"Mencari siapa? Dan, kau siapa?"

Laki laki itu membungkuk kecil sebagai tanda penghormatan. "Aku datang untuk menemui Luhan. Aku Oh Sehun, kekasihnya."

Mata Baekhyun membola seketika. "Eh?"

Baekhyun memundurkan langkahnya. Ia menatap Sehun aneh dari ujung kepala sampai ujung kaki. Wajah datar, rambut pendek, kulit pucat, dada rata, tubuh tinggi, suara berat. "Kau laki-laki?"

Sedetik saja, Baekhyun bisa melihat raut kebingungan pada wajah Sehun tapi kemudian laki-laki itu mengangguk. Baekhyun merengut melihat anggukan kepala yang Sehun berikan. "Kau pasti salah orang. Luhan gege yang tinggal disini pasti bukan kekasihmu. Gege itu normal jadi tidak mungkin dia berpacaran dengan laki-laki apalagi yang tidak ada ekspresinya sama sekali seperti kau."

Sehun tak menanggapi malah terus menatap Baekhyun tajam membuat Baekhyun sedikit salah tingkah. "Sudah selesai? Bisakah kau memanggilkan Luhan sekarang? Aku ada urusan dengannya."

"Tunggu disini akan ku panggilkan." Baekhyun berbalik dan menggerak-gerakkan bibirnya layaknya orang menggerutu tanpa suara. Kaki pendeknya mulai menaiki tangga dan memasuki kamarnya. Tampak Luhan sedang bersenandung kecil sambil membereskan lemarinya.

"Gege?"

Luhan menoleh kemudian ia berkacak pinggang. "Sudah kukatakan untuk tidak masuk, kan? Aku belum selesai bersih-bersih Baekhyun."

Baekhyun menggelengkan kepalanya. "Ada seseorang dibawah mencarimu. Namanya Oh Sehun."

Luhan membolakan matanya yang sipit. "Oh Sehun?" Dari nada bicaranya Luhan terdengar begitu terkejut.

Baekhyun mengangguk cepat. "Gege mengenalnya? Dia bilang kalau dia itu kekasihmu. Aku sudah bilang kalau dia salah orang tapi dia tetap saja dia bersikeras untuk bertemu denganmu. Apa gege mengenalnya?"

Persendian Luhan serasa mencair sekarang. Sehun disini, mengatakan pada Baekhyun kalau mereka sepasang kekasih. Luhan tak beranjak dari tempatnya awal. Wajahnya yang menyiratkan kebimbangan dan ketakutan itu membuat Baekhyun mengerutkan dahinya heran. Mungkin gegenya ini sedang berusaha mengingat Oh Sehun? Atau entahlah.

"Aku akan menyuruhnya pergi kalau gege memang tidak mengenalnya." Luhan mendongak menatap Baekhyun yang hendak keluar kamar. Otaknya bekerja cepat seketika. Kalau Baekhyun menemui Sehun lagi, bisa jadi lebih gawat.

"Baekhyun-" Baekhyun menghentikan langkahnya dan menoleh pada Luhan. "Kau bisa beristirahat di kamarku sekarang."

Baekhyun terdiam sesaat setelah mendengar nada bicara Luhan yang terdengar memerintah. Sebenarnya ia bisa melihat gelagat aneh yang kakaknya itu tujukan sayangnya ia terlalu pusing untuk memikirkan apa yang terjadi pada kakaknya. Baekhyun tersenyum dan mengangguk. "Aku mengerti."

Setelah memastikan adiknya sudah masuk ke kamarnya, Luhan menuruni tangga dan menemui Sehun. Ia menahan nafas saat indranya menangkap Sehun yang sedang duduk tenang menanti dirinya. Tarik nafas – buang, tarik nafas – buang. Setelah merasa kalau dirinya benar-benar siap menemui Sehun, kaki kurusnya melangkah perlahan namun pasti mendekati laki-laki lebih tinggi itu.

Sehun mendongkak begitu melihat seseorang berhenti di hadapannya. Ia tersenyum kecil begitu mengetahui siapa orang tersebut. "Apa maumu?" Dari suaranya sudah tampak kalau Luhan benar-benar sedang kesal. Kalau dari suara saja sudah bisa membunuh seseorang mungkin Sehun sudah mati sekarang.

