Tittle: Elf

Disclaimer: Fujimaki Tadatoshi

Genre: Supernatural, Crime, Friendship

Rate:

Warning: OOC, OC figuran, Typo pake es, bahasa tidak sesuai EYD

Enjoy…

"Yakin mau sendirian saja, Sei-chan?" Tanya Mibuchi Reo yang menghentikan mobilnya dengan khawatir.

"Iya. Toh aku cuma mau menjenguk." Jawab Akashi singkat.

"Tapi kau itu bakal masuk ke dalam sarang penyihir. Sarangnya, lho." Pesan Hayama pura-pura memasang wajah seram.

"Itu cuma rumahnya. Lagipula penyihir bukan setan." Tempik Akashi lagi.

"Yang setan itu kan kita, Demon." Celetuk Nebuya Eikichi. "Secara teknis."

"Sudah! Aku keluar sekarang. Kalian pulang saja."

Tanpa menunggu respon dari para pengawalnya, Akashi keluar dari mobil mewah yang mengantarnya dan berjalan menjauh. Ia baru berhenti di depan pintu gerbang kayu yang cukup tinggi untuk menghalangi pemandangan di baliknya. Ia membunyikan bel di samping gerbang rumah tanpa tag nama tersebut. Sementara menunggu, ia mengingat-ingat alasannya datang ke tempat ini.

(A month ago)

"Empat tahun?" Tanya Tetsuya tertegun. "Ti-tidak. Tidak mungkin selama itu. Seharusnya beberapa minggu saja sudah cukup." Gumamnya dengan gelisah. "Kalau selama itu… ada berapa jumlah Generasi Keajaiban sekarang?" Tanyanya tiba-tiba.

"Totalnya ada enam di kubu kami." Jawab Vier juga ikutan kaget.

"Sekarang jadi lima, ssu." Sahut Sieben dengan lesu. "Nanti kujelaskan." Ucapnya menjawab pandangan tanya dari rekan-rekannya.

"Hei, jangan bilang kau tidak ingat apa-apa." Kata Zehn tersadar. "Kau bahkan tidak ingat kami."

"Jadi kau mau sok polos setelah membuat kami jadi pahlawan begini, ya?" Tanya Neun dengan nada bercanda.

"Bukan, bukan begitu." Tetsuya menjawab dengan serius. "Ingatanku masih belum kembali sepenuhnya. Aku perlu waktu untuk mengembalikan semua ingatanku dari tubuh yang satunya."

"Artinya kami masih harus menunggu lagi?" Kesal Fünf.

"Beri aku enam, tidak. Satu bulan. Satu bulan saja. Setelah itu baru kita bicara lagi."

(Flashback end)

Dan di sinilah ia sekarang. Berdiri di depan gerbang rumah milik Tetsuya yang ternyata sudah lama ditinggalkan si tuan rumah. Ia tidak menunggu lama untuk masuk ketika salah seorang pelayan membukakan pintu untuknya. Rumah tersebut bergaya Jepang yang luas dengan taman yang tak kalah besarnya. Di dekat taman ada kolam ikan koi dan di sampingnya ada pohon sakura yang bunganya mulai berguguran dan menutupi air kolam dengan warna merah jambu. Sedikit ke tengah taman, dapat dilihatnya lempengan batu hitam yang sangat lebar dengan tiga batu hitam lain berdiri menjadi pilar yang mengelilinginya. Ia ingat tempat itu adalah tempat di mana ia berpijak ketika Tetsuya memindahkan mereka bulan lalu. Rumahnya sendiri tidak kalah mewahnya. Rumah dengan gaya Jepang tersebut cukup luas dengan ruangan yang banyak (saat ini ia berada di ruang tamu). Selain itu juga ada lantai 2 yang ia belum tahu bagaimana rupanya. Juga baru ia tahu, ada ruang bawah tanah tempat Generasi Keajaiban berlatih dengan pintu keluar yang cukup jauh dari rumah ini (padahal ia pernah latihan di sana). Pokoknya, Akashi simpulkan rumah ini sama megahnya dengan mansion miliknya.

"Dan adik bodohku itu malah memilih tinggal di rumah kecil selama bertahun-tahun." Bisiknya pada diri sendiri.

Tidak berselang lama, seorang pelayan datang membawakan teh dan kudapan. Tetapi sebelum sempat pergi, Akashi keburu menahan pelayan wanita tersebut.

