"NARUTO MILIK MASASHI KISHIMOTO. TIDAK ADA KEUNTUNGAN MATERIAL YANG SAYA DAPATKAN DARI PEMBUATAN FANFIC INI."
.
.
.
"Chapter 5"
.
.
Mata hijau Sakura melirik sekilas jam tangannya sebelum kembali mengecek semua barang yang sudah ia kemas di dalam koper. Ino akan menjemputnya sekitar jam satu siang dan sekarang sudah hampir jam satu.
"Jadi... kau benar-benar pergi dengan teman perempuan?" selidik Hinata lagi sambil memperhatikan dandanan Sakura yang sangat feminim.
Sakura menoleh ke arah Hinata yang duduk di atas kasurnya. "Benar, Kak. Namanya Ino Yamanaka. Dia sahabatku, dia bahkan mengajakku berlibur karena aku sedang patah hati," ucap Sakura tanpa sadar. "Eh? Itu... hmm maksudku..."
Hinata seakan tidak percaya mendengar ucapan Sakura. "Bagaimana mungkin ada laki-laki yang menolakmu? Kau itu sangat cantik, Sakura. Aku yakin laki-laki itu akan menyesal."
Sakura tiba-tiba duduk di sebelah Hinata. "Apa kakak yakin dia akan menyesal?"
"Tentu saja dia pasti akan menyesal menolak gadis cantik dan baik sepertimu, Sayang," balas Hinata sambil mengelus kepala Sakura dengan penuh sayang.
Hati Sakura mendadak menghangat saat mendengar penuturan Hinata. Dalam hatinya Sakura berharap kalau apa yang dikatakan Hinata akan terwujud. Tapi saat mendoakan hal itu terjadi, Sakura juga merasa begitu kotor karena itu sama saja dengan mendoakan Hinata agar dikhianati suaminya. Sakura memang menginginkan Sasuke untuk dirinya tapi dia juga tidak ingin Hinata tersakiti. Egois! Sakura juga sadar kalau dirinya egois.
Dan dia butuh pelarian untuk saat ini. Karena itulah Sakura berharap liburannya ini dapat mengobati lukanya dan membantunya untuk menghapus Sasuke dari hatinya.
"Kalian akan berlibur sampai kapan?"
"Minggu malam pasti aku sudah pulang, Kak. Aku kan harus sekolah hari Senin," sahut Sakura sambil memeluk Hinata. "Sampai jumpa, Kak."
"Iya, bersenang-senanglah," balas Hinata kemudian melepaskan pelukannya. "Tapi... kau harus janji satu hal padaku!" tambah Hinata sambil memicingkan matanya.
"Eh? Jan-janji apa, Kak?"
"Kau tidak boleh bergaul dengan sembarang laki-laki di sana. Mengerti?"
Sakura tersenyum sambil mengangguk dengan semangat. "Tentu saja, aku berjanji, Kak. Aku hanya berlibur dengan Ino saja. Kami sudah berjanji kalau tiga hari ini akan menjadi hari kami saja."
Hinata balas tersenyum. "Menyenangkan sekali ya menjadi anak muda, aku jadi rindu dengan teman-teman perempuanku."
Tiba-tiba saja ponsel Sakura berbunyi dan ada satu pesan masuk. "Wah, Kak, aku berangkat dulu ya? Ino sudah di depan," ucap Sakura sambil menyeret kopernya dengan diikuti Hinata di belakang.
"Hati-hati, Sayang."
Saat sampai di depan rumah, Sakura berpapasan dengan Sasuke yang sepertinya sengaja pulang kerja lebih awal di hari Jumat. Ia hanya mengangguk sekilas kemudian melewati Sasuke dan pergi ke arah mobil Ino yang terparkir dekat gerbang rumah.
Tanpa Sakura ketahui, mata hitam Sasuke terus memperhatikannya sampai Sakura masuk ke dalam sebuah mobil putih. Alisnya berkerut melihat hal itu, tiba-tiba saja ada sesuatu yang terasa menekan dadanya.
"Sasuke, kau sudah pulang?" Sapaan Hinata berhasil mengalihkan perhatian Sasuke.