"Aku hanya ingin mengajakmu keluar untuk makan siang. Aku tahu kau pasti belum makan." Sehun mengatakan dua kalimat itu dengan nada yang terlewat santai membuat hasrat Luhan untuk menjambak rambutnya sampai botak naik ke ubun-ubun.

"Pergi dari sini sekarang juga." Luhan berusaha memendam emosinya. Ia tidak mau meledak-ledak dan Baekhyun mendengarnya.

"Bagaimana jika aku tidak mau?" Tangan Luhan mengepal erat menandakan jika emosinya sudah terlalu besar.

Sehun menunduk."Chanyeol sebenarnya melarangku untuk menemuimu dulu tapi karena rasa rinduku tak terbendung, aku tidak mengikuti apa katanya." Luhan berusaha menghiraukan ucapan laki-laki menyebalkan dihadapannya ini. Sehun sudah membuat hidupnya terombang ambing. Jangan sampai ucapan bullshit yang keluar dari bibir tipisnya itu kembali membuatnya makin goyah.

"Aku tak perduli." Luhan yang berbicara dengan sakarstik itu membat Sehun mendongak menatapnya dalam-dalam.

"Kenapa kau membenciku?"

Baru kali ini Luhan mendengar nada bicara Sehun yang terlampau lembut. Ia menoleh menatap Sehun yang juga menatapnya dengan tatapan memelas. Jemari Luhan yang mengepal dari tadi perlahan terbuka.

"Kenapa kau terus mengejarku?"

Sehun tersenyum. Senyuman manis, ah tidak, sangat manis. Luhan membeku sesaat melihat senyuman itu muncul dari bibir Sehun. Laki-laki itu tak pernah menunjukkan sisi lembutnya pada Luhan dan sekarang semua itu mampu membuat perut Luhan serasa diaduk tidak karuan.

"Tentu saja karena aku menyukaimu."

Dan sekali lagi, Luhan menahan nafas. Emosi yang dari tadi sudah sampai di ubun-ubun perlahan mereda. Raut kebingungan tergambar jelas di wajah Luhan dan Sehun bisa melihatnya.

"Gege, bagaimana jika ada seorang laki-laki menyatakan perasaannya padamu?"

"Tentu saja aku akan menolaknya. Kalau bisa aku juga akan menjauhinya."

Sekelebat ingatannya tentang pembicaraannya dengan Baekhyun saat itu muncul. Ya Tuhan, Luhan ingin menangis sekarang. Sehun berdiri baru selangkah ia mendekati Luhan, laki-laki mungil itu malah memundurkan tubuhnya. Ada sebuah ketakutan di wajah Luhan saat itu.

"JANGAN MENDEKAT!" Luhan berteriak tanpa sadar saat Sehun berusaha mendekat. Kemudian ia menggeleng beberapa kali. Suaranya melemah. "Aku tak bisa Sehun. Ini salah. Aku mohon hentikan."

Sehun berjalan mendekat ke arah Luhan perlahan. Tangannya perlahan menyelimuti tubuh Luhan, membawa laki-laki mungil itu pada sebuah dekapan hangat yang menenangkan. "Aku tak bisa. Jangan minta aku untuk berhenti Lu."

Mendadak Jantung Luhan berdebum sangat cepat, dan itu terlalu kuat. Dalam pelukan itu, ia juga bisa merasakan bagaimana debaran di dada Sehun yang juga setara dengan miliknya.

"Apa kau menyuruhku kesini untuk melihat kalian berpelukan?"


The Slave Doll

A story line by Swagchane

Warning!

This Character is belong to me (Except EXO members of course)

Alur dan kemasan cerita terlahir dari otak nista saya dan dari manga yang berjudul Houkago Chokyo Housoshitsu.

Pairing:

Hun-Han | Chan-Baek

Sorry for the typos. No EYD.

Don't be a plagiarist. Don't be a siders.

Enjoy!


Baekhyun terus menggoyang-goyangkan kakinya, menatap Chanyeol dengan senyuman yang tak pernah luntur dari bibirnya. Chanyeol yang menikmati coklat hangat yang baru saja dibuatnya itu hanya mampu mengerutkan dahi melihat sikap Baekhyun yang berbeda dari biasaya. "Apa ada yang salah dengan wajahku?"

