Diclaimer
Naruto
Masashi Kishimoto
.
.
.
.
.
Terinspirasi dari film/drama. apa gitu aku lupa.. :P
.
"Argh! Sakit.. Ah.. Ah.. "
"Terus nyonya! ayo terus dorong! "
"Argh! Huh. Huh. Huh, argh! " Seorang wanita sedang berusaha untuk mengeluarkan si jabang bayi dalam perutnya. Inilah perjuangan hidup dan mati sebagai seorang calon Ibu.
"Dorong terus, tarik nafas keluarkan, ayo! " Sang dokter terus memberikan instruksi kepada wanita tersebut.
"Sakit dokter, enghh.. Ah! "
"Ayo terus nona, kepalanya sudah kelihatan ... " Dokter terus memberikan semangat.
"Uh.. Uh.. Uh, ARGH!. " Wanita tersebut berteriak kencant sambil mencengkram seprai kamar.
Oe,.. Oe.. Oe..
"Syukurlah, nyonya bayinya sudah lahir. Selamat sekarang anda sudah menjadi Ibu. " Akhirnya dengan perjuangan sang Wanita, keluarlah si bayi dari rahim ibunya, air mata mengalir dari Ibu baru itu. Dan dokter memperlihatkan bayinya kepada wanita tersebut.
"Bayinya laki-laki nyonya, tampan dan sehat. " ujar Sang dokter.
"Anakku. anakku ... ini Kaa-san sayang, " Si Ibu mencium putranya yang baru lahir dengan peluh membanjiri seluruh tubuhnya dan bulir air matanya yang mengalir penuh haru.
"Nah, suster akan memandikannya dulu. "
.
.
Seorang pria berambut hitam dengan model rambut ravennya Uchiha Sasuke, terlihat mondar mandir di depan ruang persalinan. Pemimpin Perusahaan Chidori, yang biasanya bersikap tenang kini tidak bisa dipungkiri kala sang istri tercinta sedang berjuang di dalam sana. Sasuke menangkupkan kedua tangannya di depan dada dan berdo'a untuk keselamatan istri dan calon buah hatinya.
"Kami-sama, selamatkanlah mereka berdua. " Hanya dengan do'a-lah yang bisa Sasuke lakukan.
Cklek'
Pintu ruang persalinan terbuka, Sasuke langsung menghampiri dokter.
"Bagaimana dokter?! " tanyanya langsung.
Sang dokter menyunggingkan senyumnya. "Selamat! anak anda sudah lahir dengan selamat dan sehat, dan sekarang sedang dimandikan, permisi. " dokter bernametage Sizune itu segera meninggalkan ruang persalinan.
"Arigatou, Kami-sama. Arigatou, sensei. " Sasuke membungkukan badan kepadan Shizune.
.
.
.
.
.
.
Sasuke memasuki ruang persalinan. Ia melihat wanita yang ia cintai tergeletak dengan peluh di keningnya. Sasuke mendekatinya.
"Terima kasih Hikari. Kita sudah jadi orang tua, anak kita laki-laki. " Sasuke tersenyum kemudian mencium kening istri tercintanya dan membelai rambut hitam pendek istrinya.
"Kau sudah melihatnya sayang? Dia tampan, mirip denganmu. Aku jadi iri, " Sang istri memegang tangan suaminya.
"Dia juga mirip denganmu. " Sasuke mencium kening istrinya lagi.
Hening sejenak.
"Aku mencintaimu, Sasuke-kun. " Sang istri tiba-tiba mengucapkan rasa cintanya kepada Suaminya.
"Aku juga mencintaimu, Hikari. " Hikari tersenyum lembut dan memandang Sasuke lama.
"Dengarkan aku sayang, waktuku tidak banyak lagi. " Sasuke terkejut mendapati Hikari berbicara seolah dia akan pergi.
"Kau bicara apa Hikari? " kejutnya.
"Aku sudah tidak kuat lagi sayang, disisa hidupku aku ingin kau berjanji padaku. "
Sasuke menatap tajam Hikari mendengar perkataan istrinya yang menurutnya melantur. "Hentikan, Hikari! kauberbicara aneh, "
"Dengarkan aku. Aku ingin, setelah kepergianku, carilah penggantiku untukmu. "
Sasuke begitu terkejut dengan perkataan Hikari. "Apa! Kau bercanda, tidak! Aku tidak mau, dan apa? Pergi? Pergi kamana? kautidak akan pergi kemana-mana kita akan hidup bersama putra kita Hikari. " Setetes air mata jatuh dari mata Hikari, hatinya bergemuruh.
"Sasuke-kun, mengertilah. Hiks..hiks.. kau tau kan seberapa dalam aku mencintaimu, tapi sepertinya Kami-sama sudah mentakdirkan jalan lain untuk kita. Kumohon Sasuke-kun, aku tidak ingin kaumenangis ketika aku pergi. Aku mohon hiks..hiks.. " Sang istri menagis di depan suaminya. Sasuke menggelengkan kepalanya. Jantungnya berdetak kencang, ia tidak mau sesuatu yang tidak diinginkan terjadi.
"Lalu aku harus bagaimana, Hikari? Kau juga tau aku sangat mencintaimu. Lalu sekarang setelah keluarga kita lengkap, kaumalah meninggalkanku begitu saja? Aku tidak mau, aku tidak mau! Apa yang sebenarnya terjadi denganmu?! " Air matanya perlahan mengalir dari mata onyx Sasuke.
"Lihatlah putra kita, bahagiakan dia dan cintailah dia seperti halnya kau memperlakukanku. " Hikari mengusap air mata Sasuke.
"Hanya kau, hanya kau yang mengerti diriku, Hikari. Aku tidak bisa mencari penggantimu. " Sasuke memegang telapak tangan Hikari yang mengusap air matanya.
"Kau pasti bisa. Dan satu lagi. Pulanglah ke rumah Ayah Sasuke-kun. Kau tau, Ayah sangat menyayangimu. "
"Apa? Tidak, kalau dia menyayangiku dia pasti mengerti apa yang kuinginkan. Kau tau, dia bahkan tak merestui pernikahan kita. Sampai kapan pun aku tidak akan pulang! " Sasuke mengepalkan tangannya.
"Jangan seperti ini. Waktuku tidak banyak, Arghh! " Hikari memegangi perutnya, nafasnya semakin melemah.
"Hikari?! Hikari, ada apa?! dokter! Dokter! " Sasuke panik, Ia hendak keluar memanggil dokter, namun Hikari mencegahnya.
"Dengar, aku ingin pergi dengan tenang. Jangan membebaniku. Lepaskanlah aku dan carilah penggantiku. " Sang istri memegang tangan suaminya erat, Sasuke akhirnya mendekat dan mencium lembut bibirnya.
"Apa yang kaubicarakan? " gumam Sasuke lemah.
"Dan satu lagi, aku titip anak kita. Bilang padanya, aku mencintainya dan menyayanginya lebih dari apapun. " Sasuke mengangguk.
"Arigatou, Anata. " Perlahan mata istrinya menutup, dan hembusan nafas tidak terasa lagi. Sasuke melebarkan matanya panik, dia menggoyangkan tubuh istrinya.
"Hikari bangun, jangan bercanda! Hikari! Hikari! Hikari "
Cklek'
Dokter memasuki ruangan. "Ada apa?! " Dokter yang melihat kondisi pasien segera memeriksanya.
"Ada apa dengan istriku?! " ujar Sasuke panik. Sizune menggelengkan kepalanya setelah selesai memeriksa Hikari.
"Maaf Sasuke-san, istri anda sudah tidak ada. Akibat kista yang menyerangnya. Saya sudah melarang istri anda untuk hamil, karena wanita yang menderita kista akan rentan jika hamil, tapi istri anda memaksa ingin hamil. "
"Kista? " kejut Sasuke.
"Ya, istri anda menderita kista dan terus memaksa mempertahankan janinnya, inilah resikonya. Saya turut berduka cita. " Sang dokter menepuk pundak Sasuke dan beranjak keluar. Sasuke tidak bisa memendam rasa sedihnya. Ia menangis dan memeluk istrinya erat.
"Kau bahkan menyembunyikan penyakitmu padaku Hikari. Kau bodoh! Aku seperti suami yang tidak berguna kan, Hikari?! " Sasuke terus saja menangis dan memeluk tubuh istrinya yang sudah tidak berdaya.
"Kami-sama ... "
.
.
.
.
Dan di sinilah Sasuke, mengantar peristirahatan terakhir sang istri. Dengan pakaian serba hitam dan memakai kaca mata hitam, Sasuke memandang datar orang-orang yang juga hadir dalam pemakaman sang Istri.
"Sasuke, aku turut berduka. " Naruto, pria berambut pirang jabrik itu memegang pundak sahabatnya, mencoba menguatkan. Naruto tau seberapa cintanya Sasuke pada Hikari, dan perjuangan cintanya bersama Hikari tanpa restu orangtua dari Sasuke.
"Hn. " Sasuke memasukkan tangannya di saku. Pandangannya begitu sendu menatap makam mendiang istrinya.
"Aku tidak menyangka, Hikari akan pergi secepat ini. Kau harus sabar Sasuke. " Naruto tau, Sasuke butuh sendiri karena itulah Naruto beranjak pergi meninggalkan Sasuke.
Sasuke memandang batu nisan bertuliskan Uchiha Hikari, perlahan air matanya mengalir melewati pipi tirusnya, Sasuke berjongkok dan meremas bunga yang menghiasi makam istrinya, tangannya mengepal erat.
.
.
.
Hari ini Sasuke akan menjemput putranya di Rumah Sakit, setelah disibukkan dengan pemakaman sang istri. Sasuke terpaksa menitipkan anakknya di Rumah Sakit, karena dia juga bingung ingin menitipkan anaknaya di mana ketika dia sibuk mengurusi pemakaman istrinya. Keluarganya? Tidak. Sasuke tidak berharap jika orang tuanya akan datang, bukankah ayahnya sangat membencinya? saat pernikahannya dengan Hikari saja orang tuanya tidak datang. Naruto? Tidak mungkin, Naruto baru saja pulang kemarin dari Polandia ketika menghadiri pemakaman istrinya. Jadi Sasuke akhirnya menitipkannya di Rumah Sakit.
Sampailah Sasuke di Rumah Sakit, menuju meja Recepsionis guna mengurusi administrasi. Kemudian langsung menuju ke ruang bayi.
Cklek'
Sasuke membuka pintu ruang bayi dan memasukinya. Bisa dilihat di dalam banyak anak bayi dan ada juga Suster yang berjaga.
"Ah, Uchiha-san. Silahkan. " Sang suster mempersilakan Sasuke menemui anaknya.
Sasuke melihat putranya yang mungil terlihat tertidur, pipi merahnya tampak imut. Sasuke mengulurkan tangannya untuk membelai pipinya. Setelah puas, Ia mengangkat tubuh mungil putranya, menggendongnya dan mencium keningnya sayang.
"Tenanglah sayang, Tou-san di sini. " Sasuke membawa keluar putranya. Berjalan-jalan sebentar di taman rumah sakit.
"Hiks ... hiks ... kenapa bisa seperti ini dokter?! kenapa!? " Sasuke mengalihkan perhatiannya, Ia melihat seseorang yang sedang menangis, tak jauh dari tempatnya berdiri. Wanita paruh baya itu, sebut saja Mebuki. Tampak menagis dan mencengkram jas yang dipakai dokter.
"Maaf Nyonya, kandungannya tidak bisa diselamatkan. Nyawa bayinya sudah tidak ada saat dalam kandungan. " Sang dokter berusaha menenangkan Mebuki yang menangis histeris.
"Kuharap anda mengerti, saya hanya manusia biasa takdir hanya Tuhan yang mengatur. Gomen. " Sang dokter beranjak pergi namun, wanita paruh baya itu mencengkram kaki sang dokter, Mebuki memohon.
"Aku mohon dokter! kau harus menyelamatkan cucuku, aku tidak tau bagaimana jika anakku tau bayinya sudah tidak ada, bahkan kemarin dia baru saja kehilangan suaminya, aku mohon dokter! Aku mohon!. " Mebuki terus memegangi kaki si dokter, membuat si dokter tersentak dan segera membantu wanita itu bangun.
"Maaf nyonya, saya bukan Tuhan. " Sang dokter segera meninggalkan wanita paruh baya tersebut.
"Dokter! Kau tidak bisa pergi begitu saja, dokter! dokter! hiks hiks. " sang wanita paruh baya itu hanya bisa memegangi dadanya. Dia kemudian berjalan tertatih tatih menuju ruang perawatan anakknya.
Sasuke masih memperhatikan. Entah apa yang terjadi, namun Ia tiba-tiba mengikuti wanita paruh baya tersebut. Sasuke melihat wanita paruh baya itu berhenti disebuah ruangan namun wanita itu hanya memandangnya saja dari luar tanpa berniat masuk. Wanita itu duduk di kursi sembari menangis pilu.
