuti kata- kata Changmin untuk tidak pernah menemui Jung Yunho lagi.

Apa Changmin marah padanya karena itu?

"Mianhae, Minnie..."

Changmin terkejut mendengar namja cantik itu meminta maaf padanya. Ia tak habis pikir, bukankah seharusnya ia yang minta maaf pada Jaejoong? Ia hanya takut semakin tidak bisa mengontrol perasaannya. Percakapan yang ia dengar secara tidak sengaja antara namja cantik itu dan hyungnya ketika di klinik, sudah sangat melukai hati dan egonya.

"Kenapa meminta maaf?" tanya Changmin pelan.

Jaejoong memberanikan diri untuk menatap Changmin.

"Aku tidak tahu, tapi aku-"

"KENAPA KAU MEMINTA MAAF KALAU TIDAK TAHU APA KESALAHANMU?!" teriak Changmin tiba- tiba.

Kim Jaejoong terlonjak kaget, namun sebisa mungkin ia berusaha untuk mengontrol dirinya.

"Minnie, kalau begitu tolong katakan padaku apa kesalahanku? Kenapa Minnie terus menghindariku?"

Jung Changmin tetap diam tidak bersuara sedikitpun.

"Minnie.."

"Hyung.." Changmin menatap namja yang sangat dicintainya itu dengan sendu.

"Katakan padaku, apa yang harus aku lakukan, Minnie.."

Namja jangkung itu maju selangkah demi selangkah dan menarik tubuh mungil namja cantik itu dalam pelukannya. "Mulai sekarang aku mau Hyung selalu ada disisiku."

Tubuh Jaejoong menegang dalam pelukan Changmin.

"Minnie... "

"Aku mencintaimu, Hyung.." Changmin menciumi pelipis namja berwajah androgini kecintaannya.

"Minnie tahu sendiri kan kalau aku… tidak bisa?" suara Jaejoong terdengar ragu dan lirih.

Changmin tidak mau melepaskan tubuh kecil namja cantik itu dari pelukannya, ia malah mendekapnya semakin erat.

"Tapi aku mencintaimu, Hyung. Hanya hyung yang mengerti apa adanya diriku.. Hanya hyung yang akan berlari kearahku saat aku terjatuh.. Hanya hyung yang mau memelukku saat aku menangis. Aku ... sangat mencintaimu, Hyung."

Perlahan-lahan Jaejoong melepas pelukan Changmin dan menatap namja jangkung itu lembut. "Minnie, suatu saat pasti akan ada orang lain yang mencintaimu dengan tulus."

Changmin menggeleng pelan. "Aku tidak mau selain dirimu, Hyung.."

"Aku akan selalu ada disisi Minnie... sebagai seorang Hyung." Kata Jaejoong pasti sambil membelai pipi Changmin lembut.

"Tidak bisakah kau membuka hatimu untukku, Hyung?"

"..."

Jaejoong menghela nafas panjang, menatap Changmin dengan pandangan yang sulit diartikan.

"Bolehkah aku menciummu, Hyung?"

"Eh?" Jaejoong sedikit kaget.

"Hyung tidak mau?" wajah Changmin seketika itu nampak sangat sangat sedih.

Jaejoong menghela nafas lagi.

"Sekali saja, Hyung." Pinta Changmin.

"Baiklah. Di pipi saja, ne." Kim Jaejoong tersenyum dengan wajah malaikatnya.

Changmin mengangguk.

Jaejoong memejamkan matanya dan menolehkan sedikit wajahnya, agar Changmin mudah mencium pipinya. Tetapi ...

Chu

Mata namja cantik itu membulat saat Changmin ternyata mencium bibirnya tiba- tiba.

Namja jangkung itu terlihat memejamkan matanya, bibir mereka masih bersentuhan. Tidak ada pergerakan apapun. Setitik air mata terlihat menggenang di sudut mata Changmin. Dan untuk menghargai Changmin, namja cantik itu mulai memejamkan matanya, memasrahkan dirinya berada seutuhnya dalam rengkuhan lengan Changmin. Changmin yang mengetahui bahwa tubuh mungil dalam dekapannya ini mulai relax, ia mulai berani mengerakkan bibirnya pelan, memagut lembut bibir plum itu tanpa nafsu yang berlebihan. Hanya ada cinta didalamnya. Changmin terus mengulum bibir yang semakin memerah ranum itu, menghisap bagian atas dan bawahnya bergantian dengan irama dan gejolak perasaan yang terdalam dari hatinya.

Saat itu juga Jaejoong merasa buruk. Ia merasa menjadi manusia terjahat di dunia karena telah mengecewakan namja ini, namja sebaik Jung Changmin.

