Greb...
Tangan kanan Naruto yang tidak memegang pistol menggapai pegangan tangga bagian luar dan berhenti di sana. Sang monster pun terperosok menabrak pegangan tangga tepat di samping Naruto yang sedang bergelantungan. Lagi-lagi pagar tangga itu jebol dengan makhluk yang terhempas jatuh jauh kebawah. Sebuah lemari besar hancur berantakan karena tertabrak tubuh makhluk itu.
Naruto melepaskan pegangannya. Lalu menjatuhkan tubuhnya kebawah. Tidak terlalu tinggi jaraknya bergelantungan tadi dengan lantai. Namun tetap saja masih terasa sakit di bagian kaki ketika telah mencapai dasar, hingga membuatnya berjongkok tajam.
Pemuda itu segera berdiri dari jatuhnya tadi, lalu membalikkan tubuhnya kearah belakang. Namun seketika kedua matanya melebar mengetahui makhluk kembali berlari kearahnya.
Ggrrrrhh!
Satu lompatan tinggi, kelima cakar tajam di tangan kanan bersiap untuk menerjang tubuh Naruto yang belum siap sama sekali.
'Gawat...!'
.
.
.
.
Chapter 12
Everything Has Changed
"The Place Of Hope"
.
.
.
.
.
Ujung yang tajam membela udara bebas. Bertabrakan dengan atmosfer dengan kecepatan hebat. Melaju kencang tanpa hambatan. Hingga secepat kilat mendekati sang target.
Jlebb...
Sebuah anak panah tajam menancap kuat tepat di samping kepala makhluk yang akan menghabisi nyawa Naruto. Membuat makhluk tersebut ambruk seketika terperosok tepat di bawah kaki pemuda berambut kuning itu. Detak jantung masih terpacu kencang di detik berikutnya. Manik biru itu menatap makhluk yang kini telah tak bernyawa.
"Naruto-kun!"
Seseorang memanggil namanya. Membuat pemuda tersebut segera tersadar dari keterkejutannya. Kini kedua manik Sapphire Naruto beralih ke arah seorang gadis yang memegang busur panah di tangannya.
"Di mana yang lain, Hinata?"
Tanya Naruto yang melangkah ke arah gadis tersebut. Akan tetapi Hinata menggeleng lemah sebagai sebuah tanda jawaban.
"Sakuran sedang mencari Sasuke. Mungkin yang lain juga tahu akan hal ini."
"Ayo. Kita cari mereka."
Ucap Naruto yang telah tiba di depan Hinata dan mulai menggenggam tangannya. Di saat Naruto berbalik sambil menarik tangan Hinata, seseorang muncul secara tiba-tiba.
"Gwaarrhh..!"
Secara reflek kaki kiri Naruto melebar, tubuhnya pun mengikuti alur gerak kaki kiri tersebut agar mendapatkan ruang gerak untuk menembak. Zombie tersebut mulai mencengkram kuat Naruto. Namun gerak senjata di tangan kiri Naruto sedikit lebih cepat darinya.
JDaarr!
Naruto terjatuh kelantai. Namun satu peluru berhasil ia lesakkan kearah kepala zombie itu.
Bruukk...
Suara punggung yang terhempas menabrak lantai terdengar setelah suara tembakan tadi. Mereka berdua terjatuh secara bersamaan. Karena Hinata juga terseret tangan kanan Naruto yang masih menggenggamnya erat. Beruntung tangan gadis itu masih mampu menahan beban tubuhnya. Hingga ia tidak sampai terjatuh menindihi tubuh Naruto. Untuk beberapa saat mata mereka beradu pandang, sebelum akhirnya menoleh kearah dua anjing ganas yang berlari kearah mereka.
Darr..
Dengan bidikan tangan kirinya, Naruto coba menembak salah kepala anjing itu. Namun hanya mengarah ketenggorokan. Membuat salah satu anjing tersebut terjatuh kelantai.
Daarr-Darr-Daarr...
Sudah beberapa kali Naruto menembak. Akan tetapi tidak ada satu pun yang berhasil dikenainya.
'Sial...!'
Umpat Naruto dalam hati. Kesal karena gerak anjing itu susah di prediksi. Anjing yang sama sekali tidak mempunya kulit itu melompat menerjang mereka berdua. Akan tetapi kali ini satu benda terlempar menghantamnya keras. Hingga membuat lompatan anjing itu berbelok arah dan terpelanting tak karuan.
"Pasti Sasuke akan marah jika melihat ini."
Kata Kiba yang baru saja melempar guji tua antik berukuran kecil.
Hinata menarik kembali tali busur panahnya. Anjing zombie yang Naruto tembak tadi telah bangkit dan kembali berlari kearah mereka. Konsentrasinya terpusat pada bidikan yang ada di sudut lubang pegangan busur itu. Mencoba mengarahkannya di titik kelemahan mereka. Yaitu... Kepalanya.
Buusshhh...
Satu anak panah melesat kencang menerjang anjing ganas yang berjarak 6 meter di depannya. Ujung runcing anak panah Hinata menembus sampai belangang kepalanya. Panah itu benar-benar menancap di sana.
JDaarr...
Anjing yang satu lagi terkapar di atas lantai saat Naruto berhasil menembak mengena tepat di kepalanya.
"Kaliam tidak apa?"
Tanya Kiba yang membantu Hinata berdiri.
"Bagaimana dengan yang yang lain..?"
Naruto bertanya kepada Kiba sambil berdiri sendiri dari jatuhnya. Lalu membersihkan celana biru panjang milik Sasuke yang ia pakai.
"Situasinya tiba-tiba menjadi rumit. Membuat kami terpisah."
Jawab Kiba. Dirinya sempat terpisah dari Sona dan Anko-sensei saat secara mengejutkan muncul 13 zombie ganas yang berlari kearah mereka.
"Naruto! Apa kau tidak apa-apa?!"
Chouji menuruni tangga yang porak-poranda dengan tergesa-gesa. Dilihatnya makhluk menyeramkan di lantai yang sempat menyerang mereka dengan tercengang.
"Sebenarnya apa makhluk ini..."
"Entahlah.. Sebaiknya kita segera berkumpul bersama yang lainnya. Ikuzo!"
Sahut Naruto kemudian.
.
.
.
.
.
.
Sakura berlari menyusuri lorong kosong yang panjang sebelum akhirnya menemukan sebuah pertigaan di depannya.
'Sasuke-kun... Di mana dirimu..'
Tanyanya dalam lubuk hati. Ia sempat memisahkan diri dengan Hinata untuk berbagi tugas. Hinata mencari yang lain, sedangkan dirinya mencari Sasuke, yang tentunya tahu seluk-beluk mansion ini.
"..?!"
Langkah larinya terhenti seketika. Mata hijaunya melebar, ketika seseorang tak dikenal muncul tiba-tiba di tikungan. Pria berbaju compang-camping itu berusaha menggapai Sakura dengan ganas.
'Tidak... Aku tak membawa apa pun...'
Pekiknya dalam hati ketika zombie itu berlari menerjang kearahnya. Sakura tidak membawa apa pun untuk melawan zombie ini.
JDeeerrr!
Sebuah suara tembakan keras menggema di lorong itu. Zombie yang hampir merenggut Sakura terpelanting membentur tembok melewati Sakura begitu saja. Punggungnya menerima sebuah luka serius dengan darah yang mengotori lantai di mana tempat Sakura berpijak.
"Sakura, menjauh dari sana!"
Seseorang memanggilnya dati arah tikungan di mana zombie itu muncul. Sakura lekas menoleh untuk mengetahui siapa orang yang telah menyelamatkannya tersebut.
Cekreelkk...
Seseorang berambut raven yang memegang senjata Arctic Warfare Magnum menarik slide kokangnya. Suara berdencing pun terdengar kemudian saat selongsong peluru yang kosong keluar dan jatuh menyentuh lantai.
"Sasuke-kun!"
Sakura segera berlari kearah Sasuke ketika melihat zombie itu bangkit kembali.
"Di mana yang lain, Sakura..."
Tanya Sasuke tenang sambil tetap siaga menatap tajam zombie yang sedang berdiri kejang di sana.
"Hinata sedang mencari mereka. Sebenarnya apa yang telah terjadi di sini, Sasuke-kun? Kenapa bisa sampai seperti ini..?"
Tanya panik Sakura yang mengkhawatirkan keadaan teman-temannya.
"Sabotase... Kita harus segera mencari mereka dan pergi dari sini."
Jawab Sasuke kalem sambil membidikkan Snipernya kearah kepala zombie itu.
"Wraaakkhhh...!"
Zombie tersebut berteriak serak lalu berlari dengan ganas kearah mereka berdua. Namun Sasuke pun tak tinggal diam. Ia mencoba membidik tepat di kepala zombie itu tanpa melihat dari Scope Sniper yang telah terpasang. Alasannya, karena jarak mereka yang terlalu dekat. 9 meter bukan jarak bidik Scope sebuah Sniper yang mampu mengeker target di jarak 700meter. Jarinya mulai menarik pelatuk senjata itu.
JDeeeerrr...
Lagi-lagi zombie itu terhempas kebelakang membentur tembok.
"Sial..."
Umpat Sasuke pelan, melihat tembakannya yang kedua ini kembali meleset. Proyektil pelurunya hanya mengenai telak di dada kanan zombie tersebut. Tidak terbiasa membawa senjata berat, juga recoil dari tembakan senjata itu sendiri membuat Sasuke kesulitan menembak tepat di kepalanya. Zombie itu pun bangkit kembali tanpa lelah. Seolah tak merasakan rasa sakit ketika dua puluru berkaliber 8.6mm menembus tubuhnya telak.
Sasuke mengokang kembali senjatanya. Lalu mulai membidik lagi kearah zombie yang kembali berlari menerjang mereka berdua.
JDaarr..!
Cekrelk...
JDeerr..!
Cekreelkk...
Dua tembakan kembali Sasuke lesakkan menerjang zombie itu. Namun tidak satupun yang tepat mengenai titik kelemahannya. Bahkan satu peluru sempat meleset menjebol dinding. Tanpa Sasuke dan Sakura duga sebelumnya, sebuah makhluk bercakar besar dan tajam merayap di langit-langit lorong dengan lidahnya yang panjang. Sasuke cukup terkejut saat pertama kali melihat makhluk seperti itu.
"Cih...! Ikuze, Sakura"
Sasuke kesal karena tembakannya lagi-lagi tidak tepat sasaran. Tangannya dengan sigap membalik senjatanya. Lalu berlari kearah zombie yang mencoba bangkit kembali tersebut. Dengan sangat kesal Sasuke menggebrak keras kepala zombie itu menggunakan gagang pegangan senjatanya.
Bruaakkhh...!
Sasuke memamfaatkan berat dari senjatanya untuk menambah daya hancur serangannya. Tentu semakin berat suatu benda, semakin kuat juga daya menghancurnya, yang bahkan melebihi tongkat pemukul miliknya.
Zombie itu pun tergeletak bersimbah darah di lantai dengan kepala yang hampir remuk seluruhnya. Sasuke menarik tangan Sakura dan menyeretnya untuk segera berlari cepat ketika melihat makhluk menyeramkan di belakangnya mulai mengejar mereka berdua.
"Lebih cepat, Sakura..!"
Perintah Sasuke yang menyuruh Sakura untuk berlari lebih cepat lagi. Monster ganas di belakangnya merangkak cepat di dinding-dinding. Menabrak lemari tua, meja, vas bunga, dan apa pun yang dilaluinya dengan tak peduli. Begitu gesit dan ganas. Hingga semakin banyak jarak yang tereliminasi di antara mereka dengan makhluk itu. Sakura sudah berlari secepat yang ia bisa. Nafasnya begitu tersenggal bersama dengan rasa takut yang terus terpacu. Dalam jarak dan kecepatan seperti ini, sangat tidak mungkin Sasuke berbalik dan membidik makhluk itu pikirnya. Bahkan belum menarik pelatuk pun tubuhnya pasti telah diterjang oleh monster tersebut.
Gigi-gigi tajamnya bergelatuk. Tangan dan kakinya terus menerus bergerak cepat di dinding-dinding tanpa lelah mengejar Sakura dan Sasuke yang berjarak 7 langkah lagi di depannya. Makhluk itu meloncat untuk lebih mempersingkat jarak antara mereka. Di udara, tangan kanannya yang teracung telah siap mencabik punggung kedua remaja tersebut. Mata Sasuke terbuka lebar seketika melihat makhluk itu benar-benar akan menerjang mereka.
Jleebb..!
Makhluk tersebut terhempas ke sebuah lemari tua dengan sebilah Katana tajam menembus jantungnya. Seseorang telah menusuknya kejam tanpa perasaan di pangkal genggaman Katana tersebut.
"Anko-sensei...?!"
