Chapter 7

Tes...Tes...

Bulir-bulir hujan semakin sedikit, menyisahkan embun pada jendela dan juga dedaunan. Sehun menatap kosong perapian yang berada di kamar hotelnya.

Pertengkaran yang terjadi semalam adalah pertengkaran sekaligus penolakan yang Luhan lakukan secara kasar terhadapnya. Semua begitu menyakitkan, Sehun semakin yakin dan harapannya begitu sudah pupus dengan penolakan Luhan.

Sehun memejamkan matanya kembali. Merasakan betapa perihnya hati yang ditolak dan diacuhkan. Begitu Sehun membuka matanya, bulir air mengalir pelan menuruni pipinya. Sakit jika seperti ini terus menerus, ditolak dan dibenci Luhan.

Kadang ia berpikir lebih baik untuk mengakhiri hidupnya, dengan begitu pedih yang ia rasakan juga mati bersamanya.

Tapi dia bukan namja cengeng dan pengecut. Hanya dengan penolakkan Luhan ia menyerah, tidak ia tidak akan pernah putus asa dan menyerah.

Sehun menyambar ponselnya, membuka screen-lock kemudian mencari kontak baru yang ia dapat dari detektif suruhannya.

"Hello ?" Suara jernih disebrang sana membuat lidah Sehun kelu.

"..."

"Ini siapa ?" Lagi, suara itu yang Sehun rindukan.

"Lu..." Tak ada sahutan setelahnya.

Nit..Nit..Nit...

Sehun menatap ponselnya nanar. Sambungan telepon dimatikan secara sepihak. Pantas ya, dia memang pantas mendapatkannya.

Sehun menjerit frustasi. Ini yang tidak bisa ia biarkan jika ia bertemu dengan Luhan namun tak bisa menggapainya, ia tak bisa menahan rasa itu lagi maka ia putuskan untuk keluar menemui Luhan. Atau lebih tepatnya menguntit ?

Setelah sampai di apartemen Luhan ia melihat Luhan berjalan keluar dengan namja dan anak kecil yang berada di foto. Tampak bahagia dan seperti keluarga kecil yang sempurna.

Mereka terus berjalan dengan Amaya ditengah digandeng oleh Luhan dan namja itu. Sehun terus mengikutinya sampai mereka berhenti di sebuah taman kota yang terawat dan bersih, Sehun bersembunyi dibalik pohon saat mengetahui mereka menduduki sebuah bangku taman

DEG !

Luhan sedang tertawa hangat dengan namja yang kemarin melarangnya bicara bersama Luhan, juga anak kecil yang berada di foto itu yang Sehun tahu bernama Amaya.

Sehun terus mengintai dari balik pohon yang berjarak 5 meter dari Luhan.

"Luhan-ah ! Amaya ! kalian mau ice cream tidak ?" Tanya namja itu.

"Tentu, Umin Ge !" jawab Luhan, sementara anak kecil itu mengangguk lucu.

"Ayo ! kita beli." Mereka menuju ke penjual ice cream. Sehun terus mengintai mereka bertiga. Agak risih dan iri sebenarnya saat namja yang di panggil Umin itu mengusak lembut rambut Luhan dan juga menggandeng Luhan dengan erat.

Ingin sekali ia keluar dari tempat ini lalu memberikan bogem mentah untuk namja itu, tapi apa boleh buat ? Luhan bisa bertambah membencinya bukan ? Sehun menahan emosinya dengan sangat terkendali.

Ia harus banyak sabar dan tabah dalam menghadapi Luhan sekarang. Sehun kembali mengintai Luhan dengan jarak yang aman. Ternyata mereka punya rencana lain, buktinya mereka sekarang sedang menunggu bus di halte. Ketika bus yang mereka tumpangi datang mereka menaikinya dan Sehun memilih untuk naik taksi, ia tak ingin menunggu bus berikutnya yang akan datang 15 menit setelahnya. Tidak ia tak ingin kehilangan jejak Luhan.

Taksi yang di tumpangi Sehun berhenti di depan lobi mall, karena Luhan juga telah turun disana bersama namja yang bernama Umin dan Amaya. Sehun melihat dari kejauhan mobil sedan berwarna hitam menghampiri mereka bertiga. Namja itu mengantar Amaya kedalam mobil tersebut kemudian kembali ke samping Luhan setelah melambaikan tanganya.

Emosi Sehun tersulut. Jadi mereka ingin berkencan ? tidak, tidak mungkin dan tidak bisa dibiarkan. Sehun berlari kecil mempersempit jarak di antara mereka. ketika jarak yang terbentang hanya 2 meter ia berhenti dan berjalan santai.

Sehun melihat dua orang ini memasuki restauran yang memiliki unsur romantis. Sehun menggerutu dalam hati, namja yang ia ketahui bernama Umin itu benar-benar menguji kesabarannya.

Luhan dan Umin –namja yang bersama Luhan- mengambil meja outdoor yang paling pojok sementara Sehun mengambil 3 meja dari meja mereka. Sehun memakai tudung jaketnya kemudian kembali melihat kearah Luhan, muka Sehun datar sangat datar begitu ia melihat Luhan sedang bercengkrama dan tertawa hangat bersama namja lain.

Pelayan datang mengganggu kegiatan Sehun mengintai Luhan, Sehun hanya memesan choco bubble tea yang paling simple agar pelayan itu cepat pergi dan ia bisa kembali mengawasi Luhan.

Selanjutnya ada perasaan lega dalam hati Sehun karena hanya kejadian normal yang ia lihat, namun Sehun salah ketika ia hendak mengabiskan satu tegakkan bubble tea nya ia melihat namja itu menatap dalam Luhan kemudian perlahan kepala dua insan itu mendekat.

Dalam sekejap ! Hati Sehun terbakar cemburu ! Sehun menaruh gelasnya agak dibanting, saat jarak itu makin menipis Sehun mulai bangun dari tempat duduknya dan ketika jarak itu sudah 2cm Sehun langsung menarik namja itu.

BUKK !

"SEHUN !"

Sehun memberi namja itu bogem mentah yang membuat namja itu tersungkur di lantai. Nafas Sehun terengah-engah, Emosinya sudah tak bisa ia tahan. Ketika ingin menyerang kembali tangan Sehun ditahan oleh Luhan.

"Berhenti Oh Sehunssi !" Luhan mengahampiri namja itu kemudian menatap Sehun tajam.

"Kenapa kau lakukan ini terhadap Xiumin?" Luhan menatap nyalang Sehun, membuat Sehun terhenyak tapi ia sembunyikan di balik wajah datarnya.

"Kenapa kau lakukan ini ?! KENAPA OH SEHUN !" Luhan menjerit frustasi, air matanya ia biarkan turun di depan Sehun, ia juga sudah tak peduli dengan orang orang yang menatapnya aneh.

"Kenapa ...hikss.. kenapa ?" pertahanan Luhan runtuh. Ia terisak hebat yang membuat Sehun menatapnya sendu.

Sehun memajukan dirinya dan meraih lengan Luhan yang langsung Luhan tampik dengan kasar.

"Lepas ! jangan sentuh aku ! Pergi !" Sehun tak bergeming.