Kalau boleh Changmin egois, ia ingin waktu terhenti pada saat itu. Ia ingin tanah tempat ia bepijak saat ini terbelah dan menelan dirinya serta namja yang sangat ia cintai ini berdua dan membawa mereka dalam keabadian.

Yang dirasakan Changmin saat itu adalah luapan kepedihan yang mengapung dihatinya.

Bibir ini, bibir yang tengah ia rasakan manisnya ini, bisakah ia memilikinya, hanya untuk dirinya, selamanya?

Dan Changmin sangat menikmati tiap pagutan dan lumatan lembut yang balas dilakukan Jaejoong terhadap bibirnya.

Ini nikmat...

"Eunghhh.." lenguhan nikmat lolos dari bibir plum merah namja cantik itu, sedikit berjinjit lengan kurus itu menjerat tengkuk namja yang tengah memagut bibirnya dengan erat, saliva mengalir dari sudut bibir menuruni rahang. Waktu terus bergulir, seiring dengan air mata Changmin yang jatuh membasahi bulu mata lentik milik Kim Jaejoong, dan mengalir turun menuju pipi mulus namja cantik itu, seakan mereka menangis bersama. Ya.. mereka memang menangis bersama.

Ciuman panjang itu terlepas setelah keduanya sudah merasakan kekurangan oksigen. Changmin mengusap lembut dagu namja cantik itu dengan ibu jarinya.

"Terimakasih." Mata namja jangkung itu masih berkaca-kaca. "Aku mencintaimu, Hyung."

"Minnie... aku..."

"Aku tahu, kau hanya mencintai Jung Yunho, kan?" Changmin tersenyum getir.

Jaejoong membuang nafasnya lelah..

"Kau sangat mencintainya?"

Jaejoong masih mengunci mulutnya rapat-rapat.

"Jawab aku, hyung. Kau menginginkannya kan?" desak Changmin.

Jaejoong menggeleng. "Aku memang mencintainya. Tapi walaupun aku mencintainya, jika Yunnie mencintai Junsu-sshi… aku tidak apa-apa, aku hanya ingin Yunnie bahagia." Jaejoong mencoba tersenyum walau matanya mulai mengeluarkan tetesan-tetesan bening, kemudian ia menundukkan wajahnya.

Changmin melihat pundak Jaejoong yang bergetar. Namja cantik itu sedang berusaha keras menahan tangis.

Hiks..

Changmin memeluk tubuh Jaejoong. Hatinya yang memang sudah hancur, menjadi lebih hancur lagi saat ini. Ia lebih memilih menderita daripada melihat namja cantik yang ia peluk ini menangis. Kenapa perasaan yang bernama cinta itu begitu rumit dan pedih?

"Kalau kukatakan Yunho sepertiya tak memiliki perasaan itu pada Kim Junsu bagaimana?" tanya Changmin sambil jemarinya tetap mengelus rambut Jaejoong lembut.

Jaejoong memiringkan kepalanya. "Maksud Minnie?"

"Jika ia tidak mencintai Junsu?"

Jaejoong menunduk lagi. "Itu tidak mungkin, Minnie. Yunho sendiri yang mengatakannya padaku, bahwa ia mencintai Junsu-sshi.."

'Cih.. Jung Yunho munafik!' gumam Changmin.

.

.

.

Jaejoong baru saja selesai mengeringkan rambutnya dan merapikan lagi penampilannya di cermin. Setelah itu, Jaejoong keluar dari kamarnya dan berjalan menuju dapur. Entah mengapa ia sangat haus. Pikirannya masih berkecamuk tentang duo Jung yang terus membayanginya baik saat tidur ataupun terjaga.

Namja cantik itu membuka lemari es dan mengambil satu botol air dingin. Setelah meneguk habis air dingin itu, mata Jaejoong beralih pada kotak makan yang ada di dekat lemari piring.

Jaejoong memegang kotak makanan itu kemudian mendekapnya di dada. "Apa tadi Yunnie kemari mengantarkan kotak makanan ini?"

Jaejoong tersenyum kemudian berjalan menuju ruang TV menghampiri Yoochun yang berada disana.

"Chunnie… Apa tadi Yunnie datang mengantarkan kotak makanan?" suaranya terdengar antusias.

Sepupunya mengangguk tanpa menolehkan wajahnya, terlalu fokus pada layar TV yang menayangkan pertandingan golf nasional.

"Lalu? Apa dia mengatakan sesuatu? Pesan untukku?"

"Tidak. Dia hanya mengantarkan kotak makan itu dan langsung pergi lagi." kata Yoochun sambil menoleh kearah Jaejoong.

