A/N: hai minna, ini ada sekuel buat MLB :3 Cuma 5 drabble sih, tapi setidaknya saya sudah berusaha membuatnya ditengah tugas UAS saya yang menumpuk te~he. Tanpa banyak bicara silahkan membaca.

Oh iya saya usahakan multichap yang lain akan segera update chapter baru akhir bulan januari-awal februari :3

N/B: disini Kagami dan Aomine belum ada hubungan apa-apa hanya sebatas mengurus anak.

Name

"Hmm sepertinya kita harus memberinya nama." Mata biru gelap itu memandang lekat kearah bocah mungil yang duduk dipangkuan Kagami. Sementara lawan bicaranya menelengkan kepala, berpikir.

"Benar juga." Pekik Kagami. Si kecil asyik menggulum jari-jari Aomine. Sesekali bayi kecil itu tergelak lucu saat Aomine memainkan jarinya. Kagami masih berpikir tak terlalu terusik dengan kegiatan Aomine dan bayi itu."Kyuu, Tarou, Saku, Hibi, Matsu, Ryuu."

"Bagaimana kalau Kiga." Celetuk Aomine.

Kagami mengerutkan alisnya."Kenapa Kiga?" tanyanya.

"DaiKi dan TaiGa."

Mendengar pernyataan Aomine kontan membuat Kagami sedikit merona. Ia memalingkan wajahnya, berharap Aomine tak melihat warna merah dipipinya."Ke-kenapa ha-harus itu?"

Aomine mengedikkan bahunya."Ya karena kita berdua yang merawatnya."_"Hei Kagami kenapa kau memalingkan wajahmu seperti itu? Aku sedang mengajakmu bicara tau!" protesnya.

"Ti-tidak a-apa-apa!" sahutnya cepat."Na-nama yang bagus!"

"Tentu saja! Hei Jagoan sekarang namamu Kiga, ne?" bayi kecil itu memandang lekat Aomine lalu mata violet itu bergulir kearah Kagami.

"Kau suka?" tanya Kagami.

"Baboo baba!" bayi itu terlihat sangat antusias.

Teiko Reunion

Setelah sekian tahun tak bertemu, pemuda warna-warni mantan Generation of Miracle akhirnya bertatap muka kembali. Bukan aura canggung seperti pertemuan mereka saat berada di winter cup dulu. Melainkan suasana yang santai dan yah cukup nyaman, kecuali untuk Kagami. Tatapan yang menuntut penjelasan dari semua yang ada ditempat itu -minus Takao dan Midorima- membuatnya risih. Sial kenapa si Aho itu tetap santai! Kenapa hanya Kagami yang merasa terintimidasi disini!

"Jadi bagaimana kalian bisa mendapatkan 'itu'-ssu?" si mantan model majalah remaja itu menunjuk sesuatu yang ada dipangkuan Aomine dengan tampang curiga.

"Apa maksudmu dengan 'itu' Kise, Kiga bukan benda tau!" protes Kagami tak terima saat 'anaknya' disebut 'itu' oleh Kise.

"Kapan kalian menikah, ne Taiga?"

"Sudah berapa kali kubilang Tatsuya aku dan Aomine tidak menikah!" urat-urat kesabaran Kagami semakin menonjol. Ide untuk ikut diacara reunian Teiko ternyata adalah ide terburuk, kenapa dia harus mau ikut reunian merepotkan seperti ini.

"Tidak usah malu-ssu, kalian tidak sendiri ada Midorimacchi dan Takaocchi, terus ada Murasakicchi dan Himurocchi, ada Mayuzumicchi dan Akashicchi dan ada kami juga-ssu !" Kise tersenyum cerah, merangkul pundak pemuda mungil berambut biru muda yang duduk disampingnya. Sepertinya kedekatan mereka sewaktu eksul basket membuat orientasi mereka menyimpang semua.

"Apa maksudmu BakaKise! Aku dan Aomine tidak ada hubungan apa-apa sama sekali! Oi Ahomine bantu aku menjelaskan kesalah pahaman ini!"

Aomine yang sedang sibuk dengan Kiga tampak tak terlalu memperdulikan tatapan dari teman-temannya. "Sudahlah Kagami, jangan kau ambil pusing, bukankah kita memang –agak- terlihat seperti keluarga kecil yang bahagia?" senyum tanpa dosa itu membuat Kagami ingin melempar wajah Aomine dengan hot plate didepannya.

"Ne, Kagami-kun to Aomine-kun kenapa kalian tidak menikah saja kalian tampak serasi." Dua mahkluk merah-biru itu menatap si biru muda dengan pandangan tak percaya. For god's sake! Menikah katanya? Big no.

