Love Is Money

Rating : T

Genre: Romance/Drama

Warning : BL, GAJE, OOC, Typo(s), AU, ALUR CEPAT (kayaknya), CUTE NARU

Pairing : SasuNaru, slight NejiNaru

Naruto Belong To Masashi Kishimoto

.

.

.

.

"cinta atau uang? Atau cinta butuh uang?"

.

.

Summary :

Kehidupannya serba sederhana. Membuat Uzumaki Naruto, pemuda berwajah rupawan

Yang selalu diidolakan para kaum seme, memanfaatkan kelebihannya hanya untuk mendapatkan segala keinginannya yang belum pernah terwujud. Apapun ia lakukan, bahkan menjadi selingkuhan orang-orang kaya pun pasti ia jalani. Namun, apakah selamanya akan seperti itu terus?

.

.

.

.

'Naru-chan, jadilah pacarku' begitulah yang akan dikatakan oleh para pemuda begitu melihat sosok, bertubuh mungil dengan wajah manis dan sinar keluguan yang terpancar dari dua iris sapphire senada langit musim panas. Wajahnya bisa terbilang cantik *banget* melebihi gadis-gadis sebayanya. Senyuman manis yang selalu menyiratkan kebahagian seakan tak ada satupun kesedihan dalam dirinya, tak ada yang tak bisa berpaling walau hanya sekali saja dari sosok mungil itu. Kulit tan senada nectar madu terlihat begitu halus dan—manis, membuat siapapun tak tahan untuk tidak ber-nosebleed ria dihadapan pemuda tersebut.

Uzumaki Naruto, si mungil itu bernama Naruto. usianya baru menginjak 18 tahun, tahun ini. sosoknya yang manis dan dianugrahi dengan bakat kemampuannya ngegaet gebetan cakep dan banyak uang. Siapa yang sanggup menolak sosok polos manipulasi pemuda matrealistis di zaman sekarang ini? sekali kedip, hati seme mana yang tidak langsung 'kelepek-kelepek' akan pesonanya?

"sepertinya, dia menyukaimu, Naru" bisik seorang pemuda bersurai brunette dengan tattoo segita aneh berwarna merah di kedua pipi chubby-nya.

Suasana kantin sekolah tampak ramai siang ini. satu persatu para siswa berdatangan memenuhi kantin sekolah itu. Mengisi perut yang kosong, setelah menikmati pelajaran yang membosankan dan sanggup membuat otak mereka terasa terbakar gosong di dalam sana.

Lantas, Naruto menoleh ke arah pemuda yang sejak tadi memperhatikan dirinya dalam diam. Naruto mengernyitkan dahinya. Mana mungkin dia pacaran sama anak sebayanya, yang notabene belum berpenghasilan? Mau sekaya apapun, yang kaya kan juga bapak-nya, bukan dia. Tapi, tunggu...

Naruto mengelus lembut dagu-nya, sambil memasang pose chubby yang mampu membuat suasana kantin ricuh seketika. Apalagi kalau bukan kaget melihat pose imut 'si mungil' ini?

Tapi, saat dimana seluruh siswa hampir kehilangan 1/3 darahnya, hanya seorang saja yang masih duduk diam mempertahankan wajah stoic-nya. pemuda yang sejak tadi memperhatikan Naruto, masih terus duduk diam menatap Naruto dengan iris malam-nya itu. Naruto sontak saja kaget, belum pernah begini sebelumnya.

"a..apa" Kiba terbata-bata, melihat sosok teman sekelas mereka yang belum genap 6 hari menjadi teman mereka itu, menatap Naruto tanpa memasang wajah terpesona-nya.

Naruto sendiri terduduk lemas, baru kali ini gagal menggoda hati seorang pemuda.

"dia itu siapa sih?" Tanya Naruto—berbisik.

"namanya Sasuke, anak baru di kelas kita" jawab Kiba. Entah kenapa, ia merasa merinding kali ini. ia menoleh ke arah Sasuke, yang memandang tajam pada keduanya.

"aku tidak tahu" bibir mungil itu bergumam.

Jelas saja, Naruto tidak tahu. selama seminggu ini ia tidak masuk dengan alasan 'sakit'. Padahal sih, itu Cuma tipuan semata saja. karena sebenarnya, Naruto itu pergi ke Osaka menemani gebetannya, syuting iklan shampoo. Semua tahu siapa sebenarnya Naruto, hanya saja mereka tidak tahu kalau Naruto itu sedang berpacaran dengan actor ternama, Hyuga Neji. Entah darimana cara mereka berkenalan, Naruto sendiri pun juga tidak tahu.