"Di mana Tetsuya?" Tanyanya singkat.

"Tetsuya-dono meminta untuk tidak mengganggu beliau sedikitpun. Mohon tunggu sebentar lagi." Jawab si pelayan ramah.

"Berapa lama lagi aku harus menunggu? Dia bilang satu bulan." Ujar Akashi tidak sabaran.

"Saya tidak tahu pasti, tapi mungkin sebentar lagi.

"Beritahukan padanya bahwa aku sudah datang." Perintah Akashi.

"Maaf, tidak keluar dari ruangannya sebulan ini, jadi tidak ada satupun dari kami yang sempat berbicara dengannya."

"Apa?" Kaget si remaja merah. "Dan kalian tidak punya niatan untuk memeriksa keadaannya?"

"Tetapi Tetsuya-dono mi—"

Ucapan si pelayan langsung dipotong oleh omelan Akashi. "Si bodoh itu mau bunuh diri, ya? Sebulan ini kukira apa, ternyata dia cuma jadi bocah nolep yang bahkan tidak bicara dengan siapapun." Tiba-tiba ia tersadar sesuatu. "Hoi, apa dia diberi makan?"

"Tidak, karena—"

PLAKK

Akashi menepok jidatnya sendiri dengan kencang. Ia kemudian berdiri dan langsung berlari mengelilingi rumah. Mengabaikan seruan para pelayan untuk tidak mengusik tuan mereka (sumpah! anak itu punya berapa banyak pekerja?). Akashi tidak tahu di mana keberadaan bocah itu, karena itulah ia menggunakan penciumannya dan melacak keberadaan Tetsuya.

Akhirnya ketemu. Tetsuya berada di balik pintu yang tengah dijaga lelaki bersurai perak dengan mata sipit yang memandang kosong. Si lelaki yang melihat kedatangan Akashi langsung mencegatnya.

"Tunggu! Tetsuya tidak bisa diganggu sekarang." Cegatnya.

"Biarkan aku lewat!" Perintahnya.

"Aku tidak bisa membiarkanmu lewat meski kau seorang Akashi sekalipun." Balas si lelaki.

"Dia mengurung diri selama sebulan dan tidak makan. Apa kalian tidak khawatir?"

"Tidak juga. Karena—" Sekali lagi, Akashi memutus perkataan orang lain, kali ini dengan cara menembus cegatan si penjaga. "Hei, tunggu! Jangan buka pintunya!" Si lelaki memperingatkan.

"Tetsuya!" Seru Akashi sebelum membuka pintu dengan kasar. Ketika pintu terbuka, di saat bersamaan—

TARRR!

"WAAA!"

Terdengar suara letupan keras diiringi dengan jeritan dari ruangan tersebut. Sesaat setelah suara tersebut, terlihat seorang anak yang terlempar dari tengah ruangan. Hakama* anak itu terkibar dan sedikit terbakar di ujung. Si anak melayang dan tersungkur dengan posisi telentang di dekat kaki Akashi yang masih berdiri di ambang pintu. Terlihat ia meringis seperti menahan kesakitan. Ketika anak itu membuka mata, dilihatnya Akashi yang berada di atasnya. Setelah sepertinya mengetahui keadaan yang terjadi, anak itu langsung cemberut pada Akashi dengan menggembungkan pipi.

"Akashi-kun. Kau mengacaukan ritualku." Ucapnya ngambek.

.

.

.

Chapter 38: Case (none), History that Starts it All

.

.

.

"KUROKOCCHHIIIIIIIII!" sebuah seruan riang terdengar dari gerbang depan sampai ke ruang tengah tempat Tetsuya dan Akashi duduk. Dapat didengar derap langkah yang semakin mendekat di balik pintu kertas yang tertutup. Kemudian pintu kertas yang malang itu bergeser terbuka dengan debuman keras, menampakkan makhluk kuning dengan gigi yang banyak.

"Aku kangen Kurokocchiiiii!" Kise muncul dengan tangan terentang seperti ingin memeluk. Tetapi aksinya itu terhenti di tengah-tengah. "Ah, aku lupa. Harusnya kupanggil Tetsuyacchi, ya." Ucapnya sambil cengengesan. Di belakangnya, Kagami, Aomine, dan Murasakibara menyusul.

"Dia makin kecil." Komentar Aomine dengan suara pelan sehingga tidak ada yang sadar.