"Begitu, ya…" Jaejoong menghela nafas lemah. Entah apa yang masih diharapkan Jaejoong.

Sepupu cantiknya itu terlihat kecewa, tapi ia tetap berusaha tersenyum manis. "Aku keluar sebentar ya, Chunnie.."

"Mau kemana?" tanya Yoochun menyelidik.

"Aku tidak akan ketempat Yunnie kok. Aku hanya ingin jalan-jalan di taman saja." Jawab Jaejoong seakan tahu bahwa Yoochun mencurigainya.

Park Yoochun mengangguk, sedikit khawatir melihat wajah sendu sepupunya, namun ia membiarkan sepupunya itu menenangkan pikirannya dengan berjalan-jalan sore.

"Jangan terlalu lama ya berada diluar."

.

.

"Joongie, Kapan kamu akan kembali ke Amerika sayang? Dr. Winston bilang pengobatanmu harus segera dilanjutkan. Kalau tidak maka ..."

"Umma.. Joongie mohon.. Urusan Joongie disini belum selesai." Kim Jaejoong menyela perkataan ummanya diseberang sana. Sebelah tangannya bermain dengan ikan-ikan yang berenang dalam kolam ikan di taman yang terlihat mulai sepi itu. Ia berjongkok seperti seorang bocah, mengubek-ngubek air kolam dan menciprat-cipratkan air ke batu besar yang tadinya terlihat kering.

"Tapi Joongie, umma tidak mau kamu terus terlibat dengan kedua putra keluarga Jung itu."

Jaejoong memindahkan ponsel ke telinga kirinya, berdiri dan mengelap tangan basahnya ke celana yang ia pakai. "Umma, Joongie kan sudah bilang bahwa Joongie akan memperbaiki keadaan kami. Memperbaiki hubungan Yunnie dan Minnie. Dan ..."

"Umma tidak peduli dengan semua itu" ibunya menghela napas berat. "Awalnya Umma pikir tidak apa membiarkanmu kembali ke Korea, tapi sepertinya Umma salah. Yoochun sudah mengatakan semuanya pada umma dan umma tidak ingin kamu kembali terluka sayang. Kenapa kamu harus terlibat dengan mereka lagi? Memangnya kamu sudah lupa tentang kejadian kecelakaanmu?" kata ibunya lagi. Suaranya terdengar sedih.

Jaejoong terdiam. Ia merasa tidak perlu diingatkan pada masalah itu. Ia belum lupa. Tidak pernah lupa. Dia tidak akan melupakan rasa sakit dari segala suntikan dan teraphy pengobatan yang terus menerus menyiksanya.

"Joongie akan kembali kesana Umma. Tapi tidak sekarang. Mengertilah Umma." Mohon Jaejoong pada Ummanya.

.

Jaejoong menutup flip ponselnya, memutar tubuhnya dan terkejut mendapati namja manis bernama Kim Junsu, yang ia ketahui sebagai kekasih Jung Yunho itu sudah berdiri dibelakangnya.

"Junsu-shi..."

"Jaejoong-shi..."

Jaejoong sungguh tidak nyaman berada berdua saja dengan Kim Junsu, dari aura yang ia keluarkan, tampak sangat jelas bahwa namja manis ini tidak menyukai Jaejoong.

"Kapan kau akan kembali ke Amerika?" tanya Junsu sarkastik.

"Ma-Maksudmu?"

"Tidakkah kau sadar? Kedatanganmu kembali ke Korea hanya memperburuk segalanya!"

Jaejoong membulatkan matanya. Junsu baru saja menyerangnya. "Junsu-sshi.. Apa maksudmu..."

"Jangan pura- pura bodoh Kim Jaejoong!"

Kini Junsu berdiri persis di depan Jaejoong yang memandang namja manis itu dengan tatapan tidak percaya. Ia hanya diam mendengar cercaan Junsu padanya.

"Gara-gara kau semuanya jadi kacau! Apa kau merasa hebat telah merusak hubungan persaudaraan Yunho dan Changmin?" pekik Junsu tiba- tiba. "Apa kau merasa hebat telah merebut satu-satunya kebahagiaanku?! Kalau kau tidak muncul kembali, hubunganku dan Yunho pasti akan baik-baik saja! Ini semua salahmu! !"

Junsu berteriak dan mulai menangis. Jaejoong masih diam, bibir mungilnya seakan kelu untuk berbicara satu katapun. Atau mungkin ia membenarkan semua perkataan Junsu?

"Lebih baik kau pergi! PERGI SAJA SELAMANYA! !"

DEGH

Jaejoong merasakan dadanya begitu sakit. "Junsu-sshi! Kenapa kau bicara seperti itu!" akhirnya Jaejoong melawan. Air mata sudah mulai menggenang dan mengaburkan pandangannya.