Baekhyun menggeleng, masih dengan senyum yang menurut Chanyeol manis itu. "Oh, ayolah Baekhyun, jangan melemparkan senyum seperti itu terus padaku. Bisa-bisa aku terserang diabetes sekarang." Chanyeol bisa melihat rona merah di pipi Baekhyun. Dengan cepat ia mencondongkan tubuhnya, mendekatkan wajahnya pada wajah Baekhyun. "Lalu kenapa terus tersenyum?"

Sumburat kemerahan itu makin kentara membuat Chanyeol ingin menggigiti pipinya. "Aku hanya tak menyangka kau bisa ada disini."

"Kau senang?"

Baekhyun merunduk dan mengangguk beberapa kali. Chanyeol tertawa melihat ekspresi malu-malu yang Baekhyun tujukan padanya. "Aku senang kau sudah mau menerimaku."

Baekhyun mendongkak menatap Chanyeol yang tersenyum lebar seperti biasa. Entahlah, ini terlalu membingungkan. Harusnya ia marah karena ia melihat laki-laki menyebalkan ini ada di hadapannya tapi rasa rindu yang terlalu dalam tiba-tiba menyelip dalam setiap rongga tubuhnya. Pernyataan cinta chanyeol waktu itu benar-benar mengubah segalanya.

"Menerima apa?" Tanya Baekhyun pura-pura bodoh.

Chanyeol mengangkat bahunya santai kemudian menyandarkan punggungnya pada badan kursi. "Kau dulu tak pernah tersenyum seperti itu padaku."

Baekhyun sontak merengutkan dahi dan memajukan bibirnya tidak setuju. "Kau dulu itu menyebalkan."

"Bagian mananya yang menyebalkan?"

"Semua."

"Lalu sekarang?"

"Sudah tidak lagi."

"Bagaimana bisa?"

"Sudah jangan banyak bertanya."

"Aku hanya ingin tahu. Sejak kapan aku tidak menyebalkan lagi?"

"Sejak…" Baekhyun terdian mencari jawaban yang tepat. Ia tidak mungkin jujur pada Chanyeol dengan mengatakan kalau ia tampak lebih menyenangkan, lebih tampan dan lebih segalanya setelah detik dimana ia menyatakan perasaannya. "I-itu… sejak kau menghilang."

Chanyeol menautkan kedua alisnya. Menghilang? "Kau merindukanku?"

Obsidian Baekhyun seketika membola mendengar kalimat Chanyeol –yang menurutnya- terlalu frontal itu. "T-tidak. Mana mungkin aku merindukan orang sepertimu."

Chanyeol tertawa keras. "Bagaimana bisa kau mengatakan tidak sementara raut wajahmu mengatakan iya?" Chanyeol meneruskan tawa kerasnya membuat Baekhyun kembali memberenggut. "Bahkan wajahmu penuh dengan rona merah seperti itu."

Baekhyun sontak menutup wajahnya dengan kedua telapak tangannya. "Yak?! Kau menyebalkan!" Baekhyun memberdirikan tubuhnya. Lebih baik ia tidur di kamarnya daripada Chanyeol terus menggodanya seperti ini. Baru saja ia akan melangkah, kakinya malah tersandung kaki meja membuat tubuhnya oleng dan akan jatuh.

Chanyeol yang melihat Baekhyun refleks berdiri dan menangkap tubuh Baekhyun agar tidak jatuh walau –karena kerefleks-annya itu- membuat tulang rusuknya sakit karena terbentur pinggiran meja dengan sangat keras. Chanyeol meringis merasakan sakit kemudian menatap Baekhyun. "Kau tak apa?"

Baekhyun mengangguk kaku antara shock karena hampir jatuh dan gugup karena jaraknya dengan Chanyeol terlalu dekat. Ia melirik sekilas ke arah tulang rusuk bagian kiri yang dipegang oleh Chanyeol. "Kau tak apa?"

Chanyeol hanya tersenyum setengah meringis. Baekhyun, yang entah kenapa merasa bersalah segera menegakkan tubuhnya dan membawa Chanyeol duduk di sofa. "Tunggu disini. Akan kubawakan obat."

Sepeninggal Baekhyun, Chanyeol hanya mampu tersenyum. Ia bisa melihat wajah penuh kekhawatiran yang pria kecil itu tunjukkan untuknya, hanya untuknya. Ah~ indahnya surga. Baekhyun kembali sangat cepat dengan kotak P3K di tangannya dan raut kepanikan di wajahnya. Ia mendudukkan dirinya tepat disebelah Chanyeol. "Mananya yang sakit?"