"Tidak apa-apa Kise-kun. Kau bisa memanggilku seperti biasa." Jawab Tetsuya- Kuroko dengan nada datar khasnya.

"Kau sudah ingat sekarang?" Tanya Kagami yang langsung mencomot kue yang tersaji.

"Iya. Semuanya." Jawab Kuroko. "Aku melakukan ritual pengembalian untuk menggabungkan pengalamanku di tubuh yang satunya."

"Tetsu kecil." Bisik Aomine.

"Jadi benar, Kuro-chin ada dua." Ucap Murasakibara dengan mulut sudah penuh kue duluan.

"Tidak. Sebenarnya lebih tepat kalau aku ingin berpindah tubuh. Tetapi karena saat itu aku terburu-buru, jiwaku malah terbagi beserta kemampuan tubuhnya."

"Kecil lo ini." Ini Aomine.

"Ooh! Aku mengerti sekarang!" Seru Kise. "Kurokocchi memindahkan jiwanya ke tubuh yang lain, tetapi karena tidak sempurna yang berpindah cuma kesadaran dan sebagian ingatan. Makanya Kurokocchi sempat bilang ingatannya kabur-kabur, kan?" Jelas Kise membuat analisis sambil menggerak-gerakkan tangannya.

"Benar sekali." Kuroko setuju. "Aku hanya sempat memindahkan sedikit ingatan, roh, dan indra. Aku tidak sempat memindahkan energi kehidupan dan kekuatan sihir."

"Berarti kau sudah bisa menggunakan sihir sekarang?" Tanya Akashi.

"Tidak ada yang mau bahas kalau tubuh Tetsu kecil?" Masih Aomine yang tanya.

"Iya. Tetapi masih perlu waktu bagiku untuk membiasakan menggunakannya lagi."

"Tapi.. Kuroko." Panggil Kagami. "Aku penasaran. Kenapa tubuhmu masih kecil aja?"

"Akhirnya ada yang tanya." Aomine lega.

Mendengar pertanyaan Kagami, raut wajah Kuroko entah kenapa berubah cemberut. "Aku minta kalian menunggu selama sebulan kan? Sebenarnya aku perlu waktu untuk mengembalikan seluruh pengalamanku di tubuh yang satunya. Semakin lama waktu yang kuhabiskan di tubuh itu, semakin lama pula ritual pengembaliannya. Dan selama ritual aku tidak boleh diusik sedikitpun." Kuroko memberikan tekanan di kata terakhirnya dengan matanya mendelik tajam ke arah Akashi. "Ritualku sudah memasuki tahap terakhir, tahap pengembalian fisik. Tapi Akashi-kun datang dan mengacaukan segalanya. Sekarang tubuhku akan terus begini."

Akashi memalingkan muka dan bersikap sok tidak bersalah. "Mana aku tahu kau sedang melakukan ritual. Tidak ada satupun dari pelayanmu yang memperingatkanku."

"Sebagai bantahan," Pelayan Kuroko, si lelaki perak datang membawakan camilan tambahan. "Kami semua berusaha memperingatkanmu. Tetapi kau selalu memotong ucapan kami." Ucapnya membela diri, yang kemudian keluar tanpa menambahkan kata-kata lagi.

"Dia siapa sih?" Gerutu si ketua yang melihat punggung pelayannya Kuroko tersebut. "Sekarang sudah satu bulan. Jadi luruskan semuanya." Perintahnya mengalihkan topik.

"Yah, aku memang berjanji menjawab pertanyaan kalian." Ujar Kuroko. "Tapi yang mana yang harus kujawab lebih dulu?"

"Kenapa kau tidak mulai dari awal saja?" Tanya Kagami. "Misalnya bagaimana kau bisa punya kekuatan sihir?" Bisiknya sangat pelan.

"Kau benar-benar ingin tahu hal itu, ya." Kuroko menghela napas panjang.

"Ah. Kedengaran ya?"

"Sudah kubilang persoalan mengenai penyihir kalian tidak perlu tahu." Tolak Kuroko. Kali ini nadanya lebih halus dari saat pertama ia menolak penjelasan penyihir sebelumnya.

"Kenapa kau enggan sekali menceritakan tentang penyihir?" Tanya Akashi yang juga tertarik.

"Karena penyihir adalah makhluk hina yang tidak seharusnya ada di dunia ini." Balas Kuroko yang tidak memberikan jawaban apapun.