"Jangan sok menjadi korban disini! Kau hanya menipu Yunho, Changmin, dan juga semua orang dengan wajah malaikatmu itu."

"Junsu-shi... Aku tidak-"

PLAKKKKKK

Junsu baru saja menampar Jaejoong. "Aku membencimu! Aku sangat membencimu!" tangisan Junsu menjadi jauh lebih keras. Jaejoong memegangi pipinya yang terasa begitu perih.

Junsu kembali mengayunkan tangannya ingin menampar namja cantik itu. Seketika itu pula Jaejoong hanya menutup matanya. Ia tidak mau membalas perlakuan Junsu.

Greppp

Seseorang mencekal tangannya.

Jaejoong membuka matanya pelan karena tiba- tiba suasana jadi hening dan ia tak merasakan tangan Junsu menampar pipinya lagi.

"Yunho ah…" Tangan Junsu masih dicengkram kuat oleh Yunho.

"Jangan kau teruskan, Kim Junsu." Suara Yunho terdengar dingin, ia melepaskan tangan Junsu dengan kasar dan membiarkan namja manis yang masih berstatus kekasihnya itu menatap nyalang ke arah dirinya.

"Kau mau membelanya?" tanya Junsu sinis.

Sementara Kim Jaejoong merasakan sesak di dadanya terasa sedikit ringan saat melihat keberadaan Yunho disana. Air mata yang sejak tadi ditahannya mendadak jatuh menderas, tanpa sadar dia menangis lega.

"Apa kau melupakan janjimu kepada mendiang kedua orang tuaku? JAWAB AKU JUNG YUNHO? ? !" teriak Junsu histeris.

Merasa tidak akan mendapatkan jawaban dari kekasihnya, namja manis itu tidak sanggup lagi berada disana lebih lama, Kim Junsu pergi meninggalkan orang yang paling dicintainya dan orang yang paling dibencinya, berdua, dalam keadaan geram dan berurai air mata.

Tanpa bicara satu katapun, Yunho menatap kepergian Junsu sampai tubuh namja manis itu sudah tidak terlihat lagi, kemudian beralih memandang Jaejoong yang nampak sangat shock kemudian menarik namja cantik itu ke dalam pelukkannya. Tubuh mungil itu bergetar sangat hebat.

"Hikkss… Hiksss…." Jaejoong menangis terisak-isak di pelukan Yunho.

Yunho terus memeluk Jaejoong erat. "Jangan menagis lagi... kumohon.."

Perlahan Jaejoong melepaskan diri dari pelukan itu dan menatap namja yang berdiri di hadapannya.

"Mianhae…" Bisik Jaejoong lirih.

"Untuk apa?" tanya Yunho lembut.

"Seharusnya aku tidak perlu kembali kesini. Seandainya dulu, pada saat itu aku mati..."

"Ssssttt!"

Yunho meletakkan jari telunjuknya dibibir Jaejoong. Hal itu sontak membuat namja itu terdiam sesaat. Tubuh mungilnya kembali berada dalam pelukkan hangat Yunho.

Yunho tersenyum kemudian mengangkat dagu Jaejoong agar mata mereka bertautan. Jaejoong menatap mata musang milik namja tampan itu. Jung Yunho melihat setitik darah yang ada disudut bibir Jaejoong.

"Jangan bicara hal yang bodoh. Kalau pada saat itu kau mati, percayalah tak akan ada Jung Yunho yang memelukmu saat ini, karena saat itu juga aku akan mati. Aku mencintaimu, sangat mencintaimu."

Jaejoong menggeleng pelan. "Jangan menghiburku."

Yunho menghela nafasnya panjang. "Aku mengatakan yang sejujurnya."

Jaejoong tersenyum. Lalu detik berikutnya ia merasa ada sesuatu yang mengalir dari hidungnya, sesuatu yang membasahi philtrumnya.

Jung Yunho tercekat, "Joongie... hidungmu berdarah." Buru-buru ia membawa namja cantik itu ke bangku taman dan mencari sapu tangan yang selalu dibawanya di kantung celananya.

Jung Yunho menekan lembut kedua lubang hidung Jaejoong dengan sapu tangan, berharap mimisan Jaejoong segera berhenti.

Namja cantik itu memegang lengan Yunho dan mengambil alih sapu tangan yang kini telah basah oleh darah merah yang kental. Tangan mereka saling menggenggam. "Nan gwenchana, Yunnie. Geokjeongmaseyo.. (Jangan khawatir)"

Dan kelopak mata indah itu menutup seiring genggaman tangan yang juga terlepas.

.

.

.

-to be continue-