Pekik Sakura keras melihat seorang wanita muda yang berhasil menghentikan serangan mutan itu.
"Tak akan ku biarkan makhluk rendahan sepertimu menyakiti murid-muridku."
Kata Anko tajam. Setajam Katana yang sedang menancap di tubuh monster itu.
"Gggrrrhh..."
Monster tersebut menggeram marah sekaligus kesakitan. Lengan kanannya teracung keatas, bersiap menyabet kepala Anko sekuat tenaga.
Weeessht..
Makhluk itu melancarkan serangannya. Tetapi gerakan merunduk Anko sedikit lebih cepat dari serangannya. Kepala Anko selamat dari cakar-cakar tajam itu dengan menghindarinya kebawah. Anko menggenggam lagi Katana yang sempat terlepas dari genggamannya ketika menghindari serangan tersebut, dan sekuat tenaga mendorongnya serong keatas.
Zraaaassshh...
Dari jantung, Katana tajamnya terus membelah tubuh makhluk itu hingga memenggal separuh serong kepalanya. Membuat makhluk tersebut mati seketika tak berdaya dengan darah-darah yang terciprat ke seluruh sisi Katana yang digenggam oleh guru muda ini.
'He-Hebat...'
Gumam Sakura melihat kegesitan gurunya itu.
"Kurasa yang lain berada di lantai bawah. Sekarang tempat ini benar-benar sangat berbahaya."
Ucap Anko melihat seumbruk mayat monster yang telah dihabisinya.
"Kalau begitu kita tidak boleh membuang waktu di sini. Aku punya sebuah rencana. Kita harus cepat menemukan yang lainnya. Ayo!"
Sahut Sasuke kembali berlari menuju tangga untuk segera bertemu dengan teman-temannya. Sakura serta Anko menyusul di belakangnya.
.
.
.
.
.
Naruto mengendap-endap di balik tembok. Mencoba bersembunyi dari 4 anjing ganas yang berada di ruang tengah. Kiba, Chouji dan juga Hinata yang memegang sebuah busur panah buatan Italia juga bersembunyi di samping Naruto. Mereka berenam sangat berhati-hati dalam bergerak, agar tidak membuat suara yang dapat mecuri perhatian anjing-anjing yang sedang mengobrak-abrik rak penyimpanan piring-piring kuno.
Dengan sangat hati-hati, Naruto mengintip kesisi dinding untuk melihat situasi. Dilihatnya anjing-anjing tersebut masih sibuk menggeledah rak di sana. Mengetahui bahwa situasi masih datar, Naruto mulai menggerakkan ujung jarinya tepat di depan mulut. Seperti sebuah tanda isyarat untuk tetap diam dan tenang kepada seseorang yang jauh di seberang sana. Jarak 16 langkah di garis tengah lintasan lorong tersebut, seseorang juga tengah bersembunyi di balik tembok. Sama seperti yang Naruto dan lainnya lakukan. Tentu dengan jarak 16 langkah posisi seseorang itu dengan Naruto cukuplah jauh, apa lagi di tambah dengan kehadiran 4 anjing zombie yang sangat gesit dan sangat susah untuk diprediksi gerakannya. Kali ini, Naruto benar-benar tidak mau gegabah seperti biasanya. Ini karena menyangkut nyawa seseorang di seberang sana yang sangat penting baginya. Kejadian yang menimpa Hinata waktu itu sudah cukup untuk membuatnya merasa tidak itu semua terjadi kembali.
Di balik dinding persembunyiannya, seorang gadis berkacamata tersebut membuat sebuah tanda untuk Naruto di seberang sana. Telapak tangan kirinya melengkup, sedangkan dua jari kanannya menyatu di bawah di telapak tangan kirinya. Seolah ia sedang mengatakan, 'Aku akan diam untuk saat ini.'
Melihat tanda tersebut, Naruto mengangguk singkat sambil menunjukkan jempolnya sebagai sebuah isyarat balasan. Seolah ia sedang mengatakan, 'Baiklah... Aku punya sebuah rencana.'
Kini Naruto beralih melihat Hinata. Gadis itu mengangguk lalu menyiapkan satu anak panah dengan pelan dan hati-hati. Seakan gadis itu tahu Naruto sedang bertanya padanya, 'Apa kau siap?'
Melihat anggukkan Hinata, Naruto juga menyiapkan Glock-17 miliknya. Beralih ke gadis itu lagi, Naruto menunjukkan tiga jarinya. Perlahan satu jarinya menutup, lalu menutup lagi. Seakan sedang menghitung mundur. Gadis itu bersiap untuk sesuatu yang Naruto rencanaka, tanpa keraguan dari lubuk hatinya. Karena ia sepenuhnya telah percaya kepada pemuda kuning itu. Namun di saat hitungan jari Naruto yang terakhir, sebuah suara mengganggu keheningan mereka.
"Sonaaa...!"
Seseorang memanggil nama gadis itu dengan keras dari arah lorong di belakangnya. Tentu hal ini membuatnya terkejut.
'Gawat...'
Pekiknya dalam hati. Anjing-anjing itu menghentikan aktivitasnya, lalu beralih melihat Sona.
"Sonaaa! Kau baik-baik saja?"
Teriak Sakura kembali sambil berlari menuju kearahnya. Sasuke, Anko, serta Sakura berhenti tepat di depan Sona yang bersusah payah bersembunyi. Saat itu juga Sakura melihat 4 anjing zombie di tengah koridor.
"O.. Ow..."
Gumamnya pelan yang kini mengerti situasinya. Anjing-anjing itu mulai berlari kearah mereka. Membuat Naruto berdecih kesal.
"Tch... Sial..!"
Naruto mencoba membidik anjing-anjing itu. Namun ujung jari kirinya tak kunjung menarik pelatuk senjatanya. Ia tidak bisa menembak di saat Sakura dan Sona berada di sana. Terlalu beresiko pikir Naruto untuk menembak anjing-anjing itu. Hinata pun juga berpikiran sama. Busur panahnya telah siap meluncurkan sebuah anak panah yang tajam. Namun tak kunjung Hinata lesakkan. Keempat anjing tersebut semakin mendekat kearah Sona, Sakura, Sasuke dan Anko.
"Mundur..."
Ucap Anko yang maju kedepan bersiap dengan sebuah Katana di genggamannya. Sasuke pun juga telah bersiap dengan Sniper laras panjangnya. Namun bukan untuk ditembakkan. Melainkan untuk menggebrak kepala anjing-anjing ganas itu.
Lari mereka begitu cepat hingga tak butuh waktu lama untuk berada di depan Anko dan Sasuke yang mencoba menghadang. Salah satu yang paling terdepan meloncat dengan gesit menyerang Anko. Akan tetapi gerakan tangan Sensei muda itu juga tak kalah gesitnya.
Zraaasshh...
Satu tebasan kuat nan cepat dilepaskannya. Serangan tunggal mengenai telak di leher salah satu anjing-anjing tersebut. Membuat kepala menjadi terpisah dengan tubuhnya. Anko berhasil menjatuhkan satu musuh dengan mudah. Namun pertarungan tentu belum usai. Kini dua anjing sekaligus meloncat kearah Sasuke. Membuat pemuda itu mengayunkan senjata layaknya bermain baseball. Darah terciprat membasahi pangkal senjata miliknya ketika mengenai telak kepala salah satu anjing tersebut. Tetapi yang satu lagi hanya terkena dorongan tubuh anjing tadi. Kedua anjing mutasi itu terhempas kelorong samping. Tapi hanya satu yang benar-benar mati.
Anko segera memfokuskan ujung matanya ke pergerakan satu anjing yang tersisa di hadapannya. Anjing mendekat dengan cepat dan mulai menyerang. Anko bersiap untuk serangan kali ini. Ia telah memprediksi bahwa anjing itu akan melakukan loncatan untuk menyerang. Akan tetapi tebakannya salah. Tidak seperti yang lain yang melakukan serangan dengan sebuah loncatan, anjing itu tetap meluncur lurus kedepan. Membuat mata Anko melebar dan tercengan. Anjing itu hampir menerkam betisnya. Namun sebuah anak panah menancap tepat di tubuh samping kanannya. Panah tersebut melesak langsung menembus rusuk. Membuat serangan anjing itu tidak terfokus dan langsung jatuh terseret lantai. Anko yang sempat mati langkah tidak menyia-nyiakan kesempatan ini. Katana yang ia pegang terangkat keatas, sebelum akhirnya menghujam keras punggung anjing yang terjatuh tepat di antara kolong kakinya.
"Bagus.. Hinata!"
Ucap Naruto yang langsung berlari untuk membantu mereka. Hinata menurunkan busur panahnya yang tadi dalam posisi membidik setelah menembakkan satu anak panahnya untuk menyelamatkan Anko.
Nyhuutt...
Sesuatu terasa hilang. Hinata terkulai jatuh saat otot-otot kaki kanannya tiba-tiba lemas. Mati rasa adalah kata yang menggambarkan bagaimana keadaan yang ia rasakan saat ini.
'Terjadi lagi...'
Keluhnya dalam hati melihat kaki kanannya yang tidak dapat merasakan ototnya. Bahkan hingga belasan kali Hinata mengalami hal ini.
Sementara itu, salah satu anjing yang tadi berhasil Sasuke halau, kini kembali bangkit. Geraman suaranya terdengar hingga dari tempat Hinata terkulai. Sasuke membalik senjatanya kembali dalam posisi membidik. Jarinya menekan pelatuk senjata tersebut.
JDeerr!
Satu peluru yang tersisa melesat keluar dari ujung moncong laras Sniper Arctic Warfare Magnum rifflenya. Akan tetapi anjing itu hilang seketika dari pandangannya. Sasuke terkejut melihat anjing itu tidak berada di sana lagi. Manik hitamnya segera mengedar cepat melihat keseluruh sudut lorong ini. Sedetik kemudian matanya terbelalak mendapati anjing tersebut berlari di atas sebuah lemari dan langsung meloncat terjun kebawah. Terkaman yang tidak terduga membuat Sasuke kalah cepat.
'Sial...!"
Sasuke terjatuh bersamaan dengan terkaman dari anjing zombie itu. Membuat mata hijau Sakura juga melebar.
"Sasuke-kun..!"
Teriaknya kencang melihat Sasuke di lantai yang berusaha menahan cabikan gigi anjing itu menggunakan body senjatanya. Berkali-kali gigi tajamnya hampir mencabik Sasuke jika bukan karena senjata yang menahan leher anjing itu. Naruto berusaha membidik kepalanya dengan pistol di genggamannya. Tetapi menarik pelatuknya itu terasa begitu sulit melihat Sasuke yang juga berada sangat dekat dengan anjing tersebut.
Craaattss..!
Gerakan ganas anjing itu berhenti. Nafas Sasuke terdengar begitu menderu bersamaan dengan setetes darah cair yang menetes di pipi kanannya. Sebuah pecahan panjang piring kuno tertancap di atas kepala anjing yang telah mati itu.
Daarr...
Naruto menembak satu anjing yang sedang ditahan oleh Anko-sensei menggunakan pedangnya. Lalu tatapan pemuda itu beralih kearah seorang gadis yang seakan terpaku di tempat. Naruto mulai mendekatinya secara perlahan. Lalu dengan lembut ia lepaskan genggaman tangan gadis itu dari pecahan piring yang menancap di kepala anjing yang telag dibunuhnya. Naruto membalik telapak tangan gadis itu dengan perlahan, dan mengambil pecahan piring itu darinya. Darah terlihat mengucur keluar di telapak tangannya.
"Tanganmu terluka... Tunggu di sini... Aku akan mengambil kotak medis..."
Kata Naruto pelan kepada gadis itu. Pandanganya beralih kepada Sasuke yang menyingkiran mayat anjing di atas tubuhnya.
"Sasuke, di mana tempat penyimpanan kotak obat di tempat ini...?"
Tanyanya kemudian.
"Di dekat teras, di dapur, di lantai atas. Terserah kau mau mengambil yang mana."
Jawab Sasuke singkat, padat dan jelas. Setelah mendengarnya, Naruto segera berdiri dan berbalik untuk mencari peralatan medis di lokasi yang Sasuke sebut tadi. Namun langkahnya tiba-tiba terhenti, saat sebuah tangan menarik pucuk baju yang ia kenakan.
"Ini bukan masalah yang harus dibesar-besarkan. Aku tidak apa-apa. Yang terpenting kita harus segera pergi dari sini secepatnya sekarang juga."
Ucap gadis itu yang menarik baju Naruto. Sedangkan pemuda itu terdiam sejenak. Lalu berjongkok di depan gadis tersebut.
"Apa kau ingin bilang bahwa keadaan tanganmu yang tersayat ini tidak penting..?"
Tanya Naruto sedikit kesal.