Chanyeol menunjuk bagian rusuk kiri tanpa menyentuhnya. Baekhyun baru saja akan membuka kancing kemeja Chanyeol tapi gerakan tangannya terhenti. Perutnya bergejolak membuat jantungnya serasa dipompa berkali-kali lipat. Ia menatap Chanyeol yang juga menatapnya bingung.

Baekhyun menarik nafas panjang dan menghembuskannya perlahan. Ia kembali memfokuskan dirinya membuka kancing kemeja Chanyeol satu persatu sampai semuanya terbuka. Ia kembali menahan nafas saat tubuh kekar Chanyeol tersaji di hadapannya. Harusnya ini wajar dan terasa biasa-biasa saja karena mereka sama-sama lelaki tapi situasinya berbeda. Pikirannya berkeliaran kemana-mana. Baekhyun merasa kalau dia seperti seorang mesum sekarang.

Chanyeol tersenyum antara bangga, puas dan senang ketika melihat ekspresi Baekhyun yang sedikit tergagap saat melihat tubuhnya. "Ada apa?"

Baekhyun mendongak terkejut kemudian menunduk lagi dan menggeleng lemah. "Tidak ada." Cicit Baekhyun sangat pelan dan hampir tak terdengar. Ia mulai mengobati memar kebiruan di rusuk Chanyeol dengan tangan gemetar. Ia takut menyentuh kulit Chanyeol. Ia takut sengatan-sengatan mendebarkan itu merasuki tubuhnya dan membuatnya makin gugup tak terkendali.

Setiap pergerakan yang Baekhyun lakukan tak pernah luput dari pengelihatan Chanyeol. Bagaimana laki-laki itu mungil itu mengobatinya dengan teliti dan hati-hati. Bagaimana laki-laki mungil itu terkadang berhenti dan memandangi tubuhnya takut-takut.

"Baekhyun…" Baekhyun menahan nafas saat dipanggil dengan dalam seperti itu oleh Chanyeol. Tangannya yang terus bergerak mengobati luka Chanyeol itu terhenti saat laki-laki yang lebih tinggi itu memegangnya membuat Baekhyun mau tak mau mendongak menatapnya.

Laki-laki mungil itu bisa merasakan hawa di sekitarnya itu menjadi panas seketika. Chanyeol menatapnya tajam dan itu membuatnya salah tingkah. Ia berusaha mengalihkan pandangannya, kemana saja asal bukan ke mata, bibir dan badan Chanyeol yang terekspos itu.

Chanyeol mencondongkan wajah dan tubuhnya mendekat membuat Baekhyun mau tak mau memundurkah tubuhnya hingga tertidur di atas sofa. Baekhyun berusaha menahan tubuh Chanyeol dengan kedua tangannya yang serasa lemas dan tak bertenaga. Tak ada hasilnya, Chanyeol malah merangkap tangannya dan terus mengikis jarak di antara mereka.

Makin dekat dan makin hangat. Baekhyun bisa merasakan bagaimana hembusan nafas Chanyeol membelai kulitnya. Hingga ciuman itu terjadi. Ah, mungkin setelah ini Baekhyun harus memeriksakan jantungnya yang terus berpacu keras membuat otak, saraf dan ototnya serasa lumpuh seketika. Chanyeol memperdalam ciumannya dan menggerak-gerakkan bibirnya, melumat bibir Baekhyun dengan lembut membuat lelaki kecil itu tak terkendali. Baekhyun serasa mencair, pergerakan yang Chanyeol ciptakan membuatnya melemas dan tak bertenaga sama sekali. Untuk membalas saja tidak ada kekuatan apalagi untuk melawan. Ia pasrah.

Bagaimana cara Chanyeol melumat bibirnya itu terasa begitu memabukkan. Ia melakukannya dengan begitu lembut membuat Baekhyun terbuai. Chanyeol begitu lihai dan ahli, mengantarkan Baekhyun pada kenikmatan yang belum pernah ia rasakan sebelumnya. Hingga sentuhan terakhir, dan Chanyeol melepaskan tautannya. Membiarkan yang lebih mungil menghirup oksigen sebanyak-banyaknya.