"Hiks hiks hiks, Apa salahku Kami-sama, kenapa engkau berikan cobaan ini kepada putriku Kami-sama?! kurang puaskah Engkau mengambil suaminya dan sekarang Engkau mengambil anakknya juga!? Kami-sama, aku tidak sanggup melihatnya nanti ... " Wanita paruh baya tersebut terus saja menangis dan memegang dadanya.
Oe oe oe.
Seketika tangisan wanita paruh baya itu berhenti, Ia mendongak menatap bertanya seseorang yang berdiri menjulang di depannya dengan bayi yang menangis dalam gendongannya.
"Siapa anda? " tanyanya bingung.
"Uchiha Sasuke. "
"Ini. " Tanpa di duga, Sasuke menyerahkan putranya pada wanita di depannya. Mebuki menerimanya dengan ragu-ragu.
"Dia yatim piatu. Kau bisa memberikannya pada putrimu. " Sasuke memandang putranya yang menagis keras dengan pandangan yang sulit diartikan.
"Benarkah?! Kami-sama, ternyata Engkau masih sayang padaku dan putriku. Terima kasih. " Wanita paruh baya itu memeluk bayi mungil dalam dekapannya dengan tangisan haru.
"Arigatou, Uchiha-san. " Wanita itu membungkuk hormat kepada Sasuke.
"Satu permintaanku. Tolong sayangi dan cintai dia seperti cucumu sendiri. " Sasuke memandang Wanita di depannya dengan tegas.
Mebuki mengangguk. "Pasti. Pasti Uchiha-san, ini. Ini kartu namaku. " Wanita tersebut memberikan benda persegi(kartu nama) kepada Sasuke.
"Sekali lagi, arigatou Uchiha-san. Haah ... Sakura pasti senang meliaht ini. " Wanita tersebut meninggalkan Sasuke, dengan senyum yang mengembang.
Sasuke memandang kepergian wanita tersebut dengan pandangan sendunya.
"Maafkan Tou-san, sayang. Kaupasti akan bahagia tinggal bersama mereka. Kauakan merasakan kehadiran sosok Ibu dan nenek nantinya. "
"Gomen, Hikari. Hanya ini yang bisa aku lakukan untuk putra kita. Aku belum bisa melupakanmu, dan aku tidak bisa merawatnya sendirian. " Sasuke menunduk, kemudian beranjak meninggalkan Rumah Sakit.
.
.
.
"Sakura-chan, lihat ini anakmu! " Mebuki menghampiri putrinya yang berbaring di ranjang Rumah Sakit.
"Jadi dia anakku.? Syukurlah ... " Sakura meraih bayi mungil dalam gendongan Mebuki kemudian menciumnya.
"Kaulah penyemangat Kaa-san sayang, anakku. " Sakura memeluk sayang bayi dalam gendongannya.
"Yah, anakmu. Sakura-chan. " Mebuki menangis haru melihat kebahagiaan putrinya.
Cklek'
Pintu kamar terbuka, dan masuklah seorang wanita berambut merah panjang dan berkaca mata, Karin.
"Kaa-san, bagaimana keadaannya? " Karin masuk dengan tergesa-gesa menghampiri Mebuki dan Sakura.
"Baik-baik saja, bayinya laki-laki Karin. " ujar Mebuki dengan senyum simpulnya.
Karin tersenyum bahagia. "Ah, syukurlah ... sini aku ingin menggendongnya. " Karin meraih bayi mungil dari gendongan Sakura. Menggendongnya dan menciumnya.
"Rambutnya hitam, mirip seperti Sai. Andai Sai masih ada, dia pasti senang mendapat putra laki-laki. " Sakura yang mendengar ucapan Karin seketika menundukan kepalanya ekspresinya berubah sendu. Karin benar, andai saja Sai suaminya, masih hidup dia pasti senang dan mereka akan hidup bahagia bersama putranya.
Karin dan Mebuki yang menyadari perubahan raut wajah Sakura, segera memeluk Sakura.
"Maafkan Aku Saku, Aku tidak bermaksud membuatmu sedih. " ujar Karin.
"Berhentilah bersedih. Sai di sana juga akan sedih jika melihat keadaanmu seperti ini. Dengarkan Kaa-san, kau harus bangkit! kau harus semangat, lihat kau bahkan sudah mempunyai malaikat kecil pengganti Sai. Jangan menangis Saku. " Mebuki memeluk erat Sakura yang menangis tanpa suara.
Yaa, Sakura harus bangkit, Sakura tidak boleh terus-terusan terpuruk karena kematian suaminya. Tuhan sudah menitipkan malaikat kecilnya kepada Sakura sebagai pengganti suaminya, dan Sakura harus menjaganya dengan sungguh-sungguh.
"Yah, aku harus bangkit, demi anakku. " Sakura bergumam dalam hati. Dan tangisan si bayi membuat Sakura tersadar dan segera menghapus air matanya, memandang malaikat kecilnya dalam gendongan Karin, dan tersenyum lembut.
.
.
\^.^/
.
.
.
.
.
5th kemudian,
Seorang bocah laki-laki berambut hitam terlihat berlari bersama teman-temannya di taman kota. Tidak jauh dari tempatnya, Sang nenek mengawasinya, tersenyum lembut memandang cucunya yang tertawa lepas.
"Kei-kun, mainnya sudah yaa? sudah sore mandi dulu yuk! " Ajak sang nenek menghampiri cucunya.
"Yaah... Kei kan masih ingin main. Sebentar lagi saja, yah yah?! " bocah imut itu Haruno Kei, mengedipkan matanya lucu merayu neneknya. Sang nenek tersenyum.
"Tidak, kau harus mandi. Nanti kalau Kaa-sanmu pulang dan kau belum mandi bagaimana? sudahlah ayo pulang! Besok Kei-kun bisa main lagi bagaimana? " Sang nenek meraih tangan Kei dan mengajaknya pulang. Kei akhirnya menurut dan pulang bersama neneknya.
.
.
.
.
Saat tiba di rumah, mata bocah cilik itu berbinar melihat Kaa-sannya sudah pulang dan sedang menata makanan di meja makan. Kei melepaskan genggaman dari tangan neneknya dan berlari menghampiri Sakura, ibunya.
"Kaa-chan! " Kei memeluk Sakura dari belakang walaupun tingginya hanya mencapai kurang dari pinggang Sakura. Sakura membalikkan badannya dan mengangkat Kei. Dipeluknya dan diciumnya Kei dengan kasih sayang.
"Anak Kaa-chan main terus, belum mandi yah? Mandi yuk! " ajak Sakura memandang putra semata wayangnya. Kei menggelengkan kepalanya.
"Kenapa? " Sakura mengerutkan keningnya.
"Nanti saja, "
Sakura menjawil hidung Kei main-main. "Tidak ada nanti-nanti, badanmu bau dan kau harus mandi, kalau tidak Kaa-chan akan menggelitikimu seperti ini. " Sakura menggelitiki Kei, hingga bocah itu tertawa.
"Hahaha, jangan Kaa-chan, geli! hahaha. Iya Kei akan mandi. " Sakura menghentikan gelitikannya dan membawa Kei menuju kamar mandi.
"Nah, begitu dong. Anak kaa-chan penurut. " Sakura membelai lembut kepala putranya.
Dari jauh Mebuki memperhatikan Sakura dan Kei.
"Kaa-san sedang apa? " Tepukan dari Karin menyadarkan Mebuki.
"Sepertinya Sakura sudah berubah Karin, lihatlah senyumnya. Ini semua keajaiban dari Kami-sama dan kehadiran Kei membuat Sakura tidak terpuruk lagi. " Karin di sebelahnya juga ikut memandang Sakura. Kemudian tersenyum.
"Syukurlah kalau begitu. " Karin tersenyum memandang adiknya dan keponakannya.
.
.
.
"Sudah dipakai bajunya? wah anak kaa-chan pintar, " Sakura menghampiri putranya yang telah selesai memakai baju sendiri.
"Sini, Kaa-chan rapikan rambutmu yaa, " Sakura mengambil sisir dan merapikan rambut anaknya.
"Kenapa rambutmu jadi mencuat-cuat seperti ini Kei? hmm... padahal rambut Sai-kun tidak seperti ini, hihihi tapi lucu juga. " Sakura terkikik geli.
"Tidak apa-apa Kaa-chan, ini juga bagus ko' " Kei memandang pantulan dirinya di depan cermin.
"Nah, selesai. Ayo sekarang kita makan! " Sakura mengajak anaknya turun dari kamarnya untuk makan.
.
.
.
.
Seorang pria berusia kepala tiga, Uchiha Sasuke terlihat sedang sibuk dengan dokumen-dokumen di depannya. Sesekali kepalanya mengeryit saat menandatangani kertas di depannya.
Tok tok tok,
Suara ketukan pintu mengalihkan perhatian Sasuke. "Uchiha-sama, ada yang ingin bertemu dengan anda. " Sekretaris Sasuke, Temari membungkuk hormat kepada sang Direktur perusahaan.
"Suruh dia masuk! " ujar Sasuke.
"Ha'i. " Temari keluar dari ruangan Sasuke.
"Haah ... " Sasuke menghela nafas lelah, melepaskan kaitan dasi dan menyenderkan tubuhnya pada sandaran kursi.
"Hisashiburi, otouto. " Sasuke memandang terkejut seorang pria yang masuk keruangannya. Rambut hitam panjang dikucir dan tatapan mata kelam itu, Uchiha Itcahi. Kakaknya.
"Kau?! mau apa kaukemari? " ujar Sasuke dingin.
"Santai saja, bisa kita bicara? Aku tidak mau di sini. Kita ke tempat lain saja. " Itachi berkata dengan tenangnya.
Sasuke melirik jam arlojinya, dia bahkan belum makan. "Hn, kita ke Cafe. " Sasuke bangkit dari kursinya dan keluar dari ruangannya bersama pria tadi.
.
.
Mereka berdua, Sasuke dan Itachi tiba di Cafe Tsukoyomi, menempati meja dekat jendela dan memesan makanan.
Sasuke mengelap mulutnya dengan tisu, mereka telah selesai makan. "Ada apa kaumenemuiku? " Sasuke berkata datar, menarik lengan jasnya hingga terlihatlah jam arloji putih miliknya. Ia memandang Itachi tanpa minat. Pria di depannya, tersenyum getir.
"Pertama-tama- "
"langsung saja, aku tidak suka berbelit-belit. " Sasuke metotong ucapan Itachi.
Menghela nafas dan berdehem sebentar, Itachi menatap adiknya. Memang tidak mudah berbicara dengan Sasuke.
"Pulanglah ke Rumah. " Itachi berkata dengan tegas. Sasuke di depannya berdecih dan menatap Itachi merendahkan.
"Yappari, kau akan mengatakan ini. " Sasuke menyanggah kedua tangannya di meja.
"Kau harus pulang. Ayah ... merindukanmu. " ujar Itachi pelan.
"Hahaha, kaubercanda? Aku bahkan masih ingat seberapa bencinya Ayah denganku. Dia bahkan tega mengusirku dan Hikari dari rumah. " Sasuke menatap tajam kakaknya.
"Sebelumnya, mengenai istrimu ... Aku turut berduka cita. " Itachi menatap adiknya dengan pandangan sedih.
Tatapan Sasuke berubah jadi sendu, dan menundukan wajahnya.
"Kausudah 7th tidak pulang. Kaa-san sangat mengkhawatirkanmu. Sasuke, aku mohon dengan sangat, pulanglah."
"Aku tidak bisa. " Sasuke menutupi wajahnya dengan tangannya. Kaa-san. Yaa, jujur Sasuke juga sangat merindukan ibunya. Namun dia tidak bisa berbuat apa-apa. Dia belum siap untuk bertemu dengan orangtuanya.
"Kenapa? " gumam Itachi.
"Aku tidak bisa. Gomen, aku masih ada urusan. " Sasuke bangkit dari kursinya dan beranjak pergi, namun suara Itachi membuat Sasuke menghentikan langkahnya.
"Kau harus pulang. Kaa-san sedang sakit, dia ingin bertemu denganmu. "
.
.
.
Hal petama yang Sasuke lakukan ketika sampai di kediaman Uchiha adalah berdiri kaku memandang Rumah yang sudah 7th tidak ia kunjungi. Rasanya Ia ingin menangis mengingat kenangan sewaktu Sasuke masih tinggal di sini. Dan tepukan dari Itachi menyadarkan Sasuke. "Ayo masuk! " mereka berdua akhirnya masuk ke dalam Rumah.
Setelah perbincangannya di Cafe mengenai kondisi ibunya, Sasuke akhirnya menurut dan Ia mau pulang ke rumah.
"Kaa-san, ayo makan! Kaa-san, semalam juga tidak makan. Nanti Kaa-san sakit, aku suapi yaa ... " Konan istri Itachi membujuk ibu mertuanya, Uchiha Mikoto yang sedang sakit untuk mau makan, karena sejak tadi malam Mikoto menolak makan dan hanya terdiam.
Mikoto menggelengkan kepalanya. Wanita paruh baya yang biasanya berpenampilan modis walau usianya sudah tua, kini hanya bisa berbaring di ranjang.
"Konan, bagaimana keadaan Kaa-san? " Itachi menghampiri istrinya. Sasuke hanya berdiri di pintu kamar.