"Kalau begitu jelaskan kenapa kau sampai menganggap penyihir—dirimu sendiri—hina?" Tanya Akashi lagi. Kali ini sedikit memaksa.

Kuroko berpikir sejenak. Sejak awal ia tidak berniat memberitahukan hal itu kepada mereka. Dan informasi tersebut adalah sesuatu yang tidak diketahui siapapun kecuali dirinya dan pendahulunya. Tapi sepertinya pembicaraan ini tidak akan selesai jika ia tidak menjelaskannya pada mereka.

"Haah.. baiklah." Kuroko menghembuskan napas berat. "Akan kuceritakan tentang penyihir pada kalian. Tetapi hanya pada kalian." Remaja menyusut itu kemudian mengangkat tangan kanannya dan melambaikannya sedikit, kemudian ia meluruskan tangan tersebut di depan tubuh dan merentangkan kelima jarinya. "Berjanjilah."

Kelima remaja itu mengangguk. Kemudian Kuroko memejamkan matanya sebentar lalu membukanya kembali. Jika teliti, mata Kuroko terlihat sedikit bercahaya. Tatapannya lurus antara tangan dan teman-temannya, tetapi jika dari sudut pandang orang lain pandangannya terlihat kosong.

"Atas nama Veritas, kuungkapkan kebenaran yang terkubur jauh di dalam kegelapan. Berikanlah sedikit cahaya untuk bayangan yang hitam kelam. Demi Benzaiten, kebenaran hanya akan terucap bersamaku di antara kelima bola yang memiliki segalanya. Dan kusegel kebenaran tersebut di dalamnya."

"Geheimüllt."

Dari luar tidak terlihat adanya perubahan sedikitpun. Tetapi kelima remaja itu merasakan suatu energi mengalir ke dalam tubuh mereka yang kemudian menetap. Seperti energi itu tidak akan pernah pergi selamanya.

"Kau memantrai kami?" Akashi mendelik pada Kuroko.

"Hanya mantra agar kalian tidak membocorkan hal ini kepada siapapun. Kalian tetap bisa membahasnya, tapi hanya di antara kita berlima. Mantra yang kugunakan cukup kuat, jadi akan bertahan selama aku hidup." Jawab Kuroko terdengar enteng.

"Apa tidak berbahaya, Kuro-chin?" Tanya Murasakibara cemas. "Kalau mantramu menyakiti kami bagaimana?"

"Tidak akan. Mantra itu mencegah orang luar untuk mendengar, membaca gerak bibir, ataupun merasakan getaran saat kita membicarakan rahasia ini. Mantra yang kugunakan sangat aman sehingga tidak akan ada efek samping dan tidak ada yang bisa mematahkannya. Juga begitu lepas nanti kalian tidak akan mengingat apapun tentang rahasia ini."

"Kau sampai menggunakan banyak sekali sihir cuma agar rahasiamu tidak terungkap?" Kise sedikit mengerutkan alisnya. "Apa tidak berlebihan, Kurokocchi?"

"Kerahasiaan jauh lebih penting daripada keberadaan penyihir itu sendiri."Jawab Kuroko.

"Tapi kau malah memberitahukannya pada kami." Celetuk kagami.

"Aku percaya kalian bisa menjaganya. Lagipula kau pasti akan terus merengek ingin tahu kalau aku tidak cerita."

"Iya sih." Kagami menggaruk tengkuknya.

"Kalau kau percaya pada kami, kau tidak akan memantrai kami seperti ini, kan?" Ejek Aomine.

"Hanya tindakan pencegahan, Aomine-kun." Balas Kuroko. "Aku tidak mau zaman kegelapan terulang.

"Zaman Kegelapan?"

Kali ini Kuroko benar-benar menyiapkan hatinya untuk menceritakan rahasia yang ia jaga sendiri selama bertahun-tahun. "Kalian tahu tentang abad pertengahan kan? Saat itu beredar peraturan mengenai perburuan dan pemusnahan penyihir." Semuanya mengangguk. "Sekarang ini semua orang menilai perburuan itu hanya aturan tidak berguna akibat sebaran fitnah. Yah, perintah itu tidak sepenuhnya salah."

"Hah!?" Semuanya kaget.

"Jadi maksudmu waktu itu penyihir benar-benar ada?" Tanya Aomine tidak percaya.

"Bukannya penyihir cuma keluargamu, Kurokocchi?"