"Kita memang harus segera pergi dari tempat ini. Tapi dengar... Selama masih sempat, aku tidak akan membiarkan darah anjing itu masuk kedalam lukamu. Aku tak mau terjadi sesuatu padamu, Sona."
Lanjutnya lagi tetap dengan nada kesalnya. Mendengar kata-kata Naruto membuat mata gadis itu melebar. Bahkan ini kali pertama Naruto menyebut nama depannya tanpa beban. Itu, membuat pikiran dan perasaan Sona sedikit bergejolak tanpa bisa diungkapkan dengan kata-kata. Ia bingung... Apa yang sebenarnya ia rasakan saat ini? Karena benar-benar banyak rasa yang muncul di hatinya.
"Aku menemukannya di dalam lemari dekat perapian."
Chouji menyerahkan sebuah kotak plastik berwarna putih lengkap dengan gambar tanda palang merahnya. Naruto menerimanya dan segera membuka kotak tersebut. Di ambilnya sebuah botol kecil bertuliskan Alchohol 75%. Naruto mulai membukanya, lalu menumpahkan sedikit cairan itu ketangannya. Lalu ia mulai menggosok kedua tangan yang telah terolesi oleh cairan itu. Tentu hal tersebut bertujuan agar tangannya yang juga terdapat bercak darah menjadi steril kembali.
Setelahnya, Naruto menumpahkan seluruh isi alkohol dari atas telapak tangan Sona. Satu mata Sona terpejam erat menahan perih saat pemuda itu mulai membasuh tangannya yang penuh darah itu. Naruto mengambil segulung perban putih nan bersih, lalu menggulungkannya dengan perlahan ke tangan Sona. Sambil menahan sakit di tangannya, Sona terus memperhatikan wajah serius Naruto yang kini begitu dekat dengannya.
"Kau... Seperti ahli dalam memberi pertolongan pertama."
Ucap Sona tanpa sadar karena terus menerus melihat wajah Naruto yang begitu dekat dengan wajahnya.
"Tidak... Aku hanya memperhatikan Ibuku yang sering memperban tanganku ketika sehabis tawuran antar sekolah."
Jawab Naruto tanpa mengalihkan parhatiannya untuk tetap fokus memperban tangan Sona. Hinata hanya melihat keserasian mereka berdua di samping Kiba yang sedang memapahnya.
"Aku baik-baik saja, Kiba..."
Katanya pelan sambil melepaskan dirinya dari Kiba.
"Tapi..."
"Sungguh... Ini hal yang wajar terjadi. Jadi... Aku benar-benar tidak apa.-apa."
Potong Hinata untuk meyakinkan Kiba yang sempat khawatir melihatnya terjatuh tadi.
"Hampir selesai. Sasuke... Bisa kau jelaskan ini...? Aku sungguh tidak mengerti apa yang terjadi."
Naruto meminta penjelasan logis dari Sasuke. Karena ia yakin, sahabatnya itu benar-benar tanggap dalam segala sesuatu.
"Aku juga tidak begitu yakin. Tapi aku rasa... Semua ini hanyalah sebuah sabotase belaka."
Jawab Sasuke sambil berusaha berdiri yang dibantu oleh Sakura.
"Tunggu... Apa maksudmu Sasuke-kun?"
Bungung Sakura mendengar jawaban dari kekasihnya.
"Aku merasa, kejadian ini tidak ada sangkut pautnya dengan kita. Dari pesan ini, aku bisa menyimpulkan... Bahwa seseorang, sedang mengincar seseorang."
Lanjut Sasuke lagi sambil mengangkat kertas yang berada di pucuk kedua jarinya. Anko mengambil secarik kertas itu dari Sasuke dan mulai membacanya.
"Berarti, kejadian ini memang dilakukan dengan sengaja untuk memberi serangan pada seseorang tersebut. Begitu?"
Kiba sedikit demi sedikit mulai mengerti bagaimana bisa insiden di mansion ini berawal. Dan mencoba menanyakannya kepada Sasuke untuk lebih jelas.
"Aku juga sedang memikirkannya, tapi-"
"Kakakmu meninggalkan pesan ini sebelum kejadian mengerikan di Konaha terjadi. Dan pesan ini tertuju untukmu. Seolah seseorang yang mengincar kakakmu ini adalah dalang dibalik paket zombie yang terkirim ke mansion ini."
Sahut Anko setelah selesai membaca pesan di dalam kertas kecil tersebut. Kemampuan intelejensinya sebagai seorang guru tidak perlu lagi diragukan. Ia mulai mengerti kronologi dari alur cerita yang sebenarnya dari kejadian yang menimpa Kota Konoha.
"Apa maksud Sensei dengan dikirim ke mansion ini..?"
Tanya Naruto yang baru saja selesai membungkus sebagian telapak tangan Sona dengan perban. Terlihat seperti perban di tangan seorang petinju. 'Begitu rapi...', Pikir Sona dalam hati.
"Apa kalian melihat sebuah helikopter yang melintas tepat di atas mansion ini?"
Anko berganti bertanya kepada mereka dengan maksud memberikan sebuah pernyataan yang sangat logis.
"Aku mendengarnya tadi..."
Sakura menyahuti pertanyaan Anko dengan mencoba mengingat kembali suara berisik yang persis seperti suara helikopter.
"Kukira aku dan Naruto juga mendengarnya tadi."
Ungkap Chouji juga mengingat kembali suara itu lagi.
"Tidak ada pintu yang terbuka di lantai bawah..."
Ucap Sasuke sambil melangkah ke ujung lorong untuk melihat kondisi pintu depan yang masih terkunci rapat.
"Tunggu... Pintu atap... Ini semakin masuk akal."
Lanjut pemuda itu lagi yang terlintas satu alasan bagaimana makhluk-makhluk itu bisa sampai masuk kemari. Karena ia yakin bahwa tempat ini adalah tempat yang aman untuk sementara waktu.
"Hanya pintu atap yang belum tersentuh oleh kita bukan..?"
Kata Sakura mencoba mengingat pintu yang belum mereka kunci sebelumnya. Dan ternyata, memang pintu atap lah yang belum terkunci.
"Jadi begitu. Aku mengerti sekarang... Mereka mengirim makhluk-makhluk itu dengan helikopter tadi."
Sahut Naruto kemudian.
"Kalau begitu... Bukankah kita harus secepatnya pergi dari sini...?"
Tanya Sona yang mulai bangkit berdiri dengan tangan kanan berbalut perban.
"Tapi... Kemana lagi tempat tujuan kita? Apa masih ada tempat yang aman untuk kita kesana...?"
Kini Sakura beralih bertanya. Semua terdiam... Mereka seakan tidak bisa berpikir lagi kemana mereka harus pergi. Kemana mereka harus lari. Tidak ada yang menjawab. Hingga sang Uchiha muda mengambil serbet tua yang terjatuh di dekat lemari piring kuno, lalu mengelap popor belakang AWS Magnum di tangannya dari darah kotor yang melumuri.
"Selama kita memiliki apa itu yang dinamakan harapan, pasti selalu ada jalan untuk sebuah masalah. Kita tidak boleh menyerah saat ini. Walau sesakit apa pun kenyataan itu..."
Ucap Sasuke mencoba memberi sebuah dorongan kecil untuk teman-temannya. Mendengar perkataan Sasuke, Naruto tersenyum kecil, dan mulai bangkit berdiri menyusul Sona.
"Entah kenapa, untuk kali ini... Kau benar-benar sepertiku, Sasuke. Kita sudah berjanji untuk terus berjuang apa pun yang terjadi, kan? Ayo... Tunjukkan jalannya... Sasuke."
Semua mata memandang kedua pemuda yang selalu berseteru saat masih di sekolah itu. Mereka tidak mengerti apa yang sebenarnya terjadi pada mereka berdua. Namun mendengar setiap kata dari kedua pemuda ini, serasa mereka bisa melakukannya sekali lagi. Lagi... Sekali lagi... Dan ratusan kata lagi untuk terus mencoba tanpa ada kata menyerah. Semangat mereka semua kian kembali bangkit diiringi sebuah senyuman tipis yang menarik sudut bibir.
Sasuke menyeka tengah rambutnya yang panjang, sebelum berbalik badan kearah sebuah koridor luas di sebelah sana.
"Ikuze."
.
.
.
.
.
.
Drep-Drep-Drep
Drep-Drep-Drep-Drep-Drep
Terdengar suara banyak langkah sepatu menggema di tangga darurat sebuah apartemen mewah. Seragam hitam dengan masker dan simbol khas Anti Bio-Terrorist Unit melekat di tubuh keenam orang yang sedang tergesa-gesa ini. Sorot cahaya senter mau pun laser dari perlengkapan senjata yang mereka bawa menyorot kemana-mana di tempat yang minim pencahayaan ini.
"Cepat-cepat-cepat..!"
Perintah sang ketua memberi arahan kepada para anak buahnya yang masih tersisa. Mereka terus menerus berlari secepat mungkin menaiki tangga darurat tersebut. Berlari dari kerumunan zombie yang mengejar tepat di bawah mereka. Termasuk seorang gadis berambut pirang panjang yang terbebani membawa sebuah Sniper panjang. Gadis tersebut berlari di urutan paling belakang sendiri di antara mereka berenam. Nafasnya begitu menderu setelah lelah menghindari serangan-serangan zombie ganas di Kota. Belum lagi, sekarang ia harus berusaha extra untuk melangkah secepat yang ia bisa untuk mengikuti kecepatan para rekan-rekannya.
Manik sebiru Aquamarine miliknya menengok kesamping tepat di bawahnya. Zombie-zombie ganas terus berlari menaiki tangga tanpa rasa lelah mengejar mereka. Berebutan, berhimpitan, bahkan berdesakkan satu sama lain untuk menjangkau dirinya. Benar-benar ganas...
"Ayo cepat! Tinggal tiga lantai lagi..!"
Teriak Hashirama, sang ketua, yang berada di posisi paling depan memimpin jalan.
Mereka berenam terus berusaha sekuat tenaga berlari dari maut yang menunggu mereka. Dengan stamina yang menurun drastis karena kelelahan, sampai jumlah amunisi yang kini sangat terbatas benar-benar menjadi beban telak bagi mereka.
'Apa kita akan sempat...'
Ucap Ino dalam hati sambil terus berlari menaiki setiap anak tangga tanpa berhenti. Nafasnya benar-benar kacau. Tak beraturan sama sekali. Tapi ia belum mau menyerah. Tidak bisa ia biarkan misi kedua timnya ini kembali gagal. Tak akan ia biarkan teman-temannya yang telah gugur mati sia-sia. Ino tidak akan membiarkan hal itu terjadi.
'Aku sudah tidak peduli lagi... Misi ini harus berhasil... Demi mereka!'
Sahut hati kecilnya mengingat bagaimana satu-persatu temannya mati dalam misi ini. Sudah dekat, tempat yang ia tuju. Tempat yang mereka tuju. Tempat titik di mana penjemputan akan dilaksanakan untuk membawa mereka dari terjangan makhluk-makhluk ini.
Ino terus memegang erat senjatanya sambil terus menyusuri setiap anak tangga. Laras senjatanya yang sangat panjang, lebih panjang dari yang lain, benar-benar membebaninya. Hingga hal yang tidak ia inginkan terjadi. Ujung laras Dragunov S.v miliknya membentur dan menyangkut di rongga-rongga pagar tangga darurat yang terbuat dari besi. Membuat gadis itu terjatuh membentur siku ubin anak tangga yang tajam.
"Ekkh..."
Erangnya kesakitan ketika keningnya berbenturan dengan siku anak tangga tersebut. Perlahan, darah berwarna merah di keningnya mulai mengucur melewati batang hidung, dan berkelok kearah pipi kirinya. Sangat sakit... Benar-benar sakit yang ia rasakan. Namun saat ia kembali menyadari situasi di mana ia sedang terjatuh. Matanya melebar seketika saat menengok kebelakang. Seorang wanita muda tiba-tiba telah berada tepat di depannya.
"Waaarrkkhh..!"
Wanita itu menerjang cepat kearah Ino yang berbaring menahan sakit di tangga.
'Siaalll...!'
Sahutnya dalam hati mendapati bahaya yang mengancam. Karena Ino belum siap sama sekali.
Duaagh..!
Satu tendangan keras Ino layangkan tepat mendarat kedagu wanita itu. Membuatnya terjungkal kebawah menabrak zombie-zombie yang lain. Memamfaatkan kesempatan ini, Ino mengambil kembali senjatanya lalu berbalik untuk segera berlari menaiki tangga kembali. Akan tetapi rompi yang ia kenakan serasa ada yang menarik. Membuat langkahnya terhenti seketika. Dua zombie tengah mencengkramnya erat. Tangan kanan Ino melepaskan genggaman Snipernya, lalu beralih mengambil sebuah pistol yang terletak di pahanya.