"Aku mohon kau pergi !" Sehun pasrah, ia salah ia tak bisa mengontrol emosinya. Dengan langkah gontai ia melangkah meninggalkan Luhan dan Xiumin. Sehun mendengar samar-samar Luhan menanyakan namja itu apakah ia baik-baik saja atau tidak, tapi kenapa dengan Sehun ia tidak menanyakannya ?

Tanpa disadari Luhan, ketika Sehun pergi namja yang bernama Xiumin itu tersenyum samar.

.

.

.

Menyesal.

Satu kata itulah yang sedari tadi mengitari kepala oh sehun. Ia sangat menyesal tak dapat mengontrol emosinya dengan baik. ia juga merasakan rasa marah menyelimuti hatinya, bukan bukan marah terhadap Luhan tapi terhadap dirinya sendiri.

Betul bukan ? jika saja dulu ia tak tergoda oleh yeoja yang menjadi mantannya –Zitao- maka tidak akan seperti ini, tidak ada kejadiannya ia akan pergi ke beijing dan mengejar Luhan begitupun tentang lelaki itu.

Arghhhhhh ! ingin rasanya ia teriak dan memecahkan barang yang berada di sekitarnya tapi niat itu ia batalkan karena ini bukan rumahnya melainkan hotel. Jadi Sehun hanya bisa menjatuhkan diri ke ranjang, memukul ranjang yang tak bersalah kemudian memejamkan matanya untuk meredam emosi.

Sehun mengerjapkan matanya berkali-kali, cahaya yang masuk dari celah gorden mengganggu tidurnya yang awalnya ia rencanakan untuk bangun siang. Sehun duduk diatas ranjangnya, menoleh kearah jam digital yang berada di nakas samping tempat tidur.

Jam 8. Sehun menguap lebar kemudian melangkahkan diri menuju ke kamar mandi. Selesai mandi ia memeriksa handphonenya. Saat layar handphonenya menampilkan sebuah foto ia ingat kejadian semalam yang membuat emosinya tersulut tak terkendali.

Dengan panik ia melempar handphonenya, kemudian memakai pakaian yang ia ambil dari dalam koper, lalu menuju lantai bawah untuk sarapan dan pergi ke apartemen Luhan, untuk meminta maaf.

Sesampainya di gedung apartemen Luhan, langkah Sehun semakin pelan ia agak ragu menemui Luhan apalagi semalam ia membuat Luhan menangis seperti itu. Sehun mengambil nafas dalam, ia meyakinkan diri bahwa dia bersalah dan dia harus meminta maaf kepada Luhan.

Sehun melanjutkan langkahnya dengan langkah yakin. Begitu sampai di depan pintu ia mengetuk dan mengebell pintu itu. tapi sudah lima menit berlalu tak ada tanda –tanda pintu itu akan terbuka, tapi Sehun tak menyerah ia terus mengetuk dan menge-bell pintu itu.

Saat 30menit sudah berlalu ingin rasanya Sehun menyerah karena Sehun tahu bahwa Luhan tak ada di dalam tapi Sehun akan menunggui Luhan pulang. Ia harus menemui Luhan.

Detik berubah menjadi menit, menit berubah menjadi jam, pagi pun mulai berubah menjadi malam. bunyi detik jam di telinga Sehun semakin menyiksanya. Sehun merasa takdir mempermainkannya, atau Luhan sengaja karena ia tahu mungkin saja Sehun berada di apartemennya ?

Setelah berjam-jam menanti Luhan ia menyerah, ia tahu Luhan –mungkin- menghindarinya yang membuat hati Sehun teriris. Dengan langkah gontai ia memutuskan kembali ke hotelnya.

Sesampainya di hotel ia melepas jaketnya kemudian duduk di sofa.

Krruyuukk..

Perut Sehun bunyi, demi Luhan ia tak makan apa apa tadi pagi saat sarapan ia juga hanya memakan roti agar cepat menemui Luhan di apartemen. Sehun putuskan untuk membuat mie ramen instan dan coklat panas. Saat ingin menyeruput coklat panasnya ia jadi teringat tadi pagi Luhan tak ada di rumah, sehun mengambil handphonenya.

"Yeoboseyo ?" Ucap Sehun.

"Ne, wae sajangnim ?"

"Aku meminta mu untuk mencari posisi Luhan sekarang." Ucap sehun dengan nada tegas.

"Dia di Beijing bos."

"Bukan. Cari tau dimana dia berada, karena tadi pagi ia tak ada di apartemennya." Sehun mengumpat karena detektifnya yang satu ini agak lemot.

"Ah ! baiklah bos, saya akan mencarinya." Sambungan telpon Sehun matikan. Ia berharap hasilnya tak membuat hatinya sedih lagi.

Sehun menaruh handphonenya kemudian melanjutkan makan dan menghabiskan coklat panasnya, setelah 10 menit selesai makan ia menuju kamarnya, melihat sebentar ke arah kalender kemudian merebahkan dirinya ke kasur king size-nya.

Aku disini tinggal 4 hari lagi, apakah cukup untuk memintamu dan mendapatkan maaf darimu ?

.

.

.

"Dia sedang berada di kediaman Kim Minseok atau biasa dikenal Xiumin, Tuan Oh." Sehun mengangguk paham.

"Berikan aku alamatnya lewat SMS." Sang detektif meng-iyakan kemudian mengirimkan Sehun alamat Xiumin.

Sehun tersenyum penuh arti walau ia tahu, nanti ia dapat menerima segala penolakkan yang lebih menyakitkan dari sebelumnya.

Sehun beranjak menuju alamat itu secepatnya.

Mobil berwarna merah yang Sehun kendarai berhenti di sebuah rumah yang minimalis namun elegan. Ia mengintai di dalam mobilnya. Ia bukannya tidak yakin dengan alamat itu atau informasi itu hanya saja ia ingin meyakinkan apakah Luhan benar berada disana atau sudah kembali pulang.

Semenit kemudian Sehun mendapatkan jawabannya, Luhan membukakan pintu gerbang untuk mobil berwarna silver yang memasuki rumah itu.

Sehun menatapnya jengah, ternyata itu mobil Xiumin karena Xiumin keluar dari mobil itu beserta Amaya. Xiumin turun dengan menggandeng Amaya kemudian mengusak pelan rambut Luhan.

Lagi lagi Sehun harus mengendalikan dirinya. Ia memejamkan mata sejenak kemudian memukul setir mobil dengan kencang. Ia sedang meluapkan amarahnya disana –walau tidak membantu-.

Kemudian mereka bertiga memasuki rumah itu. Sehun menatap itu dengan raut yang sangat menyiratkan kecemburuan serta kemarahan. Lama sangat lama Sehun mencoba menahan semua amarahnya sampai akhirnya ia menyerah.

Sehun memutuskan untuk keluar mobil dan menghampiri rumah kediaman Luhan.

Tok Tok Tok

Sehun mengetuknya dengan jantung yang berdebar sungguh sebenarnya ada keraguan di hatinya, ragu karena bayangan Luhan menolaknya selalu menghantuinya.

"Nuguseyo ?" Pucuk di cinta ulam pun tiba, Luhan yang membukakan pintunya.

Luhan terdiam, ralat lebih tepatnya terpaku.

"Lu..."

Brak !

Pintu itu di banting Luhan dengan keras.

"PERGI DARI SINI !" Luhan menjerit dari dalam, sementara Sehun merasa hatinya kembali teriris.