"Ah, Itachi-kun, Ibu- Sasuke! " Konan terkejut melihat kedatangan Sasuke di belakang suaminya. Istri Uchiha Itachi itu menutup mulutnya dengan kedua tangannya menatap Sasuke.
Itachi mengangguk dan memandang Sasuke. Perlahan Sasuke mendekat. Konan menyingkir dan berdiri di samping Itachi. Ketika Sasuke sudah berdiri di hadapan ibunya, Sasuke memandang prihatin dengan keadaan ibu kandungnya. Wajahnya pucat, tubuhnya kurus. Sasuke mendekat dan duduk di pinggiran ranjang ibunya.
"Kaa-san, " Suaranya bergetar kala memanggil orang yang sudah melahirkannya. Perlahan mata Mikoto terbuka, Ia menatap sosok yang memanggilnya dan seketika matanya melebar. Tetes demi tetes air mata mengalir dari mata Mikoto, Mikoto tidak mampu berkata apa-apa, Ia hanya menangis. Sasuke yang melihat Ibunya menangis juga tidak kuasa menahan rasa sedihnya. Sasuke meraih tangan Mikoto dan menciumnya lama kemudian memeluk Mikoto. Sasuke menangis.
"Gomenasai, Kaa-san. " Konan yang berada di samping Itachi juga menangis dan memeluk suaminya. Itachi menenangkannya.
.
.
\^0^/
.
.
"Kaa-san harus makan, aaa... " Sasuke menyuapi Ibunya. Sejak Sasuke pulang, Mikoto tidak berhenti menangis, terus memeluk Sasuke dan menolak untuk makan. Tapi dengan bujukan Sasuke, akhirnya Mikoto mau makan.
Mikoto terus saja memandangi wajah Sasuke. "Anakku, Sasuke-kun. Kau tidak akan meninggalkan Kaa-san lagi kan? "
Sasuke berhenti menyendok, dan memandang Mikoto. "Aku tidak akan meninggalkan Kaa-san lagi, aku janji sekarang Kaa-san makan yaa, "
.
.
.
.
.
.
.
Grepp.
Sasuke menutup pintu kamar ibunya dan melangkah menuju ruang keluarga. Duduk menyandar pada kepala sofa.
"Kaa-san sudah tidur? " Itachi datang, meletakkan 2 cangkir teh di meja, dan duduk di sebelah Sasuke.
"Hn. " Sasuke mengusap wajahnya.
"Syukurlah, ini pertama kalinya Kaa-san tidur awal sejak sakit. Sejak sakit, Kaa-san jarang tidur. " ucapan Itachi, membuat Sasuke tersentak. Pantas saja tubuh ibunya sekarang menjadi kurus.
.
Setelah beberapa hari kehadiran Sasuke di kediaman Uchiha, kondisi Mikoto semakin hari semakin membaik, bahkan Mikoto sudah bisa tertawa seperti dulu lagi. Tapi, rasa takut menghampiri Sasuke. Kemarin ketika Sasuke menemani Mikoto berkebun, Sasuke melihat pria paruh baya dengan tatapan yang tajam nya itu memasuki kediaman Uchiha. Yah ayahnya, Uchiha Fugaku yang baru pulang dari Swiss mengurus anak cabang perusahaan Uchiha.
Mata Sasuke sempat bersirobok dengan mata Fugaku. Tatapan mata itu masih sama ketika terakhir kali Sasuke bertemu dengan Ayahnya, ketika ayahnya mengusirnya dengan Hikari secara paksa.
.
.
.
.
.
"Sasuke, kau tidak harus pulang sekarang kan? Kaa-san masih merindukanmu. " Mikoto memperhatikan Sasuke yang sedang memasang dasi di ruang keluarga.
"Gomen, Kaa-san. Sudah 2 minggu aku meninggalkan perusahaan. Aku harus menengoknya. Lain kali aku akan berkunjung kemari. " Selesai memakai dasi, Sasuke mencium kening Ibunya singkat.
"Kau tidak pamit dengan Tousan-mu? " Mikoto menatap sedih putra bungsunya. Hubungan suaminya dan putra bungsunya memang belum membaik.
"Aku, aku titip salam saja. Aku pergi! " Sasuke hendak beranjak, namun lengan Itachi menahannya. "Kau harus pamit dengan Tou-san. Minta maaflah kepadanya. Aku yakin Tou-san akan memaafkanmu. "
"Aku tidak mau, aku belum siap bertemu dengan Tou-san. " Sasuke melepaskan genggaman tangan Itachi.
"Asal kau tau Sasuke, Tou-san lebih menyayangimu dibanding aku. " Itachi menatap Sasuke.
"Tidak. Dia lebih menyayangimu. Buktinya dia selalu membanggakanmu. Dia tidak sayang padaku, dia bahkan tidak merestui hubunganku dengan Hikari hanya karena Hikari yatim piatu. " Sasuke balik menatap Itachi tajam.
"Sasuke, hentikan keegoisanmu. Bagaimanapun kau anaknya. Minta maaflah padanya. " Mikoto mengelus lengan Sasuke.
Sasuke menundukkan wajahnya. "Tou-san tidak akan memaafkanku. "
"Kalau dia tidak memaafkanmu, kau boleh tidak usah bertemu denganku lagi. Aku tidak akan mengganggu hidupmu lagi Sasuke. " Mikoto menatap tajam Sasuke. Sedangkan Itachi dan Sasuke terkejut dengan ucapan ibunya.
Setelah berfikir lama, akhirnya Sasuke memutuskan menuruti keinginan ibunya. Sasuke akan menemui ayahnya.
Sasuke, Itachi, dan Mikoto berjalan bersama menuju ruang tamu. Bisa mereka lihat, Uchiha Fugaku berdiri angkuh di ruang tamu memandang foto keluarga Uchiha, membelakangi Sasuke, Itachi dan Mikoto.
Sasuke memandang Mikoto dan Itachi, mereka mengangguk. Menarik nafas dan menghembuskannya Sasuke berjalan mendekati Fugaku, jantungnya berpacu dengan cepat.
"Tou-san, " Dengan keberanian yang terkumpul Sasuke akhirnya berbicara.
"Aku, "
"2 minggu kau di rumah, membuat keadaan Mikoto membaik seperti sedia kala. " Fugaku memotong ucapan Sasuke. Masih membelakangi Sasuke.
"Setelah keadaan Mikoto membaik, kaupergi begitu saja? " nafas Sasuke tercekat kala Fugaku membalikkan tubuhnya menghadap Sasuke.
"7th kau tidak pulang, setelah pulang kaupergi lagi, kaupikir kau siapa! " Sasuke menundukkan wajahnya.
"Angkat wajahmu ketika aku berbicara! " sentak Fugaku. Seketika Sasuke mengangkat wajahnya.
"Kemari! " Fugaku menatap tajam Sasuke. Dan menyuruh Sasuke mendekat. Namun respon Sasuke diam saja.
"Kubilang kemari! " perlahan Sasuke mendekat, entah apa yang ayahnya akan lakukan padanya, memukulinya? Atau membunuhnya? Mengingat ayahnya sangat membencinya, dan tidak merestui hubungan Sasuke dengan Hikari hanya karena status Hikari yatim piatu. Sasuke sangat mencintai Hikari wanita yang mengerti dirinya seperti ibunya.
Sebenarnya Ibunya merestui hubungan Sasuke jika itu yang Sasuke mau, begitu juga dengan Itachi. Sampai pada suatu malam Sasuke mendatangi Fugaku bersama Hikari meminta Fugaku merestui hubungannya, karena Sasuke berniat menikahinya. Fugaku marah karena bagi Fugaku status sosial adalah penting. Fugaku marah karena Sasuke tidak mendengarkan perkataannya. Dengan emosi Fukagu mengusir Sasuke dari rumah. Sasuke pergi dari rumah dan tetap nekat menikahi Hikari. Mereka hidup bersama, Hikari adalah wanita yang sabar dan selalu mendukung keputusan Sasuke. Jatuh bangun kehidupan Sasuke lalui bersama Hikari, hingga Sasuke bisa mempunyai perusahaan sendiri.
Hikari selalu saja mengingatkan Sasuke untuk mengunjungi orangtuanya mumpung masih ada kesempatan. Tapi Sasuke selalu menolak.
.
.
Grep.
Sasuke terkejut, dia seakan lupa caranya bernafas begitu juga dengan Itachi dan Mikoto mereka juga sama terkejutnya.
Fugaku memeluknya. Ayahnya memeluknya, tidak ada tamparan atau tonjokan, hanya pelukan kasih sayang dari seorang Ayah.
"Dasar bodoh, anak bodoh! Apa kau tidak merindukanku, Hah! Kau ingin aku mati duluan hah?! " Sasuke merasakan bahunya basah, apa Ayahnya menangis?
"Kaumarah pada ayah, karena tidak merestui hubunganmu dengan Hikari dan mengusirmu dari rumah iya? Kaumarah pada ayah? Ayah minta maaf, sesungguhnya ayah terbawa emosi saat mengatakannya padamu, ayah minta maaf. 7th kau tidak pulang dan tidak pernah mengunjungi kami sebegitu bencinya kah kau kepada ayah, Sasuke? Kau tau, setiap malam aku memikirkanmu, bagaimana kaumakan, bagaimana kautidur, kau sakit atau tidak. Aku menyewa orang untuk mencarimu tapi mereka tidak menemukanmu. " Fugaku memandang Sasuke lembut.
"Ayah ingin tau kenapa aku tidak pulang? Aku malu, aku takut ayah akan memarahiku kembali, dan aku takut ayah tidak akan memaafkanku, aku bodoh kan Tou-san? "
"Kau anakku, seberapa marahnya aku padamu, aku tetap ayahmu, kau tetap anakku. Tidak ada yang bisa mengubahnya. Kau darah dagingku. "
"Tou-san aku ... seharusnya aku yang minta maaf, " Air mata juga mengalir dari mata Sasuke. Semula Sasuke berfikir bahwa, ayahnya membencinya tidak akan mungkin memaafkannya, namun pikiran itu salah. Ayahnya malah memeluknya dan meminta maaf padanya. Membuat hati Sasuke bergetar. Benar kata Itachi, ayahnya menyayanginya.
"Taukah kau Sasuke, aku senang saat kaupulang kembali dan membuat Mikoto tersenyum kembali, namun hatiku sakit saat aku menatapmu. Kau malah mengalihkan pandanganmu. Begitu nistanya aku di matamu Sasuke, sampai melirik pun kau tak mau? "
"Maafkan aku. " Sasuke memeluk Fukagu sebagai seorang anak.
"Aku sudah memaafkanmu dari dulu Sasuke, aku sudah memaafkanmu. " Fugaku mengusap rambut Sasuke sayang.
Mikoto dan Itachi mendekat dan ikut memeluk Fugaku dan Sasuke. Mikoto memandang suaminya. "Terima kasih. "
Fugaku tersenyum dan memeluk Mikoto. "Kau tau, ucapanmu tentang status sosial adalah sama di mata Kami-sama, membuatku sadar. " Mikoto membalasnya dengan senyum lembutnya.
"Oia Sasuke, besok kaubawa istrimu kemari. Kaa-san ingin bertemu. " ucapan ibunya membuat Sasuke tertegun.
"Istriku Hikari, sudah berada di surga Kaa-san. " Mikoto dan Fugaku terkejut.
"Kabar itu ternyata benar Tou-san. Saat orang suruhan Tou-san melihat Sasuke di Rumah Sakit Konoha, dan mengabarkan bahwa Hikari sudah tidak ada. " Itachi menjelaskan dan menatap Sasuke. Sadar arti tatapan Sasuke, Itachi kembali berucap.
"Tou-san menyewa orang untuk mencarimu, dan mengetahui kabarmu. Tapi mereka tak menemukanmu. Sampai suatu saat, orang suruhan Tou-san melihatmu di rumah sakit. Dan mereka mengabarkan bahwa istrimu meninggal dalam kecelakaan. Tapi kami tidak percaya. Sampai aku bertemu dengan Naruto, baru aku percaya. "
"Jadi, menantuku meninggal karena kecelakaan itu benar. " gumam Mikoto.
"Tidak, Hikari tidak kecelakaan. Tapi dia meninggal karena melahirkan putra kami. " Semuanya tersentak kecuali Sasuke.
"Dimana cucuku? dimana? " Sasuke tertegun, menatap Mikoto.
"Dia juga pergi bersama Istriku. " bohong. Jelas Sasuke berbohong. Ia teringat dengan putranya. Sudah 6th seperti apa dia? Sasuke belum mau memberitahukan yang sebenarnya kepada keluarganya.
"Cucuku, aku bahkan belum melihatnya. " Mikoto memandang Sasuke sedih.
.
.
\^0^/
.
.
Seorang wanita berambut pink sebahu terlihat sibuk menyiapkan sarapan, tangannya dengan cekatan menyusun roti isi dengan daging/sosis.
"Hoamm, Ohayou. " Karin datang dan duduk di kursi. Menuangkan air dalam gelas dan meminumnya.
"Ohayou. " Sakura meletakkan roti di depan Karin.