Mereka saling bertemu di toko buku tanpa sengaja. Mereka berkenalan, bertukar nomor ponsel, menjadi akrab, dan pada akhirnya mereka pun berpacaran. Neji yang selalu menunjukan sikap yang baik pada Naruto, membuat pemuda manis itu mau tak mau jatuh hati padanya dan memutuskan Neji-lah yang akan menjadi kekasihnya dalam waktu yang terkesan singkat.

"dia tampan, pintar, dan jago karate, lho" Kiba sedikit mendeskripsikan bagaimana sosok anak baru itu, (sedikit memuji mungkin).

"ah, biasa saja" sahut Naruto. 'masih gantengan juga Neji-kun' batin Naruto, dengan hati yang berbunga-bunga.

"yasudah, aku kan Cuma mendeskripsikan dia saja" kata Kiba. Lah, masa bodo amat kalau Naruto enggan mengakui Sasuke tampan. Lagipula itu kenyataan kok, banyak siswa-siswi yang memuji ketampanan pemuda itu.

"agak misterius memang" lanjut Kiba.

"misterius, bagaimana?" Tanya Naruto—dia tampak kepo rupanya. Kiba tertawa pelan,

"kau suka ya?"

"ihh, enak saja.." imbuh Naruto, tidak mengakui pertanyaan Kiba yang telak mengenai ulu hatinya.

Naruto manyun gak jelas, Kiba merasa ingin tertawa terbahak-bahak kali ini. dicubitnya pelan hidung bangir mungil Naruto dengan gemas. Mengundang teriakan histeris para fujoshi yang melihat interaksi dua uke tenar disekolah mereka.

"itu juga tidak mungkin kok" Kiba berkata lagi.

"apanya yang tidak mungkin? Mungkin sajakan dia menyukai aku" ujar Naruto, pede.

"woo, ngarang! Lagian, Sasuke itu kan udah punya pacar. Itu lho, Haruno Sakura. Anak kelas 12-A" jawab Kiba.

"lagian kamu bilang dia suka aku" oceh Naruto.

"siapa yang bilang? Kan aku bilang 'sepertinya'. Gak selamanya 'iya' kan" sahut Kiba.

.

.

.

.

Bel Istirahat usai pun berbunyi, Naruto sudah duduk kembali di tempat duduknya di samping Kiba. Sambil menunggu Anko-sensei datang, Naruto menyibukan diri untuk melirik ponselnya hanya demi gebetan-gebetannya yang mungkin saja mengirimkan pesan singkat untuknya. Naruto tersenyum manis, tanpa menyadari sosok raven yang tengah memperhatikan dirinya dalam diam.

"selamat siang,anak-anak" Anko-sensei berjalan dengan suara langkah sepatu high heels-nya yang terdengar 'tuk..tuk..tuk'ketika heels itu bersentuhan dengan lantai.

"selamat siang, sensei" ujar mereka semua, serempak.

"wahh, ternyata ada anak baru rupanya" Anko-sensei memandang Sasuke dengan senyum simpul di wajahnya. Semua murid menoleh ke arah Sasuke, wajar saja Anko-sensei tidak tahu. wanita itu baru saja pulang dari Amerika hari ini, dan selama 3 bulan penuh tidak masuk untuk mengajar.

"bisa tolong maju, dan perkenalan nama mu, nak?" Tanya Anko-sensei.

Kemudian, terdengar suara kursi yang digeser. Langkah tegap itu berjalan ke depan tanpa ekpresi di wajah tampannya. Semua siswi memandang takjub padanya.

"Nama ku, Sasuke 18 tahun" suara baritone itu terdengar ditengah-tengah kesunyian.

"apa nama marga mu?" Tanya salah satu siswa padanya.

Sasuke diam saja, dan membungkuk hormat pada Anko-sensei. "baiklah, silahkan duduk" Anko mempersilahkan murid baru itu untuk duduk kembali ke tempat semula.

"memang misterius" gumam Naruto.

"kau bilang apa tadi?" Tanya Kiba.

Naruto menggelengkan kepalanya pelan, ia kembali focus ke depan papan tulis.

"baiklah, akan ada tugas survey untuk dua minggu ke depan. Saya akan membagi kelompok masing-masing dua orang. Tugas harus diselesaikan tepat waktu, jika tidak— tanggung sendiri resiko-nya" ujar guru Sejarah itu.