"Aku mohon, Lu, dengarkan aku ... sekali saja !"

"TIDAK ! AKU BILANG PERGI YA, PERGI !" Luhan kembali berteriak histeris.

Sehun terdiam, ia belum menyerah karena sekarang tekadnya sudah bulat ! ia tak akan menyerah jika ini tentang Luhan.

"Baiklah, Lu, Aku akan terus disini sampai kau kembali kepadaku." Suara Sehun pelan namun Luhan dapat mendengarnya. Dan itu malah membuat Luhan terisak.

"Kumohon,Lu..." Sehun masih mencoba mengajak Luhan berbicara tapi Luhan tetap diam dan berusaha sekuat mungkin menahan tangisnya untuk reda.

Malam hari pun tiba, Sehun masih tetap ditempatnya. Diam dan keukueh tetap disitu walau langit sudah menandakan mendung. Ia akan terus menunggu Luhan untuk mendengar penjelasannya.

LUHAN SIDE.

Luhan mengerjapkan matanya.

"Kau sudah bangun, Lu ?" Luhan mengangguk.

"Apa yang terjadi denganku ?" Xiumin mengangkat alisnya dan kemudian memberikan Luhan segelas coklat panas.

"Minumlah!" Luhan mengangguk lalu meminum coklat panas itu, setelah tegukkan yang terakhir Xiumin menjawab pertanyaan Luhan.

"Kau tadi pingsan, menangis begitu lama karena Sehun kesini." Luhan menegang mendengar kata Sehun.

"Apakah dia belum pergi ?" Xiumin menggeleng yang membuat Luhan tambah tegang.

"Dari tadi sore posisinya belum berubah, masih duduk di depan pintu."

"Kau tidak mengusirnya, Ge ?"

"Tidak, dia datang bukan untukku jadi aku tak berhak mengusirnya. Aku tak mau membuat keributan dengan suamimu yang sangat overprotective." Xiumin mengejek Luhan yang dibalas Luhan dengan tatapan sengit.

Hening. Tak ada percakapan. Sebenarnya Xiumin ingin sekali membicarakan sesuatu namun ia takut melukai Luhan.

"Ge, Amaya mana ?" Tanya Luhan memecah keheningan.

"Amaya sudah tidur, aku menyuruhnya tidur setelah ia mendengar suara mu dan Sehun berteriak satu sama lain." Luhan ber-oh ria dan menganggukkan kepalanya.

"Kau...kau kenapa seperti ini Luhan ?" Walau ragu akhirnya ia putuskan untuk menanyakannya. Luhan mengerenyit heran.

"Maksud, Gege ?"

"Ya, kenapa kau bersikap ini kepada Sehun ?" Luhan mendengus kesal.

"Kau sudah tahu semuanya, ge."

"Iya memang, aku tahu semuanya...tapi, Kenapa kau tak membiarkan Sehun bicara padamu ?" Xiumin menatap Luhan yang menunduk. Luhan menahan air matanya jatuh membasahi pipinya.

"Entahlah..." Suara Luhan melemah.

"Kenapa kau tak bisa memaafkannya, Han ?" Tanya Xiumin lagi semakin mendalam.

"Diaa... dia melakukan kesalahan yang membuatku sakit."

"Tapi dia sudah meminta maaf kepadamu bukan ?" Luhan diam namun hatinya membenarkan.

"Dia tak sungguh-sungguh." Luhan menepis segala pemikiran positif tentang Sehun dihati dan pikirannya.

"Tapi Luhan, aku kali ini melihatnya sungguh sungguh." Luhan memutar bola matanya malas, kemudian ia bangkit dari duduknya menuju kamar Amaya.

"Sudahlah, Ge, Aku malas membahasnya." Selepas kepergian Luhan, Xiumin menggeleng-gelengkan kepalanya atas kelakuan adik sepupunya itu.

Si keras kepala Xi Luhan...

Xiumin berdecak kemudian menuju kamarnya untuk tidur.

Ketika pagi menjelang Xiumin membuka matanya terlebih dahulu, ia ingin menyiapkan sarapan dan pergi membeli keperluan yang sudah habis.

Xiumin berkutat di dapur selama kurang lebih setengah jam untuk membuat sandwich serta kopi dan susu untuk menu sarapan mereka.

"Selamat pagi, Gege !" Suara cempreng itu mengejutkan Xiumin saat ia sedang menata meja makannya.

"Aigoo...Amaya ! kau mengagetkanku !" Anak kecil itu hanya terkekeh.

"Luhan eonni mana eum ?" tanya Xiumin pada Amaya.

"Luhan eomma ?" Xiumin mengangguk.

Amaya hanya membalasnya dengan menaikan bahunya, menandakan ia tak tahu.

"Bukannya Luhan eomma tidur di kamarmu semalam ?" Amaya menggeleng cepat.

"Aku tidul cendili, Gege !" Xiumin mengerutkan keningnya heran.

"Kau tunggu sebentar disini, gege ingin memanggil Luhan. Kita akan sarapan bersama."

"Siap kapten !" Amaya memberikan acungan jempol yang membut Xiumin gemas.

"Luhan !"

"Luhannie." Tetap tak ada sautan.

Tok tok tok

"Luhan-ah !" tetap sunyi.

Cklek !

Xiumin mendapati Luhan sedang memandang keluar jendela kamarnya. Xiumin menggelengkan kepalanya kemudian menghampiri Luhan.

"Luhan ?" Xiumin menyentuh pundaknya.

"Eh ya ?" Luhan terkesiap karena ada Xiumin di depannya.

"Kau kenapa ?"

"Ah ? Tak apa, Ge ?" Luhan tersenyum tipis.

"Ayo kita sarapan bersama ! Amaya sudah menunggumu." Luhan mengangguk kemudian bangkit menuju meja makan.

"Kajja !" Luhan meninggalkan Xiumin di kamar itu.

Saat Luhan menghilang Xiumin yang penasaran melihat kearah yang Luhan lihat tadi. Betapa terkejutnya Xiumin saat melihat objek yang menjadi pandangannya –dan Luhan- . itu adalah pemilik Oh corp. Yang bernama Oh Sehun.

Namja itu meringkuk di depan pintu, ia masih terlelap tapi tak mengurangi ketampanannya.

Sepertinya Oh Sehun benar-benar memperjuangkan cintanya kembali.

.

.

"Gege ! nanti kau ingin kemana ?" Tanya Luhan saat mereka sudah selesai sarapan.

"Aku ingin belanja beberapa keperluanku." Jawab Xiumin santai.

"aku boleh menitip ?" Luhan memasang aegyonya yang membuat Xiumin jengah.

"Baiklah, apa ?" Luhan tersenyum lebar.

"Aku ingin Taro bubble tea satu."

"Aku juga !" Teriak Amaya yang sedang menonton kartun.

"Oke, tunggu aku ya ?" Luhan mengangguk mengerti .

Xiumin bersiap-siap menuju supermarket yang tak jauh dari rumahnya. Tapi baru sampai di depan gerbang ada yang mencekal pergelangan tangannya.

Xiumin berbalik perlahan.

"Wae? Ada apa ?" Tanya Xiumin datar.

"Ada yang ingin ku bicarakan."