"Arigatou. " Karin segera melahapnya.
"Kaa-san mana? Sudah siap? " tanya Sakura.
"Sedang bersiap-siap. Kei jadi ikut kan? " Karin memandang Sakura.
"Entah, sepertinya belum bangun. Biar ku bangunkan. " Sakura beranjak menuju kamar anaknya. Mebuki datang, dan duduk di sebelah Karin.
"Ah, Kaa-san sudah siap? Ini sarapan dulu! " Karin menyerahkan roti kepada Mebuki.
"Sakura mana? " tanya Mebuki.
"Membangunkan Kei. Dia belum bangun. "
Tak lama, Sakura datang bersama Kei digendongannya. Sampai di meja makan, dan berniat mendudukan Kei di kursi namun kaki Kei malah melingkari pinggang Sakura, dengan matanya yang masih terpejam.
"Hei jagoan, kenapa kau belum mandi? Jadi ikut tidak. " Karin bertanya kepada Kei yang masih asik memeluk Saskura, menyembunyikan wajahnya pada leher Sakura.
"Kei-kun, jadi ikut tidak ke Suna? " Sakura bertanya kepada Kei. Bocah cilik itu mengucek matanya dan memandang Sakura.
"Kei masih mengantuk, " ucap Kei menenggelamkan wajahnya pada pundak Sakura lagi. "Sepertinya Kei tidak mau ikut. Tidak apa-apa, dia biar ikut aku saja ke rumah sakit. "
"Apa itu tidak menganggu pekerjaanmu Sakura? " Mebuki menatap Sakura.
"Hari ini aku berangkat siang, dan di rumah sakit jadwalku hanya mengecek. " ujar Sakura.
"Souka? kau sudah selesai Karin? ayo kita berangkat! " kata Mebuki sembari beranjak dari meja makan.
"Hmm. " Karin mengangguk. Sakura mengantar Mebuki dan Karin sampai pintu depan.
"Kami berangkat Sakura, Kei. Muach! " Karin mencium pipi Kei, bocah itupun terbangun.
"Kami berangkat Sakura. jaga dirimu ketika kami di Suna. Nah Kei-kun, nenek berangkat yaa. " Mebuki mengelus rambut mencuat Kei. Kei pun mengangguk.
"Kaa-san, Karin-nee hati-hati. Sampaikan salamku pada paman. " ujar Sakura.
"Pasti. Jaa. " Karin melambaikan tangannya pada Sakura. Kemudian, mobil perlahan keluar meninggalkaan kediaman Haruno.
"Kaa-chan, Kei haus. " Kei merengek.
Sakura melirik, "Kaa-chan buatkan susu hangat yaa? Kei cuci muka dulu, oke! " Sakura menurunkan Kei dari gendongannya. Kei mengangguk.
.
.
\^.^/
.
.
Haruno Sakura. Wanita yang identik dengan surai merah muda sebahunya, dan ibu dari Haruno Kei ini bersiap-siap untuk berangkat ke rumah sakit. Pekerjaannya sebagai dokter di Konoha Hospital mengharuskan Sakura membawa Kei untuk ikut dengannya. Biasanya Sakura akan menitipkan Kei dengan ibunya, Mebuki. Tapi pagi tadi Mebuki dan Karin pergi ke Suna untuk mengunjungi saudaranya yang sedang sakit. Jadi mau tidak mau Sakura harus membawa Kei ke rumah sakit.
Sret'
Sakura membuka sabuk pengaman mobil yang di duduki Kei, kemudian menurunkan Kei. Menutup pintu mobil dan menguncinya, Sakura menggandeng Kei masuk ke dalam rumah sakit.
Cklek'
Sakura membuka ruangan kerjanya yang bertuliskan Dr. Haruno Sakura. "Nah, Kei-kun di sini saja ya, selama Kaa-san memeriksa pasien jangan kemana-mana. " Sakura menasehati anaknya.
"Hmm. " Kei mengangguk patuh.
Tok tok'
"Masuk! " seru Sakura.
"Jidat, ini laporan kondisi pasien dari Tsunade-sama. " Yamanaka Ino, menyerahkan berkas laporan di meja Sakura. Sakura menerimanya.
"Aku mengerti. " Sakura mengangguk dan membaca berkas laporan yang diberikan Ino.
"Eh? ada Kei-kun. Tumben dia ikut denganmu Sakura? Biasanya bersama Mebuki-san di rumah. " Ino membungkuk dan mengelus pipi Kei.
"Kaa-san dan Karin-nee pergi ke Suna. Dia tidak mau ikut, jadi dia ku ajak saja. " Sakura menutup kembali berkas laporannya dan melirik Kei.
"Kei, Kaa-san tidak akan lama. Kautunggu di sini saja. Kalau butuh apa-apa minta pada Ayame-san. " Ayame adalah suster yang berjaga di ruang obat-obatan di samping ruang kerja Sakura.
"Iya, Kaa-chan. " Sakura meletakkan makanan kecil di meja, dan mainan untuk Kei.
"Kaa-san kerja dulu. " Sakura mencium kening Kei sekilas.
"Jangan nakal yaa, Kei-kun. " Ino tersenyum kepada Kei yang sedang sibuk dengan mainannya.
"Ayo Sakura! " Ino dan Sakura keluar dari ruangan.
.
.
.
2 jam kemudian.
"Kaa-chan lama sekali, aku bosan. " bocah cilik berambut hitam mencuat dan bermata hitam itu mengerucutkan bibirnya. Tampaknya Kei bosan. Bocah yang baru berumur 5th ini, melihat ke sekeliling ruangan. "Tidak ada yang menarik. " Kei pun akhirnya keluar dari ruangan Sakura.
Cklek'
"Selamat siang, saya datang untuk memeriksa. Bagaimana keadaan anda Uzumaki-san? " Sakura tersenyum pada pasiennya, Uzumaki Naruto yang terbaring di ranjang.
Raut wajah Kei tiba -tiba sumringah, ia berjalan-jalan di koridor rumah sakit. Melihat banyak anak kecil seumurannya di sana tapi kenapa mereka menangis? Kei tidak mengerti. Kei memperhatikan. Kaa-channya pernah berkata, rumah sakit adalah tempatnya orang-orang yang sedang sakit. Kei mengerti jadi, anak kecil itu menangis karena sedang sakit? Kei mengangguk dan melanjutkan jalan-jalan di koridor rumah sakit.
"Biar ku periksa dulu, Uzumaki-san. " Sakura menempelkan stetoskop di dada pasien.
Lelah berjalan-jalan dan tidak menemukan Sakura, Kei akhirnya duduk menyangga dagu dengan bibirnya yang mengerucut lucu.
"Suster, pasien Uzumaki Naruto dirawat di ruang mana? " ujar Sasuke di ruang informasi.
Sang suster melihat daftar pada layar komputernya. "Uzumaki Naruto, ruangan Rasengan no.10. Anda lurus, lalu belok kanan. " Pria tadi mengangguk dan pergi.
Ketika akan berbelok, pria itu melihat suster yang membawa tabung oksigen.Karena tidak berhati-hati tabung oksigen yang dibawa suster tersebut oleng.
Dan hampir saja menimpa bocah yang sedang duduk menyangga dagu, jika pria tadi tak sigap berlari menarik dan memeluk bocah tadi hingga tabung itu jatuh menimpa kursi.
Klontang!
Tabung oksigen jatuh menimpa kursi dan menggelinding membentur tembok. Seluruh orang yang berada di sana memandang kejadian barusan dengan pandangan terkejut. Sang suster panik.
"Bisakah kau lebih berhati-hati ketika membawanya?! kau hampir melukai anak ini. " ujar Sasuke.
"Gomenasai. " Sang suster membungkuk minta maaf.
Sasuke melirik bocah yang ada di pelukannya. "Daijobou ka? " bocah itu mendongak, dan memandang orang yang telah menyelamatkannya. Jujur, dia juga kaget dengan kejadian barusan.
Deg'
"Kau ... ? " Pria tersebut memandang Kei tanpa berkedip.
"Kei-kun! Astaga, kau dari mana saja?! Kalau Sakura-san tau kau tidak ada di ruangannya, aku bisa dimarahi, ayo! "
"Ayame-san, " Kei segera melepaskan pelukannya dari Sasuke dan menghampiri Ayame. "Aku bosan di ruangan Kaa-chan. Jadi aku jalan-jalan. " Ayame memutar bola matanya bosan dan melirik pria di belakang Kei.
"Anda tadi yang bersama Kei-kun yah? Terima kasih sudah menjaganya. " Ayame membungkuk singkat, kemudian menggandeng tangan Kei menuju ke ruangan Sakura.
Kei menengok kebelakang dan tersenyum menatap Sasuke yang juga menatapnya, seraya berucap "Terima kasih, paman. "
Sasuke terus memperhatikan punggung Kei hingga bocah bersurai hitam itu berbelok. Bahkan ketika bocah itu tersenyum kepadanya, ada desiran aneh yang merambat tubuhnya. Ia memegang dadanya. "Perasaan ini. "
Cklek'
"Ah, Sakura-chan. Bagaimana keadaan suamiku? " seorang Wanita berambut hitam panjang menghampiri Sakura. Uzumaki Hinata, dia juga merupakan teman dekat Sakura dan Ino.
"Uzumaki-san baik-baik saja Hinata. Detak jantungnya sudah normal. Aku akan mengganti perbannya. " ujar Sakura. Dokter bersurai merah muda itu mempersiapkan pelatan untuk menggati perban.
"Syukurlah, Naruto-kun. " Hinata tersenyum lega menatap suaminya.
"Kaulihat kan, aku sudah baik. " Sang suami juga ikut tersenyum lebar.
Cklek'
Pintu kamar Naruto kembali terbuka. "Ho! Sasuke, Kaudatang ternyata. " Naruto menatap sahabatnya.
"Hn. " Sasuke menghampiri Naruto. Yaa 3 hari yang lalu Naruto, yang notabene adalah sahabat Sasuke, mengalami kecelakaan saat akan pulang menuju rumah. Kaki Naruto patah dan harus di gip.
"Kau mabuk saat mengemudi? " Sasuke menatap Naruto.
Sakura kaget mendengar suara berat yang berbicara di sebelahnya. Sakura pun menengok ke sebelahnya, dan tatapannya sedikit terkejut. Orang ini kenapa mirip dengan putranya? Batinnya.
"Enak saja kau bicara, aku tidak mabuk! " Naruto mengerucutkan bibirnya.
"Dokter, apa aku bisa berjalan lagi nantinya? " Naruto menatap Sakura yang tengah melilitkan perban di kakinya.
Sakura beralih menatap Naruto. "Ya, setelah 3 bulan kau bisa berjalan lagi. " Sakura tersenyum dan mengemasi kotak p3k karena telah mengganti perban.
"Kalau begitu saya permisi, Uzumaki-san. " Sakura membungkuk dan keluar dari ruang rawat Naruto.
Dalam langkahnya, Sakura masih membayangkan pria tadi yang menjenguk Naruto. Sakura merasa, wajah pria itu mirip dengan Kei. Sakura menggelengkan kepalanya. 'Ah, mungkin itu hanya kebetulan. ' gumamnya.
.
.
.
Uchiha Sasuke kini sedang berada di dalam kamarnya. Menyandarkan tubuhnya pada kepala ranjang. Matanya menerawang menatap langit-langit kamar. Bocah kecil yang ia selamatkan tadi mengusik hatinya. Membayangkan bocah itu, Sasuke jadi teringat putranya. Kira-kira sudah 5th berlalu, bagaimana kabarnya sekarang? Seperti apa dia?
Sasuke berpikir lagi, dia merindukan putranya. Apakah ia bisa bertemu dengan putranya lagi? Pertanyaan itu menguasai otak Sasuke. "Bagaimana rupamu sekarang? " Sasuke bergumam sedih.
.
.
.
.
.
.
.
3 bulan kemudian.
Hari ini adalah hari dimana Haruno Kei putra Sakura akan bersekolah di taman kanak-kanak. Kei sangat antusias karena dia ingin sekali bersekolah, bermain dan belajar bersama teman-teman pasti menyenangkan. Sakura hanya tersenyum melihat anaknya yang bersemangat sekali.
"Kei-kun, Aku saja yaa yang mengantar ya? " Karin mendekat, dan memandang Kei.
Kei melengos. "Tidak mau! Kei ingin Kaa-chan yang mengantar! "
"Kenapa? Bukannya sama saja? " ujar Karin.
"Tetap saja tidak bisa! Ini kan hari pertama Kei masuk sekolah, pasti banyak teman-teman yang diantar kaa-channya. " jawab Kei dengan polosnya.
"Hahaha, kau bisa saja. Baiklah-baiklah. " Karin tertawa dan mengacak rambut Kei.
"Bibi Karin, rambutku berantakan! " Kei mengerucutkan bibirnya.
"Sini biar Kaa-chan rapikan lagi. " Sakura mendekat dan merapikan rambut Kei.
.
.
.
.
.