Chanyeol tersenyum melihat nafas Baekhyun yang tak teratur serta wajahnya sang sangat merah. Ia tersenyum kemudian membelai pipi Baekhyun lembut dan memberi sebuah kecupan panjang di dahi Baekhyun. Oh ya Tuhan, Baekhyun tidak akan melupakan hari ini.


"Aku khawatir pada Baekhyun."

Sehun yang sedang fokus mengemudi hanya berdeham sebagai jawabannya. Ia sedikit melirik Luhan yang merunduk khas orang khawatir. "Ada Chanyeol, kau tidak perlu khawatir."

Luhan menatap Sehun sinis. "Justru itulah aku makin khawatir. Chanyeol orang yang tak bisa dipercaya. Bagaimana jika terjadi sesuatu pada Baekhyun nanti? Bagaimana jika Chanyeol melakukan sesuatu yang tidak-tidak pada Baekhyun? Bagaimana jika-"

"Luhan…" Sehun yang mulai pusing dengan omelan Luhan menyela perkataannya. Ia menatap Luhan. "Tak kan terjadi apa-apa pada adikmu itu. percayalah padaku."

Luhan menggigit bibirnya bimbang. Pada akhirnya ia menyerah dan mengangguk, membiarkan Sehun kembali memfokuskan diri pada jalanan dihadapannya dengan lengkungan kepuasan di bibirnya.

Beberapa saat kemudian mobil Sehun memasuki sebuah bangunan yang Luhan yakini adalah sebuah apartemen. "Kita akan kemana?" Luhan kembali bersuara begitu mobil Sehun sudah terparkir rapi.

Setelah melepas seatbeltnya, Sehun mencondongkan tubuhnya, membantu Luhan melepas miliknya juga. "Apartemenku." Sehun sedikit mencondongkan kepalanya saat membisikkannya pada telinga Luhan dan membuat lelaki bermata rusa itu membelalak.

"Hah? T-tapi untuk apa?"

Sehun tak menjawab malah memilih keluar dari mobil. Ia terdiam menunggu Luhan ikut keluar namun rasa-rasanya Luhan masih betah duduk di dalam mobil perak milih Sehun. Karena merasa tak sabar, Sehun mengetuk-ketuk jendela disebelah Luhan. Dengan ragu Luhan membuka jendelanya. "Mau sampai kapan ada disana?"

Luhan melirik ragu ke arah Sehun. Ia tidak mau keluar dari mobil ini dan mengikuti Sehun ke apartementnya. Berada bersama Sehun dalam satu ruangan itu tampaknya menyeramkan –walau sebenarnya menyenangkan- apalagi berada di sarangnya. Luhan menggelengkan beberapa kali saat membayangkannya.

"Jadi kau tidak mau keluar?" Luhan mengerjap-kerjapkan matanya bingung. Tampaknya Sehun salah mengartikan gelengan Luhan tadi meski Luhan memang enggan untuk keluar. "Turun sekarang atau aku yang akan menurunkanmu."

Sehun mengetuk-ketukkan kakinya bosan menunggu jawaban Luhan yang menurutnya terlampau lama walaupun faktanya belum sampai semenit. Dengan cepat Sehun membuka pintu mobilnya, menggendong Luhan ala bridal dan berjalan pasti menuju apartementnya. Luhan memekik keras saat tubuhnya terangkat sendirnya. Tangannya terkalung pada leher Sehun dengan sigap. "Lepaskan aku."

Sehun tak menjawab. Ia tetap berjalan santai tanpa memperdulikan Luhan. "Aku mohon lepaskan aku, ini memalukan." Luhan terlihat sedikit panik dan menyembunyikan wajahnya pada lengan kekar Sehun. puluhan mata menatap aneh ke arah mereka membuat Luhan risih dan malu.

Begitu masuk ke dalam apartementnya, Sehun dengan perlahan menidurkan Luhan ke ranjang king sizenya. Kalau biasanya Luhan akan berdebar-debar kalau berada di jarak sedekat dan posisi seintim ini dengan Sehun, maka kali ini tidak. Bibirnya terkerucut kesal sedang tatapannya menghindari mata Sehun.

"Berhentilah melakukan itu, aku muak." Luhan mulai merajuk saat jemari Sehun membelai lembut wajahnya.

Sehun menaikkan alisnya bingung. "Ada apa?"