"Tidak terima kasih, aku masih normal." Sahut Kagami cepat.

"Kau pikir aku mau menikah denganmu." Timpal Aomine kesal.

"Baba! Boo!" pekik Kiga, wajah mungilnya nampak cemberut memandang Kagami dan Aomine yang saling memalingkan muka.

"Kiga-chan sepertinya tak suka kalian marahan~" Takao yang sedari tadi hanya memperhatikan tingkah polah kedua pasangan itu akhirnya bersuara.

"Taiga ayo baikan sama Aomine-san~" entah kerasukan apa Himuro sang kakak angkat ikut menimpali.

"Jangan buat Kiga-kun memasang wajah begitu, Kagami-kun, Aomine-kun." Sekarang Kuroko ikut-ikutan.

"Buubu!"

Kagami menghela nafas panjang."Apa maumu heh?" dia menatap sang 'anak', mengusap kepalanya pelan.

Bocah mungil itu seakan-akan ingin menggapai Kagami untuk mendekat kearahnya yang sedang berada dipangkuan Aomine. Reflek Kagami mendekat."Puas?"

"Gyaaaa!" Kiga bertepuk tangan dengan riang. Mata violetnya memandang kearah Aomine yang masih membuang muka.

"Aku tidak akan terpengaruh dengan tatapanmu Kiga."

Mata bocah itu berkaca-kaca.

Ckris

"Sebaiknya kau menuruti permintaan keponakanku Daiki."

Glup

Aomine meneguk ludahnya susah payah. Pria mungil yang duduk disamping pria berambut putih yang tengah sibuk membaca novel itu menguarkan aura mengintimidasi membuatnya takut.

Mama

"Woooaa! Kagami lihat! Cepat kemari!" suara pekikan datang dari ruang tamu apartemen Kagami. Si pemilik rumah yang sedang berada di dapur memutar bola matanya bosan. Ada apa si polisi itu teriak-teriak.

"Jangan berisik Aho! Aku sedang memasak!" teriak Kagami dari arah dapur.

Terdengar suara tapak kaki terburu-buru menuju ke arah dapur."Aaaa! Seharusnya kau melihatnya tadi!" Aomine terlihat sedang menggendong Kiga."Sekarang lihat ini!"

Kagami menghela nafas. Dia berbalik badan. Dilihatnya Aomine sedang menurunkan Kiga di lantai. Bayi yang belum ada satu tahun itu merangkak kearahnya. Kagami terdiam di tempat.

"Apa?" si petugas pemadam kebakaran melirik si polisi bosan.

Aomine menggeram kecil."Tadi Kiga berjalan kearahku."

"Tapi sekarang dia merangkak bodoh." Tunjuk Kagami pada batita yang ternyata kini tengah mencoba berdiri.

Kagami menahan nafasnya. Bocah kecil itu sudah berdiri agak tegap dan melangkahkan satu kaki kecilnya.

"Di-dia berjalan lagi."

"Y-ya." Mata scarlet Kagami belum terlepas dari bayi itu. Kiga dengan semangat masih mencoba berjalan kearahnya. Sungguh Kagami merasa sangat eem senang, rasa senang yang berbeda dari senang saat tim Seirin menang dari Rakuzan beberapa tahun lalu. Rasa senang kali ini cenderung hangat. Apakah ini yang dirasakan para orang tua?

"Ma! Mama!"

"Dan dia memanggilmu mama!"

Blush

Kagami memalingkan wajahnya."Ja-jangan bodoh mungkin maksudnya dia mau makan." Dia mengangkat Kiga yang sudah terduduk diantara kakinya.

"Oh ayolah aku sudah sedikit mengerti apa-apa yang Kiga ucapkan. Lagipula makan itu mamam bukan mama ingat itu."_jeda."Kalau begitu panggil aku papa, ne jagoan!" Aomine meyunggingkan senyum lima jari pada sang 'anak'.

"Ba! Ba!"

"Itu baru anakku!"

Kagami ingin menenggelamkan wajahnya ke bak cucian sekarang juga.

Dia anakku!

"Ja-jadi kalian orang tua bayi ini?" pasangan muda itu mengangguk kearah Kagami."Kalian akan membawanya pergi?" laki-laki dan perempuan didepan Kagami itu mengangguk lagi.

"Kagami cepat kau serahkan pada orang tuanya." Aomine yang duduk disamping Kagami menyikut rekannya pelan.