Sasuke mengacak rambutnya frustasi. Rapat yang baru Ia selesaikan berjalan sangat alot. Pria bersurai hitam itu menggeram kesal kala para dewan direksi dalam mengambil keputusan terlalu bertele-tele. Sasuke melonggarkan dasinya dan duduk di kursinya. "Hahh. " Menghela nafas, Sasuke menutup matanya mencoba menenangkan hatinya. Biasanya jika Sasuke sedang dalam suasana seperti ini, Hikari akan mengelus lengannya dan mengucapkan kata-kata yang akan membuat hatinya tenang.
Namun kini, Sasuke hanya bisa memejamkan matanya.
Pikiran Sasuke melayang tentang putranya. Bisakah ia bertemu dengan putranya lagi, tapi bagaimana caranya? Mengingat dia menyerahkan putranya pada seseorang.
Seseorang?
Mendadak Sasuke teringat sesuatu, Ia pun membuka matanya dan segera membuka laci meja.
Sasuke mengobrak ngabrik dan tangannya menyentuh dan menemukan benda yang ia cari. Sasuke mengambilnya, benda persegi/kartu nama orang yang bisa membuat Sasuke bertemu dengan putranya. Seulas senyum tersemat di bibir Sasuke.
Ia pun segera beranjak dari kursinya dan meninggalkan kantor.
.
.
.
Sasuke memperhatikan rumah yang tidak terlalu besar dan mewah, namun sepertinya sangat nyaman untuk ditinggali. Kompleks perumahan Kunoichi no.28, itulah alamat yang tertera pada kartu nama dengan nama pemilik Haruno Mebuki. Sasuke turun dari mobil dan mendekat kearah pagar dan melihat ke dalam.
Di sana Ia dapat melihat seorang anak laki-laki yang sedang bermain bola. Sepertinya Ia pernah melihatnya, Sasuke mempertajam penglihatannya.
'Dia! '
Bukankan Dia anak kecil yang ada di rumah sakit waktu itu, pikir Sasuke.
Duk duk duk.
Bola yang dimainkan bocah kecil itu melambung ke arah pagar bersama bocah kecil itu berlari mengejarnya. Ketika mengambilnya, bocah itu melirik ke arah seseorang yang berdiri di depan pagar.
"Ah, paman yang waktu itu ya? Yang di rumah sakit! " bocah itu tersenyum.
Sasuke tersentak ternyata bocah ini masih mengingatnya. Sasuke balas tersenyum dan mengangguk.
"Paman sedang apa di sini? " tanyanya.
"Eh? " Sasuke bingung. Ia mengusap tengkuknya.
"Kei-kun ayo mandi dulu! "
"Ah, itu pasti Kaa-chan! sttttt!... " bocah cilik itu merapat ke arah Sasuke.
"Paman diam yaa, pasti Kaa-chan mencariku. Aku akan bersembunyi hihihi. " bocah cilik itu malah terkikik di belakang tubuh Sasuke.
"Kei-kun? kau dimana? " Sakura mendekat ke arah pagar.
"Dor! Hahaha, Kaa-chan pasti terkejut kan? " Sakura terkejut, saat putranya tiba-tiba mengagetkannya saat Ia menghampiri pagar.
"Kei-kun, Kau nakal yaa! Eh?! Siapa anda? " Sakura kembali dikejutkan dengan seorang pria yang berdiri di samping Kei. Sakura langsung menarik Kei agar dekat dengannya dan menatap orang di depannya was-was.
"Aku- "
"Kaa-chan, Paman ini pernah menyelamatkanku ketika di rumah sakit. " Sakura mengeryitkan alisnya bingung kemudian menatap putranya.
"Karena aku bosan di ruangan Kaa-chan, aku jalan-jalan ke luar mencari Kaa-chan. Tapi tidak ketemu. Aku duduk, tiba-tiba ada suster yang membawa benda panjang dan hampir mengenaiku, tapi Paman ini langsung menyelamatkan Kei. " cerita Kei panjang lebar.
"Tabung oksigen, buka benda panjang. " Sasuke mengoreksi.
"Eh? hmm. " Kei mengangguk.
"Tabung oksigen? kau tidak apa-apa kan? Kaa-san kan sudah bilang tunggu Kaa-chan. Jangan kemana-mana, kau nakal yaa!? " Sakura menatap putranya.
Pandangan beralih menatap pria bersurai hitam itu. "Terima kasih sudah menyelamatkan anakku, hmm... "
"Uchiha Sasuke. "
Sakura mengangguk. "Ah, Uchiha-san. Salam kenal, aku Haruno Sakura. " Sakura membungkuk kepada Sasuke.
"Hn. "
"Sakura, kau lama sekali memanggil Kei. "
"Lama tidak bertemu, Mebuki-san. " ujar Sasuke, menatap Mebuki.
"Eh, anda? " Mebuki mencoba mengingat pria di depannya.
"Kaa-san mengenalnya? " tanya Sakura pelan. Mebuki mengalihkan perhatiannya menatap Sakura. "Kaumasuk dulu Sakura, dan mandikan Kei! " Mebuki mendorong lembut punggung Sakura untuk masuk. Sakura mengangguk dan membawa Kei masuk juga.
"Uchiha-san, mari masuk dulu! " seru Mebuki.
Sasuke tersenyum tipis. "Terima kasih, tapi aku hanya sebentar. "
"Ah, sayang sekali. " gumam Mebuki sedikit menyesal.
"Hn. Apa anak kecil itu, bayi yang dulu pernah aku berikan padamu? " tanya Sasuke.
Mebuki tersenyum sumringah. "Ah, tentu saja! Kau masih mengingatnya ternyata. Terima kasih, berkat kau ... putriku baik-baik saja. " Sasuke memandang datar Mebuki.
Drt drt drt.
Getaran ponsel di saku celana Sasuke mengalihkan perhatian pria itu. Mengangkat telepon yang ternyata adalah kakaknya. Uchiha Itachi.
"Hn. "
"Sasuke bisa kau pulang sekarang? "
"Ada apa? "
"Ada yang ingin Tousan bicarakan. "
"Hn, wakatta. " Sasuke mematikan ponsel dan memasukan kembali ke saku celana.
"Maaf, aku masih ada urusan. Permisi. "
"Ah, lain kali mainlah kemari Uchiha-san. " ujar Mebuki.
"Tentu saja. " gumam Sasuke, beranjak menuju mobil dan pergi meninggalkan kediaman Haruno.
.
.
.
Sasuke malambatkan laju mobilnya. Semua pertanyaan di otaknya sudah terjawab. Jadi anak laki-laki tadi adalah anaknya. Putranya bersama Hikari. Sasuke tidak bisa membendung kebahagiaanya, Ia tersenyum. Putranya sudah sebesar itu, Sasuke jadi ingin memeluknya. "Putraku sudah besar, putra kita sudah besar Hikari. "
.
.
.
.
.
Paginya, Sasuke mengunjungi kediaman Haruno lagi untuk melihat putranya. Seperti kemarin, Sasuke berdiri di depan pagar. Dan seperti dugaannya putranya keluar dengan pakaian kuning kotak-kotak dan memakai tas di punggungnya.
"Hei! " Sasuke mencoba memanggil Kei, dari pagar. Kei menoleh dan menghampiri Sasuke.
"Paman kesini lagi?! " Kei memiringkan kepalanya memandang Sasuke. Sasuke mengangguk.
"Aku punya sesuatu untukmu! " Sasuke melangkah menuju bagasi mobilnya dan mengambil sesuatu.
"Eh? "
"Ini, untukmu! "
"Heh! Mainan pesawat terbang dan mobil-mobilan. Benarkah ini untukku Paman? " Kei menerima hadiah dari Sasuke yang ternyata adalah mainan pesawat terbang dan mobil-mobilan.
Sasuke tersenyum tipis. "Hn. Untukmu. "
"Hwa, terima kasih Paman. Ini keren sekali! " Kei tampaknya senang sekali menerima hadiah dari Sasuke.
"Kau suka? "
"Hmm, suka sekali Paman. " Kei memandang mainan di tangannya dengan antusias.
"Kei-kun, ayo kita berangkat! - Eh? Uchiha-san? " Sakura sedikit terkejut dengan kehadiran Sasuke.
"Ohayou. " Sasuke menyapa.
"Ohayou, Uchiha-san. Eh? Mainan dari siapa Kei? " Sakura memandang putranya yang sedang asik dengan mainan barunya.
"Paman yang memberikannya untuk Kei. Paman baik sekali Kaa-chan, " bocah itu tersenyum.
"Benarkah? Maaf merepotkan. " Sakura tersenyum canggung.
"Tidak apa-apa. Itu tidak seberapa. " gumam Sasuke.
Sakura mengangguk. "Sekali lagi, terima kasih. Engg ... maaf Uchiha-san, aku harus mengantar anakku ke sekolah. Nah, Kei ayo berangkat! " Sakura menggapai tangan Kei.
"Biar ku antar. " Sasuke menawarkan.
"Tidak usah Uchiha-san, kami akan berangkat sendiri. " ucap Sakura yang merasa tidak enak dengan tawaran Sasuke.
"Tidak apa-apa, Aku juga akan ke kantor. Naiklah! " Tidak enak menolak ajakan untuk kedua kalinya, Sakura akhirnya mengangguk.
.
"Di sini? " ucap Sasuke. Pria itu menepikan mobilnya dan memandang sekolah taman kanak-kanak di depannya.
Sakura mengangguk. "Ya. Arigatou Uchiha-san atas tumpangannya. " Sakura segera turun dari mobil Sasuke. Sasuke juga ikut turun.
"Kei-kun, katakan terima kasih pada Paman. " ujar Sakura menatap putranya.
"Terima kasih paman. " Kei membungkuk sopan pada Sasuke. Sasuke memperhatikan kemudian mengusap surai hitam Kei sesaat.
"Hn. " Sasuke mengangguk. Sakura membungkuk rendah kepada Sasuke. Kemudian mengantar Kei masuk ke sekolah.
.
.
.
.
.
.
.
Seiring berjalannya waktu, Sasuke semakin rajin mengunjungi kediaman Haruno tujuannya hanya untuk bertemu dengan putranya. Seperti mengantar/menjemput Kei ketika sekolah, atau bermain bersama Kei, jalan-jalan bersama. Walaupun Sakura sudah mengatakan tidak enak, takut merepotkan Sasuke, namun Sasuke mengabaikannya. Sehingga membuat hubungan antara Sasuke dan Kei semakin dekat
Namun dibalik itu, Haruno Mebuki. Ibu Sakura menaruh curiga terhadap Sasuke, Mebuki merasaSasuke mempunyai maksud lain.
"Karin, kau sudah hubungi Sakura? Kenapa sampai jam segini Kei belum juga pulang? " ujar Mebuki khawatir. Saat Mebuki menjemput Kei di sekolah, guru di sana mengatakan Kei sudah dijemput, Mebuki akhirnya pulang. Namun saat tiba di rumah, Mebuki malah melihat Karin yang baru pulang dari kantor diantar kekasihnya Suigetsu. Saat Mebuki bertanya tentang Kei, Karin hanya menggeleng. Jadi, siapa yang menjemput Kei? Karin mencoba menghubungi Sakura, siapa tau Sakura yang menjemput Kei, namun jawaban Sakura membuat Karin kalang kabut.
"Bukankah Kaa-san yang menjemput? Aku ada jadwal operasi sehingga tidak bisa menjemput Kei. " jawaban Sakura ketika Karin menelepon.
Brm ... brm ...
Suara deru mobil mengalihkan perhatian Karin dan Mebuki.
"Kaa-san, ada apa sebenarnya? Kei belum pulang? " Sakura datang dengan tergesa-gesa.
"Tenanglah Sakura, Kei memang belum pulang sampai saat ini, guru di sekolah mengatakan sudah ada yang menjemput namun bukan diantara kita. " Karin menjelaskan.
"Astaga Kei, kemana kau nak?! " Sakura duduk di sofa memegang kepalanya gelisah.
"Tenanglah, Suigetsu sedang berusaha mencarinya. " Karin memcoba menenangkan.
Ckleek'
"Tadaima! " ketiganya menoleh.
"Astaga Kei! " Sakura, Karin, dan Mebuki berdiri dari sofa dan menghampiri Kei yang datang bersama Sasuke.
"Kaa-chan! " seru Kei.
"Karin, bawa Sakura dan Kei masuk! " Mebuki menyuruh Karin membawa Sakura dan Kei masuk. Kini hanya Mebuki yang menatap tajam Sasuke.
"Kami sangat khawatir saat guru di sekolah mengatakan Kei sudah ada yang menjemput. Namun bukan aku, Sakura atau Karin. "
"Gomen, aku membawanya tanpa ijin kepada kalian. " ujar Sasuke.
"Apa kau tau seberapa khawatirnya kami?! Sebaiknya mulai saat ini Uchiha-san tidak usah datang kemari lagi dan jangan dekati Sakura dan Kei lagi! " ucap Mebuki tegas.
"Kenapa? " Sasuke memandang datar Mebuki.