Luhan menatap Sehun tak percaya. Ia ingin berteriak tapi ia sudah lelah. Ia berusaha menahan emosinya yang meluap-luap dan akhirnya menyerah. Membiarkan emosinya mencair menjadi tetesan-tetesan bening yang keluar dari matanya. "Kau menyebalkan."

Hening. Sehun memilih untuk beranjak dan menyiapkan sebuah minuman untuk Luhan. Susu vanilla, susu kesukaan Luhan. Sehun melangkahkan kaki jenjangnya mendekati Luhan, menyodorkan segelas susu itu pada lelaki kecil yang sedang terisak di hadapannya. Luhan meghentikan tangis tanpa suaranya saat ia melihat Sehun menyodorkan segelas susu vanilla. Tunggu, bagaimana ia tahu?

"Waktu pertama bertemu, kau kesusahan mengambil susu ini dan aku membantumu. Sejak saat itu aku tahu kalau kau menyukai susu vanilla." Sehun berbicara seakan menyadari apa yang Luhan fikirkan.

Laki-laki itu tersenyum manis, terlalu manis sampai Luhan tergagap dan sedikit salah tingkah. Dengan cepat Luhan menerima gelas yang Sehun sodorkan untuk menutupi rasa gugupnya, meminum susu vanilla itu dalam sekali teguk. Apa yang Luhan lakukan itu membuat Sehun tersenyum –karena menurut Sehun itu lucu- dan tanpa sadar mengusap lembut surai kecoklatan Luhan.

Ketika Luhan mendongkak, tatapan mereka bertemu. Ketika Luhan akan mengalihkan pandangannya, Sehun dengan sigap menahan dagunya, memberi isyarat pada Luhan agar ia terus menatap kearahnya. Tangan kiri Sehun yang terbebas, mengambil alih gelas kosong yang Luhan genggam, meletakkannya perlahan pada nakas samping tempat tidur.

Ibu jari Sehun tergerak, mengusap aliran air mata Luhan yang sedikit mengering. Kemudian kepalanya tercondong, mengecup penuh kasih kedua mata Luhan yang tertutup membuat laki-laki yang lebih kecil dilanda kelemasan. Sekali lagi, apapun yang Sehun lakukan, ia takkan bisa menolak. Bagaimanapun kuatnya dorongan untuk menolak pada dirinya tapi percuma saja, pesona Oh Sehun terlalu kuat untuk di acuhkan. Laki-laki dingin ini selalu memberinya perasaan yang memabukkan, membuatnya menginginkannya lagi dan lagi. Luhan sudah terikat pada Oh Sehun.

"Apa kau percaya padaku?" Sehun membisikkannya di telinga Luahn sembari membaringkan tubuh itu perlahan. Menindihnya dan menatap onyx kecoklatan itu tajam. Menanti jawaban atas pertanyaan singkatnya.

"Tidak."

Satu kata itu memiliki arti yang telak dan pasti. "Aku tidak siap dengan kehidupan baru itu Sehun. walaupun semua tampak menyenangkan tapi aku tidak bisa. Kau lihat tadi? Semua orang menatap kita aneh dan kita memang benar-benar aneh. Mencintai sesama jenis satu sama lain. Kau tahu itu salah kan? Dan semua itu salahmu. Kenapa kau harus masuk, mengganggu dan mengubah arah hidupku Sehun? kenapa?"

Genangan bening itu kembali menyapa indra pengelihatan Luhan tapi Sehun malah tersenyum menanggapinya. Luhan sudah mengaku kalau ia menyukainya secara tidak langsung. Luhan juga menyukainya. Bukan Sehun namanya kalau disaat seperti ini ia malah diam dan menyerah. Jadi dengan sigap ia kembali menciumi wajah Luhan, membuat laki-laki kecil itu melenguh.

"Apa kau menyukaiku?"

Pertanyaan yang Sehun ajukan itu terlalu sulit untuk dijawab. Ia ingin sekali mengatakan tidak walau nyatanya iya. Benar-benar terdengar seperti seorang munafik.

"Aku tidak tahu."

Sehun menahan kedua sisi kepala Luhan, membuat lelaki itu menatap ke arahnya. "Lihat aku dan jawab aku. Apa kau menyukaiku?"