.

.

.

.

Naruto mendengus sebal pada sosok yang sedang berjalan di depannya itu. Tidak tahu apa yang akan mereka lakukan. Tak ada obrolan, karena baru tadi Anko-sensei meminta mereka untuk menjadi teman sekelompok mencari bahan pelajaran yang hendak di survey. Inilah yang tidak ia sukai, Naruto tidak mengenal sosok berbahu lebar berbadan tinggi menjulang itu.

Tidak apa jika mereka tidak saling mengenal, jika saja sikap Sasuke tidak menyebalkan seperti ini. Naruto bisa membayangkan, betapa membosankan sosok di depannya ini. pendiam, kutu buku, dan penuh gengsi (mungkin).

Tanpa sadar Naruto terus berjalan, hingga ia menabrak sosok tinggi itu. Naruto mengeram pelan, menahan kesal. Bagaimana bisa Sasuke berhenti diam-diam seperti ini?

"aduuuhhh" pekik Naruto, kesakitan. Ia mengelus lembut keningnya yang terantuk tas ransel Sasuke.

"kalau berhenti itu jangan tiba-tiba, dong" kata Naruto, lagi. Sasuke diam, ia membalik tubuhnya dan menatap datar 'si mungil' di hadapannya itu. Tingginya tidak lebih dari dada bidangnya, Sasuke meletakan kedua tangannya di atas kepala Naruto. si pirang hendak meronta, namun sepertinya gagal.

"hn, kau yang seharusnya lebih memperhatikan jalanmu! Berjalanlah tanpa harus melamun, dobe" ujar Sasuke—mengejek Naruto.

Merah padam wajah Naruto diejek 'bodoh' oleh pemuda 'brengsek' yang baru saja ia kenal.

Naruto hendak memukul wajah tampan Sasuke, dengan sedikit berjinjit ia mencoba menggapai wajah tampan itu. Karena ukurannya yang tidak pas, Naruto pun hanya menjangkau apapun yang sanggup ia janggkau. Dengan emosi, ia menarik surai raven Sasuke dan membuat sang empunya meronta. Untung saja jalanan sepi, jika tidak keduanya sudah menjadi tontonan gratis orang-orang yang berlalu lalang.

Tak kuat menahan tubuhnya, Naruto pun akhirnya goyah dan terjatuh. Ia menutup matanya, tidak merasa sakit. Kenapa?

"turun dari tubuhku! Sekarang, DOBE!" Omel Sasuke—menatap tajam ke arah Naruto.

"ehh.. maaf..maaf..maaf" Naruto segera turun dari tubuh Sasuke dan berdiri tanpa membantu Sasuke. Biarkan saja, pemuda itu bangun sendiri, lagipula siapa yang memulai coba? (tentu saja kamu, Naru bodoh).

.

.

"hn, aku akan pulang hari minggu nanti"

'kenapa harus minggu? Tidak betahkah kau, barang sehari saja di rumahmu sendiri, otouto?'

"berhentilah memaki!"

Naruto mengernyitkan dahinya, Sasuke memang memintanya untuk menunggu pemuda raven misterius itu yang kini sedang asyik menelpon seseorang—entah siapa. Mungkin saja kekasihnya, menurut kabarkan, Sasuke itu sudah punya pacar.

"OI, TEME.. SUDAH BELUM?" Tanya Naruto—berteriak.

Sasuke berdecak pelan, belum ada 10 menit ditinggal sudah seperti itu.

"katakan padanya, aku akan kesana hari minggu nanti" ia menutup ponselnya, tanpa peduli makian yang terdengar dari orang yang berada di seberang sana.

"lama banget" Naruto memanyunkan bibirnya, gajelas.

"hn" sahut Sasuke, pemuda itu berjalan seraya memasukan kedua tangannya ke dalam saku gakuran.

Tak mempedulikan Naruto yang berjalan di belakang sana, ngedumel gajelas ditinggal begitu saja oleh rekan kerja kelompoknya,

2 jam kemudian..

"Sasu, aku lapar" ujar Naruto. 2 jam lamanya mereka berkutat di hadapan buku-buku tebal yang mereka pinjam di perpustakan umum kota Konoha. Sasuke cuek saja, ia malah asyik mendengarkan music yang mengalun lembut dari ponsel layar sentuhnya yang tersambung melalui earphone.

Naruto kembali memanyunkan bibir merah mudanya itu.