"Aku tak punya banyak waktu. Maaf." Xiumin melepaskan tangannya kemudian melangkah lagi.

"Aku mohon, hanya 10 menit." Xiumin berpikir sejenak kemudian mengangguk.

"Katakanlah."

"Aku tak tahu ini adalah hal yang tepat atau tidak. Tapi yang jelas aku ingin sekali kau membujuk Luhan untuk menemuiku, sekali saja. aku tahu aku pernah melukainya ... dan... aku aku sangat menyesal. Aku sangat kehilangan dirinya saat dia pergi. aku ingin dia kembali ke sisiku." Sehun menjedanya sebentar kemudian melanjutkannya lagi.

"Semua cara sudah ku tempuh bahkan aku mengikutinya kemanapun ia pergi, namun semuanya seakan semakin aku mengejarnya semakin ia menjauh dariku. Apa yang harus kulakukan ? aku tak peduli ini menjatuhkan harga diriku, aku hanya ingin Luhan kembali. Tapi, jika malam ini aku tak mendapatkan maaf darinya, yasudah aku akan menyerah dan pergi dari kehidupannya seperti yang ia minta. Kumohon beri aku cara untuk mendapatkan maafnya." Xiumin menatap Sehun dengan iba.

Sehun benar-benar berantakan sekarang, baju nya sangat kusut begitupun dengan wajahnya yang sangat berantakan.

"Huffttt...kalian berdua ternyata sama. ayo, ikut aku. jangan membicarakannya disini." Sehun menenatap Xiumin tak percaya.

"Kau...kau ingin membantuku ?" Xiumin mengangguk.

"Benarkah ? Terimakasih. Oiya ! maaf...kemarin aku menghajarmu."

"Tak apa-apa...memang itu yang aku mau." Sehun mengerenyitkan keningnya namun saat ia ingin bertanya Xiumin sudah meninggalkannya masuk kedalam mobil.

Tanpa mereka sadari ada sepasang mata yang menatap mereka penasaran.

"Kau tunggu di food court, aku ingin berbelanja dahulu." Sehun mengangguk paham.

Setelah kurang lebih meninggalkan Sehun selama dua puluh menit Xiumin kembali. Ia memanggil pelayan untuk membuatkan kopi serta taro bubble tea pesanan Luhan dan Amaya.

"Apa yang bisa ku bantu ?" Xiumin langsung to the point.

"Tapi sebentar, mengapa kau mau membantuku ?" Sehun menatap Xiumin penuh selidik.

"Aku ingin membantumu karena aku melihat kau punya kesungguhan yang mendalam tentang Luhan." Sehun mengangguk mengerti.

"Ya, aku benar-benar akan memperjuangkannya sekarang, tak akan aku sia-siakan dia lagi."

"Baguslah...dan karena itulah aku ingin membantumu. Apa yang bisa ku bantu ?"

"Aku hanya ingin kau membujuknya untuk menemuiku."

"Sudah tak ada lagi ?" Sehun mengangguk.

"Lalu apa yang ingin kau lakukan saat ia sudah berada di depanmu ?"

"Aku akan menjelaskan semuanya, dan meminta maaf."

"Hanya itu ? kau yakin ?" Lagi lagi Sehun mengangguk.

"memang ada lagi ?" Xiumin yang gantian mengangguk.

Sehun menatapnya penuh curiga sementara Xiumin tersenyum penuh arti.

.

.

Sehun kembali menunggui Luhan dirumah Xiumin. Setelah pembicaraannya dengan Xiumin tadi pagi membuat semangatnya semakin berkobar apalagi saat Xiumin setuju membantunya mendapatkan Luhan kembali.

Saat itu juga ia merasa Xiumin adalah malaikat penolong dan dendamnya pada xiumin pun hilang seketika.

Setelah pembicarannya dengan Xiumin membuat rasa percaya dirinya tumbuh lagi.

Flashback...

"Memang ada lagi ?" Xiumin mengangguk.

Sehun mengerenyit heran kemudian menanyakan hal tersebut.

"Apa ?"

"Kau tak mau aku membujuknya kembali kesisimu ?" Sehun terdiam. Sebenarnya ia ingin, tapi itu namanya pemaksaan bukan ?

"Atau... Kau ingin aku memberimu info tentang Luhan yang dapat membuatmu percaya diri lagi ?" Xiumin memberi jeda dan menatap Sehun.

"Kau pilih yang mana ?"

"Aku ... pilih yang kedua." Xiumin mengulum senyumnya.

"Tapi bukankah waktumu tinggal hari ini ?" Sehun mengangguk lalu menjawabnya,

"Iya... tapi setidaknya aku telah mengetahui sesuatu tentangnya dan sudah menjelaskan kepadanya." Xiumin mengangguk paham.

"Oke, aku akan memberitahumu." Sehun memasang indra pendengarannya dengan seksama.

"Luhan masih mencintaimu, cintanya kepadamu masih sama hanya saja, ia takut di khianati lagi. tadi pagi aku melihatnya sedang melihat kearahmu dengan tatapan sendu...aku tau ia mengkhawatirkanmu walaupun ia tak mengatakannya aku tau. Aku senang ketika melihatmu datang ke Beijing mengejar Luhan, aku merasa kau sebenarnya mencintai Luhan dengan segenap hatimu hanya saja waktu itu kau hanya bosan." Sehun terdiam, mencerna setiap kata Xiumin yang tidak sepenuhnya ia percayai.

"Kau tak mengarang cerita kan ? dan bukankah kau mencintai Luhan ? kenapa malah senang melihatku mengejar Luhan?" Xiumin tertawa kecil.

"Untuk apa aku mengarangnya. Tak ada gunanya. Aku ? aku mencintai Luhan memang. Aku mencintainya sebagai adikku. Karena memang ia adalah sepupuku."

Sehun merasa perlahan segala beban yang telah ia tanggung selama ini terangkat secara perlahan.

"Oiya ! satu lagi, Luhan belum memberitahukan kepada keluarganya tentang perpisahan kalian, aku harap kau bisa memulihkan ini semua dengan benar. Aku percayakan Luhan kepadamu." Sehun mengangguk yakin.

"Gomawo, Ge." Xiumin mengangguk kemudian masuk kedalam rumah.

Flashback off..

Sementara satu sisi, yeoja bermata rusa itu sedang memainkan gadgetnya sambil memakan tteobokki yang tadi ia pesan secara delivery.

"Hei, kalau makan jangan sambil bermain game." Xiumin lewat di hadapan Luhan sambil meraih gadget itu dan mematikannya.

"Ahhhh Gege!" Luhan berteriak kesal, pasalnya ia sudah mecapai level 20 sejak ia memainkannya satu setengah jam yang lalu.

"Tak boleh, jika kau ingin makan makan saja jangan sambil bermain." Luhan mengerucutkan bibirnya, ngambek.

Xiumin terkekeh.

"Abiskan dulu." Luhan menggeleng.

"Habiskan." Lagi lagi Luhan menggeleng.

"Yasudah aku kasih Sehun saja okkey ?" Luhan bereaksi.

"Andwe ! aku masih lapar dan aku ingin makan."

"Nah begitu dong." Luhan tak memperdulikannya dan melanjutkan makannya.

Xiumin tersenyum penuh arti terhadap Luhan. Luhan tidak merasakannya karena ia memakan dengan lahap tteobokki nya.