"Waktu itu sebagian besar kasus memang benar penyihir. Sebagian lagi karena tuduhan tidak bertanggung jawab." Jawab Kuroko. "Tapi bukan itu yang ingin kutekankan di sini. Aku hanya ingin mengatakan bahwa semua manusia bisa menjadi penyihir."

"Siapapun?" Gumam Murasakibara.

"Siapapun. Selama ia manusia dan siap membuang kemanusiaannya.

"Sebelum zaman kegelapan, zaman perburuan penyihir maksudku, terjadi perang besar antara manusia dan Demon. Penyebabnya seperti yang kalian tahu, manusia yang sebelumnya takut terhadap Demon mulai berontak dan melawan, dengan tujuan menjadi ras yang berada di puncak. Demon pun juga sama, mereka merasa lebih superior karena kelebihan dalam segi fisik sehingga peperangan tidak dapat dicegah."

"Dan pada masa itulah Asosiasi Hunter didirikan." Aomine yang memang mantan Hunter ikut menjelaskan. "Hunter waktu itu memiliki wewenang dan kekuasaan yang cukup tinggi, sehingga mereka dibebaskan membunuh di tempat. Sekarang masih sih."

"Benar. Ada sebuah cerita tentang seorang Hunter yang sangat kuat. Meski begitu ia berteman dengan Demon. Lalu tanpa alasan jelas dia membunuh temannya itu. Sepertinya dia sudah gila."

Kuroko memberi jeda agak lama untuk memberi kesempatan bagi mereka menyerap informasi.

"Dan tidak sekedar membunuh. Hunter itu juga melakukan satu dari tiga hal tabu yang tidak seharusnya dilakukan. Dia memakan tubuh teman Demonnya itu." Kali ini raut wajah Kuroko berubah seperti terlihat sedih dan malu.

Kelima temannya terkejut bukan main ketika mendengar ucapan Kuroko tersebut. Terutama Akashi. Ia tidak pernah mendengar tentang manusia yang memakan Demon.

"Yang kutahu hal tabu cuma dua, Kuro-chin. Manusia memakan manusia, dan Demon memakan Demon." Ucap Murasakibara. "Aku tidak pernah dengar ada manusia memakan Demon."

"Tunggu. Kenapa aku juga tidak pernah memikirkan itu, ya?" Pikir Aomine.

"Tidak ada satupun dari kita pernah berpikir untuk memikirkan itu." Ucap Akashi. "Apa ini ada hubungannya dengan penyihir?"

Kuroko mengangguk lemah, lalu menjawab. "Dua hal tabu memang pengetahuan umum yang dilarang karena kanibalisme sangat merusak moral. Tetapi manusia memakan Demon adalah hal yang tidak pantas dilakukan manusia karena menentang kodratnya. Bukan hanya itu. Sebagai manusia pertama yang memakan Demon, Hunter tersebut tidak tahu bahwa efek sampingnya adalah mendapatkan kekuatan sihir. Dialah penyihir pertama di dunia."

"Karena itukah kau selalu bilang penyihir adalah makhluk hina?" Tanya Kise.

"Penyihir sudah tidak bisa lagi disebut sebagai manusia, namun dia juga bukan Demon. Penyihir adalah makhluk yang kehilangan jati dirinya." Ucap Kuroko. "Begitu masyarakat mengetahui tentang penyihir, keadaan menjadi terbalik. Manusia berbondong-bondong memburu Demon untuk dimakan, sehingga saat itu jumlah penyihir sangat banyak dan umat manusia pun berada di puncak. Sebaliknya, Demon yang jumlahnya memang lebih sedikit hampir punah karena perburuan besar itu."

"Hoo… baru pada saat itu didirikan Divisi Pelindung." Gumam Akashi mulai mengerti jalurnya.

"Tetapi Divisi Pelindung saat itu tidak berfungsi dengan baik karena penyihir memiliki kekuatan lebih sehingga mereka berkuasa. Hal itu berlangsung selama hampir dua abad. Tidak ada yang menyadari kalau ada efek samping di balik kekuatan mereka. Awalnya tidak kentara, tetapi seiring waktu efek itu semakin terlihat jelas.