"SASUKE!" Seru Naruto.

"tolong bagi pengunjung di meja paling ujung, untuk mengecilkan volume suaranya!" seru seorang penjaga perpustakaan, dan membuat Naruto otomatis menutup mulutnya dengan kedua tangan.

Dengan kesal, ia menarik kedua earphone Sasuke dari masing-masing telinga pemuda raven itu.

"aku lapar" Naruto berkata—dengan bibirnya yang berpout ria.

Kembali dengan ekpresi minim dari wajahnya, dan membuat Naruto menunduk sedih (modus). Helaan nafas terdengar dari bibir Sasuke,

"ambil ini!" Sasuke memberikan sebuah roti isi yang sudah tak berbentuk lagi ke tangan Naruto.

"iieeee" Naruto menggelengkan kepalanya.

"makan atau kau mati kelaparan!" seru Sasuke—masih enggan menoleh dari buku-nya.

"lebih baik kelaparan daripada memakan itu" sahut Naruto—bersedekap dada.

"hn, terserah" kata Sasuke, acuh tak acuh.

Naruto menahan rasa laparnya, ia menyipitkan matanya sambil melirik ke arah roti isi yang teronggok begitu saja di atas meja. Tanpa melirik Naruto, tangan putih Sasuke terulur untuk mengambil roti isi sosis yang sudah tidak berbentuk lagi. Tanpa ada rasa sungkan, Sasuke membuka bungkus plastic roti itu.

'Kruyuuukkk'

Aduh, apa pula pun?

Naruto memegangi perutnya yang terasa sakit menahan lapar. Memandang Sasuke yang hendak memakan roti isinya dengan tatapan mupeng. Ah, ia lapar juga rupanya.

"Sasu~" Naruto menggoyangkan kakinya ke kanan dan ke kiri, dengan rona merah di pipinya.

"nah, ambil ini!" Sasuke memotong setengah dari roti itu dan memberikannya pada Naruto.

Ditatapnya sebentar roti gepeng tersebut. Naruto meneguk ludahnya seakan ia menelan batu.

"ayo, ambil!" titah Sasuke, sedikit memaksa.

"t..terimakasih" ucap Naruto—menerima roti isi itu, dan menggigitnya sedikit.

"makanlah, lalu kita selesaikan tugas-tugas ini" usul Sasuke, seraya menggigit nikmat roti isi-nya.

'enak juga' gumam Naruto. tanpa sadar Naruto tersenyum, baru kali ini ia merasa begitu nikmat mencicipi makanan sesederhana ini. juga ini kali pertama Naruto bepergian bersama seorang pemuda tampan tanpa mengajak dirinya makan di restoran mahal bintang lima di kota mereka. Tapi, kenapa rasanya begitu nikmat? Hingga setara dengan makanan-makanan mahal yang biasa ia makan.

Naruto melirik Sasuke yang sedang membaca buku tebal dengan kacamata bertengger di hidungnya. Wajah tegas yang terlihat focus itu begitu tampan ketika sedang dalam mode 'seriusnya'.

'apa? kenapa aku bisa memujinya seperti itu? Ta..tapi, dia memang tampan' bathin Naruto.

Sementara Naruto bergulat dengan pikirannya, Sasuke masih sibuk dengan pekerjaannya hingga tiba-tiba ponsel Naruto berdering dan membuat sang blonde tersenyum bahagia.

Tanpa pamit, Naruto pergi meninggalkan Sasuke guna mengangkat panggilan tersebut. tentu saja, Sasuke juga berjalan mengikuti Naruto tanpa sepengetahuan pemuda pirang itu.

Selepas menerima panggilan yang ternyata dari sang kekasih tercintanya, Naruto yang kini sedang berdiri di atas balkon perpustakaan hendak berbalik badan dan kembali ke tempat dimana ia meninggalkan Sasuke, jika saja ia tidak mendengar suara baritone itu tiba-tiba saja mengintrupsi kegiatannya.

"apa Neji yang kau maksud itu Hyuga Neji?" Tanya Sasuke—menyandarkan tubuhnya pada dinding balkon dengan gaya keren andalannya. Cowok SMA itu memandang Naruto dengan tatapan yang sulit diartikan.

"k..kau, t..tau darimana?" tatapan tidak percaya ia tujukan pada pemuda tampan di hadapannya itu.

Sasuke terkekeh pelan, bagaimana dia tidak tahu coba?