Daarrr..!
Ino menembak kepala salah satu dari zombie yang akan mencoba menggigitnya.
Deerrrrttt-Drrrtt...
"Ino, cepat!"
Teriak salah satu personel yang masih menggunakan masker. Pria itu berhasil melumpuhkan zombie yang mencengkram Ino menggunakan Sub-Machine Gun miliknya. Ino ingin segera menyusul, tetapi lagi-lagi tubuhnya sangat sulit untuk berlari. Tangan-tangan zombie di belakangnya bergelayut mencengkram rompi hitam miliknya.
Drrrtt-Deerrrrttt..
Drrrrrrttt...
Tiga personel termasuk Hashirama menembakkan senjatanya dari membantu Ino yang kesulitan mendaki anak tangga. Satu-dua zombie tumbang terkena tembakan, namun rompi Ino terus selalu di tarik oleh zombie yang kembali datang. Lagi dan lagi. Seakan tak ada habisnya.
"Tak ada pilihan lain-"
Dengan terburu, sambil mencoba terus berlari menaiki anak tangga, Ino melepas rompi hitam miliknya yang ditarik-tarik oleh zombie-zombie itu. Itu adalah satu-satunya cara yang bisa ia pikirkan dalam situasi seperti ini. Dan rencananya berhasil. Ia terbebas ketika berhasil melepas rompi miliknya dan kembali berlari menaiki tangga dengan cepat. Walau harus meninggalkan Dragunov S.v miliknya. Para personel kembali menaiki tangga darurat apartemen ini untuk menuju atap yang semakin dekat.
Braaakk..!
Hashirama mendobrak pintu atap menggunakan kaki kanannya dengan kuat. Matanya membidik kesemua penjuru mata angin dengan senjata P90 yang ia bawa. Memastikan bahwa tidak ada ancaman lain di sekitar sini.
"Clear..!"
Teriaknya memberitahu kepada ketiga anak buahnya yang juga telah sampai. Ketiga personel tersebut melewati pintu atap dan menuju ketengah bangunan untuk menyalakan Flare sebagai tanda lokasi penjemputan. Lentikan api terang berasap hijau begitu jelas terlihat ketinggian. Sedangkan satu personel lain beserta Ino masih berjuang mendaki satu per satu anak tangga menghindari terkaman para mayat hidup yang mengejar mereka berdua.
"Ayo Ino. Kita hampir sampai..!"
Ucap pria itu menyemangati gadis muda yang berhasil masuk kesatuan divisi elite Konoha. Tepat di belakangnya, belasan, bahkan puluhan mayat-mayat hidup yang ganas terus berlari mengejarnya tanpa henti.
Personel itu berhasil melewati pintu atap, disusul oleh Ino sedetik kemudian.
Blaam!
Pintu atap berhasil ditutup oleh pria itu. Tapi gebrakan demi gebrakan keras begitu mengganggu telinga kala makhluk-makhluk ganas dibalik pintu mencoba mendobrak. Membuat satu personel itu harus tetap menahan pintu tersebut agar zombie-zombie itu tetap di dalam.
Ino mengambil nafas dalam-dalam hingga membuatnya membungkuk. Tidak ada peralatan pengaman di tubuhnya saat ini. Rompi beserta Dragunov S.v dan pistol HK-P7 miliknya tertinggal di sana. Namun setidaknya ia tidak terluka sama sekali. Ia sungguh beruntung masih dapat keluar dari terkaman-terkaman makhluk di sana dengan selamat. Hashirama menatap keatas, tepat kearah sebuah helikopter yang mengudara.
"Lokasi telah dikonfirmasi. Ulangi. Lokasi telah dikonfirmasi."
Kata pilot yang sedang mengendalikan kemudi heli tersebut ketika melihat Flare khusus yang hanya dipunyai divisi Anti Bio-Terrorist Unit. Lantas helikopter tersebut berputar di udara mencari haluan, sebelum akhirnya mengurangi ketinggian.
"Amankan lokasi penjemputan!"
Perintah Hashirama kepada seluruh pasukannya yang tersisa saat ini. Mereka pun bersiaga dengan senjata masing-masing, terkecuali Ino yang kini tidak memiliki senjata apa pun di tangannya. Ketiga moncong laras Sub-Machine Gun terbidik kearah pintu yang sedang ditahan oleh salah satu personel di sana.
"Aku tidak bisa menahannya lebih lama lagi..."
Ucap satu personel itu dengan suara tertahan setelah melepas topeng masker miliknya yang begitu terasa pengap. Gebrakan demi gebrakan terus terjadi tanpa henti. Bahkan beberapa kali pintu sedikit terbuka karena pria itu terdorong akibat dobrakan-dobrakan kuat dari zombie-zombie ganas tersebut.
Suara dengingan baling-baling helikopter terdengar bersama suara mesin yang berderu di gendang telinga. Helikopter penjemput telah berada di tengah-tengah titik lokasi yang telah tertandai. Namun tidak sepenuhnya mendarat untuk mengurangi resiko waktu delay terbang.
"Ikuzo..!"
Kata Hashirama tegas. Ketiga anak buah yang berada di dekatnya berbalik dan langsung naik keatas helikopter yang mengawang di tengah-tengah udara. Lalu Hashirama menyusul.
"Lee! Kita harus segera pergi dari sini..!"
Seru Ino kepada pria yang sedang sibuk menahan pintu atap dengan puluh yang mengucur. Pria yang dipanggil namanya itu melirik kearah helikopter yang segera siap mengudara kembali. Pria tersebut mulai menghitung maju dengan suara leras sebagai tanda aba-aba.
"One...!"
"Two...!"
Sang pilot mulai meningkatkan RPM mesin heli untuk mengurangi resiko delay keterlambatan mesin heli untuk lepas landas.
"...Three!"
Tepat dihitungan yang terakhir, Lee melepas tubuhnya dari pintu itu, lalu berlari sekencang yang ia bisa saat sepersekian detik kemudian pintu tersebut terbuka lebar. Memunculkan satu per satu zombie-zombie ganas belari mengejar dirinya. Ino pun jyga mulai berlari kearah helikopter yang semakin tinggi.
Deerrrrrrrrrrttt-Drrrrttt
Drrrrtt-Deerrrrtttt
Rentetan demi rentetan tembakan mengalun mengiringi masuknya Ino kedalam heli. Ketiga personel, termasuk Hashirama menembakkan peluru yang tersisa di slot magazen terakhir mereka. Banyak zombie yang tumbang, namun lebih banyak lagi zombie yang muncul mengejar Ken.
Helikopter bergerak maju sambil terus meninggikan ketinggian. Ken berlari mengikuti arah kemana heli tersebut terbang. Sedangkan begitu banyak mayat-mayat hidup yang kelaparan mengejar di belakangnya.
"Ayo Lee!"
Teriak Ino dari dalam helikopter. Sedangkan yang lain terus mencoba membantu pria itu dengan menembak para zombie yang mengejar. Lee sedikit terlambat. Helikopter telah melewati tepi atap apartemen mewah tersebut. Akan tetapi ia tidak menyerah dan terus berlari melompati tepian atap. Dalam satu lompatan, Lee melepaskan senjatanga dan berhasil menggaet kaki helikopter menggunakan kedua tangannya. Namun hal yang tak diinginkan terjadi. Zombie-zombie itu berloncatan dan berhasil mencengkram tubuh dan kaki Lee.
"Kumohon.. Lakukan sesuatu!"
Teriak Ino kepada rekan-rekannya yang tercengan melihat begitu gigihnya para mayat hidup itu untuk mendapatkan mangsanya. Mereka terus memegangi tubuh dan kaki Lee dengan erat, sehingga membuat helikopter tersebut oleng kekanan dan tak bisa terbang lebih tinggi lagi. Beberapa zombie berebut mendapatkan Lee, mereka menggapit satu sama lain di udara, seolah seperti sebuah jembatan. Berberapa zombie yang datang nampak tidak memperdulikan Lee lagi, dan mencoba menyerang orang-orang yang ada di dalam heli. Zombie-zombie tersebut menaiki dan berjalan di atas tubuh zombie yang di bawah. Berusaha menuju ke tempat Ino berada.
Derrtt..!
Hashirama menembak zombie yang mendekat itu tepat di kepalanya, hingga membuatnya ambruk terjatuh di ketinggian. Para zombie yang lain melakukan hal yang sama. Memamfaatkan tubuh zombie-zombie yang sedang memegang Lee sebagai sebuah jembatan.
Rentetan bubuk mesiu yang meledak di moncong laras senjata kembali mengalun merdu diiringi beberapa mayat hidup yang terjun bebas di ketinggian dengan lubang tembakan di kepala.
"Aarrkk..!"
Teriak Lee penuh kesakitan. Lengan kirinya menjadi korban keganasan para makhluk ganas itu. Tangan kirinya terlepas dari pegangan kaki helikopter karena digigit dengan brutal oleh seorang pria yang mencengkram tubuhnya.
"Lee...!"
Ino berteriak kembali saat matanya begitu jelas melihat bagaimana dengan ganas zombie itu menggerogoti tangan kirinya.
"Lee, pegang tanganku!"
Ucap Ino sambil mengulurkan tangannya kearah pria itu. Lee benar-benar kesakitan. Namun ia tahu konsekuensinya. Ia tak boleh membiarkan helikopter ini terjatuh dan misi kedua timnya kembali gagal. Ia tidak ingin hal itu terjadi, setelah bagaimana empat rekannya terbunuh secara mengerikan karena misi ini.
"Ino... Pastikan misi kita berhasil. Jangan biarkan mereka mati sia-sia..."
Ucap Lee dalam senyum yang dipaksakan. Tangan kanannya melepaskan pegangannya dari kaki helikopter. Dengan begitu, Lee terjatuh, bersama dengan seluruh zombie yang memeganginya. Dalam perjalanannya jatuh di ketinggian, Lee mengulurkan tangannya kearah Ino di kejauhan. Seolah ia telah menitipkan sebuah harapan, untuk teman-temannya yang telah mati. Terlebih lagi, juga untuk dirinya sendiri.
'Ini adalah perpisahan... Sayonara...'
.
.
.
.
.
"Entah hanya firasatku, atau kau memang punya sebuah rencana."
Tanya Naruto yang berjalan beriringan tepat di samping Sasuke.
"Bukan rencanaku. Tapi ini adalah harapan kita satu-satunya."
Jawab Sasuke enteng seperti biasa. Sona sedikit bingung dengan perkataan pemuda di depannya. Berbeda dengan Naruto yang tidak begitu ambil pusing.
"Bukan rencanamu..? Lalu... Rencana seperti apa?"
Tanya gadis berkacamatabitu serius. Sasuke tidak menoleh dan tetap berjalan tenang terus kedepan. Kiba, Hinata, Sakura, Chouji dan Anko terus mengikuti setiap langkahnya menuju kesuatu kamar. Sasuke berhenti di depan pintu, diiringi yang lain di belakangnya. Perlahan, Sasuke menggenggam knop pintu tersebut. Lalu memutarnya secara tiba-tiba. Seakan dirinya sedang mencoba sesuatu.
'Untuk pertama kalinya... Kau tidak mengunci pintu ini. Kau benar-benar telah merencakannya.'
Kata Sasuke dalam hati setelah berhasil membuka pintu itu. Sasuke melangkah masuk, diikuti oleh Naruto dan Sakura, lalu yang lainnya.
"Etto... Sasuke-kun? Ini... Bukan kamarmu, kan?"
Sakura bertanya kepada kekasihnya. Yang dilihat dengan mata kepala Sakura adalah... Sebuah kamar yang sederhana dan memiliki perabotan-perabotan normal seperti pada umumnya.
"Lalu... Untuk apa kita berada di sini, Sasuke?"
Kiba bertanya heran kepada sang Uchiha muda tersebut. Apa Sasuke akan mengajak mereka bersembunyi di kamar ini? Tapi, bukankah tadi mereka berencana untuk secepatnya keluar dari tempat ini?. Benar-benar membingungkan bagi Kiba.
"Ini benar-benar kamar yang sangat rapi... Untuk menyimpan senjata sebanyak itu."
Ucap Anko setelah melihat Sasuke membuka sebuah lemari besi besar yang ada di depannya. Berjejer senjata-senjata dari era kuno, hingga senjata modern di era ini.
"Dengarkan baik-baik."
Kata Sasuke sambil mengambil memasukkan box magazen baru yang berisi 5 selongsong peluru 7mm model Remington ke dalam slot senjatanya yang kosong.
"Di teluk selatan, dermaga Konoha, ada sebuah kapal milik keluarga kami. Kita gunakan kapal itu untuk menghindari para makhluk-makhluk ini, dan pergi mencari tempat yang aman."
