Panas!

Itulah keadaan saat ini. Bagaimana tidak? Jam olahraga yang dijadwalkan dimulai dari pukul dua siang ini membuatku mendesah pasrah. Panas matahari sangat menyengat kulitku.

Gerah.

Puk!

Tiba-tiba sebuah bola basket mendarat dihadapanku. Ah, lagi-lagi hari ini merupakan hari pengambilan nilai untuk shooting bola ke dalam ring. Oh, jangan sampaiaku harus mengulang untuk melempar bola karena ketidakmampuanku di bidang itu.

"Kajja, Kyuhyun-ie. Kita latihan!" Suara Changmin tiba-tiba saja terdengar. membiatku menoleh ke asal suara itu.

"Aish, bahkan untuk berolahraga saja aku malas, Changmin-ah. Apalagi kalau latihan seperti ini? Aku mendelik kearah Changmin. Ia mengerti benar diriku yang tidak menyukai pelajaran olahraga ini. "Ayolah. Sini!" Changmin terus berusaha untuk membujukku, yang walau pada akhirnya mengiyakan dengan ogah-ogahan.

Shoot

Dengan xekatan Changmin melempar bola yang sedari tadi ia dribble menuju ring di atas sana. Aku hanya melongo melihat bola itu masuk seketika.

Baru saja aku akan berjalan mendekati Changmin—

"Awas!"

—tiba-tiba lengan kananku ditarik oleh seseorang dari belakang.

Ada suara pekikan hampir melengking terdengar, membuatku makin merunduk. Namun, setelah pekikan itu, aku tidak merasakan sesuatu yang aneh menimpa diriku.

Ku tolehkan wajahku ke atas. Terlihatlah paras tampan dengan dimples—yang saat ini terbentuk, ia sedang tersenyum tipis kearahku,

"KYAAAA!" Tiba-tiba suara pekikan itu berubah menjadi lengkingan—bahkan aku mendengar ada beberapa orang menjerit. Ada apa?

Aku kembali fokus pada seseorang yang masih memelukku sejak kejadian—memalukan—tadi.

"Ah… Choi Siwon sunbae, jwiseonghamnida…," Aku berusaha untuk melepas tautan tangannya dengan tubuhku. Berusaha untuk berdiri walaupun sedikit agak sempoyongan.

"Gwaenchanayo, Kyuhyun-ssi?" Dia malah menanyakan keadaanku. Oh Tuhan. Jarak yang sedekat ini membuat hatiku berdegup kencang. Jangan bilang kalau kedua pipiku memerah! Oh, tidak!

"Aaah… Ne, nan gwaenchanayo. Bagaimana denganmu? Apakah kau terkena sambaran bola itu?" tanyaku, mencoba memerhatikannya dari ujung kepala hingga ujung kaki. Namun, tidak ada tanda-tanda yang berarti.

"Nado gwanchana. Lain kali lebih hati-hati, Kyuhyun-ah,"

Setelah berbicara seperti itu, dirinya kemudian tersenyum lagi dan melenggang pergi dari lapangan basket ini. Kurasa, aku mendengar sesuatu. Suara seperti dentuman menyapu indera pendengaranku. Oh, sepertinya seluruh wajahku sudah memerah sekarang.

.

.

FIN