Laki-laki berumur 35 tahun itu tersenyum tipis sebelum merengkuh sang istri dan menciumnya sekilas. "Kita harus siap-siap, Hinata supaya kita bisa sampai di hotel nanti malam."
"Kau tahu? Sepertinya kita kalah dengan Sakura," celetuk Hinata tiba-tiba.
"Hn? Maksudmu?" balas Sasuke sambil berjalan ke dalam rumah.
Hinata membantu Sasuke melepaskan jas kerjanya. "Hari ini dia pergi bersama temannya. Katanya sih perempuan, tapi aku yakin mereka juga pergi bersama pacarnya," tebak Hinata.
Alis Sasuke sedikit berkedut mendengar penuturan Hinata. Rasanya seperti ada yang meletup aneh dalam dadanya. "Pacar?"
"Tentu saja, Sayang. Gadis cantik seperti Sakura tidak mungkin tidak punya kekasih," ucap Hinata sambil tertawa kecil. "Aku jadi ingat dulu saat SMA kita juga pernah berlibur diam-diam dan akhirnya kita kena marah ayahku," tambah Hinata.
Sedangkan Sasuke yang berjalan di belakang Hinata sudah tidak terlalu memperhatikan perkataan istrinya itu. Giginya tiba-tiba saja bergemelutuk. Entah mengapa tiba-tiba ia merasa dikhianati. Padahal beberapa hari yang lalu gadis itu mengutarakan perasaan padanya dan sekarang ia pergi bersama pacarnya? Yang benar saja?!
"Cih! Dasar pembohong!" desis Sasuke.
Hinata menoleh cepat ke arahnya. "Hm? Kau mengatakan sesuatu, Sayang?"
"H-hn? Tidak, tidak ada, Sayang."
Hinata tersenyum manis, "Kalau begitu kita sebaiknya cepat bersiap-siap sebelum malam."
.
.
.
"Nah, sekarang kita sudah ada di sini, Sakura? Bagaimana menurutmu? Indah kan?" tanya Ino antusias sambil membentangkan kedua tangannya.
Saat ini mereka sudah berada di kamar hotel dan sekarang sedang berdiri di atas balkon yang menghadap langsung ke arah pantai.
"Wah, cantik sekali," ucap Sakura tanpa sadar. Mata hijaunya terlihat berbinar-binar sambil memandangi pantai yang terbentang luas di depan matanya.
Ino menarik ponselnya dari saku roknya. "Hei, sudah jam tiga sore, kita harus cepat-cepat berganti baju dan pergi ke pantai," ajak Ino sambil menarik lengan Sakura.
"Ehh? Sekarang? Kau tidak lelah, Ino? Kau tadi menyetir selama dua jam," ucap Sakura khawatir.
Ino menggeleng cepat. "Lelahku hilang begitu melihat pantai. Ayo, Sakura, cepat, laki-laki tampan di bawah sana sedang menunggumu," goda Ino.
Wajah Sakura memerah melihat alis Ino yang bergerak naik turun itu. "Dasar!"
Tanpa menghiraukan Sakura, Ino berjalan melewati ruang tamu dan masuk ke kamar tidur kemudian membongkar kopernya dan mencari bikininya. Mau tidak mau, Sakura akhirnya menyerah dan memilih mengikuti Ino. Saat melewati ruang tamu, Sakura masih saja terpesona dengan keindahan suite room yang mereka tempati. Kamar ini jauh lebih mewah dari kamar sewaannya dulu.
"Err Ino? Ngomong-ngomong kau benar-benar tidak apa-apa memesan kamar ini?" tanya Sakura saat melihat Ino yang sudah mengambil bikini berwarna biru mudanya.
Ino menoleh cepat, "Ya ampun, Sakura, tidak apa-apa. Lagipula aku juga sedang ingin berlibur. Kau tidak perlu sungkan, kau tahu kan aku sudah menganggapmu seperti saudaraku sendiri?"
Sakura tersenyum kemudian memeluk Ino cepat. "Terima kasih banyak, Ino. Aku sangat menyayangimu."