Luhan menggigit bibirnya tanda ia sedang bingung. Daripada ia harus melihat mata Sehun yang terus mendesaknya untuk mengatakan 'iya aku menyukaimu', lebih baik Luhan menutup matanya. Entah setan dari mana yang muncul dalam dirinya, membuatnya tanpa sadar dan dengan suara serak mengatakan, "Ya."

Satu kata itu juga memiliki arti yang telak dan pasti. "Tapi…" Sepertinya tidak begitu. Luhan membuka matanya. Menatap Serius ke arah Sehun yang juga menatapnya sambil tersenyum. "Aku tak siap pada cacian yang orang-orang berikan pada kita nantinya."

"Buat apa memikirkan orang lain kalau aku ada disampingmu saat ini? Kau tak perlu khawatir dengan cacian yang orang berikan padamu karena aku disini untuk melindungimu. Kalau kau tidak menyukai seseorang, katakan saja maka aku akan menghabisinya. Jika semua orang membicarakan tentangmu dan kau merasa risih, hanya perlu tutup telingamu dan lihat padaku. saat kau membukanya nanti, takkan ada satu orangpun yang akan membicarakanmu karena aku yang akan membereskannya. Yang perlu kau lakukan hanya satu…"

Bibir Sehun mendekat dan mengecup bibir Luhan lama. Tak ada pergerakan karena Sehun memang tidak menginginkannya. Kemudian ia melepasnya, kembali emngangkat wajahnya dan meatap Luhan tulus. "Percaya padaku dan aku akan melindungimu."

Luhan sedikit ternganga dengan apa yang baru saja terjadi. Itu tadi adalah kalimat terpanjang yang Sehun ucapkan padanya, nada bicaranya juga merupakan nada terlembut yang baru saja Luhan dengar dari bibir mungil Sehun apalagi tatapan tulus itu, membuat Luhan merasa enggan untuk mengatakan iya. Jadi dengan sebuah senyum yang menghiasi wajahnya, Luhan mengangguk pasti menjawab pernyataan Sehun.

Sehun tersenyum puas melihat reaksi yang diberikan lelaki mungilnya. Ia memeluk erat tubuh kecil Luhan. memberikan kecupan-kecupan indah pada setiap tubuh dan wajah Luhan. setelah itu mereka kembali merajut rasa, menghangatkan satu sama lain dalam pergumulan panas yang diiringi dengan desahan-desahan indah dan tak lupa dengan senyum yang merekah dimana-mana.


Baekhyun kembali menatap ke arah jam dinding yang terus bergerak mengarah pada pukul 11 malam. Ini sudah larut dan kakaknya belum datang. Bukannya dia takut ada di rumah sendiri, ada Chanyeol yang dengan siaga menjaganya kapanpun hanya saja ia khawatir dengan keselamatan kakaknya itu. Apalagi ia pergi dengan seseorang yang mengaku-ngaku sebagai pacarnya tadi. Bagaimana kalau Luhan diapa-apakan? Bagaimana kalau ia nanti dibunuh? Bagaimana kalau tubuh Luhan nanti diambil organ dalamnya untuk dijual kembali? Bagaimana kalau- "Chanyeol!"

Chanyeol yang sedang santai membaca koran terperanjat kaget saat Baekhyun berteriak dan memanggilnya dengan cara itu. Dengan cepat ia berlari ke arah ruang keluarga. Ia melihat Baekhyun yang terduduk di lantai dengan wajah pucat. Chanyeol sempat berfikir kalau mungkin ada semacam serangga atau kecoa yang mendekat ke arah Baekhyun membuatnya menjerit seperti tadi.

Chanyeol mendekat, mengusap bahu Baekhyun untuk menenangkan. "Ada apa?"

"Kenapa Luhan gege masih belum pulang? Aku takut terjadi sesuatu padanya. Bagaimana kalau laki-laki pucat yang membawanya tadi melakukan apa-apa pada gege? Chanyeol lakukan sesuatu, ayo lapor polisi!"

Chanyeol tercengang mendengar jawaban Baekhyun. Apa yang keluar dari bibir laki-laki imut itu jauh berbeda dengan apa yang ada dipikirannya. Kemudian ia tertawa keras, sangat keras sampai perutnya terguncang hebat. Baekhyun benar-benar polos dan ia benar-benar menyukai itu.

Baekhyun merengut melihat Chanyeol menertawakannya. Memangnya apa yang lucu? "Yak! Kau mulai menyebalkan lagi. Aku serius tapi kau malah menertawakanku. Aku membencimu Park."