Begitu selesai makan, Luhan membereskan bungkusnya, minum kemudian kembali memegang handphonenya kembali. Tepat sebelum Luhan memencet tombol resume Xiumin meneriakan namanya.

"Ada apa lagi gegeku sayang?" Sungguh Luhan kesal.

"Ada sesuatu yang penting aku ingin bicarakan." Xiumin membuat mimik wajah yang menenggangkan membuat Luhan menaruh kembali handphonenya dan memberikan seluruh perhatiannya kepada Xiumin.

"Waeyo ?" Xiumin menatap Luhan tepat di manik mata yeoja manis itu.

Xiumin menghela nafas sejenak kemudian, "Apakah kau serius tetap melakukan ini semua?" Luhan mengerenyit heran.

"Maksud, gege ?"

"Maksudku, apakah kau terus bertahan pada pendirianmu untuk mengabaikan Sehun seperti ini ?" Luhan terdiam, mengalihkan pandangannya dari Xiumin.

"Ya, tentu saja. dia telah menyakitiku. Kenapa aku harus bersikap seakan tidak terjadi apa-apa dengan peduli dengannya begitu?"

"Tidak. Bukan itu maksudku." Luhan mendelik kearah Xiumin.

"Lalu?"

"Apakah kau tak ingin memberinya kesempatan kedua untuknya ?" Luhan menghela nafas kemudian menatap Xiumin tajam.

"Dengan memaafkannya begitu ?" Luhan tersenyum getir, kemudian melanjutkan kata-katanya kembali.

"Luka ini masih terasa perih ketika melihat wajahnya, Ge. Lagipula kenapa Gege menanyakan itu sekarang ? kau telah dibayar olehnya, hm ?"

Xiumin tergagap.

"Xi Luhan, sumpah demi apapun aku tak dibayar olehnya sepeserpun. Tapi aku mohon beri dia kesempatan lagi. dia telah menyesal, tak bisakah kau menemuinya sejenak untuk mendengarkannya ?"

"Untuk apa ? Untuk apa aku mendengarkan penjelasannya, orang yang sudah bahagia dengan yeoja lain diluar sana ?"

"Maksudmu Tao ?"

"JANGAN SEBUT NAMA ITU LAGI !" jerit Luhan sambil menahan air mata yang sudah terbendung di kelopak matanya.

"Okkey, biar aku jelaskan. Tapi, bisakah kau berjanji untuk menemui Sehun setelah ini ?" Luhan hanya terdiam tapi kemudian menganggukkan sedikit kepalanya. Xiumin tersenyum

"Tao,sudah menikah dengan namja yang dijodohkan dengannya. Sehun menghadiri acara itu yang diadakan di sini. Tujuan Sehun kenegara ini juga untuk mencarimu. Jadi, bisakah kau menghargai kedatangannya ?"

Luhan terdiam.

"Baiklah aku akan mencobanya." Xiumin mengangguk senang.

Luhan mengusap air matanya kemudian berjalan keluar teras menemui Sehun.

Jujur saat Luhan melangkahkan kakinya keluar dari pintu utama, hatinya berdebar tak menentu. Luhan merasa bibirnya kering begitu juga keringat dingin yang perlahan mulai mengalir.

"Sehun ? kenapa kau masih disini ?" Sehun menoleh kesumber suara, Sehun tersenyum samar mendapati Luhan berada di hadapannya.

"A-Aku ingin menjelaskan semuanya. Semuanya, dari awal hingga sekarang."

"Menjelaskan tentang apalagi ? bukankah semuanya sudah jelas ?"

"Kesalahpahaman kita."

"Salah paham ? Itu kesalahanmu Sehun-ssi, sudahlah lagi pula aku sudah bahagia seperti ini, tanpamu." Luhan membalikkan badannya dan mulai melangkahkan kakinya kembali kedalam rumah.

Melihat Luhan keukeuh pada pendiriannya, Sehun merasa putus asa saat itu juga.

"Tapi aku tidak, Luhannie!" Sehun setengah berteriak membuat Luhan menghentikan langkahnya, hanya menghentikan langkahnya tidak menatap Sehun sepenuhnya.

"Tidak bisakah kau mendengar penjelasanku ? tak bisakah ?" Sehun kembali menaikan volume suaranya.

"Aku menyesal Luhan, sangat menyesal. Tak bisakah kau merasakannya Luhan ? Aku merindukanmu, apa kau juga tak merasakannya ? dan...yang paling penting aku ...aku sangat, aku sangat mencintai mu Luhan mengapa kau tak merasakan itu semua!" Sehun menyerukan kata-kata yang selalu ingin ia katakan, Tapi Luhan tak memberi respon sedikitpun.

"Aku menyesal meninggalkanmu, menduakanmu, mengkhianatimu. Hanya kau Luhan wanita yang amat aku sayangi. Aku minta maaf Luhan !"

"kenapa jika hanya aku yang kau sayangi kau mengkhianatiku?" Sehun tak tahu Luhan akan membalasnya dan satu hal yang Sehun tak tahu Luhan setengah mati menahan isakkannya.

"Aku...Aku waktu itu hanya merasa bosan dan merasa gadis itu lebih cantik, lebih baik, lebih perhatian, dan lebih beruntung. Sementara, aku mempunyai perempuan yang polos. Aku merasa dengan memilikinya dapat membuatku merasakan kebagiaan yang tak terkira, aku tergoda."

"Bodoh." Luhan berujar lirih tapi Sehun masih dapat mendengarnya.

"Pemikiran bodoh memang , apalagi ketika kau pergi aku merasakan hal yang berbeda... aku menyadari, memang banyak wanita yang jauh lebih daripada perempuanku namun, bukankah lebih banyak namja yang lebih baik dariku ? tapi dia memilihku untuk memiliki seluruh hatinya."

Terdengar suara tertawa sinis dari bibir Luhan.

"Kau tau Sehun-ssi ? pembicaraan ini banyak membuang waktuku karena kau tahu kenapa ? karena pembicaraanmu layaknya nasi yang dibiarkan 2 hari... basi !" Luhan berlalu meninggalkan Sehun sendirian.

"Aku mohon Luhan kembali kesisiku, aku kacau tanpamu. Aku ingin kau kembali Luhan, aku menyesal Luhan...Hiks...aku menyesal kenapa kau tak merasakannya Luhan ? Aku minta maaf Luhannie~" Sehun berteriak, tapi kemudian suaranya teredam oleh suara hujan yang perlahan mengguyuri kota beijing.

Air hujan menyatu dengan air mata Sehun dan perasaannya yang sangat begitu sakit. Sesak rasanya sesak mendapatkan penolakkan Luhan. Tidak ada apapun yang dapat Sehun lakukan lagi sekarang, tidak dapat bertahan lagi seperti air matanya yang sekarang ia lepaskan begitu saja.

Aku menyerah, Luhan...maafkan aku...

.

.

Brakk !

Luhan berlari masuk dengan membanting pintu utama. Menyenderkan seluruh tubuhnya yang lemas kedaun pintu berwarna coklat walnut itu. sumpah demi apapun Luhan merasakkan dadanya yang begitu sesak. ia menahan semua isakkan dan rasa bersalahnya tadi.

Tes...

Tess...