"Iya, sudah, sudah, sekarang cepat ganti baju," ucap Ino. "Oiya, aku punya sesuatu untukmu," tambah Ino sambil mengambil sebotol obat dari tas tangannya.
Sakura memiringkan kepalanya saat Ino menyerahkan obat itu kepadanya. "Ini apa?"
"Obat pencegah kehamilan," sahut Ino blak-blakan.
"Ehh?" Wajah Sakura memerah sambil memandangi botol berwarna putih itu. "Tapi untuk apa?"
"Jangan pura-pura bodoh, Sakura," sahut Ino sambil mengganti pakaiannya dengan bikini. "Kau pasti mengerti. Mungkin saja kau bertemu dengan laki-laki yang super seksi di sini, kan? Dan kemudian kalian berdansa erotis di tempat tidur?" goda Ino.
Wajah Sakura masih saja memerah. Bahunya tiba-tiba ditepuk. "Sudah cepat ganti baju, aku tunggu di luar kamar," ucap Ino sambil berjalan ke arah pintu. Tiba-tiba gadis itu berbalik. "Oiya, diminum satu pil setiap hari, ingat itu, Sakura," tambah Ino sambil mengedipkan matanya.
Senyum Ino merekah saat meninggalkan Sakura di dalam kamar. "Tapi bohong," bisiknya kecil. "Itu obat penyubur, sahabatku yang bodoh," lanjutnya lagi kemudian keluar dari suite room yang ia tempati di lantai tiga hotel.
Mata biru lautnya kemudian menoleh ke arah kamar suite yang berada di sebelah kamarnya. Terlihat banyak pegawai hotel yang keluar masuk dari kamar bernomor 301 itu.
"Wah, lihat, ternyata Sasuke itu cukup romantis ya?" celetuknya saat melihat pegawai-pegawai hotel itu sibuk membawa bunga mawar dari yang berbentuk rangkaian sampai ada yang membawa ember penuh berisi mahkota mawar merah.
Beberapa menit kemudian ada pegawai yang datang membawa beberapa wine diikuti pegawai yang membawa gramofon klasik berwarna emas. "Sasuke pasti berniat mabuk malam ini bersama istrinya."
Ino terkikik kecil sambil membayangkan rencananya. "Bukan hanya malam ini kau mabuk, Sasuke. Besok siang aku akan membuatmu jauh lebih mabuk bersama dengan Sakura."
Tiba-tiba saja Sakura keluar dari kamar hotel lengkap dengan baju kaos dan celana pendeknya. "Kau tidak pakai bikini?" tanya Ino.
Sakura menggeleng pelan. "Aku tidak punya."
Ino tersenyum geli. "Kalau begitu nanti kita beli di pantai." Gadis bermarga Yamanaka itu kemudian menarik tangan Sakura dan membawanya turun ke arah pantai.
'Kau harus berpakaian seksi agar besok Sasuke tidak bisa menolakmu, Sakura,' ucap Ino dalam hati.
.
.
.
Setelah kurang lebih satu setengah jam lebih berkendara, akhirnya Sasuke dan Hinata sampai di hotel tujuan mereka. Semua koper mereka sudah diantar oleh pegawai hotel ke kamar suite mereka. Dan sekarang Sasuke sedang menunggu Hinata yang sedang mencuci mukanya di toilet lobby.
"Sudah selesai? Masih mengantuk?" tanya Sasuke.
Hinata mengembungkan pipinya sambil menyelipkan tangannya di lengan Sasuke. Ia kemudian menyandarkan kepalanya di dada Sasuke. "Kenapa kita harus berangkat malam sekali, Sasuke? Coba lihat sekarang sudah hampir jam dua belas malam."
Walaupun pada kenyataannya waktu sudah menunjukkan tengah malam tapi suasana hotel di sana masih ramai. Semua lampu masih menyala. Sepertinya sedang banyak orang yang berlibur di sini.
"Sudah, jangan mengeluh, kau mau kugendong seperti tuan putri?"
Hinata segera menjauhkan kepalanya. "Ti-tidak, sudah kita jalan saja. Lantai tiga kan?" ucap Hinata sambil menahan malu jika Sasuke benar-benar menggendongnya sampai kamar.