Melihat Baekhyun merajuk, Chanyeol segera menghentikan tawanya. Ia memeluk pinggang Baekhyun possessive dan menghembuskan nafasnya pada perpotongan leher Baekhyun, membuat sang empunya meinding kegelian. "Oh ayolah jangan merajuk seperti itu, kau benar-benar membenciku hm?"

"Tidak." Baekhyun bercicit kecil kemudian membalikkan badannya menatap Chanyeol masih dengan wajah yang di tekuk. "Sebutkan alasan kenapa kau menertawaiku dalam 5 detik. Kalau logis maka aku tidak jadi membencimu."

Chanyeol mengangkat sebelah alisnya kurang setuju. "Hey mana bisa kau-"

"Lima…"

"Tunggu dulu-"

"Empat…"

"Waktu lima detik saja mana bisa cukup."

"Tiga…"

"Kau menggodaku."

"Dua…"

Chanyeol mendekat, menarik leher Baekhyun mendekat dan mencium bibirnya, membuat lelaki mungil itu terdiam. "Karena Sehun adalah anak buahku. Tidak mungkin ia akan membawa Luhan pergi ketempat yang aneh. Lagipula Sehun tampaknya menyukai Luhan."

Baekhyun hanya mampu mengerjap-kerjapkan matanya. Ekspresinya saat ini benar-benar bak orang linglung yang sedang mabuk. Rona merah di bibirnya begitu kentara. Well, ciuman dari seorang Park Chanyeol tampaknya memberikan dampak yang besar bagi seorang Baekhyun. Seakan tersadar, Baekhyun berdeham kecil untuk mengumpulkan kesadarannya kembali.

"Lelaki pucat itu… menyukai gege?"

Chanyeol mengangguk. "Sehun bahkan pernah mengatakan padaku kalau mereka sudah berpacaran."

Baekhyun tampak berpikir. "Iya, dia mengenalkan dirinya padaku sebagai kekasih gege. Sedekat apa hubunganmu dengan laki-laki menyebalkan itu?"

"Tidak terlalu dekat." Chanyeol menjawabnya sambil menatap langit-langit seperti orang berfikir. "kami terkadang suka berbagi pendapat, berdebat dan saling memberi solusi. Walau terkadang dia bisa sangat menyebalkan."

Baekhyun mencibir. "Tentu saja sangat menyebalkan. Lagipula sangat mustahil. Gege mengatakan padaku kalau dia masih normal, mana bisa dia berpacaran dengan laki-laki itu. gege tidak mungkin menyukai tipe-tipe yang seperti dia."

Chanyeol tertawa. "Aku rasa kau salah. Pesona seorang Oh Sehun kalau sudah ada di atas ranjang tidak ada yang bisa menandingi. Bahkan aku sendiri saja kalah. Mungkin Luhan tertarik padanya karena itu."

Baekhyun ternganga saat mendengar penjelasan yang Chanyeol berikan. "A-apa?"

Chanyeol menatap bingung ke arah Baekhyun. "Apa apanya? Aku memang mengatakan apa barusan?"

"Pesona, ranjang, terarik. Maksudmu…

Apa?"

TBC


Fav/Fol/Rev. Fav/Fol/Rev.

No cuap-cuap ya. Silahkan tulis komentar kalian di kolom review xD

Aku merasa di chapter ini katanya agak berbelit-belit. Apakah kalian juga merasakan hal yang sama?

Untuk yang minta hunhan enceh, diatas udah ya walaupun ngga frontal hehe *ketawa cantik/?*

Next Chap kalo gaada perubahan cerita atau moodku gak lagi jelek, BH ama CY bakalan enceh enceh-an. *tawa nista*

.

Kemaren ada yang tanya kenapa updatenya berdasarkan review?

Banyak sih alesannya. Yang pertama, dengan review aku jadi tahu berapa banyak orang yang bener-bener baca dan suka sama ff ini. Yang kedua, dengan review aku jadi bisa tahu apa ffku pantes buat dilanjutin atau nggak. Dan yang terakhir, review banyak itu motivasi aku buat nulis dan nulis terus. Jadi kalo reviewnya dikit ya motivasi nulis aku berkurang.

Wkwkwk abaikan note kecil diatas :v

Last,

Mind to Review ;)