Perlahan tapi pasti air mata itu Luhan lepaskan secara perlahan. Pertahanannya runtuh, maka dari itu ia membenamkan wajahnya ke lipatan kedua dalam diam disana.

Luhan sebenarnya tak mengerti apa yang terjadi padanya, ia begitu merasa bersalah memperlakukan Sehun seperti itu. tapi apa daya, ketika ia berhadapan dengan Sehun otomatis hanya perlakuan kasar dan kata kata tajam yang keluar dari bibirnya seiringan dengan kenangan buruk itu.

Luhan terus menyalurkan rasa sesak itu melalui tangisan, setelah sekitar setengah jam ia menangis Luhan mulai tenang, nafasnya mulai terkendali. Hanya saja matanya tak bisa dibohongi.

"Luhan ?" ketika mendengar suara itu Luhan langsung menyeka air mata itu dan memasang muka yang sinis.

"Apa yang terjadi ? Apa kau tak apa-apa ?" Luhan mengangguk singkat kemudian mulai berjalan menuju kamarnya.

"Bagaimana tadi pembicaraanmu dengan Sehun ?" Ucapan Xiumin menghentikan Luhan yang sudah satu langkah melewati Xiumin.

"Membuang waktuku saja." Jawab Luhan dingin

Xiumin sedikit terkejut, Luhan begitu dingin dan juga bukankah tadi Luhan menangis ? dan apakah Luhan tak luluh dengan teriakkan putus asa Sehun serta Sehun yang kehujanan sekarang?

"Apakah kau tidak mencintai Sehun lagi ?" Luhan mendengus.

"Tidak." Ucap Luhan singkat kemudian melangkah kembali.

Xiumin membalikkan diri untuk melihat Luhan.

"Lalu pagi tadi itu apa ? kau menatapnya penuh arti? Bukankah itu berarti kau masih mencintai dan mengkhawatirkannya ?" Luhan kembali berhenti dan hanya menoleh kepada Xiumin.

"Aku mencintainya ? Ck.. Kau harus tau, Ge... Kadang yang dirindukan itu adalah kenangannya bukan orangnya. aku mengakui masih merindukan kenangan itu tapi untuk orangnya yang tersisa hanya kenangan buruk."

Xiumin terdiam, membiarkan Luhan pergi menuju kamarnya. Tapi, tidak Sehun dan Luhan harus bersatu . ia telah mengenal Luhan bukan hanya kemarin tapi sudah dari umur 5 tahun mereka bertemu jadi ia yakin Luhan sangatlah mencintai Sehun.

Ckelek !

Begitu pintu kamar Luhan tertutup Xiumin meneriakkan kata-kata yang membuat Luhan memejamkan matanya sesaat.

"Aku harap kau tak menyesal, Lu ! Aku harap kau tidak membuat keputusan yang salah. Sekarang semuanya telah berakhir." Setelah mengucapkan itu Xiumin menuju kamarnya.

Sementara Luhan, ia hanya mematung berdiri didepan pintu kamarnya. Ia berjalan pelan kearah jendela yang sekarang mulai berembun.

Ia menatap seseorang yang masih duduk seperti tadi tapi menghadap kearah jendela kamar ini, seseorang itu adalah Sehun, Sehun masih menatap jendela itu dan tak peduli ia kehujanan. Luhan hanya terdiam kemudian ia menutup gorden dan mematikan lampunya. Memutuskan untuk tidur dan berharap ini hanyalah mimpi buruk semata.

Keesokkan harinya Luhan mengerjapkan matanya perlahan, ia merasakan matanya berat. Setelah terbuka secara sempurna, ia mulai bangkit dari duduknya. Merenggangkan otot-ototnyaa yang terasa masih kaku kemudian melihat keluar jendela.

Luhan mengerenyitkan keningnya ketika ia merasakan ada hal yang aneh. Hal yang harusnya membuat moodnya menjadi baik.

"Mencari Sehun?" Suara itu membuat Luhan kaget, dan langsung memasang muka datar.

"Tidak." Jawab Luhan yang kemudian mengambil handuk untuk mandi.

Sementara sang pemilik suara, Xiumin, hanya tersenyum geli melihat tingkah Luhan.

"Benarkah?" Luhan menjawabnya dengan anggukkan kemudian berlalu kearah kamar mandi.

Seusai mandi Xiumin dan Luhan sarapan bersama, Amaya sedang berada di rumah nenek Luhan. Xiumin memakan nasi goreng bikinannya dengan lahap begitu juga dengan american coffee yang melengkapi sarapan pagi ini. Xiumin menatap Luhan aneh, pasalnya Luhan hanya memandang nasi goreng itu tidak nafsu.

"Hei, Luhan? Kenapa kau tidak memakannya ? masih memikirkan Sehun?" Xiumin –masih- berusaha untuk membuat Luhan menyadari semuanya.

Luhan mendelik tajam. "Aku tidak memikirkannya."

Luhan kembali memakan nasi goreng itu.

"Benarkah ?" Luhan tidak meresponnya, ia terus menyuapi mulutnya dengan nasi goreng.

"Yasudah. Aku hanya berdoa supaya kau tak menyesal." Luhan memperlambat acara sarapan paginya, Xiumin yang melihat itu hanya tersenyum simpul.

"Aku tak peduli." Ucap Luhan setelahnya.

Xiumin yang mendapatkan kata-kata itu kembali mengumpat kepada makhluk keras kepala yang bodoh yang berada di hadapannya.

"Luhan, berhentilah seperti ini." Xiumin menghela nafas sejenak.

"Aku tahu kau masih mencintainya,Lu, Kau tahu tidak ? Cinta itu punya segudang maaf,Lu. Dan jika kau tidak bisa memaafkan dirinya maka kau tak mencintainya,Lu."

"Oiya, aku hanya memberi tahumu. Sehun sama sekali tidak pernah melepas cincin pernikahan kalian, bahkan ia juga membawa cincin punyamu untuk ia kembalikan ke jari manismu jika kau memaafkannya, tapi ternyata tidak. Sehun juga tak pernah mentanda tangani surat cerai kalian. Sehun membawanya kehadapanku, ya dia tak bohong. Dikertas itu hanya ada tanda tanganmu, Lu. Aku mohon berpikirlah dewasa dan ikuti kata hatimu."

"Tap-"

"Jika kau masih membantah, bagaimana dengan kau yang tak pernah memberitahu nenek, gegemu, dan orang tuamu jika kau ada masalah dengan Sehun dan malah berlari kepadaku yang jelas hanya sepupumu? Kenapa setiap pagi kau mengamati Sehun dari jendela kamarmu ? dan mengapa setiap malam kau mendengarkan suara Sehun yang menyanyikan lagu lullaby?"

Luhan terdiam. Xiumin menatap Luhan yang memejamkan matanya seolah sedang menanyakannya didalam hati.

"Sehun dimana? Dimana dia sekarang?" Xiumin tersenyum saat reaksi itulah yang ditunjukkan Luhan saat membuka matanya.

"Ohya, Sehun mengatakan bahwa semalan adalah hari terakhirnya ia di Beijing dan akan kembali ke Seoul hari ini jam 10 pagi." Luhan membulatkan matanya, ia langsung meminum air putih beserta susu hangat kemudian bersiap siap pergi menuju bandara.

"Sekarang pukul jam berapa, Ge ?"