"Aku tidak mau merepotkanmu lagi. Kau mempunyai kehidupan sendiri, kenapa mengurusi orang lain? Dan ... apa kata tetangga kalau kau sering kemari? Sementara status anakku adalah seorang janda. "
"Aku harap anda mengerti Uchiha-san, selamat malam. " Mebuki menutup pintu meninggalkan Sasuke di luar.
Sasuke diam memandang pintu yang tertutup. Ia pun mendengus kemudian pergi dari kediaman Haruno.
.
.
.
"Dengar, Sakura. Mulai saat ini dan seterusnya kau tidak usah bertemu dengan Uchiha-san lagi begitu juga dengan Kei! Ingat statusmu Sakura. "
"Tapi Kaa-san - "
"Turuti apa kataku, Sakura. " Mebuki menatap tajam Sakura dan segera keluar dari kamar Sakura.
Sakura termenung, dan memikirkan kata-kata Mebuki barusan.
"Yaa. Aku sadar statusku seorang janda. " Sakura tersenyum miris.
.
.
Terlihat Kei berdiri di depan sekolah bersama teman-temannya.
"Kei-kun nanti pulang dengan siapa? " di sebelahnya bocah perempuan beramput ungu itu bertanya kepada Kei.
"Okaa-chan. " kata Kei, matanya masih memperhatikan orang-orang yang berlalu-lalang. Bocah perempuan di sampingnya mengangguk.
"Ah, sepertinya itu Tou-chanku aku duluan ya Kei-kun. Dah~ " bocah perempuan itu melambaikan tangannya pada Kei. Kei terus memperhatikan temannya sampai bocah perempuan itu pergi meninggalkan sekolah. Kei menundukkan kepalanya.
"Hei, " seseorang mengusap kepalanya. Kei mendongak, menatap Sasuke yang berdiri di depannya.
"Paman Sasuke. " gumam Kei.
"Kaa-sanmu belum menjemput? " tanya Sasuke. Kei menggeleng dan menundukkan kepalanya. Sasuke mengeryitkan dahi.
"Ada apa? " Sasuke berjongkok mensejajarkan tubuhnya dengan Kei.
"Pasti senang sekali jika ada Tou-san yang menjemput. Tapi sayang Kei tidak punya Tou-san. " Kei berujar pelan. Sasuke termenung, hatinya bergetar. "Ini Tou-san Kei. Bukankah setiap hari Tou-san yang menjemputmu? " Ingin sekali Sasuke berujar seperi ini, namun sayang Sasuke hanya bisa mengatakannya dalam hati.
"Bukankah sudah ada aku yang menjemputmu. " ujar Sasuke.
"Paman kan, bukan ayahku. " Sasuke tersenyum miris. Sabar Sasuke.
"Kei-kun! " Sakura datang berlari-lari kecil, dengan blus berwarna biru muda, menghampiri Kei.
"Okaa-chan! " Sakura tersenyum menatap putranya.
"Ayo kita pulang! " Sakura meraih tangan Kei dan berjalan tanpa menghiraukan Sasuke. Namum sebuah tangan menahan lengan Sakura. Membuat Sakura menghentikan langkahnya.
"Biar kuantar kalian. " Sasuke menahan langkah Sakura.
"Tidak usah Sasuke-san. Kami bisa pulang sendiri. Dan mulai sekarang anda tidak usah menjemput putra saya lagi. Karena aku yang akan menjemputnya. " Sakura menatap Sasuke tegas. Sasuke mengerutkan keningnya.
"Kenapa? Bukankah aku hanya menjemput putramu kan? Ada yang salah? " Sasuke memasukkan sebelah tangannya ke saku celananya.
"Tentu saja ada. Statusku janda, bagaimana tanggapan orang jika kau terus saja mendekati anakku. Bukankah kau memiliki kehidupanmu sendiri?! "
"Maaf jika ucapanku menyakitimu. Permisi. " Sakura membungkukkan badannya singkat. Kemudian segera beranjak meninggalkan Sasuke yang memandangnya datar. Mengepalkan tangannya yang bersembunyi di dalam saku celananya, Sasuke akhirnya pergi dari sekolah.
.
.
\^_^/
.
.
Sejak pertemuannya dengan Sakura dan Kei di sekolah, dan Sakura mengatakan bahwa melarang Sasuke untuk menemui Kei, Sasuke semakin sulit untuk menemui Kei. Di sekolah pun entah mengapa saat Sasuke datang pagi dan menunggu Kei tapi tidak bertemu. Bahkan di kediaman Haruno terlihat rumah itu selalu tertutup.
Sasuke semakin kesulitan untuk bertemu dengan putranya dan ini membuat Sasuke frustasi. Sasuke menggeram dan menundukkan kepalanya di depan setir kemudi.
"Kuso! " umpat Sasuke dan memukul kaca mobil di sampingnya, beruntung kacanya tidak pecah.
Malam semakin larut, Mikoto terlihat mondar mandir di ruang keluarga, raut kekhawatiran terlihat jelas di wajahnya.
"Itachi, kau sudah hubungi Sasuke lagi? " Mikoto menatap putra sulungnya yang duduk, sembari menempelkan ponsel di telinganya.
"Ponselnya tidak aktif Kaa-san. Tenanglah Kaa-san, mungkin Sasuke lembur atau sedang bersama temannya. " Itachi mencoba menenagkan Mikoto.
"Tidak Itachi, Sasuke selalu mengatakan pada Kaa-san jika ia akan lembur dan akan menyuruhku untuk tidak mengunggunya pulang. "
.
.
Tempat satu-satunya yang ingin Sasuke kunjungi adalah Bar. Sasuke memilih Bar untuk menenangkan pikirannya mungkin dengan segelas alcohol.
Sasuke memasuki Bar, dan memesan 1 gelas alcohol.
Tidak ingin cepat-cepat menenggak minuman di depannya, Sasuke mengalihkan pandangannya pada sekelilingnya. Banyak sekali orang yang datang di Bar.
Sasuke memegangi pinggiran gelas minumannya, menundukkan kepalanya. Menit berikutnya pria itu langsung menenggak habis minumannya.
Rasa pahit dan panas langsung menyambangi tenggorokannya. Sasuke mengeryitkan dahinya, sudah berapa lama ia tidak minum? Sasuke menuangkan kembali air dalam botol ke gelasnya dan meminumnya.
.
"Berhenti minum, Sasuke! " Sasuke menyipitkan matanya mendapati sosok Naruto yang mengambil alih minumannya.
"Kembalikan Dobe! " Sasuke mencoba meraih botol yang Naruto ambil.
"Tidak, kau sudah mabuk. Ada apa denganmu?! " Naruto menatap Sasuke dengan raut tak terbaca. Muka Sasuke sudah memerah pengaruh dari alcohol. Sasuke mabuk berat.
Awalnya, ketika Naruto pulang dan melewati Bar, matanya tak sengaja melihat mobil sahabatnya terparkir di depan Bar. Naruto berfikir 'Sedang apa Sasuke di Bar. ' karena penasaran akhirnya Naruto menghentikan mobilnya, dan memasuki Bar.
Dan benar dugaanya Sasuke ada di dalam, duduk sendiri ditemani botol yang entah keberapa telah Sasuke habiskan.
"Sasuke, apa yang terjadi? Tidak biasanya kau kesini. Bagaimana kaupulang nanti, kalau keadaanmu seperti ini? " Naruto duduk di sebelah Sasuke. Bukannya menjawab, Sasuke malah tertawa keras.
"Hahahaha ... Hahaha! Tau apa kau tentang aku, heh?! " Sasuke tertawa keras dan merancau tidak jelas.
Bruk!
Sasuke menjatuhkan kepalanya di meja, matanya terpejam.
"Kau tau Naruto? mereka tega padaku! Teganya mereka tidak mengijinkaku menemuinya! " matanya terpejam, namun Sasuke masih melanjutkan kata-katanya. Naruto menaikkan sebelah alisnya tidak mengerti.
"Kaubicara apa, aku tidak mengerti? " ujar Naruto.
"Kau tau betapa sakitnya aku? Aku sakit! Aku sakit Naruto! Hatiku sakit merasakannya! " Sasuke memukul-mukul dadanya sendiri dengan tangannya, kepalanya masih menyandar di meja. Naruto terkejut dan segera menghentikan aksi Sasuke memukul dada. Naruto memandang wajah Sasuke. Naruto tau, ada gurat kesedihan dan kesakitan diraut wajah sahabatnya.
"Ingin rasanya aku mengatakan pada mereka bahwa akulah Ayahnya. Kau tau di sini rasanya sakit melihat putraku sendiri tidak tahu bahwa akulah Ayahnya! " Sasuke meremas dadanya.
Naruto mengeryitkan dahinya, Ia semakin tidak mengerti. 'Anaknya? Bukankah Sasuke tidak punya anak? Lalu anak siapa yang Sasuke maksud? Apa Sasuke sedang bercanda? Tapi biasanya orang mabuk selalu berkata jujur.' inilah yang ada di benak Naruto.
Tidak mendengar lagi kata yang keluar dari mulut Sasuke, Naruto meliriknya. "Sepertinya Sasuke tidur. Biar aku saja yang mengantarnya pulang. " Naruto mengangkat tubuh Sasuke ke luar.
.
.
.
Tok tok tok. Cklek.
"Astaga Sasuke! Apa yang terjadi?! " Mikoto terkejut melihat Sasuke tidak sadarkan diri, dengan Naruto yang memapahnya.
"Apa yang terjadi?! " di belakang Mikoto, Fugaku dan Itachi ikut menghampiri Sasuke. Itachi membantu Naruto membawa Sasuke ke kamar.
"Apa yang terjadi naruto? " tanya Itachi.
"Umm, aku sendiri kurang mengerti Itachi-nii, saat aku akan pulang, aku melihat mobil Sasuke di Bar. Karena penasaran aku memasukinya. Dan benar, Sasuke ada di dalam dan mabuk berat ketika aku menghampirinya. " Naruto mengusap tengkuknya. Dan Naruto menjelaskan kata-kata yang Sasuke ucapkan di Bar kepada Fugaku, Mikoto dan Itachi. Naruto menjelaskan semuanya, dan itu membuat Fugaku, Mikoto dan Itachi terkejut.
"Bukankah anak Sasuke juga meninggal bersama ibunya ketika melahirkan? " ucap Mikoto yang merasa bingung dengan penjelasan Naruto.
"Aku sendiri juga tidak mengerti Ba-san, tapi orang mabuk tidak mungkin berkata bohong kan? " kata Naruto.
"Apa mungkin Sasuke menyembunyikan sesuatu dari kita? " Itachi menimpali.
.
.
.
.
.
.
Paginya, Sasuke bangun dengan keadaan pusing di kepalanya. Namun Sasuke memaksakan untuk bangun. Sasuke diam sebentar. Bukankah semalam ia mabuk, lalu siapa yang membawanya kemari? Sasuke beranjak dari kasur dan menuju kamar mandi.
Mikoto memanggilnya untuk sarapan ketika Sasuke menuruni tangga. Sasuke duduk di depan Itachi. Mikoto datang membawa susu hangat dan menyerahkannya pada Sasuke. Tidak ada yang bersuara ketika sang kepala keluarga datang dan duduk dengan tenang.
.
Setelah sarapan, Mikoto meminta Sasuke untuk jangan beranjak dulu dari kursi karena ada yang Mikoto ingin sampaikan. Sasuke menurut.
"Jelaskan, apa yang terjadi semalam. " Fugaku bertanya pertama kali.
"Gomen, semalam aku mabuk. " Sasuke menundukkan kepalanya.
"Semalam Naruto sudah menjelaskan semuanya. Ada yang kau sembunyikan dari kami? " Itachi menatap Sasuke.
Sasuke mendongak menatap Itachi. "Apa maksudmu? "
Itachi menjelaskan apa yang Naruto katakan semalam. Sasuke terkejut, jadi semalam ia mengatakannya pada Naruto.
"Sasuke ... " Itachi mengunggu jawaban Sasuke.
"Yaa. Putraku masih hidup, putraku dan Hikari masih hidup. " semua yang ada di meja makan terkejut mendengar perkataan yang keluar dari mulut Sasuke.
"Lalu, di mana dia sekarang Sasuke? di mana?! " Mikoto memegang tangan Sasuke. Sasuke memandang semuanya, kemudian menundukan kepalanya. Sasuke menceritakan semuanya dari awal. Sampai kepada Sasuke menyerahkan anakknya pada Mebuki. Sasuke juga menceritakan betapa susahnya di bertemu dengan putranya, dan semuanya mengerti ternyata Sasuke mempunyai beban yang sangat berat. Mikoto memeluknya, menguatkan.
"Lalu, apa yang akan kaulakukan sekarang? " Fugaku menatap prihatin putra bungsunya.
"Aku tidak tau, semua cara sudah aku coba untuk bertemu dengan anakku. Namun tetap tidak bisa. " gumam Sasuke.
"Apa anak itu tau kau adalah Ayahnya? " tanya Itachi, Sasuke menggeleng.
"Tentu saja aku tidak mengatakannya, dari kecil dia sudah bersama mereka. Tidak mungkin tiba-tiba aku mengatakan bahwa aku ayahnya. Lagi pula ibunya mengatangan bahwa ayahnya sudah menginggal. "
"Ini akan sulit, jika mereka tidak tau bahwa kau ayahnya. Salahmu sendiri yang mengatakan anak itu yatim piatu. " Itachi bersuara.