Dengan menaiki lift, lantai tiga menjadi sangat dekat. Belum lagi kamar mereka yang kebetulan sangat dekat dengan lift. "Nah, sampai juga akhirnya, aku mengantuk," ucap Hinata.
Sasuke segera membuka kamar hotel dengan kartu yang ia terima di meja resepsionis. Setelah pintunya terbuka, laki-laki itu sengaja menutup mata Hinata dari belakang. "Eits, kau belum boleh tidur, aku punya sesuatu untukmu. Kau harus tutup mata."
Hinata terkikik geli mendengar ucapan Sasuke. Jarang sekali suaminya itu berbicara panjang lebar apalagi bersikap romantis seperti ini. "Baik, aku akan menutup mataku," sahut Hinata sehingga Sasuke tidak perlu menutup mata Hinata dengan tangannya lagi. Laki-laki itu kemudian menuntun istrinya masuk ke dalam kamar hotel.
Setelah memastikan pintu kamar terkunci, Sasuke kembali meraih tubuh Hinata dan menggiringnya sampai ke ruang tamu yang ada di kamar mereka. Ruang tamu itu mengarah langsung ke arah balkon dengan dibatasi pintu kaca.
Walaupun mata Hinata ditutup, dia bisa merasakan ada pendar-pendar cahaya lilin di sekitarnya. Sasuke melihat jam pada ponselnya. Saat jam menunjukkan pukul dua belas tepat, Sasuke mendekati Hinata dan berbisik pelan. "Buka matamu, Sayang."
Iris berwarna kelabu itu perlahan terlihat dan seketika membesar saat melihat pemandangan di depannya. "Selamat hari pernikahan yang kesebelas, Istriku," ucap Sasuke sambil mengecup dahi Hinata penuh sayang. "Kau suka?"
Mata Hinata seketika berkaca-kaca saat melihat lilin yang memenuhi meja di hadapannya. Bukan hanya lilin, di sana juga ada sebuket bunga mawar merah, kue, dan tak ketinggalan wine kesukaan Hinata. "Aku tidak menyangka kalau kau mengingat hari ini, Sasuke," balas Hinata sambil memeluk Sasuke. "Terima kasih banyak."
"Aku mencintaimu, Hinata," ucap Sasuke.
Hinata mendongak menatap mata hitam Sasuke. "Aku juga sangat mencintaimu, Sasuke."
Sasuke perlahan mendekatkan wajahnya dan mencium bibir Hinata perlahan. Mereka saling berbagi kecupan-kecupan kecil sebelum akhirnya saling memandang kembali. Rasanya ucapan cinta itu tidak perlu diucapkan karena mereka berdua tahu kalau mereka memang diciptakan untuk satu sama lain.
"Aku punya sesuatu untukmu," ucap Sasuke sambil melepaskan pelukannya. Ia merogoh saku bajunya dan mengeluarkan sebuah kotak beludru berwarna merah. Pria bermarga Uchiha itu tiba-tiba berlutut di hadapan Hinata.
Wajah Hinata seketika memerah melihat perlakuan Sasuke yang sangat manis. "A-ada apa ini? Apa kau berniat melamarku lagi?" tanyanya gugup.
Sasuke mendengus saat merasakan nada gugup di suara istrinya. "Kenapa kau gugup begitu?"
"Ti-tidak," bantah Hinata.
Sasuke kemudian membuka kotak beludru berwarna merah itu sehingga menampakkan dua buah perhiasan berbentuk lingkaran yang terbuat dari emas putih. "Uchiha Hinata, maukah kau terus menemaniku sebagai istriku hingga aku tua?"
Hinata tertawa kecil mendengar pertanyaan Sasuke. "Dasar tidak kreatif! Tentu saja aku mau," sahut Hinata sambil menerima kotak beludru itu dari tangan Sasuke. "Anting-antingnya cantik sekali."
"Wanita cantik harus menerima perhiasan yang cantik juga," ucap Sasuke. "Mau kupasangkan?" tanya Sasuke sambil berdiri.
Hinata mengangguk dan segera menyelipkan rambutnya ke balik daun telinganya. "Ada namamu di baliknya," ucap Hinata saat mengambil salah satu anting itu.