"hanya menebak, ternyata benar" Sasuke berjalan mendahului Naruto.

"apa? Hey, kau tidak sedang mempermainkan aku kan?" Naruto menarik tangan Sasuke, hingga pemuda itu terpaksa menghentikan langkahnya, dan berbalik badan ke arah Naruto.

"untuk apa aku mempermainkanmu? Saat dimana kau sudah masuk ke dalam suatu permainan tanpa kau sadari" sahut Sasuke.

Posisi mereka masih berada tepat di atas balkon perpustakaan yang sepi, dan hanya ada mereka berdua disana.

"Sasuke, apa maksudmu?" Tanya Naruto.

"hindari pemuda itu" ujar Sasuke, dan terdengar ngawur untuk telinga Naruto. pemuda pirang itu menatap bingung ke arahnya,

"aku bercanda" Sasuke berkata lagi. Naruto menarik nafas lega, ia mengulas senyum manisnya ke arah Sasuke.

"kau bisa bercanda juga ya, teme?" dengan lancangnya Naruto memanggil Sasuke dengan sebutan 'brengsek' dan menoel-toel rahang tegasnya.

Sasuke mendengus bosan, ia tak menyadari ucapannya semakin membuat Naruto tertawa senang. Suatu kebanggan bisa mengusili anak baru yang misterius ini bagi Naruto.

"sudah cukup, kau ini cerewet sekali" ujar Sasuke, dan membuat Naruto mengembungkan pipinya.

"blee, teme jelek"

"ck, berisik, dobe"

.

.

.

.

.

Kira-kira pukul 7 malam, Naruto dan Sasuke baru saja menyelesaikan tugas-tugasnya walaupun hanya ½ -nya saja. Keduanya kini terlihat sedang berjalan menelusuri trotoar dengan gaya yang terlihat berbeda. Sasuke yang berjalan dengan gaya cool andalannya—memasukan kedua tangannya ke dalam saku celananya, dan Naruto yang berjalan dengan sekotak sosis panggang mayonnaise yang mereka beli di depan perpustakaan. Dengan sangat lahap Naruto melahap sosis itu sampai-sampai sisa saos serta mayonnaise menempel di sela-sela bibir mungilnya.

"temwheee khauw mhauw thidak? Iniw enhawk who" Naruto tidak berhenti bicara meskipun sosis itu menyumpal bibir mungilnya. Sasuke yang berjalan di depannya, berbalik badan dan memasang tatapan datar andalannya. Mereka berhenti tepat di depan tiang listrik jalanan kota yang terlihat sepi, Sasuke mengambil sapu tangannya yang biasa ia letakan di dalam saku celananya. Naruto memperhatikan gerak-gerik Sasuke dengan kedua maniks sapphire indahnya.

"bisakah kau berhenti bicara? Sejak tadi kau bicara terus, bahkan ketika makan pun kau tetap bicara" dengan lembut, Sasuke menghapus noda saus bercampur mayonnaise di sela-sela bibir merah muda Naruto.

Maniks biru itu membulat seketika, belum pernah ada yang bersikap lembut padanya seperti saat ini. jujur saja, semua mantan Naruto hingga kekasihnya (Neji) belum pernah memperlakukan dirinya selembut itu. Jantung Naruto berdebar-debar tidak menentu, ia tidak pernah merasakan hal ini sebelumnya. Tidak, Naruto bukannya tidak pernah memiliki pacar, hanya saja setiap kali berpacaran dan mengatakan 'ya' untuk menjadi kekasih seseorang, Naruto tidak memandang cinta. Hanya uang dan uang dalam pikirannya.

Cinta itu butuh uang, begitulah menurut pemuda blonde itu. Naruto tidak mau memiliki seorang pacar yang tidak bisa membiayai kehidupannya menjadi yang lebih baik. Walau hanya pacar, tentu saja Naruto tidak mau hidup bersusah payah bersama orang yang hanya mengumbar kata cinta saja. omong kosong dengan cinta, Naru butuh uang, itulah cara Naruto berpikir.

Dengan wajah imut itu, Naruto bisa mendapatkan kekasih impiannya sedari kecil. Tak peduli jika nantinya ia dibilang playboy, bahkan jikalau suatu hari nanti karma harus datang ke dalam hidupnya, ia sudah siap untuk menerimanya. Apa salah jika ia tidak ingin hidup melarat? Mengingat ayahnya yang di PHK dan meninggalkan dirinya bersama sang ibu yang sering sakit-sakitan untuk selamanya. Apalagi, Ibunya bekerja keras hanya untuk dirinya. Dan kini, hanya untuk sekali saja ia membantu sang ibu agar wanita yang telah melahirkannya itu tidak perlu bersusah payah bergelut dengan dunia malam yang bisa mencemarkan nama baik sang ibu yang dulu terkenal sebagai gadis baik-baik.