Sasuke tiba-tiba teringat dengan kata-kata Hikari.
"Dan satu lagi, aku titip anak kita. Bilang padanya aku menyayanginya lebih dari apapun. " perkataan Hikari membuat Sasuke tersentak. Ia lupa, Sasuke lupa bahwa Hikari menitipkan putranya pada Sasuke.
Dan Sasuke tidak menepatinya. "Gomen Hikari, aku tidak menepatinya. Tapi aku janji, aku akan melakukan apapun untuk bisa memiliki putra kita kembali Hikari. " gumam Sasuke dalam hati. Sasuke telah memikirkannya.
"Hanya ada 1 cara untuk bisa mendapatkan putraku kembali. " semua mata menatap ke arah Sasuke.
"Aku akan melakukannya lewat jalur hukum. Aku harus mendapatkan putraku kembali, bagaimanapun caranya. " tangan Sasuke mengepal erat.
"Kami menyerahkan semuanya padamu. Bertindaklah dengan tenang. " Nasehat Fugaku yang mendapat anggukan dari Itachi dan Mikoto.
.
.
\^.^/
.
.
Setelah memikirkannya matang-matang atas apa yang akan Sasuke lakukan, malam ini Sasuke akan mengunjungi kediaman Haruno.
Sampai di kediaman Haruno, Sasuke mengetuk pintu depan. Sasuke harus bersikap tenang.
Cklek'
Seorang wanita berambut merah muda sepundak yang membukakan pintu. Sakura terkejut karena kedatangan Sasuke.
"Uchiha-san. "
"Hn. Ada sesuatu yang ingin kusampaikan. " Sasuke berucap datar. Sakura mengangguk dan mempersilakan Sasuke masuk.
"Siapa yang datang? ... Uchiha-san?! " Mebuki datang dan sedikit terkejut dengan kedatangan Sasuke.
"Kebetulan sekali, tujuanku kemari adalah untuk mengambil anakku kembali. " Sasuke berucap tenang. Sakura dan Mebuki memandang Sasuke tak mengerti.
"Anakmu yang mana maksudmu? " timpal Mebuki bingung.
"Kei. Dia adalah putraku. " Sasuke berucap tegas. Semuanya terdiam.
"Tidak. Kei adalah putraku. Bicara apa kau?! " Sakura berdiri dan menatap tajam Sasuke.
"Hn. Mudah sekali kauberkata padahal kau tidak tau kejadian yang sesungguhnya. " Sasuke mendengus.
"Apa maksudmu? " Sakura tambah bingung.
Mengerti dengan maksud upacan Sauke, Mebuki berujar, "Tunggu Uchiha-san, bukankah kau bilang bayi itu yatim piatu sehingga kaumemberikannya padaku? " Mebuki buka suara.
"Yaa. Aku memang mengatakannya, dan aku menyerahkan anakku padamu hanya karena kasihan, kau bilang putrimu baru saja kehilangan suaminya dan sekarang dia kehilang putrinya juga, kaumenangis. Entah kenapa Aku tersentuh dan merasa kasihan. Dan kebetulan sekali istriku baru saja melahirkan, tapi sayang istriku meninggal. "
Sakura tersentak dan langsung menatap Mebuki, meminta penjelasan.
"Apa itu benar Kaa-san? " Mata Sakura mulai berkaca-kaca. Mebuki terdiam.
"Kalau kau tidak percaya padaku, kautanya saja pada ibumu! Bukan begitu Mebuki-san? " Sasuke berdiri dari duduknya kemudian menyeringai.
"Dan kalau kau masih belum percaya, kita bisa lakukan tes DNA. Aku telah melaporkan perkara ini ke pangadilan. Kita selesaikan secara hukum. Permisi. " Setelah mengatakan itu Sasuke langsung keluar dari rumah.
"Apa yang dia katakan benar? Jawab aku Kaa-san! " Sakura meminta jawaban pada Mebuki yang masih diam membisu.
"Ada apa ini? " Karin datang karena merasa terganggu dengan kaributan. Dan Karin terkejut melihat mata Sakura berkaca-kaca.
"Sakura? Ada apa? Kaa-san? " Karin bingung kenapa Mebuki diam saja.
"Kaa-san jawab! " teriak Sakura, perasaannya begitu kalut. Tubuh mebuki bergetar dan perlahan air matanya turun.
"Yaa. Itu benar. Semua yang Uchiha-san katakan adalah benar, Kei bukan anakmu. " ucap Mebuki.
"Apa?! . " Sakura terkejut bukan main. Air matanya seketika tumpah. Wanita itu pun menangkupkan ke dua tangannya di wajahnya. Sakura terisak, Ia tak bisa menyembunyikan kesedihannya. Karin shock mendengar bahwa Kei bukan anak Sakura.
"Maafkan Kaa-san Sakura. Waktu itu Aku tidak tau harus berbuat apa, bayimu sudah tidak ada sejak dalam kandungan. Kaa-san takut jiwamu akan terguncang, Saku. Oleh sebab itu Uchiha-san menyerahkan bayi mungilnya padaku Sakura. " Mebuki memegang tangan Sakura.
"Kenapa Kaa-san tidak mengatakannya dari awal? Kenapa Kaa-san! " tuntut Sakura.
"Gomen Sakura. " Mebuki memeluk Sakura dengan perasaan bersalah.
"Aku tidak mau berpisah dengan Kei, aku tidak mau. " Sakura menggelengkan kepalanya.
"Iya, Kaa-san tau. Kaasan tidak akan membiarkan Uchiha-san mengambil Kei. " Mebuki mengelus rambut merah muda Sakura. Karin mendekat dan ikut memeluk.
.
.
.
.
.
.
"Kaa-chan! "
Sakura tersentak, kemudian menatap Kei. "Eh, ya Kei-kun? "
"Kaa-chan kenapa sih? Dari tadi Kaa-chan diam saja dan melamun. Hari ini aku tidak pakai seragam kotak-kotak. Hari ini kan Kei pakai seragam olahraga. " ujar Kei.
"Eh, benarkah? Maaf, Kaa-san lupa. Akan Kaa-san ambilkan seragam olahraganya. " Sakura segera beranjak menuju lemari untuk mengambil seragam Kei. Sakura termenung, masih memikirkan kejadian semalam. Perkataan Sasuke yang mengatakan bahwa Kei bukan anakknya benar-benar membuat Sakura tak habis pikir dan tak menyangka. Ia begitu terpukul.
Namun pengakuan Mebuki membuat Sakura seakan kehilangan kehidupannya. Bagaimana jika Kei benar-benar pergi dari hidupnya? Sakura tidak bisa membayangkan bagaimana hidupnya tanpa Kei.
Sakura memeluk baju seragam olah raga Kei.
"Kaa-san tidak mau berpisah denganmu, Kei. " gumam Sakura.
.
.
.
Prak!
"Apa ini?! " Sakura, Karin, dan Mebuki menatap tak mengerti amplop yang Sasuke serahkan.
"Hasil tes DNA yang kau inginkan. " Sakura segera meraih dan membukanya. Menit berikutnya irisnya melebar, Sakura menutup mulutnya setelah membaca hasil tes DNA, matanya seketika berkaca-kaca.
"Kau bercanda kan? ini tidak mungkin! " Sakura menggelengkan kepalanya.
"Kei itu anakku! " seru Sakura menatap jengkel Sasuke.
"Terserah kau saja, aku sudah punya bukti. Apa lagi? " Yaa. 2 minngu setelah Sakura mengetahui bahwa Kei bukan anaknya, Sakura masih tidak percaya. Jadi, Sakura bertemu dengan Sasuke dan meminta tes DNA, Sasuke tentu saja menyetujuinya. Sakura masih berharap Kei itu anakknya dengan melakukan tes DNA. Namun keberuntungan tidak berpihak pada Sakura sepertinya.
"Besok kita bertemu di pengadilan. " Sasuke berkata angkuh dan segera beranjak keluar.
Sakura tidak bisa tinggal diam. Perasaannya begitu kacau. Sakura berdiri dan mengejar Sasuke.
"Sasuke-san tunggu! " Sakura menahan lengan Sasuke agar herhenti.
"Aku mohon, cabut tuntutanmu di pengadilan. Kei itu anakku, Kau tidak bisa seperti ini terhadapku! " ujar Sakura.
"Kenapa tidak bisa?! Bukti sudah ada, kautinggal hadiri dan dengarkan apa yang akan hakim ketua ucapkan. " kata Sasuke.
Sakura menggelengkan kepalanya. "Tidak, kau pasti mengubahnya kan?! Hasil tes itu pasti salah! Tidak mungkin Kei anakmu, Kei itu anakku! " Sakura berteriak keras. Bulir-bulir air mata keluar dari mata indah Sakura.
Sasuke mencengkram kedua bahu Sakura. "Dengar! Semuanya akan terjawab besok, siapa yang berhak atas Kei. Dan itu sudah pasti aku bukan kau. " Sakura menggeleng dan menutup kedua telinganya dengan tangan.
"Tidak! Tidak! Aku tidak mau! " Sakura memukul-mukul dada Sasuke.
"Aku tidak mau, aku tidak mau kehilangan Kei! Aku mohon padamu Sasuke-san. " Sakura menangis meratapi kesedihannya.
"Gomen, Aku tidak bisa. " Sakura mendongak menatap Sasuke dengan tajam. Wanita itu siap melayangkan tamparan kepada Sasuke namun,
Grep.
Sasuke menahannya dengan tangan. Sakura melepaskan tangannya dari Sasuke. Sakura menatap tak suka Sasuke.
"Kau! Kau jahat Sasuke! Kau jahat! " teriak Sakura kemudian berlari, masuk ke dalam rumahnya.
"Maaf, tapi aku juga menginginkannya, Sakura. " gumam Sasuke, menatap punggung Sakura.
.
.
.
.
.
Pengadilan Negeri Konoha.
Keluarga dari Sakura dan Keluarga dari Sasuke telah hadir dalam pengadilan. Dan akan mendengarkan keputusan hakim ketua untuk siapa yang akan berhak mendapatkan Kei. Sakura dan Sasuke duduk di depan hakim ketua.
"Hasil tes DNA dari rumah sakit Kohoha Hospital mengatakan bahwa golongan darah Haruno Kei adalah sama dengan golongan darah dari Uchiha Sasuke. Dan dengan ini pengadilan Konoha menyatakan Haruno Kei adalah anak biologis dari Uchiha Sasuke dan karena itu hak asuh jatuh pada pihak Uchiha Sasuke. Dengan ini saya selaku hakim ketua Sabaku Gaara menyatakan bahwa sidang ini selesai. Tok tok tok. "
Palu pengadilan telah di ketuk sebanyak 3 kali oleh hakim ketua bernametage Sabaku Gaara.
Kemenangan dipihak Sasuke. Itachi sersenyum. Fugaku dan Mikoto bernafas lega dan Naruto heboh.
Sakura menangis di tempatnya, menutup wajahnya dengan tangan. Karin dan Ino datang dan menghapus air mata Sakura.
"Sabar Saku. " Karin mengusap punggung Sakura. Sasuke datang menghampiri Sakura dan mengulurkan tangannya. Namun Sakura diam saja menatap uluran tangan Sasuke datar.
Merasa tak mendapat respon, Sasuke menarik tangannya kembali. "Terima kasih atas kerja samanya. Dan mungkin terima kasih pun tidak cukup karena aku tau kaumerawatnya dari dia kecil. Tapi bagaimana pun juga Kei darah dagingku, dan aku tidak ingin meninggalkannya. Kei adalah warisan terpenting dari istriku. Sekali lagi terima kasih dan ... maaf. " Sasuke membungkuk, dan berlalu pergi.
.
.
.
.
.
Saat ini Karin dan Mebuki sedang berada di ruang tamu kediaman Haruno, menunggu seseorang yang akan menjemput Kei untuk tinggal bersama ayah kandungnya. Uchiha Sasuke. Sedangkan Sakura masih di kamar bersama Kei, Sakura masih belum bisa melepaskan Kei.
Sakura memeluk erat Kei dengan mata berkaca-kaca.
"Kaa-chan ada apa sih? " Kei menatap bingung Sakura yang berwajah murung.
"Tidak apa-apa Kei, dan nanti ada seseorang yang akan menjemput Kei. Kei harus ikut yah. " ujar Sakura.
"Memang mau kemana? " tanya Kei.
Sakura tersenyum miris. "Pokoknya Kei ikut saja, jangan nakal yah. Kaa-chan selalu sayang Kei. " Sakura mencium kening Kei dengan air mata yang tidak bisa di tahannya.
"Kaa-chan menyayangimu Kei. Sangat sayang. " Sakura memeluk Kei.
"Kei juga sayang kaa-chan, " Kei terkikik.
Cklek'
"Sakura, seseorang yang akan menjemput Kei sudah datang. " Karin berdiri di ambang pintu menatap miris adik dan ponakannya.