Lanjut Sasuke menjelaskan rencananya dengan mudah dan tidak berbelit-belit agar dapat di pahami oleh semua rekannya. Termasuk Naruto...
"Sebuah kapal..?"
Tanya Chouji heran mendengar kata Sasuke. Keluarga Uchiha memang tidak bisa dinggap remeh.
"Dari titik ini hingga ke dermaga selatan Konoha, berjarak sekitar 4 sampai 6 kilometer. Terlalu berbahaya jika kita menyusuri jalan sejauh itu dengan makhluk-makhluk ganas yang berkeliaran di tengah Kota."
Sona melontarkan apa yang sekejap melintas di pikirannya. Tentang bagaimana mereka semua bisa sampai di tempat itu dengan selamat. Apa mereka harus berjalan lagi? Sungguh sangat berbahaya mengetahui hampir 92% warga di Konoha telah mati dan menjadi makhluk kelaparan yang sangat ganas.
"Tidak perlu menghawatirkan hal itu. Ada satu kendaraan yang bisa kita gunakan untuk bisa pergi kesana."
Jawab Sasuke enteng meladeni tatapan Sona yang selalu sinis terhadapnya.
"Sssssttt..."
Sakura memberi isyarat untuk diam sejenak. Sasuke, Naruto, Sona, juga yang lainnya terdiam mengikuti petunjuk dari Sakura.
"Kalian mendengar sesuatu...?"
Tanya gadis pink itu pelan kepada mereka. Hinata seakan mengerti maksud Sakura. Dirinya mendengar sesuatu, namun tak begitu jelas.
"Aku tidak mendengar apa pun-"
"Sssssstttt..."
Hinata menutup mulut Kiba dengan satu jari lentiknya saat suara Kiba mulai mengacaukan pendengarannya. Diam-diam, Hinata mengambil satu anak panah yang tersisa. Lalu menempatkannya di tengah-tengah senar di busur panahnya.
Perlahan tapi pasti, Naruto dan Sasuke juga mendengar sesuatu walau samar. Naruto memejamkan kedua matanya, mencoba untuk lebih berkonsentrasi lagi. Ia mendengar sesuatu. Sesuatu yang perlahan mendekat. Bukan hanya mendengar, Naruto juga merasakan firasat yang sama. Tidak asing baginya, suara ini... Suara derap langkah yang perlahan mendekat kemari. Naruto membuka matanya dan menoleh kearah pintu kamar yang masih terbuka.
"Hinata..."
Gumam Naruto tanpa sengaja melihat Hinata yang telah bersiap dengan panah yang masih mengacung kebawah. Naruto rasa, Hinata juga dapat merasakannya. Suara derap langkah kaki yang merayap di dinding semakin dekat. Mereka semua melihat kearah lorong kosong di depan kamar.
"Tidak lagi..."
Gumam Chouji ketika melihat sebuah makhluk yang merayap di dinding memperhatikan mereka semua. Lidah panjangnya keluar, seolah mendeteksi berapa banyak mangsa yang berada di kamar tersebut.
"Pada hitungan ketiga cepat lari ikuti Sasuke... Hinata, kau siap?"
Naruto bertanya kepada Hinata yang berada tepat di depannya. Makhluk itu menggeram sendiri, beserta air liurnya yang menetes jatuh ke lantai.
"Satu..."
"Dua..."
"..."
"Grrrrrwwwhh!"
Makhluk itu melompat tepat kearah mereka setelah sekian lama terdiam. Mencoba menyerang mereka secara tiba-tiba.
Jlebb...
Satu anak panah menancap tepat di tengah kepalanya, hingga membuatnya langsung ambruk membentur lantai.
"Sekarang!"
Teriak Naruto tepat sedetik setelah makhluk itu ambruk tak berdaya karena tembakan panah Hinata. Sasuke berlari mendahului, diikuti oleh Sakura, Sona, Anko dan Chouji. Kiba menggandeng tangan kanan Hinata.
"Ayo, Hinata!"
Hinata hampir terseret ketika Kiba mulai berlari keluar dari kamar itu. Naruto mengikuti Kiba dari belakang. Namun tidak disangka beberapa Zombie mengejar tepat di belakang. Termasuk 3 monster lagi yang berjalan cepat di dinding-dinding.
"Cepat-cepat-cepat!"
Naruto berusaha menyusul yang lain. Melihat dua makhluk ganas beserta zombie-zombie itu membuatnya semakin cepat berlari.
Braakkkh..!
Sasuke menendang sebuah pintu yang lamgsung menuju ke gudang belakang.
"Lewat sini..!"
Ucapnya memberi arah kepada yang lain. Sasuke menuruni tangga bersama dengan Sakura dan diikuti oleh teman-temannya dibelakang. Naruto baru saja sampai dengan nafas yang tersenggal-senggal sambil menutup pintu gudang.
Gbraakkk..!
Tubuh Naruto hampir terjungkal mendapat dobrakan kuat dari balik pintu. Tetapi ia kembali mundur untuk menahan pintu itu agar tidak terbuka.
"Chouji, kau bisa mengemudikan ini?"
Sasuke bertanya sambil melemparkan kunci kontak kepada Chouji yang sudah berada di pintu sebelah kemudi. Chouji tersenyum remeh.
"Serahkan padaku!"
Sona, Sakura, Anko, Kiba dan Hinata masuk kedalam sebuah Humvee tua berwarna hitam pudar begitu mesin berkapasitas 6.200cc itu menyala. Chouji menekan-nekan pedal gas dengan kakinya, membuat mesin tua itu berderu kencang dengan suara kasarnya yang khas.
"Tch! Kusoo..."
Umpat Naruto yang tidak kuat lagi menahan begitu banyak dobrakan pintu di belakang tubuhnya. Chouji menggerakkan tuas persneling di tangannya, memasukkan gigi pertama di transmisi manual kendaraan militer itu, dan bersiap take off secepatnya dari sana. Kepala Hinata keluar dari jendela penumpang sebelah kiri.
"Naruto-kun..!"
Teriaknya memanggil Naruto yang masij berusaha menahan pintu.
Draakkh..!
Sebuah cakar tajam menembus pintu kayu itu, tepat 2cm di samping kepala Naruto. Membuat pemuda berambut kuning tersebut mendecih kasar.
"Sasuke..."
Panggil Chouji pelan seperti ingin bertanya sesuatu.
"Tabrak saja."
Jawab pemuda berambut panjang itu dengan tenang seperti biasa. Seolah dirinya tahu apa yang ingin Chouji tanyakan ketika melihat dua pintu kayu besar penutup gudang yang masih tertutup rapat di depan. Tanpa basa-basi lagi Chouji segera menginjak pedal gas dalam-dalam. Raungan kasar mesin tua itu berderu kencang begitu memekakkan gendang telinga. Kedua roda belakang yang besar untuk beberapa detik berputar di tempat bersamaan dengan kepulan asap yang tercipta karena gesekan compound ban yang saling bergesekan dengan lantai aspal. Humvee buatan Jerman tersebut mulai meninggalkan tempat parkirnya dan melaju spontan menuju ke dua gerbang gudang yang masih tertutup rapat.
"Ikezoo!"
Teriak Naruto untuk dirinya sendiri dan mulai berlari meninggalkan pintu kayu yang 60% telah rusak oleh dobrakan para makhluk ganas di dalam. Naruto tak punya waktu untuk menuruni anak tangga kayu yang menurun kesamping. Ia memilin untuk langsung meloncat dari sana menggunakan pagar tangga sebagai pijakannya. Pintu yang sempat ia tahan tadi pun hancur dan terbuka. Memunculkan 2 monster bersama anjing-anjing super ganas yang mengejar seorang pemuda di depannya.
Humvee yang di kemudikan Chouji menabrak keras 2 gerbang di depannya. Membuat kedua pintu besar itu pun terbuka lebar seketika membiarkan kendaraan segala medan itu melaju kencang melewatinya. Chouji mulai membanting setir kekiri. Para penumpang di buritan tergoncang kekanan akibat kendaraan yang mereka tumpangi berbelok begitu tajam. Kini Sakura yang mengeluarkan kepalanya melalui jendela sebelah kanan untuk menengok Naruto yang berlari mengejar mereka di belakang, termasuk segerombolan makhluk mutasi yang juga mengejar dirinya.
"Narutooo...!"
Sakura berteriak begitu kencang memanggil nama pemuda tersebut. Sedangkan Naruto menyimpan senjata di tangan kirinya kebelakang dan terus berusaha menambah kecepatan berlarinya, agar ia tidak berakhir menjadi santapan sia-sia para monster di belakangnya.
Chouji melirik kearah kaca spion, lalu mencoba memperhitungkan jarak kendaraan ini dengan Naruto, dan juga memperhitungkan jarak antara Naruto dengan makhluk-makhluk itu.
"Sekarang Chouji."
Kata Sasuke yang tahu apa yang ada di pikiran pemuda tambun itu.
"Aku tahu."
Sahutnya dengan wajah serius.
Ciiiiiiiiiitttt
Chouji menginjak rem sesuai dengan tingkat kalkulasi perhitungannya. Walau melakukan Hardbraking, Humvee tersebut tidak berhenti seketika begitu saja. Karena itu lah yang memang sedang Chouji rencanakan. Mata Naruto melebar mendapati kendaraan tua yang tepat berada di depannya tiba-tiba mengurangi laju kecepatan secara mendadak. Tidak ada waktu ruang baginya untuk menghindar kekiri, mau pun kekanan. Tak punya pilihan lain, Naruto langsung meloncat tinggi keatas.
Chouji kembali menginjak pedal gas dalam-dalam, membuat Humvee yang mereka tumpangi berakserlarasi konstan kembali, bersama seorang pemuda yang ambruk di atas atapnya.
"Bertahanlah, Naruto."
Kata Chouji pelan sambil tetap berkonsentrasi memegang setir.
"Kkhh..."
Erang Naruto merasa kesakitan di tubuhnya setelah menimpa atap mobil yang terbuat dari baja anti peluru. Di atas atap Humvee yang sedang melaju kencang, pemuda itu berusaha bangkit dari acara jatuhnya barusan. Manik birunya melirik kebelakang. Saat itu juga ia terkejut, melihat salah satu makhluk mutasi yang mengejarnya tadi berpegangan pada bemper kendaraan ini.
"S-Siaal..."
Makhluk itu mulai merangkak keatas menggunakan cakar-cakarnya yang tajam, menuju ketempat Naruto berada. Bunyi-bunyian aneh beserta guncangan yang tidak normal dirasakan oleh Sona. Gadis itu menyadari sesuatu yang ganjal.
"Tidak... Mungkinkah...?!"
Gumamnya pelan yang menyadari bahwa mungkin makhluk-makhluk itu berhasil sampai di belakang kendaraan akibat pengereman secara spontan tadi.
"Ini gawat...!"
Ucap Kiba yang kelihatannya juga menyadari apa yang sedang terjadi.
Chouji melirik kembali kearah spion. Dilihatnya satu di antara mereka berhasil naik di buritan Humvee ini. Namun ia tetap menambah laju kendaraan ini dan mengarahkannya kearah gerbang mansion yang tinggi menjulang.
"Heii kalian, bersiap untuk melewati goncangan keras."
Kata Chouji memperingatkan Sakura, Sona, Kiba, Anko dan juga Hinata, sambil semakin merekatkan genggamannya ke setir kemudi.
Naruto mengambil sebuah pistol yang tersisip di sabuk celana belakangnya. Diarahkannya Glock-17 itu tepat di kepala makhluk yang merangkak menuju kepadanya. Naruto akan menarik pelatuknya, tetapi...
Blaaaaannkkk!
Sebuah guncangan keras tercipta seketika. Humvee yang mereka tumpangi menabrak keras gerbang mansion yang terkunci. Dengan kecepatan yang hampir menyentuh di angka 137Km/jam, kendaraan taguh tersebut hampir tak mendapat kendal apa pun dan tetap melaju jauh meninggalkan mansion Uchiha. Konsentrasi Naruto buyar seketika saat dirinya hampir terperosok gara-gara guncangan keras tadi.
"Gawattt...!"
Seru Naruto pelan melihat cakar besar siap mengayun kearahnya. Tidak punya waktu untuk menghindar lagi. Makhluk itu mengayunkan cakar tangan kanannya dengan kuat.
"Tchh!"
Umpatnya sambil menahan telapak tangan monster itu menggunakan kaki kirinya. Hanya itu yang bisa ia lakukan. Kaki Naruto bergetar menahan tangan berat makhluk tersebut. Gigi-gigi tajamnya menggertak diselingi air liur yang menetes. Makhluk itu seperti akan menggigit Naruto, tetapi sepucuk senjata buatan Austria tertodong tepat kearahnya.
"Maaf saja... Tapi aku takkan membiarkanmu menghalangi kami."