"Agar semua orang tahu kalau kau itu selamanya adalah milikku, Hinata."
"Dasar!"
"Sudah selesai."
Hinata menoleh ke arah cermin yang kebetulan ada di dinding dekatnya. "Cantik sekali."
Sasuke juga ikut melihat ke arah cermin. "Istriku memang cantik." Sasuke kembali mengecup bibir Hinata. Mereka lagi-lagi tenggelam dalam kecupan-kecupan yang akhirnya diikuti dengan lumatan bibir itu.
"Hmm... hnn..." desah Hinata. "Kita hampir melupakan kuenya."
Sasuke hanya bisa menghela napas karena kegiatan kesukaannya diinterupsi sang istri hanya karena kue. "Jadi?"
Hinata menarik tangan Sasuke ke dekat kue yang di atasnya berisi lilin yang masih menyala. "Kita buat permintaan dulu baru bersama-sama kita tiup lilinnya."
"Hn."
Mata kelabu Hinata memandang nyala api yang bergoyang-goyang itu sebentar sebelum akhirnya menutup matanya dan mencakupkan kedua tangannya di depan dada. 'Aku tidak meminta hal yang rumit. Hanya saja kumohon biarkan aku mengandung anak Sasuke segera,' ucapnya dalam hati. "Kau sudah selesai berdoa, Sasuke?"
Sasuke mengedikkan kedua bahunya. "Aku harap apapun yang diharapkan oleh istriku ini terkabul," ucapnya. Benar-benar seperti Sasuke, tak ada basa-basi sama sekali. Sasuke kemudian merangkul Hinata dan bersama-sama meniup lilin yang berada di atas kue berwarna putih itu.
Hinata refleks bertepuk tangan saat semua lilin di atas kue sudah mati. Sasuke tersenyum melihat tingkah istrinya itu. "Hei, masih mengantuk?"
Wanita yang dulunya bermarga Hyuga itu menggeleng cepat. "Tidak, sudah hilang sejak melihat semua ini."
"Mau ke balkon? Di luar pemandangannya indah," ajak Sasuke kemudian menggeser pintu kaca yang membatasi balkon dengan ruang tamu. Seketika itu juga aroma air laut dapat dirasakan oleh keduanya.
Hinata segera duduk di salah satu kursi yang memang tersedia di setiap balkon. "Kau benar, ini sangat indah," ucap Hinata takjub sambil memandang deburan ombak yang memantulkan kemerlip bintang. Lampu-lampu taman yang berada di sekitar pantai semakin memperindah pemandangan di hadapan Hinata.
Sasuke kemudian meninggalkan Hinata sejenak. Laki-laki itu pergi ke arah gramofon dan memasang piringan hitam di atasnya. Tak lama kemudian musik waltz terdengar di ruangan itu. Hinata bersenandung kecil saat musik kesukaannya masuk ke indra pendengarannya.
"Wine, Hinata?" tanya Sasuke yang sekarang sudah duduk di hadapannya.
"Tentu," sahut Hinata sambil menerima segelas wine dari Sasuke. Mereka bersulang dulu sebelum akhirnya meminum wine masing-masing.
Tangan Sasuke menusuk sepotong keju tanpa diminta. Tusukan keju itu ia sodorkan di depan Hinata. "Hari ini kau manis sekali, Sasuke," ucap Hinata sebelum menggigit keju yang disodorkan Sasuke. Hari ini benar-benar terasa sangat indah.
"Aku tiba-tiba jadi ingat, dulu kau melamarku di pantai itu, kan?" tanya Hinata dengan matanya yang masih mengarah ke pantai. Sebelas tahun yang lalu di saat salju turun dengan lebat, Sasuke malah mengajaknya ke pantai ini dan melamarnya di depan umum.
Wajah Hinata bersemu merah entah karena mengingat hal itu atau karena wine yang ia minum sejak tadi. "Mau berdansa?" tawar Sasuke.
Laki-laki itu tiba-tiba saja sudah berada di hadapan Hinata sambil menarik pelan tubuh Hinata. Tubuh Hinata sedikit terhuyung dan jatuh tepat ke pelukan Sasuke. Mereka berdua kemudian masuk ke dalam setelah menutup pintu kaca dan meninggalkan botol wine yang telah tandas isinya.