Sakura mengusap airmatanya cepat dan melepaskan pelukannya. "Nah, Kei-kun pergilah! Jemputannya sudah datang. "
"Kaa-chan tidak ikut? " Kei memiringkan kepalanya memandang Sakura.
"Nanti Kaa-chan menyusul. " Sakura mengusap kepala Kei.
"Kenapa tidak bersama saja? "
"Tidak bisa Kei-kun. Karin-nee bawa Kei-kun! " ujar Sakura menatap Karin.
"Ayo Kei! " Karin meraih lengan Kei dan membawanya turun.
Sakura kembali menumpahkan air matanya, Sakura tidak sanggup melihat putranya.
"Ba-chan, sebenarnya kita mau kemana? " Kei bertanya pada Karin. Karin hanya diam saja.
"Kauikut dengan orang itu! " Karin menunjuk seorang pria berpakaian jas beramput hitam dikucir. Uchiha Itachi. Kakak Sasuke.
"Siapa Paman ini? " bingung Kei.
"Namaku Uchiha Itachi. " Itachi tersenyum menatap Kei. 'Benar-benar mirip Sasuke' Itachi tersenyum kecil.
"Ayo kita pulang! " Itachi mendekati Kei, namun Kei memundurkan tubuhnya.
"Pulang kemana? ini rumah Kei. "
"Ayo! " Itachi kembali meraih tangan Kei.
"Tidak mau! Kei tidak mau! " Kei memandang Karin meminta tolong.
"Baa-chan! " Kei menatap Mebuki yang menahan tangis.
"Kaupaksa Kei saja, gendong dia biar cepar! " ujar Karin. 'Tidak ada cara lain' pikir Itachi.
"Kei tidak mau ikut Paman ini! " Kei memberontak dalam gendongan Itachi.
"Permisi. Maaf merepotkan kalian. " Itachi langsung membopong Kei masuk ke dalam mobil.
"Paman Kei tidak mau, lepaskan! " teriak Kei memberontak.
"Duduk diam Kei, kau akan bertemu dengan ayahmu! " hibur Itachi.
Dok dok dok.
Tangan mungil Kei memukul-mukul kaca mobil berharap Mebuki, Karin dan Sakura mendengar.
"Kaa-chan Kei tidak mau! Kaa-chan! Hiks hiks. " Kei pun akhirnya menangis. Itachi yang melihatnya jadi kasihan, tapi mau bagaimana lagi.
Brmm.
Mobil yang ditumpangi Itachi akhirnya sampai di kediaman Uchiha. Itachi segera turun dan menggendong Kei yang masih saja menangis.
Di ruang tamu kediama Uchiha sudah ada Fugaku, Mikoto dan Konan yang menanti kedatangan Kei dan Itachi, sementara Sasuke masih ada di kantor.
Suara tangis anak kecil membuat tiga orang yang ada di ruang tamu segera berdiri. Dan datanglah Itachi bersama anak laki-laki berambut hitam mencuat mirip Sasuke. Kei.
"Astaga, anak ini sangat merepotkan. Dia terus saja menangis. " Itachi menurunkan Kei yang masih menangis. Mikoto menghampiri Kei.
"Cup cup, ayo sama Nenek! "
"Aku tidak mau! Tidak mau! hiks hiks. "
Fugaku menghela nafas,
"Kita tunggu Sasuke pulang. "
"Tadaima, " baru saja dibicarakan, ternyata Sasuke datang.
"Ah, Sasuke anak ini menangis terus. " Sasuke menghampiri Kei yang masih menangis.
Sasuke menghela napas lelah menatap Kei. "Kei, berhenti menangis ... " Sasuke mengusap air mata Kei. Kei mendongak dan langsung memeluk Sasuke.
"Paman Sasuke ini dimana? Kei ingin pulang, " ujar Kei dengan lelehan air matanya.
"Ini rumah Kei sekarang. " Sasuke mengusap punggung kecil Kei.
"Bukan. Kenapa tidak ada Kaa-chan?! "
"Sttt. Dengar, mulai saat ini aku adalah ayahmu, panggil aku ayah. Kau mengerti? " Sasuke menatap putranya.
Kei mengerjapkan matanya. "Apa boleh? "
"Tentu saja. aku kan ayahmu, " Sasuke mengacak rambut mencuat Kei.
"Kaa-chan mana? Kenapa tidak ikut? " Kei celingak celinguk. Sasuke diam.
"Sekarang bagaimana kalau kita main? " Sasuke mencoba mengalihkan perhatian Kei.
"Main? Kita main apa Paman? " Kei langsung antusias mendengar kata main.
"Kau mau main apa? ayo! " Sasuke menggendong Kei dan membawanya pergi.
"Haah, anak itu benar-benar merepotkan. " Itachi duduk di sofa.
"Mereka mirip. Ah cucuku! " Mebuki berlalu menuju dapur. "Haah. " Fugaku menghela nafas dan menuju kamar.
.
.
.
Sakura memandangi dirinya di cermin. Rambutnya sudah disisir rapi, memakai blus berwarna kuning. Matanya sembab, semalaman ia menagis. Sakura meraih bingkai foto yang di dalamnya tercetak foto dirinya dan Kei berpelukan dengan boneka bebek raksasa. Sakura mengelus wajah Kei, memandanginya.
Tes
Tes
Tes
Air matanya kembali jatuh mengenai bingkai foto, Sakura memeluk bingkai foto itu.
"Kei-kun ... " lirih Sakura.
.
.
.
"Sakura, aku mengerti kesedihanmu. " Ino mengusap bahu Sakura.
Saat ini Ino dan Sakura sedang berada di kantin rumah sakit. Sakura memutuskan untuk berangkat bekerja karena jika Sakura di rumah Sakura akan teringat bayang-bayang Kei. Ino terkejut melihat Sakura berangkat dengan mata sembab, namun Sakura berusaha tegar dan menutupi kesedihannya.
"Terima kasih Ino, sudah mau menghiburku. " Yaa Sakura menceritakan kesedihannya kepada Ino, dan Ino sebagai sahabat senan tiasa mendengarkan keluhan Sakura. Ini sama saja saat Sakura kehilangan Sai, suaminya akibat kecelakaan pesawat. Saat kematian Sai, Ino jugalah yang selalu menghibur Sakura.
.
.
.
.
.
.
.
"Uchiha-san, 10 menit lagi ada rapat dengan clien dari Vietnam. " ujar sekretaris Sasuke.
"Hn. Kauatur saja pertemuannya. " Sasuke berjalan menuju ruangannya.
Cklek.
Sasuke masuk ke ruangannya dan meminum kopi yang telah disediakan di meja.
Drt drt drt.
Getaran ponsel di meja membuat Sasuke mengalihkan perhatian dan mengangkat ponsel.
"Hn. "
"Sasuke, Kei menangis terus dari tadi. Dia bahkan menolak untuk ke sekolah! "
"Sekarang Kei di mana? "
"Konan sedang berusaha menenangkannya. Bagaimana ini Sasuke. " terdengar kekawatiran dari Mikoto.
"Kaa-san tenanglah. Tunggu aku 2 jam lagi, aku janji setelah ini aku akan pulang. " Sasuke terlihat cemas, ketika samar-samar telinganya mendengar suara tangis Kei di ponsel.
"Cepatlah pulang. Sepertinya Konan juga kewalahan. " ujar Mebuki.
"Wakatta. " Sasuke menutup ponselnya. Pria itu menyenderkan tubuhnya kursi, mengurut sebentar hidungnya.
"Setiap hari menangis, tidak bisakah kau sehari saja tidak menangis Kei? " desahnya pasrah.
.
.
.
.
.
.
Sasuke menatap dalam diam, Kei yang terus saja menangis dengan tatapan sendu. Sasuke tidak tau lagi dengan cara apa agar Kei berhenti menangis menanyakan Sakura. Perlahan Sasuke mendekati Kei.
"Jangan menangis Kei, " Sasuke mencoba memeluk Kei, namun anak kecil itu menyingkir lengan Sasuke.
"Kaa-chan! Kei ingin pulang! " jeritnya pilu.
"Pulang kemana? Ini rumahmu Kei. "
"Tidak. Ini bukan rumah Kei! Di sini tidak ada Kaa-chan, bibi Karin dan nenek. Kei ingin pulang ... " tangisnya dengan air mata yang terus saja mengalir.
"Haah ... " Sasuke menghela nafas berat sebelum meraih makanan yang terletak di meja.
"Baiklah, Kei makan dulu. Setelah itu baru bertemu Kaa-chan. Nah, buka mulutmu! " Sasuke menyuapkan sesendok ke mulut Kei.
"Kau selalu saja berkata seperti itu tapi, Kaa-chan tetap tidak datang! Kau bohong! "
Prang!
Kei menampik suapan Sasuke hingga menyebabkan piring yang berisi makanan itu jatuh dan pecah. Kei menghentikan tangisnya sejenak takut Sasuke akan marah.
"Astaga Sasuke, ada apa?! " Mikoto datang karena mendengar keributan. Terlihat Sasuke yang sedang memunguti pecahan piring.
"Sudahlah Sasuke, biar pelayan saja yang membersihkannya. " Mikoto menyuruh Sasuke berdiri.
Sasuke berdiri dan menatap Kei. Rasanya Sasuke ingin marah, tapi tidak mungkin Sasuke memarahi anaknya sendiri yang ada malah nanti anaknya akan membencinya.
"Kei-kun kenapa tidak mau makan? Apa mau nenek suapi? " Mikoto menghampiri Kei dan mengusap punggung Kei.
Kei menggeleng. "Kei ingin pulang ... " Kei menatap Mikoto, masih sesenggukkan.
"Ini rumah Kei. Di sini ada Tou-san, nenek, kakek, paman Itachi dan bibi Konan.Kei jangan menangis yaa. " hibur Mikoto.
"Tapi di sini tidak ada Kaa-chan. hiks hiks. Nenek, ayo antarkan Kei bertemu Kaa-chan! " Kei menarik tangan Mikoto.
"Eh, tapi ini sudah malam Kei-kun. " Mikoto memandang cucunya dengan sedih ketika melihat Kei kembali menangis.
Tidak ada yang berbicara, hanya suara tangis Kei yang terdengar. Semuanya bingung bagaiman cara menenangkan Kei yang terus saja menangis.
"Lebih baik kaupanggilkan ibunya! " Fugaku yang dari tadi diam akhirnya angkat bicara, dia menghampiri Sasuke yang duduk menutupi matanya dengan lengan.
.
.
\^_^/
.
.
Sakura yang telah selesai dengan pekerjaannya di rumah sakit, tiba-tiba dikejutkan oleh kedatangan Sasuke. Sasuke memintanya untuk datang ke kediaman Uchiha karena Kei ingin bertemu dengannya.
Dan Sakura yang pada dasarnya sangat ingin bertemu dengan Kei, langsung mengiyakan ajakan Sasuke. Sakura menaiki mobil Sasuke.
Selama perjalan tidak ada yang bersuara antara Sasuke dan Sakura. Mereka sama-sama diam walaupun satu mobil.
Sakura khawatir ketika sayup-sayup mendengar tangisan Kei, ketika Sakura dan Sasuke telah sampai di kediaman Uchiha.
"Kei-kun lebih baik tidur dulu, besok boleh bisa bertemu Kaa-chan. " Konan menggendong Kei yang masih saja menangis.
Itachi, Fugaku dan Mikoto hanya bisa pasrah.
"Kei ... " ujar Sakura pelan yang berdiri di ambang pintu bersama Sasuke. Mata Sakura berkaca-kaca melihat Kei yang menangis dalam gendongan Konan.
Semua orang yang berada di ruang keluarga seketika menoleh ke arah Sakura, wanita berambut pink sepundak yang memakai dress hitam. Kei yang mendengar suara Sakura menoleh, dan minta diturunkan dari gendongan Konan.
Kei langsung berlari memeluk Sakura dan menangis keras. Sakura balas memeluknya dan ikut menangis.
"Okaa-chan, hiks hiks. Kenapa baru datang, Kei ingin pulang, Kei tidak suka di sini! hiks hiks hiks. " Kei menumpahkan kesedihannya di depan Sakura.
"Iya, iya Kaa-chan mengerti. " Sakura mengelus punggung Kei dan memeluknya erat. Air matanya mengalir dengan deras, seakan mereka tidak ingin dipisahkan.
Mereka semua yang ada di ruang keluarga Uchiha memandang Sakura dan Kei dengan perasaan campur aduk, antara sedih, lega, terharu.
Mikoto tak kuasa menitikan air matanya. Mikoto tau karena dia pun adalah seorang ibu, begitu pun dengan Konan, dia juga menitikan air matanya. Fugaku dan Itachi hanya bisa diam. Sasuke menundukkan kepalanya.
"Kau tau Sasuke, walaupun dia bukan ibu kandungnya, tapi dia yang merawatnya sedari Kei kecil. Ikatan diantara mereka sangat kuat. Kaa-san bisa merasakannya, karena kaa-san juga seorang ibu. " Mikoto menghampiri Sasuke dan mengusap pundak putra bungsunya.
.
.
.
End or TBC ?