Ucap Naruto tersenyum kecil. Rahang makhluk itu terbuka lebar dan bersiap menyerang Naruto.
Daarr...
Satu tembakan melesak tepat menghancurkan sistem otak. Jari telunjuk tangan kiri Naruto lebih cepat sepersekian detik menarik pelatuk Glock-17 miliknya sebelum gigi-gigi tajam makhluk tersebut mencabiknya. Nafas panjang terhembus sudah. Naruto menendang tubuh tak bernyawa monster itu untuk menyingkirkannya dari kendaraan mereka. Belum beberapa saat Naruto dapat bernafas lega, satu makhluk dengan lidah panjang lagi-lagi meloncat tinggi ingin menerkam dirinya. Naruto tercengang melihat dua tangan dengan cakar besar mengarah kepada dirinya.
[Matrix's Mode]
Serasa otot-otot siliaris pupil Naruto mengencang seketika. Lagi-lagi sensasi seperti ini terjadi kembali. Syaraf-syarafnya berdenyut keras, memberikan satu sinyal kuat ke otak. Membuat pandangannya terpusat pada satu titik. Yaitu titik di mana lintasan cakar itu akan menghujam. Otaknya kembali mengirim arus balik ke seluruh peredaran syaraf. Membuat otot-ototnya bekerja begitu keras dalam satu titik waktu. Tubuh Naruto merebah dengan sempurna menempel ke atap Humvee, seperti apa yang diperintahkan otak kanannya. Cakar itu melibas ujung beberapa helai rambutnya. Makhluk itu seakan-akan hanya melewatinya. Naruto berhasil menghindari serangan tiba-tiba makhluk itu sepersekian detik sebelum cakar itu menembut kepalanya.
[Matrix's Mode End]
"Sial..!"
Umpat Chouji yang tak bisa melihat jalanan karena makhluk tersebut jatuh tepat di kap Humvee itu.
"Awass!"
Teriak Sasuke yang berada di depan di samping Chouji. Berhasil menghindari sabetan keras cakar makhluk itu dengan merundukkan kepalanya. Hampir seluruh kaca pengemudi hancur total akibat serangan tadi.
Dar-Dar-Daarrr!
Makhluk tersebut menutupi wajahnya menggunakan telapak tangan yang begitu besar sebagai perisai ketika Naruto menembakkan peluru dari moncong senjatanya beberapa kali.
"Jangan usik teman-temanku, dasar sialann!"
Ucapnya marah melihat monster tersebut mencoba menyerang para rekannya yang berada di dalam mobil. Ia coba tembakkan beberapa kali senjatanya kearah makhluk itu. Tetapi begitu sulit dan sangat mustahil untuk mengenai tepat di kepalanya, karena makhluk tersebut terus menerus melindungi titik lemahnya itu. Sedangkan Chouji masih berusaha untuk mengendalikan laju kendaraan mereka sebisanya. Bahkan dengan terpaan angin pada kecepatan kendaraan yang tembus sampai 94Km/jam tidak sedikitpun mengganggu keseimbangan makhluk tersebut.
"Beri aku ruang.."
Kata Anko melepas Katana milik keluarga Uchiha yang digenggamnya dari sarung pedang tersebut. Sona yang sempat terkejut melihat monster itu mencoba melindungi titik vitalnya kini agak menjauhkan tubuhnya dari Anko-sensei. Begitu pun juga Hinata, agar mereka berdua memberi ruang kepada gurunya tersebut. Anko mengarahkan ujung pedangnya searah dengan tubuh makhluk itu. Sedikit berkonsentrasi, lalu menguatkan otot-otot sikunya.
Weettt...
Sedetik kemudian, Anko melemparkan Katanya begitu kuat.
Jlebb!
Katana tersebut menghujam tepat di dada makhluk itu. Membuatnya kesakitan hingga tidak lagi menutupi bagian vitalnya. Tangan Sasuke memutar grid di Scope senjatanya unyuk mengurangi zoom lensanya. Bahwa sejenak ia tersadar jika sorotan zoom lensa di kekernya terlalu banyak hingga membuat dirinya begitu kesusahan menembak dari jarak dekat. Popor atau gagang Sniper langsung melekat di antara bahu kanannya. Jari telah siap di depan pelatuk. Tangan kiri menopang laras senjata dari getaran-getaran kendaraan. Ujung mata mulai terfokus membidik bagian vital dari monster tersebut.
"Sekarang... Giliranku..."
Ucapnya pelan membidik makhluk yang berusaha mencabut Katana panjang yang menancap dalam di tubuhnya.
JDeeerrr!
Dentuman keras akibat bubuh mesiu yang meledak terpantik olehpelatuk begitu memekakkan gendang telinga. Sebuah proyektil peluru berputar melesat menggores kecepatan cahaya, sebelum akhirnya telak menembus tengkorak monster tersebut. Kepala beserta tubuhnya terlempar akibat range power tembakan senjata Sasuke yang begitu luar biasa. Ban besar Humvee mereka menindas tubuh tak bernyawa makhluk itu dan terus melaju kencang meninggalkan jasadnya.
"Hampir sampai... Apa kita akan berhasil?"
Tanya Naruto kepada dirinya sendiri. Diatas atap Humvee, ia berpegangan erat saat mengetahui kendaraan besar ini akan mengalami banyak guncangan kasar. Maniknya yang sebiru Sapphire itu melihat begitu banyak zombie di kejauhan sana.
"Sasuke-kun!"
Seru Sakura kepada Sasuke ketika melihat juga kerumunan zombie yang berada di depan.
"Aku tahu Sakura."
Jawab Sasuke tenang melihat keadaan.
Cekreellk...
Satu selongsong peluru kosong terlempar dari slot pembuangan di frame kanan AW Magnum miliknya, ketika Sasuke menarik tuas untuk mengokang Snipernya tersebut.
"Kecepatan penuh, Chouji."
Perintahnya kepada Chouji yang berkonsentrasi pemuh di depan kumudi. Jarum speedometer terus merangkak naik perlahan ketika menginjak dalam-dalam pedal gas di kakinya.
"Bagamana menurutmu Sona? Apa ini akan berhasil?"
Tanya enteng Anko menanyai salah satu muridnya.
"Kita telah begitu dekat dengan harapan. Berhasil atau tidak, kita harus tetap berjuang sampai akhir. Seperti kata kedua orang itu..."
Jawab Sona membenarkan letak kacamatanya sambil mengingat sosok Naruto dan juga Sasuke yang telah menuntun mereka sampai sejauh ini. Tentu Anko tahu siapa dua orang yang dimaksud Sona.
"Ayo... Sedikit lagi... Kumohon..."
Ucap Naruto pelan dengan angin kencang yang menerpa seluruh rambutnya. Kecepatan kendaraan tua berkapasitas lebih dari 6 liter ini terus merengsek naik. Beberapa detik lagi Humvee yang mereka tumpangi akan bertabrakan dengan para zombie-zombie itu.
"Pada apa pun itu, berpeganglah dengan erat."
Perintah Sasuke kepada yang lainnya.
Braaaakkkk!
Satu zombie di depan terpelanting dengan jauh akibat tabrakan yang begitu keras dengan bemper Humvee yang melaju kencang. Tidak hanya satu, goncangan demi goncangan kuat terjadi setelahnya. Darah terciprat kemana-mana. Belasan, bahkan puluhan zombie terhempas tak beraturan ditabrak Humvee ini. Chouji tetap setia menginjak pedal gasnya, dan tetap menabrak siapa pun yang menghalangi jalan tanpa ampun.
"Ayooo! Sedikit lagi!"
Serunya sendiri sambil menahan kemudi erat. Benturan-benturan keras yang seakn tak berujung membuat bemper depan kendaraan ini berlumuran darah dari zombie-zombie yang telah ditabraknya. Bahkan tak sedikit juga yang tertindas oleh ban besarnya. Membuat Humvee mereka jumping tak terkendali berulang kali. Gerbang dermaga yang tinggi menjulang dan terbuat dari kawat telah terlihat di pandangan mata. Namun Chouji telah ada pada batasnya. Kendaraan ini tidak bisa ia kendalikan lagi. Humvee mereka tidak sengaja menindas sebuah motor yang tergeletak di tengah jalan, tepat di jalur lintasan mereka.
'S-Sial..!'
Teriak Naruto dalam hati saat kendaraan tersebut oleng kekiri. Roda depan dan belakangnya terangkat keatas sama sekali tidak menyentuh aspal. Dalam posisi tersebut, masih saja kendaraan itu menabrak banyak zombie di depannya. Humvee mereka pun jadi semakin tak terkendali lagi dan menyusur bergesekan kuat dengan aspal. Naruto berusaha sekuat mungkin berpegangan erat pada frame jendela sebelah kanan agar tak ikut terseret terjatuh. Sasuke, Anko, Kiba dan Sakura kesakitan dibuatnya. Terlebih lagi Hinata yang duduk di paling kiri. Tertindih oleh tubuh teman-temannya di dalam mobil.
Blaaannnkk!
Humvee itu pun menabrak keras pagar pintu kawat dermaga hingga membuatnya setengah terbuka. Asap mengepul keluar dari kap mesin kendaraan yang telah terbalik. body Humvee itu ringsek di mana-mana, namun tidak terlalu parah berkat frame yang terbuat dari baja keras. Sedangkan Naruto terhempas menggelinding menyentuh tanah saat tabrakan keras terjadi.
Naruto mengerang kesakitan, menahan bahunya yang lagi-lagi jadi korban untuk tubuhnya. Pemuda ituencoba bangkit dari jatuhnya sambil menahan rasa sakit yang terasa menyebar keseluruh tubuhnya. Naruto berjalan mendekati sebuah Humvee yang telah terbalik dengan asap hitam yang mengepul keluar dari balik kap mesinnya. Pintu kanan terbuka, memunculkan sosok pemuda tambun yang merangkak keluar.
"Chouji..."
Panggilnya lemah menghampiri pemuda yang sedang terbatuk-batuk itu.
Naruto mengubah haluannya, menuju kearah pintu penumpang Humvee tersebut. Tangan kanannya meraih gagang pintu, dan berusaha membukanya. Macet... Namun Naruto tak menyerah untuk terus berusaha membukanya.
"Tch!"
Decihnya karena kesulitan membuka pintu tersebut. Kemudian, dengan satu sentekkan kuat, Naruto berhasil membuka pintu itu.
"Kalian tak apa..?"
Tanyanya kepada para penumpang yang tengah menahan rasa sakit di sekujur tubuh mereka. Terutama di bagian kepala yang sempat membentur atap saat kendaraan itu terbalik.
Naruto meraih tangan Sakura, lalu menariknya keluar. Ia juga membantu Anko, Sona dan juga Kiba yang menahan rasi sakit di sekujur tubuh mereka. Suara dobrakan terdengar di sebelah sana. Sasuke berusaha merangkak keluar dari kendaraan tersebut. Kepalanya begitu terasa pening. Lagi-lagi ia merasakan darah yang mengalir melewati mata kirinya, sehingga mau tak mau ia tak bisa membuka mata tersebut jika tidak ingin darahnya masuk kedalam mata. Sejenak pandangannya terasa kabur. Hanya bayang-bayang semu dari pagar kawat yang menjulang dan banyak bayangan lain yang tak begitu jelas. Lengan kanannya bertumpu pada lututnya. Untuk beberapa saat ia memilih untuk tidak berdiri terlebih dulu. Pening benar-benar berhasil menyerangnya.
"Hinata... Kau baik-baik saja?"
Kiba bertanya kepada Hinata yang masih di dalam. Kedua tangannya menarik tubuh gadis itu, membantunya keluar dari sana.
"Kurasa kita tak punya banyak waktu lagi..."
Kata Sasuke melihat pagar kawat yang terbuka itu saat pandangannya mulai membaik. Tidak hanya pagar kawat yang terlihat, tetapi juga para zombie yang berlari mendekat kearah mereka.
Naruto terburu-buru berjalan mendekati pagar yang telah terbuka tersebut. Diambilnya sebuah rantai dari pos penjaga di dekatnya, lalu mengikat kedua pagar kawat itu menjadi satu. Namun sebelum rencanya berhasil, makhluk-makhluk itu sedikit lebih cepat darinya. Dengan kesigapan yang masih tersisa, Naruto menahan satu pintu pagar dengan tubuhnya. Sedangkan pintu pagar yang di sebelah sana ia tahan menggunakan rantai yang telah terikat tadi di genggamannya.
"Cepat segera cari kapalnya!"
Teriak Naruto kepada mereka, disertai suara-suara kelaparan dari para zombie yang ganas.
"Ikuze!"
Kata Sasuke mencoba berdiri sendiri. Chouji, Kiba, Sakura dan Anko segera mengikuti kemana langkah Sasuke menapak. Tetapi langkah Kiba berhenti setelah menyadari sesuatu. Hinata tidak berada di sampingnya.