"Jam 8.30." Luhan melambaikan tangan kemudian berlari menuju halte bis. Sementara, Xiumin tersenyum penuh arti.

Luhan terus menunggu bis, tapi entah mengapa sampai lima belas menit bis menuju bandara tidak ada juga. Luhan panik, ia harus berpikir cepat. Ini salahnya yang mengira waktu masih panjang dan bis akan datang tepat waktu. Sampai taksi lewat dihadapannya, refleks Luhan memanggil taksi itu dengan melambai-lambaikan tangannya.

Setelah menaiki taksi dan menyembutkan tujuannya, Luhan mengatur nafasnya yang terengah-engah.

Luhan melirik jam yang melingkar di pergelangan tangannya. Jam 9.05. nafas Luhan tercekat perjalanan membutuhkan sekitar 30 menit itu kalau tidak macet. Dan jika benar 30 menit ia juga belum tentu bertemu dengan Sehun, karena dipastikan ia sudah check in kedalam pesawat. Ah, ingin mati rasanya.

Luhan harus positif. Ia bisa sampai sana sebelum jam 9.45 harus ! tiba-tiba ia ingat sesuatu, Luhan tak tahu dimana terminal keberangkatan Sehun.

Dengan cepat ia menelpon Xiumin, mungkin dendam atau Xiumin jahil sambungan itu tidak pernah terjawab. Luhan hampir putus asa rasanya. Ini semua salahnya! Coba semalam ia mengikuti kata hatinya tidak egonya mungkin sekarang ia berada di dalam pesawat menuju Seoul bersama Sehun ! Ahhh Luhan Pabbo!

"Terminal keberapa, nona ?"Tanya Supir taksi, yang membuat lamunan Luhan buyar.

Luhan sempat berpikir.

"Terminal keberangkatan internasional,pak." Luhan menjawab dengan ragu.

"Iya,nona. Tapi 1, 2, atau 3, nona ?" Tanya supir taksi itu lagi.

"Nggg...1, pak." Supir taksi itu mengangguk mendengar jawaban Luhan yang sedikit ragu.

Setelah berhenti didepan terminal 1, Luhan turun dan membayar taksi lalu berlari cepat.

Ia sempat melirik jam tadi, jam menunjukan 9.35 Luhan senang, senang sekali. Luhan terus mencari dan berdoa. Ia mencari Sehun, terus berlari. Ia berharap setelah check in dan menaruh koper di bagasi pesawat Sehun keluar kembali, tapi setelah Luhan cari sosok itu dari ujung ke ujung tak terlihat sama sekali. Ia berlari keluar kemudian masuk terminal 2.

Luhan berlari, ia tak peduli dengan semua yang di tabrak olehnya, ia tak peduli dengan tampilannya, ia hanya peduli dengan satu orang itu. dan ia hanya berharap pesawat itu di delay !

Terminal 2 sosok itu juga tidak ada, Luhan kembali keluar dan masuk terminal 3. Ia sudah lelah namun ia harus mencari Sehun. Luhan terus berlari sampai akhirnya ia menyerah karena tak menemukan sosok itu di terminal terakhir.

Ingin menangis rasanya, ketika Luhan melihat kearah jam yang sudah menunjukkan jam 10.15, Luhan meringis. Pantas saja tak menemukan Sehun, ini sudah melewati waktu keberangkatannya. Luhan juga semakin putus asa ketika melihat di layar monitor tujuan Korea selatan untuk Kota Seoul sudah berangkat dan tidak ada delay.

Luhan menyerah, terbukti dari matanya yang memerah. Luhan menangis, ia menangis karena ia merasa bodoh, sangat bodoh. Ia merasa semua ini sia-sia. Luhan semakin terisak.

Ia berusaha meredakan tangisannya, setelah reda ia berjalan menuju sebuah cafe. Ia memesan satu coklat bubble tea lalu duduk di meja paling pojok. Ingin menangis lagi ketika melihat coklat bubble tea itu sampai didepan matanya. itu adalah minuman kesukaan Sehun.

Luhan menundukan kepalanya.

"Hyung? Kau yakin dia seperti itu ? aku belum menemukannya." Katakanlah Luhan sekarang mulai gila karena sekarang mendengar suara Sehun.

"S-Sehun." Luhan mengucapkannya lirih, tapi mampu membuat namja yang berada di sebrang meja mendengarnya.

Tap...Tap...Tap...

Luhan rasa Luhan benar sudah gila bisa mencium wangi maskulin kesukaan Sehun , malah merasakannya begitu kental. Atau jangan-jangan...

Luhan mendongakkan kepalanya dan mendapati seorang namja berkulit pucat tersenyum hangat kepadanya.

"Luhan?" Luhan menangis lagi, kemudian beranjak memeluk Sehun.

"Jangan pergi." Sehun yang dipeluk hanya terdiam kaku. Sehun bingung terhadap pelukan Luhan.

" Kau kenapa Lu? Kau mabuk ?" pertanyaan Sehun dibalas Luhan dengan gelengan Luhan.

"Jangan pergi." Lagi lagi kalimat itu yang keluar dari mulut Luhan.

"Kau kenapa, Lu ? Bukankah kau yang menginginkanku pergi ?" Luhan terdiam, ia berpikir.

"Lepaskan aku, Lu. Aku harus check in sekarang." Luhan menggeleng keras.

"Jangan pergi, Sehun-ah !"

"Kalau begitu maafkan aku dan kembalilah kepadaku." Luhan terdiam, Sehun yang mendapati itu merasakan nafasnya tercekat. Ia merasa Luhan hanya mempermainkannya.

Jadi, Ia putuskan melepaskan pelukan itu dan menatap teduh mata bak rusa yang memerah itu.

"Maafkan aku, Luhan. Untuk semuanya dan maafkan aku harus pergi sekarang juga." Luhan terkesiap ketika Sehun membalikkan badannya dan melangkah cepat keluar dari cafe itu.

Tap...

Tap...

Tapp..

Bruk!

"Tidak, Hun ! Jangan pergi ! aku mencintaimu ! ku mohon jangan pergi." Luhan memeluk Sehun dari belakang yang membuat Sehun berhenti.

"Aku minta maaf, aku salah aku egois, aku tak membiarkanmu memberi penjelasan, aku...aku minta maaf Sehun...Aku mencintaimu." Sehun membalikkan tubuhnya dan mengusap air mata Luhan yang mengalir mulus dipipinya.

"Tidak...Kau tidak salah, mengapa kau meminta maaf ? aku yang salah disini. Aku minta maaf ,Luhan, Untuk segalanya, untuk luka itu, dan untuk semua keegoisanku...apakah kau menerima maafku ?" Sehun menjeda sejenak, terasa sesak begitu ingin mengucapkan kalimat yang terakhir.

"Dan...kembali ke sisiku ? Aku mencintaimu ." Sehun menatap Luhan intens namun sangat menyiratkan rasa sayang dan rasa penasaran yang begitu mendalam.

1 detik...

5 detik..
Hanya hitungan detik namun membuat nafas Sehun terasa sesak karena menunggun itu dengan penuh antusias sampai akhirnya Luhan mengangguk dan kembali memeluknya.

"Iya, Sehun... Iya aku mau...Aku mencintaimu." Sehun menghela nafas lega seraya membalas pelukan Luhan erat.