"Ta-tapi aku tak bisa menyerahkan Kiga pada orang asing ini."_jeda."La-lagipula kenapa baru sekarang kalian menjemputnya? Ini sudah lebih dari tiga bulan anak kalian menghilang. Apa kalian masih pantas dipanggil orang tua?" nada suara Kagami meninggi. Dia tak siap melepaskan bayi yang sudah beberapa bulan ini mengisi waktunya.

Kedatangan pasangan asing yang mengaku sebagai orang tua dari bayi bermata violet ini terlalu tiba-tiba. Terutama bagi Kagami yang mulai menikmati perannya dalam mengasuh anak. Terlalu mencurigakan.

Tidak! Kagami tidak akan menyerahkan Kiga pada pasangan asing ini. Apa Aomine begitu bodohnya sampai dengan mudahnya percaya pada pasangan muda ini?

Apa Aomine tidak pernah melihat TV yang banyak menayangkan modus-modus penjualan anak?

"Kagami." Aomine memanggilnya. Kagami terdiam dia memeluk Kiga dengan erat.

"Tidak. Aku tidak percaya pada mereka. Mereka tidak ada mirip-miripnya dengan Kiga. Siapa tau mereka adalah bandar penjualan anak yang sedang marak terjadi."

"Tapi mereka orang tuanya, kau tak boleh memisahkan mereka hanya karena kecurigaanmu, idiot." Bentak Aomine, dia heran kenapa Kagami menjadi kekanak-kanakan seperti ini.

Kagami menggertakan giginya."Berikan aku bukti kalau Kiga anak kalian."

Dua orang yang sedari tadi hanya terdiam kini menundukkan wajahnya. Mata jeli Kagami dapat melihat gestur gelisah mereka berdua. Hal ini semakin menambah kecurigaan Kagami.

"Kalau tidak ada bukti silahkan kalian pergi dari rumahku."

"Oi Bakagami kau tidak bisa seenaknya seperti itu!" Aomine mendelik marah pada si merah. Detik berikutnya iris safirnya tertegun. Baru kali ini ia melihat ekspresi Kagami seperti itu. Mata merahnya menyiratkan ketidak relaan, marah, sedih dan kesal menjadi satu.

Aomine berdeham pelan."Maaf sebelumnya." mata birunya memandang dua orang yang masih terdiam."Datanglah lain kali. Dan jangan lupa bawa bukti yang diperlukan untuk meyakinkan dia." Sang polisi menunjuk Kagami yang sudah masuk ke dalam kamarnya.

"Aku tak akan menyerahkan Kiga! Dia anakku!" terdengar teriakan dari ruangan lain. Aomine terhenyak mendengar teriakan itu. Anak yang ia temukan sepertinya berpengaruh besar pada Kagami.

Posesif

Sejak kejadian kedatangan pasangan yang mengaku orang tua Kiga beberapa hari yang lalu Kagami menjadi semakin posesif pada bayi itu. Apalagi Kagami sudah mengetahui fakta bahwa pasangan yang berkunjung ke apartemennya tempo lalu ternyata sedang menjadi sasaran para polisi dari daerah lain.

Kagami menjadi semakin ganas, Aomine sampai tak diizinkan membawa Kiga pergi ke minimarket bersamanya. Ia bahkan menolak mentah-mentah tawaran Kise dan Kuroko yang ingin mengajak Kiga pergi ke taman. Ia juga tega mengusir Himuro dan Murasakibara yang berniat ikut membantu Kagami mengurus Kiga. Menurut Aomine keposesifan Kagami sudah diambang batas wajar.

Aomine menghela nafas berat. Dia beberapa kali melirik Kiga yang memberontak berkali-kali digendongan Kagami. Sesekali dia mendengar Kagami menggeram ketika tangan mungil Kiga memukul wajahnya.

"Ok apa maumu!"

"Bubu! Baba!"

"Aaargh aku tak akan membiarkanmu lepas dari pengawasanku. Meskipun kau hanya ingin dengan babamu!" Kagami melirik sengit kearah Aomine. Sedangkan Kiga merengut kesal. Tangan mungilnya semakin membabi buta, memukul-menarik-mencakar apa-apa saja yang ada di wajah Kagami (?).

Aomine berjengit ngeri. Kagami benar-benar calon 'istri' yang sangat menakutkan. Ah sepertinya Aomine harus memikirkan ulang rencananya yang akan menembak Kagami dalam waktu dekat-dekat ini. Kagami mode mama-posesif terlihat lebih berbahaya dibandingkan mode zone.

The End

Hehehe mind to review?

Mohon kerjasamanya~

Salam Tahun Baru! (?)

RRNRd