Musik waltz masih mengalun dengan indahnya menemani pergerakan sepasang suami istri itu. Mereka sebenarnya tidak benar-benar berdansa. Hinata hanya mengalungkan kedua lengannya di leher Sasuke sedangkan kedua lengan Sasuke memeluk pinggang Hinata. Dengan posisi seperti itu mereka kemudian bergerak perlahan sambil meresapi kehangatan yang menguar dari tubuh masing-masing.
Kepala Sasuke lama kelamaan akhirnya tenggelam dalam lekukan leher Hinata. Laki-laki itu kemudian menyesap leher hingga sepanjang tulang selangka istrinya dan meninggalkan bercak-bercak kemerahan di sana.
"Shhh... Sasu-ke," desah Hinata. Hinata hanya bisa mendesah sambil meremas rambut hitam Sasuke.
Sasuke kemudian mengangkat wajahnya dan mempertemukan dahi mereka. Mata mereka saling memandang penuh sayang. Tanpa aba-aba akhirnya kedua bibir itu kembali bertemu. Kedua bibir yang sudah terbiasa saling menyesap itu seakan hapal bagaimana cara memuaskan satu sama lain. Desakan lidah Sasuke di dalam mulut Hinata membuat Hinata menggelinjang. Belum lagi di tambah tangan Sasuke yang sudah berhasil menyusup ke balik baju Hinata dan mengelus punggungnya dengan menggoda.
Tak perlu menunggu lama hingga akhirnya kaitan bra Hinata terlepas. Pergerakan dansa mereka akhirnya berhenti karena salah satu kaki Sasuke yang sudah menyusup di antara kedua kaki Hinata. Lutut Sasuke secara perlahan menggesek selangkangan Hinata hingga membuat Hinata mendesis.
Ciuman mereka terlepas. Mata Sasuke tak memandang ke arah lain selain memandang Hinata yang sedang terengah-engah. Terlihat begitu erotis. Sasuke kembali menyerang bibir Hinata saat istrinya itu baru saja menstabilkan napasnya. "Hmpphh... Hhhnnmm..."
Tak mau menunggu lagi, akhirnya Sasuke mengangkat tubuh Hinata bagai seorang pangeran yang baru saja menemukan puterinya. Dan beberapa saat kemudian mereka sudah berada di atas kasur dalam keadaan telanjang bulat dengan kepala Sasuke yang tenggelam di antara selangkangan Hinata.
Hinata sudah dibanjiri dengan peluh. Leher serta perutnya sudah banyak berisi bercak-bercak merah dari Sasuke. Bibirnya tak henti-hentinya mendesahkan nama Sasuke terus menerus. Mungkin karena pengaruh alkohol, Hinata terlihat begitu berbeda malam ini. Ia lebih agresif dan berani mendesah keras.
"Shhh... ahhh, Sasu, ohhh, teruss~" racau Hinata sambil meremas seprai kasur. Sasuke semakin semangat saat mendengar desahan Hinata. Ia bahkan dengan sengaja menyedot klitoris Hinata.
Hinata menyentakkan kepalanya beberapa kali ke arah bantal saat merasakan bahwa ia akan orgasme. Wajahnya semakin memerah dengan matanya yang terpejam karena kenikmatan yang ia rasakan. "Auu.. Sasu, akhh," desahnya saat ia mencapai orgasme.
Sasuke bahkan dengan sengaja menyedot vagina Hinata hingga membuat Hinata menggelinjang. Tubuhnya bergerak ke kanan dan ke kiri saat rasa nikmat kembali akan menerjangnya. Sasuke tak membiarkan hal itu terjadi.
Laki-laki itu mengangkat salah satu kaki Hinata ke pundaknya dan segera mungkin menanamkan kejantanannya di vagina Hinata. Biasanya Sasuke hanya memasukkannya setengah tapi karena melihat Hinata yang tidak tampak kesakitan, ia dengan berani memasukkan seluruh penisnya. "Shh ah!" desah Sasuke tanpa sadar.