"habiskan makananmu, ku antar kau pulang" Sasuke memasukan kembali sapu tangannya ke dalam saku. Naruto masih memikirkan apa yang baru saja dilakukan oleh teman barunya itu.

"t..tidak perlu" tolak Naruto, ia merasa aneh dengan perasaannya kali ini. tanpa ragu, Naruto membuang kotak yang masih berisi setengah bagian sosis miliknya ke dalam tong sampah.

Ia berjalan mendahului Sasuke, namun dengan cepat Sasuke menarik pergelangan tangan Naruto hingga si pirang terjatuh ke dalam pelukan Sasuke. Keduanya saling menatap, dua maniks berbeda warna itu saling menarik satu sama lain.

"maaf" ucap Sasuke, melepaskan pelukannya pada Naruto.

Naruto memeluk tubuhnya dengan kedua tangan berbalut kulit tannya itu. Tatapannya kosong, entah apa yang sedang ia pikirkan.

"Naru—" Sasuke hendak menyentuh Naruto.

"i..iya?" Kembali pada mode semula, Naruto seakan menolak sentuhan Sasuke.

"rumahku tidak terlalu jauh, aku pulang duluan ya" Naruto lantas berlari meninggalkan Sasuke yang masih bingung dengan sikap aneh teman sekelasnya itu.

"dia kenapa?" Sasuke bertanya entah pada siapa, karena tak satupun orang yang melintas di sana.

"hah, aneh"

.

.

.

.

Naruto terus berlari menghindari Sasuke, hingga tanpa menyadari ia sudah berdiri tepat di depan sebuah ruko yang ia tinggali bersama sang ibu. Mencoba mengatur nafas, Naruto terus menormalkan nafasnya yang terputus-putus.

"fiuhhh" dengan sedikit kasar, Naruto menghapus jejak keringat di keningnya. Pemuda itu menjatuhkan dirinya di depan pintu ruko yang terkunci. Ia tidak perlu khawatir tidak mendapatkan pintu malam ini, karena ia juga memiliki kunci ganda pintu ruko mereka.

"aku ini kenapa" dengan sangat sulit Naruto menelan paksa ludahnya.

Wajah imut itu dilanda kebingungan, namun Naruto yang memang bukan seorang tipe 'merumitkan masalah' pemuda itu pun segera menghapus pemikirannya yang aneh-aneh. Dengan segera ia pun memutuskan untuk masuk ke dalam ruko, dan istirahat karena tubuhnya memang terasa pegal-pegal.

Krieeettt..

"kau sudah pulang, Naru-chan?" Tanya seorang wanita yang merebahkan tubuhnya di atas sofa. Naruto baru saja memasuki rumahnya yang terletak di lantai 2, wanita itu tampaknya sedang tertidur nyeyak kalau saja Naruto tidak mengganggu sang ibu atas kehadirannya. Wajah ibunya terlihat pucat, Naruto merasa tidak enak hati karena sudah mengganggu waktu istirahat wanita itu.

"kenapa kaachan tidur di sini?" Tanya Naruto—berjalan mendekati ibunya dan duduk disamping sang ibu. Kushina terbatuk pelan, Naruto bisa melihat sebuah syal melingkar di leher ibunya. Naruto tahu, pasti ibunya sedang sakit saat ini.

"kaachan sakit? Ayo, Naru antarkan ke kamar."

"tidak perlu, di kamar panas. Nanti pasti kaachan pindah ke kamar" Kushina menolak halus.

Naruto menggembungkan pipinya kesal, dengan gemas Kushina mencubit pipi gembul Naruto, tertawa pelan melihat tingkah imut sang buah hati.

"Naru akan buatkan bubur untuk kaachan. Tidak ada penolakan!" seru Naruto, mengingat kesibukan ibunya mengurus toko pernak-pernik mereka, sudah dipastikan pasti ibunya belum makan sampai sekarang. Jangankan makan, memasak saja juga tidak sempat.

"baiklah..baiklah..mungkin kaachan sedikit lapar" sahut Kushina.