"Apa yang kau lakukan di sini?! Cepat pergi bersama yang lain!"
Seru Naruto kepada seseorang yang sedang ikut menahan pintu pagar di sebelah sana.
"Aku... Aku... Tidak banyak yang bisa kulakukan untuk membantumu selain ini, Naruto-kun!"
Jawab seorang gadis yang sedang menahan pagar kawat tinggi itu.
"Sona, bawa Hinata menjauh dari sini!"
Suruh Naruto kepada seorang gadis lain yang juga ikut membantunya menahan pagar tersebut.
"Jangan menyuruhku setelah aku terlanjur bertekad untuk terus bersama dengan orang bodoh sepertimu. Ingat itu baik-baik."
Jawab Sona dengan enteng, walau tersirat sedikit rasa kesal di hatinya.
"Tch..."
Umpat Naruto pelan karena kesal sambil berusaha keras mendorong gagar itu agar mau menutup kembali, namun di dalam lubuk hatinya, ia tersenyum senang.
Di lain tempat, Sakura dan yang lainya, termasuk Sasuke, mereka berlari kecil menyusuri dermaga kayu untuk mencari keberadaan kapal yang mereka tuju. Sambil berlari kecil, Sakura menoleh kearah belakang sana. Kearah tepat di mana Naruto sedang bersusah payah menahan pagar kawat itu.
"Naruto..."
Ucapnya pelan tanpa terasa, ia terus memperhatikannya dari kejauhan.
"Jangan membuatnya lebih lama menunggu, Sakura. Jika kau ingin membantunya, sebaiknya dimulai dari menemukan kapal kita terlebih dahulu. Lebih cepat lebig baik."
Kata Sasuke sambil terus menengok kekanan dan kekiri. Memperhatikan puluhan kapal yang bersandar di dermaga tua tersebut.
.
.
.
.
"Hinata, jangan paksakan tubuhmu!"
Ucap Kiba yang baru saja datang. Dirinya turut ikut membantu mendorong pintu pagar tepat di sebelah Hinata.
"Cukup Hinata, menjauhlah dari sini. Biar aku dan Sona yang mengurus ini."
Naruto menyuruh Hinata untuk segera pergi dari situ lagi.
"Tidak! Kita akan pergi dari sini bersama-sama! Aku tidak akan meninggalkanmu!"
Jawab Hinata dengan tegas kepada Naruto. Membuat pemuda itu terdiam untuk beberapa saat.
"Sejak kapan... Sejak kapan kau jadi keras kepala seperti ini... Hinata."
Tanya Naruto dengan nada-nada kesal sambil terus menahan pagar yang terdorong-dorong oleh makhluk-makhluk di baliknya. Mendengar pertanyaan Naruto, membuat Hinata memalingkan wajahnya dari hadapan pemuda berambut kuning itu. Lalu sebuah senyuman terangkai indah di kedua sudut bibirnya.
'Sejak kapan...? Sejak kapan... Tentu saja... Sejak dirimu membuka kedua mataku. Sejak dirimu menyelamatkanku dari keterpurukan. Sejak dirimu selalu jadi tekad semangatku. Dan sejak saat itu aku menyadari sesuatu... Sejak saat itu... Aku menyukaimu...'
.
.
.
.
"Ketemu."
Ucap Sasuke mendekat kearah satu kapal yang sedari tadi ia cari. Chouji, Anko dan Sakura mendekati Sasuke yang berhenti tepat di depan sebuah kapal yang terapung bersandar di ujung dermaga. Bukan kapal yang besar, namun juga tidak bisa di bilang kecil. Kapal usang ini, setidaknya mampu untuk membawa 9 sampai 10 orang lagi.
"Coba nyalakan mesinnya."
Kata Sasuke sambil melempar sesuatu kearah Chouji.
Sett...
Chouji menangkap sebuah kunci kecil. Lagi-lagi Sasuke menghadiahkan kunci kontak untuk yang kedua kalinya kepadanya. Chouji tidak banyak bicara dan langsung naik keatas kapal. Segera ia menuju ke bagian kendali. Setelah itu ia masukkan kunci tersebut tepat ke lubangnya. Lalu mulai memutarnya untuk menyalakan mesin kapal yang usang itu.
Yang terjadi, mesin kapal ini tidak menyala sama sekali. Chouji kembali memutar kuncinya ke huruf ON. Namun hasilnya tetap sama.
"Tidak menyala..."
Ucap Sakura sedikit kecewa melihat mesin itu sama sekali tak mau berderung. Sasuke kemudian naik keatas kapal tersebut dan mendekati Chouji, lengkap bersama senapan AW Magnum di genggaman tangan kanannya.
"Jangan berhenti. Teruslah mencoba."
Sahut Sasuke memberi sedikit dorongan kepada Chouji. Pemuda itu pun mencobanya sekali lagi. Walau tak mau menyala, ia tetap mencobanya lagi.
Lagi, lagi dan lagi. Ia terus memutar kunci itu ke penunjuk huruf ON berkali-kali.
"Kuharap mereka bertahan sedikit lama lagi..."
Kata Anko sambil menengok ke satu arah, di mana Naruto, Sona, Kiba dan Hinata sedang berjuang menahan pintu pagar besar itu.
.
.
.
.
Tangan-tangan mereka mencoba meraih tubuh Naruto dan Hinata melalui celah yang masih terbuka. Tidak ada hentinya mereka saling mendesak dan mendorong demi mendapatkan apa yang mereka mau. Mereka begitu kelaparan. Begitu anarki. Begitu ganas tak terkendali. Walau bersama Sona dan Kiba yang ikut membantu, Naruto dan Hinata masih tetap kesusahan menutup pagar tersebut. Empat anak muda, melawan puluhan... Bahkan ratusan zombie-zombie kelaparan yang hanya terpisahkan oleh dua pintu pagar kawat yang tinggi menjulang.
'Jika sampai pagar ini terbuka, habislah sudah!'
Pikir Kiba dalam hati begitu keras berjuang menahan pagar kawat itu.
"Sona, bisa kau tahan rantai ini bersamaku?"
Tanya Naruto kepada gadis berkacamata di belakangnya.
"Kau punya rencana?"
Tanya balik Sona pada pemuda itu.
"Kuncinya, adalah menjaga makhluk-makhluk itu untuk tidak masuk kesini bukan? Biarkan pagar ini melakukan tugasnya."
Jawab Naruto penuh keyakinan tentang rencananya. Sona terdiam sejenak sebelum akhirnya sedikit menarik sudut bibirnya.
"Terserah kau saja..."
Jawab gadis itu tersenyum kecil sambil menggapai rantai yang terjulur kebawah. Lalu menariknya sekuat yang ia bisa.
Melihat Sona yang telah siap, Naruto berhenti mendorong pagar dan berfokus untuk menarik rantai yang ia tahan sejak tadi. Naruto terus menariknya, lalu mengikat rantai itu ke gagang pintu pagar dengan sangat erat. Walau tidak tertutup sempurna, tapi ia rasa cukup memberi ruang dan waktu bagi ia dan teman-temannya untuk pergi dari dermaga ini.
"Ikuzo..!"
Kata Naruto berlari kecil meninggalkan tempat itu menuju kearah di mana Sasuke, Sakura, Anko dan Chouji berada. Sona bersama Hinata dan juga Kiba mengikutinya dari belakang. Jarak mereka dengan kapal tersebut tidak bisa dibilang dekat, namun juga tidak terlalu jauh. Tidak menghiraukan gemerincing suara pagar di belakan mereka, Naruto dan yang lain terus berlari pelan menapaki lantai kayu dermaga. Tanpa mereka sadari, salah satu dari zombie-zombie di sana menerobos melalui celah pagar yang telah terikat oleh rantai tersebut. Ia memanjat, menaiki tubuh zombie-zombie yang lain dan menginjak rantai dengan kakinya. Ia berhasil menyelusup melalui cepah itu dan terjatuh kebawah. Tetapi itu bukanlah hal besar mengingat mereka tidak bisa berpikir bagaimana rasanya rasa sakit itu. Makhluk itu mulai berlari mengejar Naruto dan teman-temannya, sedangkan yang lain meniru caranya untuk menerobos pagar kawat tersebut.
"Di sana...!"
Kata Hinata menunjuk Sasuke dan yang lain di dekat sebuah kapal yang tidak begitu besar.
"Ya! Ayo kita pergi dari sini sejauh mungkin!"
Ucap Kiba bersemangat menanggapi Hinata.
Tetapi sesuatu menarik kaos Sona dari belakang. Naruto berhenti seketika menyadari bahwa tubuh Sona telah dikunci oleh satu makhluk yang sangat dibencinya.
"Sona..!"
Makhluk itu mencoba menggigit bahu Sona, akan tetapi kesigapan Sona sedikit lebih cepat meresponnya. Gadis itu menahan rahan bawah zombie tersebut yang mencoba menggigitnya menggunakan telapak kirinya.
Naruto meraih sepucuk senjata di ikat pinggangnya, lalu mengangkat senjata tersebut sehingga moncong larasnya sejajar dengan arah kepala makhluk itu. Tapi, sebelum Naruto menarik pelatuk, beberapa zombie muncul tiba-tiba. Berlari mendekati mereka berempat dengan cepat.
Darr...
Dar-Dar-Darrr...
Naruto terpaksa menembakkan pelurunya kearah dua zombie yang mendekat terlebih dahulu. Tetapi lagi-lagi tiga zombie lain datang kembali untuk menyerang mereka. Masih dengan tubuh yang terkunci, Sona memilih untuk bersembunyi di balik tubuh besar pria yang sedang berusaha menggigitnya. Agar para zombie yang tadang tidak menyadari keberadaannya dan lebih memudahkan jalannya untuk mencoba meloloskan diri dari kuncian zombie itu.
'Tidak ada waktu untuk ragu-ragu lagi! Aku tak mau kalah dari Naruto lagi...! Apapun yang terjadi, aku pasti akan melindungimu Hinata!'
Seru Kiba mantap dari dalam hati melihat salah satu dari ketiga zombie itu berlari kearahnya dan Hinata.
Dar-Dar-Darrr...
Dengan pistolnya, Naruto yang semakin menguasai Glock-17 pemberian dari Hiashi Hyuuga berhasil menjatuhkan satu di antara mereka. Namun ketika Naruto ingin menarik pelatuknya kembali, lagi-lagi hap yang sama terjadi. Senjatanya tak mau menembakkan selongsong berproyektil timah panas karena kehabisan amunisi.
'Tch..! Kusoo...'
Umpat kasarnya dalam hati.
Jdaakk...
Sona menendang lutut pria tersebut menggunakan tumitnya dengan sangat keras. Kaki kiri pria itu pun terdorong kebelakang, membuat celah untuk Sona meloloskan diri. Gadis tersebut berputar keluar melalui celah itu lalu menendang kepalanya keras.
Naruto tidak tahu apa yang harus ia pikirkan untuk menghadapi zombie yang mendekat ini dengan tangan kosong. Satu gigitan saja, semuanya berakhir sudah. Benar-benar tidak adil baginya. Namun belum sempat kontak terjadi antara Naruto dengan dua zombie itu, sebuah kaki menendang kaki-kaki zombie tersebut hingga membuatnya terjatuh menyusur tanah.
"Kau berhutang padaku. Kau harus ingat itu."
Ucap Sona tersenyum remeh, gadis yang telah menslideding kedua makhluk yang akan menyerang Naruto.
Grebb...
"Hinata, cepat lari..!"
Seru Kiba yang sedang menahan tubuh dan rahang zombie yang mencoba menyerangnya. Mendengar kata-kata Kiba, tentu Hinata tak ingin begitu saja meninggalkan mereka bertiga seperti pecundang. Naruto selalu mengatakannya... 'Jangan permasalahkan apa yang menjadi ketidaksempurnaanmu. Kuat bukan berarti hebat... Asal kau mampu melindungi teman yang berharga bagimu... Itulah arti dari kuat yang sebenarnya...'
Ya... Hinata Ingat jelas kata-kata itu. Ketika sore di mana Naruto selalu berbaring di rerumputan di tengah taman Kota. Pemuda itu mengatakan sesuatu yang sangat berarti bagi Hinata. Kata-kata yang takkan pernah terlupa oleh dirinya. Ia telah belajar sesuatu dari murid bodoh dan berisik seperti Naruto.
"Tidak! Aku-"
Jdeeerrr!
Hinata terkejut dengan mata yang terbuka lebar. Mendengar letupan kuat dari sebuah senapan bersamaan dengan wajah Kiba yang berlumuran darah. Tubuh itu ambruk seketika.
"Sona, kita harus secepatnya menyusul Sakura dan yang lain sebelum mereka bertambah banyak!"