"Huhh! Akhh huh!" Hinata tersentak. Mata kelabunya tiba-tiba terbuka sambil menatap mata hitam Sasuke. Kedua tangannya merentang ke arah Sasuke. "Kemari, Sasuke," pintanya.
Sasuke menyeringai melihat tingkah Hinata. Laki-laki itu kemudian mendekati Hinata dan perlahan menindihnya. Ia kecup puncak kepala Hinata sebelum akhirnya menggerakkan tubuhnya perlahan. Kedua kaki Hinata tiba-tiba melingkari pinggangnya hingga membuat Sasuke terkejut.
"Hari ini kau semangat sekali, Sayang," ucapnya di sela gerakan panas mereka.
Hinata tak menghiraukan ucapan suaminya itu karena ia masih sibuk mendesah dan sibuk mencari pelampiasan atas rasa sakit dan nikmat yang ia rasakan saat ini. "Sasuke~ aakhh a-aku ma-mau..."
Bibir Sasuke mengulum bibir Hinata sebelum kalimatnya selesai. Di saat lidah Sasuke menyeruak masuk ke dalam bibirnya, Hinata merasakan orgasme lagi hingga punggungnya melengkung. Sasuke yang tak mau tertinggal kemudian semakin mempercepat gerakannya dari biasanya.
Tubuh Hinata tersentak-sentak hebat menerima gerakan brutal Sasuke. Biasanya Hinata akan merasakan sakit saat Sasuke bermain keras tapi hari ini tiba-tiba saja ia merasa begitu berbeda. Ia sangat menikmati seks untuk pertama kalinya.
Di saat Sasuke akan merasakan klimaksnya, laki-laki itu melepas pagutannya dan berfokus menggerakkan pinggulnya semakin cepat. "Ish!"
"AKHHH! SASUKEE~" desah Hinata panjang saat ia merasakan semburan sperma Sasuke memenuhi rahimnya.
Tubuh Sasuke kemudian terjatuh di atas tubuh Hinata. Tidak ingin membuat Hinata menopang berat tubuhnya, laki-laki itu kemudian memiringkan tubuhnya dan Hinata dalam keadaan yang masih menyatu. Laki-laki itu mengecup pelan dahi Hinata. "Aku mencintaimu, Sayang."
Mata Hinata masih terpejam sambil merasakan sisa-sisa klimaksnya. Saat napasnya sudah stabil, ia mendongak dan menatap mata kelam Sasuke. Dengan berani ia mengecup bibir Sasuke dan melumatnya.
Saat lumatan itu berhenti, Sasuke mengelus pelan payudara Hinata sambil memandang mata kelabu Hinata. "Kau masih bisa?"
Hinata hanya mengangguk pasrah dan membiarkan Sasuke kembali membimbingnya menuju kenikmatan yang tiada tara.
.
.
.
Saat jam baru saja menunjukkan pukul tujuh pagi, Sasuke sudah membuka matanya. Ia menolah ke sebelah kiri dan mendapati istrinya yang masih tertidur sambil memeluk dirinya. "Selamat pagi, Sayang," bisiknya agar Hinata tidak terbangun.
Ia bangun dengan perlahan agar Hinata tak terbangun. Sasuke segera membersihkan diri di kamar mandi. Begitu selesai dengan ritual paginya, Sasuke sudah terlihat segar bugar. Ia sengaja tidak membangunkan Hinata agar istrinya itu dapat tidur lebih lama karena mereka baru saja tidur sekitar dua jam yang lalu.
Tiba-tiba saja ia ingin menyiapkan sarapan untuk Hinata. Sebenarnya dia bisa saja meminta layanan kamar tapi dia ingin menyiapkannya sendiri karena itulah ia dengan sukarela membawa langkahnya ke arah restoran hotel. Saat akan memilih sarapannya, tiba-tiba saja mata hitamnya menangkap sosok laki-laki yang paling tidak ingin ia temui di dunia ini.
Laki-laki itu sepertinya juga menyadari kehadiran Sasuke dan dengan berani melambaikan tangannya. "Cih!" geram Sasuke.