Naruto ingat sekali, ketika dimana ibunya masih bekerja sebagai seorang pelayan bar, dimana bekerja malam sangat kental sekali dengan yang namanya surga dunia dan bahkan membuat nama baik sang ibu nyaris tercemar akibat pekerjaannya. Pemuda itu rela berpacaran dengan orang-orang kaya yang mau menanggung hidupnya. Dengan uang yang diberikan kekasih-kekasihnya, Naruto menabung uang itu dan berhasil membelikan sebuah ruko untuk ibunya.

Dan tentu saja tanpa sepengetahuan sang ibu, dengan alasan Naruto menabung sedari kecil.

Banyak pemuda-pemuda kaya yang terjerat oleh pesonanya, permainan yang ia mainkan tidak pernah membawanya ke dalam penyesalan, meskipun Naruto terkadang ingin mengakhiri semua ini dan menjadi seorang pemuda yang setia pada pasangannya.

Sepertinya taubat itu hanya omong kosong belaka, nyatanya Naruto hanya mengangkat bahu seolah tidak peduli dengan apa yang ia lakukan. Seolah itu hanya permainan ular naga yang akan selesai ketika teman-temannya habis dipihak lawan.

Naruto terus merajang sayuran yang hendak ia olah. Dimasukannya sayur mayur itu ke dalam gandum yang sudah ia panaskan beberapa menit yang lalu. Diaduknya olahan yang hendak ia jadikan bubur dengan sendok sayur. Sambil bersenandung melawan rasa bosannya.

*pippp..*

From : Utakata

Hey, Naru-chan..

Besok ada waktu tidak? Aku ingin mengajakmu pergi ke acara pembukaan butik baru ibuku di Suna.

Pemuda pirang itu tersenyum senang, Utakata bukan kekasihnya melainkan pemuda kaya raya yang sedang menjalani masa pendekatan dengannya. Naruto tahu kalau Utakata sangat menyukai dirinya, hanya saja Naruto tidak mau begitu saja mengatakan 'iya' pada putra seorang desainer baju ternama dari kota Iwa. Lagipula, ia sudah memiliki Neji. Meskipun belum lama ia mengenal actor tampan itu, ia yakin pasti Neji jauh lebih baik dari Utakata dan gebetannya yang lain.

Lagipula, kalaupun ia kehilangan salah satu dari mereka, Naruto yakin pasti ia bisa dengan sangat mudah mendapatkan pengganti salah satunya.

.

.

.

.

.

"apa? tugas sejarah akan dikumpulkan 3 hari lagi? Gila, Anko-sensei keterlaluan sekali"

"menyebalkan..padahal aku belum mengerjakannya sama sekali"

"mencari bahan belajarnya saja belum..bisa mati aku"

"selamat pagi" Ujar Naruto, dan menghentikan desas-desus kerusahan tugas Anko-sensei yang harus dikumpulkan lebih cepat dari waktu yang di tentukan.

"aaahhh..selamat pagi Naru-chan" ucap mereka serempak.

Iris sapphire-nya tanpa sengaja melihat Sasuke yang sedang asyik membaca buku tebal dengan earphone terpasang di kedua telinganya. Tiba-tiba saja, ingatannya memutar ulang kejadian semalam. Dimana Sasuke menarik pergelangan tangannya hingga ia terjatuh ke dalam pelukan pemuda tampan misterius itu. Rona merah mewarnai wajah manisnya.

Naruto kembali melanjutkan langkahnya dan berjalan ke arah mejanya. Disana, Kiba tampak asyik mengobrol dengan seorang pemuda degan rambut ikat nanas yang hanya sesekali menyahut ucapan Kiba, meski lebih banyak menguap. Naruto kenal siapa dia, namanya Nara Shikamaru, siswa malas yang memiliki otak cerdas, tanpa Naruto tahu darimana otak cerdas pemuda Nara itu berasal.

"hey, Naru" sapa Kiba.

"aku duduk dimana?" Tanya Naruto. Kiba hendak menjawab, namun pemuda Nara itu lebih dahulu menjawab, "dengan Sasuke saja" jawab Shikamaru, malas.

Tahu tidak? Diantara teman sekelasnya yang lain, hanya Shikamaru saja yang mengenal akrab pemuda tampan misterius itu. Dari rumor yang beredar, Shikamaru itu adalah sahabat Sasuke sejak kecil. Entah bagaimana mereka bisa saling mengenal, dengan sifat keduanya yang tidak memungkinkan untuk menjadi seorang sahabat.