Ucap Naruto menahan leher zombie dan mengunci tubuhnya agar tak bisa bergerak menyerang Sona.
"Aku tahu itu, tapi-"
"Graaarrhhh!"
Syuuutt... Buuughh!
Sona menghindar dari terkaman makhluk ganas yang mencoba menyerangnya kembali, lalu menghantamkan tumitnya yang beralaskan sepatu sekolah tepat kearah kepala zombie tersebut.
"...Mereka selalu berdatangan."
Lanjutnya lagi melihat dua zombie mendekat lagi setelah kalimatnya terputus tadi.
"Ck! Sialan..."
Umpat Kiba pelan mengusap pipi kanannya yang bersimbah darah. Ia melihat zombie yang telah ambruk tersebut dengan luka tembak mengerikan di bagian matanya.
.
.
.
.
"Tidak tepat ketengah kepala... Namun peluru terus melesak menghujam menembus otak."
Ucap pelan seorang pemuda yang tengah mengamati situasi di sana dari jauh menggunakan Scope di senapan Sniper Arctic Warfare Magnumnya.
Cekreeellkk...
Sebuah selongsong peluru kosong keluar dari frame samping senjatanya ketika Sasuke menarik tuas Slide untuk mengokangnya kembali. Sebelah matanya kembali terarah menembus kejauhan melalui Scope yang terbaut erat di atas Sniper miliknya. Nafas panjang menderu ia hembuskan untuk mengurangi rasa gugup dan ragu dalam menarik pelatuk. Satu kesalahan kecil, meleset 4cm saja sudah cukup untuk membunuh teman-temannya yang berada di sana. Kembali ia membidik lima zombie yang berhasil menerobos pagar dan menuju kearah Naruto.
"Selanjutnya... Kalian."
.
.
.
.
Kreteekk!
Sona memeluntir leher satu zombie hingga patah. Tubuh itu ambruk jatuh papan kayu dermaga seketika. Pandangannya kini beralih kearah lima zombie yang berlari datang mendekat.
"Tch..!"
Decih Naruto kesakitan. Ia melepaskan tangannya yang mengikat leher zombie itu. Ketika akan berbalik menyerangnya, Naruto menendang dengan kuat kepala zombie tersebut hingga terpelanting terjatuh ke air.
"Ikezo, Sona!"
Tangannya meraih erat tangan Sona. Lalu mengajaknya untuk segera berlari menyusul Sasuke dan kawan-kawan. Kiba dan Hinata juga telah berlari di depan terlebih dahulu dari mereka. Sayangnya, zombie-zombie ganas itu berlari lebih cepat dari yang Naruto duga. Sebuah tangan hampir meraihnya. Sudut mata Naruto melihat kebelakang, melihat bagaimana zombie-zombie itu akan mencengkramnya. Namun yang terjadi selanjutnya, sebuah letupan suara dasyat bersamaan dengan satu lesatan proyektil timah panas yang berputar kencang melewati mata Naruto dan menghujam tepat di kepala zombie itu. Tubuhnya seketika terhempas kebelakang menabrak zombie yang lain, diiringi dengan darah yang terciprat akibat hujaman peluru tersebut.
Sebuah senyum misterius terukir seketika.
"...Strike."
Ucap Sasuke pelan tak terdengar oleh siapa pun.
Berulang kali Chouji mencoba memutar kunci kontak untuk menyalakan kapalnya. Ia terus berusaha tanpa henti seperti apa kata Sasuke sebelumnya.
'Ayolah-Ayolah-Ayolaaahhh!'
Harapnya dalam hati.
Satu sentekkan keras jarinya memutar kunci ke penunjuk huruf ON. Dynamo Starter merderu-deru memutar piston di dalam silinder mesin. Kapal bergetar-getar karena proses yang terus berulang-ulang tanpa hasil tersebut. Namun Chouji tak mau menyerah begitu saja melihat telah teman-temannya berjuang keras. Ia terus menahan kunci kontak itu, membuat mesin kapal tersebut berderu tak karuan karena proses starter paksa. Beberapa detik Chouji terus menahannya, sampai ketika raingan mesin kapal menjadi idle dan langsam.
'Berhasil..!'
Pekik Chouji dalam hati melihat mesin kapal ini menyala seperti keinginannya.
"Akhirnyaa.."
Ucap Sakura lega mendapati kapal yang akan mereka gunakan akhirnya dapat berfungsi.
JDeeerrr!
Sebuah peluru lagi-lagi melewati tipis di telinga kanan Naruto. Membuat rambut kuning rancungnya menari terkibas oleh lesatan peluru yang menghujam tepat di kepala zombie di belakangnya. Kelima makhluk itu telah jatuh. Naruto dan Sona terus berlari bersama tanpa ancaman dan mendekat kearah kapal yang kini telah menyala.
"Naiklah..."
Kata Naruto pelan kepada Sona, dan membantu gadis itu naik keatas kapal.
"Kita berangkat, Chouji"
Sahu Kiba yang terduduk lelah di atas kapal setelah berlarian menuju kemari. Naruto melepas ikatan tali kapal yang terikat di palung dermaga. Menggulung, lalu melemparkan tali itu kembali keatas kapal. Chouji mulai menaikkan tuas percepatan kapal untuk segera berangkat. Namun... Sakura menyadari satu hal yang aneh. Tatapannya menghadap kearah Naruto, yang masih diam berdiri tegak di dermaga.
"Naruto? Cepatlah, kita tak punya banyak waktu!"
Seru Sakura dengan suara kencang. Membuat yang lain mengalihkan perhatiannya. Termasuk Chouji yang langsung menurunkan tuas percepatan keangka Nol.
"..."
"...Maaf."
Sebuah kata keluar dari mulut pemuda berambut kuning itu.
"...Maaf. Tapi kalian harus pergi tanpaku..."
Lanjutnya lagi melanjutnya rankaian katanya yang sempat menggantung. Membuat mereka sungguh tidak bisa menangkap arti dari kalimat itu. Terlebih untuk Sakura.
Di atas kapal, gadis berambut merah jambu tersebut berjalan mendekati pemuda yang masih berdiri di dermaga itu. Ia mendekati Naruto dengan kesal.
"Apa yang kau kata-..."
Bibir Sakura seakan terkunci ketika menggapai tangan kanan Naruto. Sesuatu membuatnya terpaku ketika hendak menyeret pemuda itu untuk segera naik keatas kapal. Mata Sakura bergetar dan melebar. Satu tangannya menutupi mulutnya yang terkunci. Setetes darah berwarna merah menyusur jatuh melalui lengan kanan Naruto. Kiba bangkit berdiri. Mata Naruto terpejam lembut.
"Sekali lagi... Maaf, Sakura..."
Ucapnya pelan. Naruto mulai mendekat. Dahi mereka saling bersentuhan. Mungkin untuk yang terakhir kalinya, sebisa mungkin Naruto ingin dekat dengan gadis yang ia sukai sedari dulu.
"Tidak..."
Dalam kening yang saling menempel satu sama lain, Sakura menggeleng pelan. Dadanya begitu sesak menerima kenyataan ini. Setetes air mata jatuh melalui pipinya.
"Tidak... Tidak... Tidak... Kumohon.. Jangan dirimu, Naruto..."
Sakura menggigit bibir bawahnya. Menahan begitu sesak perasaan itu. Begitu sesak lubuk hatinya melihat luka di tangan pemuda tersebut.
"Aku tidak apa-apa, Sakura... Sungguh, aku tidak apa-apa... Cepat tinggalkan aku di sini."
Kata Naruto lembut dengan sebuah senyum kecilnya kepada gadis itu.
"Tidak... Aku tidak bisa meninggalkanmu sendiri di sini...
Sakura menjawab dengan berat karena sesak di dada.
"Kita akan menemukan obatnya... Walau sampai keujung dunia pun, aku akan menemukannya demi dirimu...Percayalah padaku, Naruto. Kumohon... Jangan tinggalkan kami... Jangan tinggalkan aku..."
Setetes demi setetes air mata berjatuhan. Sakura tak kuat lagi membendungnya lebih lama lagi.
"Tidak apa-apa, Sakura. Jangan khawatirkan aku. Waktuku tidak banyak lagi..."
Ucap Naruto sambil menatap dalam manik Emerald Sakura.
"Chouji, bawa mereka ketempat yang aman. Selanjutnya... Kuserahkan kepadamu, Sasuke. Maaf aku tak bisa menepati janjiku untuk terus berjuang bersama."
Manik biru itu mulai berkaca-kaca. Begitu sesak berpisah dengan sahabat-sahabatnya.
"Lagi-lagi aku mengatakan ini kepadamu. Tapi sepertinya ini adalah yang terakhir. Jaga Hinata untukku... Kiba."
Kepalan tangan Kiba mengepal erat. Bahunya bergetar menahan pedih ini. Sungguh ia tak pernah menyangka ini akan terjadi. Pada sahabatnya sendiri...
"Bodoh...!"
Umpat Kiba pelan dengan suara tertahan.
"Na-Naruto-kun..."
Hinata benar-benar sedih melihat semua ini. Tangannya menggenggam erat kaus di dadanya. Terasa begitu sesak di sana. Tak terhitung berapa sudah tetesan air mata yang terjatuh. Hatinya benar-benar hancur...
Mata sebiru langit yang selalu cerah tersebut, kian meredup bersama dengan cairan bening yang menutupunya. Naruto menatap teman-temannya. Termasuk Anko dan Sona. Gadis itu melepas bingkai kacamatanya. Membiarkan setetes air kepedihan turun kebawah dagu gadis manis tersebut. Sekuat apapun ia menahan, akan selalu ada air mata yang menetes bila seseorang itu adalah Naruto.
Sasuke terdiam menahan sakit itu. Kehilangan sosok sahabatnya yang bodoh dan berisik. Bahkan menjadi satu pukulan telak untuk dirinya yang berasal dari keluarga Uchiha untuk menahan air mata. 'Kusadari sesuatu... Kau orang bodoh yang paling kubenci. Tapi kau juga orang pertama yang membuatku mengerti pentingnya arti sebuah ikatan. Kau mengajarkannya... Bagaimana aku untuk tidak kembali melihat kebelakang. Kita selalu bersaing. Tapi sebenarnya kita selalu memberi apa itu arti persahabatan. Ya... Kau adalah sahabat pertamaku. Selamat tinggal... Naruto.'
Sasuke mengangkat sebelah tangannya untuk memberi tanda kepada Chouji. Mengerti maksud dari tanda tersebut, perlahan Chouji menaikkan kembali tuas itu. Membuat kapal mereka kembali bergerak secara perlahan.
"Ini adalah perpisahan..."
Ucap Naruto tersenyum redup kearah Sakura. Kapal semakin maju meninggakannya. Tangan mereka yang saling terpaut mulai merenggang oleh jarak.
"...Sayonara."
.
.
"Tidak... Naruto... Narutooo!"
Sakura berteriak memanggil nama pemuda tersebut saat genggaman tangan mereka berdua telah terlepas. Sasuke menahan tubuh Sakura. Namun Sakura tetap jatuh kelantai dengan seluruh perasaannya. Kapal yang ditumpanginya terus melaju. Meninggalkan Naruto yang tersenyum kearahnya.
Bersama pintu pagar dermaga yang telah roboh tak kuat menahan desakan yang begitu deras, Naruto melihat senjata kosong yang berada di tangan kirinya. Dirinya terbatuk, sesuatu menempel di telapak tangan kanannya. Pandangan matanya sayu memandangi darah itu. Bersama dengan para zombie yang menyerbu tempat itu, di ujung dermaga, Naruto berlutut lemah.
.
.
.
.
.
"Bagaimana akhir dari kengerian ini... Ya... Aku sangat ingin melihatnya. Bagaimana dunia ini akan selamat. Atau akan berakhir. Namun sayangnya aku tak lagi punya cukup waktu sampai saat itu..."
"Orang bilang... Jika bodoh tetap saja bodoh. Aku sama sekali tidak bisa menemukan sesuatu yang benar dari kata-kata itu. Karena aku yakin, seseorang akan terus berkembang, jika ia terus berjuang keras. Membuatku tersadar bahwa aku adalah salah satu dari itu. Pada saat aku ingin merubah semua ini... Bahkan bersama dengan tekad kuatku... Semuanya harus berakhir di sini. Jika aku boleh memilih, berbaring di rerumputan terasa lebih baik dari pada berlutut menunggu waktu di ujung keputusasaan ini."
"Berapa kali lagi aku harus menyangkalnya, bahwa aku tak akan menyerah. Berapa kali pun aku mencoba, aku tetap tidak bisa berbuat apa-apa. Ini benar-benar menyakitkan. Aku telah terdiam di ujung waktu. Aku tak bisa menyangkalnya lagi. Karena segalanya... Telah berubah..."
.
.
.
.
- The End -