"Terimakasih, Luhan...terimakasih. Aku mencintaimu." Luhan mengangguk dan memeluk Sehun lebih erat.

"Jangan pergi." Luhan semakin memeluk erat Sehun.

"Aku akan kembali lagi, Lu." Sehun balas memeluk Luhan.

"Tidakkk ! jangan pergi." Luhan semakin memeluk erat dan merajuk.

"Lu, aku akan kembali lagi untuk menjemputmu. Banyak urusan kantor yang sudah ku telantarkan. Biarkan aku pergi, besok pagi aku akan menjemputmu lagi, okkey ?" Luhan melepas pelukkannya dan menatap Sehun dengan bibir yang dikerucutkan.

"Aku bilang, jangan pergi." Luhan semakin memajukan bibir itu, Sehun dengan jahil mencium kilat bibir itu dan menggenggam tangan mungil Luhan.

"Aku janji akan kembali. Percaya padaku, aku mencintaimu." Sehun memeluk Luhan dan mencium puncak kepalanya.

Akhirnya Luhan mengerti dan membalas pelukkan Sehun.

"Geurae. Aku menunggumu Sehun-ah, Aku juga mencintaimu. pergilah." Luhan melepas pelukannya dan menatap Sehun.

"Baiklah, aku akan pergi. tapi, bisakah aku mendengar kau memanggilku seperti dulu lagi ? aku merindukan itu." Luhan terkekeh tapi kemudian menurutinya.

"Sehunnie." Sehun tersenyum senang dan mengusap pelan rambut Luhan.

"Aku berangkat, sayang. Tunggu aku okkey ?" Satu pelukkan terakhir dari Sehun kemudian mengecup bibir mungil Luhan.

"Ya, aku menunggumu, Sehunnie. Take care !" Sehun mengangguk kemudian melangkah menjauh memasuki tempat check in. Sebelum benar-benar menghilang Sehun melambaikan tangannya dan memberikan satu kiss bye yang membuat Luhan terkekeh kecil.

Setelah Sehun menghilang ia membalikkan tubuhnya untuk pulang menunggu Sehun yang esok pagi akan menjemputnya. Luhan keluar dengan senyum yang merekah lebar, ia bangga bisa mengalahka egonya karena jika tidak ia mungkin akan menyesal karena melepas orang yang ia sangat cintai begitu saja.

Aku mencintaimu, Sehun. Sangat.

Cinta itu punya segudang maaf, jadi jika kau tak dapat memaafkannya atau tidak dapat mengalahkan egomu maka itu bukan cinta.

END

Epilog

"Hun...Aku ingin bertanya sesuatu padamu?" Sehun menoleh dan menghadapkan tubuhnya ke hadapan Luhan.

"Apa ?"

"Mengapa sewaktu kau akan berangkat dari Beijing ke Seoul kau tak terlambat ? padahal kan Xiumin Gege bilang kau berangkat jam 10 tapi mengapa kau masih ada disana ?" Sehun tertawa geli, akhirnya pertanyaan ini keluar dari mulut Luhan.

"Ishhh ...kenapa malah tertawa?" Luhan memberenggut kesal.

"Karena ini lucu." Luhan semakin merajuk.

"Apanya yang lucu ?"

"Kau." Luhan semakin kesal.

"Aku serius Sehun!"

"Aku juga. Maka dari itu aku tertawa." Luhan mengerenyit heran kemudian menatap Sehun penuh selidik.

"Apa yang kau sembunyikan ? Jujur padaku !"

"Kau tahu? Sewaktu itu aku berangkat jam 11, sayang bukan jam 10. Xiumin Gege yang mengerjaimu agar kau tak egois dan memaafkanku waktu itu."

"Astaga ! Xiumin gege jaahaaaatttt ! tega sekali dia membuat aku cemas, menjadi orang bodoh dan berlari sekuat tenaga untuk menemukanmu tapi ternyata ! oh astaga... kalian kejam !" Luhan melipat kedua tangannya di bawah dada.

"Hey, bukan aku yang menyuruhnya tapi itu inisiatifnya sendiri. Bahkan aku tak mengetahuinya."

"Tetap saja, aku kesal padamu dan Xiumin gege !" Sehun tersenyum kecil melihat tingkah manja istrinya ini.

Sehun meraih tubuh istrinya itu mendekat dan merengkuhnya dalam pelukan yang hangat.

"Tapi kau harus bersyukur dan berterimakasih kepada Xiumin gege karena telah berhasil merayumu untuk mengalahkan egomu, karena kalau tidak kita tidak akan bisa seperti ini sekarang." Rona merah timbul samar di pipi Luhan.

"Iya, aku berterimakasih padanya karena telah menyiksaku waktu itu dan memberikanku kebahagiaan sekarang." Sehun terkekeh mendengar ucapan istrinya itu.

"Aigoo...Kyeopta." Sehun mencium pipi kanan Luhan dari arah samping.

"Sudahlah sebaiknya kita tidur sebelum larut malam." Sehun mengangguk dan membawa tubuhnya dan tubuh Luhan –yang ia gendong- tidur di ranjang mereka. Sehun menarik selimut kemudian kembal i memeluk Luhan dari arah belakang.

Dalam diam dan kegelapan, Luhan tersenyum kecil.

Ia bahagia dapat merasakan pelukkan hangat suaminya itu. Ia juga bahagia karena rumah tangganya kembali berjalan sempurna.

Aku bahagia, Sehunnie, Aku mencintaimu...

Aku juga bahagia Luhannie, aku juga mencintaimu...

-END-

Hai... Adakah yang masih nunggu end dari ff ini ?

Semoga chapter yang terakhir ini gak mengecewakan lagi, tapi aku minta maaf kalo ini masih –sangat- mengecewakan.

Makasih yang waktu itu udah Review, semangatin aku, kasih fav, dan follow cerita ini sampai chapter ini.

Aku seneng bgt. Baca review kalian tuh moodbooster bgt.. tapi waktu chapter 7 yang awal aku dpt negatif, ya itu salah aku. aku ngehargain itu.

Oiya buat yang salah satu yang ngereview pakai guest jadi aku gak tau ini siapa... aku gak pernah bilang review kalian abal2 dan ga mutu, aku malah bilang cerita aku yang abal dan gak mutu. Kamu –guest- juga seharusnya berkaca sebelum menilai orang... kamu udah baca cerita ini belum? Kenapa langsung judge begitu ? kalau kamu jadi aku gimana ?

Udah lupakan hal yang tadi...

Maaf lanjutnya ini ngaret 2minggu... ada sedikit trouble sama mood, takut kalian gak suka, dan ketunda sama aku uas. Well, udah lah daripada dianggep aku curhat gak jelas demi nyari care kalian mending aku tutup.

THANKS FOR ALL THE PEOPLE WHO READ, GIVE A REVIEW, FAVORITE AND FOLLOW ! :*

Oiya, dan Mulai sekarang panggil aku Bee, aku masih 99L. Jangan panggil thor..thor aku merasa gak enak. Dan unni ? Aku merasa tua jadinya tpi ya terserahlah kalo unni mah.. asal jangan Thor okkey?

Thankyou guys...I Love you :* See you at the next story with diffrent tittle !

Sincerly, Bee48

08.12.2014