"APA?" teriak Naruto.

Seluruh siswa-siswi berhenti berbicara dan menatap aneh Naruto. pemuda blonde itu menutup mulutnya dengan kedua tangannya. "hehhehehe, maaf..maaf" ucap Naruto—berjalan menuju meja Sasuke, dan duduk disebelah pemuda tampan itu.

.

.

.

.

Sepulang sekolah, Naruto lagi-lagi harus berdecak kesal ketika tiba-tiba saja Sasuke menarik kerah belakang gakurannya dan menghentikan langkahnya yang tergesa-gesa hendak pergi ke halte bus memenuhi permintaan Utakata di kota Suna.

Dan disinilah ia harus berakhir, bersama Sasuke di sebuah toko buku membuat Naruto terus merenggut tak suka. Ia harus membatalkan perjalanannya ke kota Suna untuk menemui gebetannya, dan malah menemani teman sebangkunya ini memilih-pilih buku bacaan yang bagus untuk bahan pelajaran mereka.

"kau menyebalkan Sasuke. Aku kan mau ke kota Suna untuk menemui gebetan-ku" ujar Naruto, dan membuat Sasuke menatap dirinya tidak percaya.

"apa maksudnya gebetan, Naruto? kau kan sudah punya pacar?" Tanya Sasuke—menyinggung perkataan Naruto.

Pemuda pirang itu menutup mulutnya, dan merutuki kebodohannya yang terus ia lakukan.

"hn, terserah" sahut Sasuke—menutup buku bacaan tersebut dan berjalan ke meja kasir.

"selingkuh itu mudah, Naruto" Sasuke berkata kepada Naruto yang berjalan disamping kanannya.

"a..apa?" sang blonde gugup bukan main.

"kenapa tidak kau coba hal yang lebih ekstrem, seperti setia mungkin" lanjut Sasuke—ketika mereka sudah cukup dekat dengan meja kasir.

Deg..

.

.

.

.

Satu hari kemudian..

espresso bar (Pukul 19.30)

suasana di sebuah cafe eklusif malam ini tidak begitu ramai seperti biasa. Tampak dua orang pemuda tengah duduk sambil mencicipi makan malam mereka. Suasana terlihat romantic, ketika alunan music jazz melantunkan lagu cinta di cafe itu.

Naruto menghentakan kakinya pelan di bawah meja, dengan sedikit bersenandung mengikuti lagu yang dibawakan oleh vokalis cafe tersebut.

Kekasihnya, Hyuga Neji tertawa geli melihatnya. Dengan sedikit penyamaran yang dibuat semaksimal mungkin, tak ada yang tahu jika itu adalah seorang actor yang sedang naik daun berada di tengah tengah hingar bingar alunan lagu di cafe itu.

"uggh, Neji-kun" Naruto menundukan kepalanya, malu.

"kenapa? Malu?" goda Neji, mendekatkan wajahnya ke arah Naruto.

Naruto berusaha memalingkan wajahnya dari wajah Neji. Namun, Neji menahan wajah Naruto dan berusaha mencium bibir merah muda itu.

"Ne..Neji"

"hahahaha, aku bercanda" Neji tertawa dan berhasil membuat Naruto mengeram kesal.

"ishhh, tidak lucu tahu" Naruto memalingkan wajahnya ke samping.

Tanpa mereka ketahui, sosok lain memperhatikan mereka dari jarak yang tidak terlalu jauh dan sebuah Koran menutupi wajah orang tersebut.

Iris onyx-nya terus memperhatikan interaksi sepasang kekasih itu dengan seksama, hingga dering ponsel miliknya berbunyi dan membuat sang pemuda beranjak menuju toilet hanya untuk menerima panggilan pada ponselnya.

"hn, apalagi?"

.

.

.

.

TBC

.

.

.

Wohhooo, AI kembali lagi readers.. wuihh, lama gak nyentuh fic-fic ini ngebuat AI ngerasa gimana gitu. Ohehe, sebenarnya masih banyak Fic yang mau AI Publish. Tapi pada akhirnya pilihan AI jatuh ke fic yang sudah teronggok lama di PC. Hihihi, kemarin masih ada yang Tanya, manggilnya AI, atau KAI? Yoshh,, panggil KAIKO boleh, panggil AI juga boleh. Ciyeehh, malah curhat AI-nya. sudah dulu ya,, yang mau AI Tanya, Fic ini dilanjutkah?