"Halo, Sasuke," sapa laki-laki itu.
"Wah, aku tidak menyangka bisa bertemu denganmu di sini, Toneri," balas Sasuke dingin.
Toneri menampilkan senyum di wajahnya. "Ini bukan kebetulan, aku sengaja ke sini karena Hinata mengundangku."
Dahi Sasuke mengkerut mendengar ocehan Toneri. Toneri dulu selalu mengejar-ngejar Hinata saat dirinya belum berpacaran dengan Hinata. Bahkan saat Sasuke akan menikah dengan Hinata, laki-laki ini masih saja suka mencari kesempatan untuk merebut Hinata darinya.
"Berhenti bicara omong kosong!"
Toneri mendengus mendengar ucapan Sasuke. "Hei, kau sepertinya selama ini buta, Sasuke."
Dahi Sasuke semakin mengerut. Tanpa ia sadari tangannya sudah terkepal.
"Asal kau tahu, aku dan Hinata selalu bertemu diam-diam. Hari ini, kami berniat membongkar semuanya di hadapanmu, Sasuke."
"Apa maksudmu?"
Toneri mendesah sambil menyeringai. Laki-laki itu berjalan hingga ia berdiri di sebelah Sasuke. "Kau bisa bertanya pada Hinata apa maksud ucapanku," ucap Toneri kemudian meninggalkan Sasuke dengan rasa cemburu dan amarah yang memuncak.
"Cih! Sial!" geramnya kemudian ia melenggang pergi dari sana. Sasuke berjalan tanpa arah sambil memikirkan ucapan Toneri barusan. Apa Hinata mengkhianatinya? Apa jangan-jangan selama ini ia sengaja agar dirinya tidak hamil dengan meminum obat? Pikiran-pikiran negatif tiba-tiba masuk ke kepala Sasuke.
Hari masih pagi tapi sepertinya ia perlu alkohol untuk menjernihkan kepalanya. Kakinya bahkan dapat merasakan kebutuhan dirinya hingga ia sampai di depan bar. Bar di sini hampir selalu penuh sepanjang waktu, entah itu pagi, siang, ataupun malam. Dengan kepala yang masih penuh dengan pikiran negatif, Sasuke memilih duduk di salah satu kursi dekat dengan bartender. "Vodka," pintanya. "Cepat!"
Segelas vodka tiba-tiba saja ada di hadapannya, itu bukan dari bartender tapi dari wanita yang duduk di sebelahnya. Wanita berambut pirang itu mengedipkan salah satu matanya. "Kau bisa meminum punyaku dulu," tawarnya.
"Hn," Sasuke bahkan tak sungkan untuk menerimanya dan menegaknya sekaligus.
"Waw!" ucap wanita berambut pirang itu. "Sepertinya kau sedang dalam masalah ya?"
"Diam! Ini bukan urusanmu!" hardik Sasuke kasar.
Wanita yang barusan dihardik Sasuke itu hanya menyeringai. "Kau masuk perangkap dengan begitu mudah, Sasuke," ucapnya tanpa bersuara. Tiba-tiba saja ponselnya bergetar dan ada nama Sakura tertera di layarnya.
Wanita berambut pirang itu keluar sebentar dari bar dan mengangkat telepon dari gadis yang menginap bersamanya itu. "Maaf, Sakura, aku sedang ada urusan. Kau jangan keluar sendirian ya? Tunggu aku, sebentar lagi urusanku selesai. Janji?"
Setelah menerima janji dari Sakura, wanita yang bernama Ino itu kembali masuk ke dalam bar. "Tunggu sebentar lagi, Sakura, aku akan membawakan Sasuke untukmu," ucapnya sambil memandang laki-laki di meja bar yang sedang meminum gelas vodka keduanya.
.
.
.
~To Be Continued~
A/N: Chapter 5 udah update ni :) Terima kasih buat semua yang sudah memberikan review di chapter lalu. Semua review akan dibalas via PM. Sekian untuk chapter ini. Bagi yang ingin menumpahkan unek-uneknya, silahkan gunakan kotak review di bawah. Semua review akan diterima dengan senang hati :D Kotak reviewnya jangan dikacangain yaaa~