"Tiap penyihir mengalami efek samping yang berbeda dan semuanya sangat buruk. Ada yang tubuhnya perlahan membusuk, ada yang berubah menjadi seperti monster, sebagian menjadi gila, sebagian lagi terkena penyakit mengerikan. Efek samping tersebut dikenal manusia jaman sekarang sebagai 'wabah penyakit'. Yang mengerikan, efek samping itu bisa menjangkiti non-penyihir. Beruntung obatnya segera ditemukan sehingga rakyat dapat diselamatkan. Tetapi hal itu tidak berlaku terhadap penyihir. Penyihir yang terkena kutukan akan merasakan penderitaan dari kekuatannya hingga mati.

"Hunter yang menjadi penyihir pertama itu sendiri terkena kutukan hingga ke anak cucu. Karena efek samping itu masyarakat menjadi takut akan terjangkit dan terjadi wabah sehingga mereka mulai menjauhi para penyihir. Kemudian cucu dari penyihir pertama, yang memegang gelar sebagai penyihir terkuat, dibantu gereja membuat peraturan pemurnian penyihir. Sejak saat itulah zaman perburuan penyihir dimulai. Ribuan penyihir dan yang dituduh sebagai penyihir dihukum mati tanpa kecuali."

"Penyihir memerintahkan pemusnahan penyihir?" Kaget Kagami.

"Keseimbangan kehidupan jadi kacau, kegilaan masyarakat terjadi di semua tempat, ketidakseimbangan kehidupan membahayakan alam dengan cepat, tindakan semena-mena yang membuat rakyat menderita, belum lagi wabah penyakit yang datang dari penyihir. Tentu saja pemusnahan harus dilakukan." Jawab Kuroko seolah itu adalah hal yang lumrah. "Keturunan penyihir pertama juga merasa bersalah karena menjadi penyebab kekacauan ini, jadi dia bersedia membantu pemusnahan sebelum ia juga dieksekusi.

"Tapi gereja tidak mengijinkan kematiannya. Sebagai hukuman khusus, ia dan keturunannya harus hidup dengan menanggung dosa sebagai penyihir dan memastikan tidak ada lagi penyihir selain keluarganya. Setelah pemusnahan yang berlangsung selama tiga abad, anak-anaknya merapalkan mantra agar semua orang di dunia melupakan kenyataan tentang penyihir dan mencegah pengetahuan tersebut terpikirkan selamanya. Dibutuhkan lebih dari tiga puluh penyihir dan pembacaan mantra selama empat bulan tanpa henti untuk mengaktifkan segel permanen tersebut. Sihir tersebut sangat kuat hingga menyedot habis energi perapalnya sampai mati. Hal itu hampir menghabiskan seluruh keluarga penyihir pertama dan hanya menyisakan dua di antaranya."

Sekarang semua remaja di sana terdiam mendengarkan cerita Kuroko.

"Masih belum selesai sampai di situ. Rupanya miasma dari energi sihir terus menguar di udara meski penggunanya sudah mati. Salah satu dari dua penyihir yang tersisa mengumpulkan energi itu di dalam kristal dan menyegelnya, kemudian menguburnya di dalam tanah, sedangkan satu lagi menjalankan tugasnya untuk mengawasi dunia dan melanjutkan tali generasi penyihir.

"Energi sihir di dalam kristal yang terkubur itu perlahan membeku dan menjadi satu. Diperkirakan karena bencana alam, kristal tersebut pecah menjadi sepuluh bagian. Beberapa abad kemudian kesepuluh pecahan tersebut akhirnya ditemukan."

"Um.. Kurokocchi.." Kise tiba-tiba mengangkat tangan. "Aku mau tanya. Apa kristal yang kau maksud itu ada di leher kami sekarang?"

"Kok tahu?" Kaget Kuroko.

"Yang benar!?" Seru Kagami.

"Ini sihir!?" Jerit Aomine menunjuk liontinnya.

"Aku penyihir~" Murasakibara entah kenapa senang.

"Bukan-bukan." Cegat Kuroko. "Memang berasal dari energi sihir, tetapi sudah tidak ada hubungannya lagi dengan sihir. Energi di kristal itu murni kekuatan alam yang masuk ke dalam kristal. Teoriku, selama di dalam tanah kesepuluh kristal menyerap energi alam yang berbeda-beda dan memurnikan miasma sihir. Karena itu kalian tidak lagi menerima kutukan."

"Tetsuya. Kau bilang keturunan penyihir pertama dihukum untuk terus menjadi penyihir dan menjaga kekuatan itu." Mulai Akashi. "Itu artinya kau adalah keturunan penyihir pertama."

"Iya, aku adalah yang terakhir." Jawab Kuroko. "Mungkin aku harus segera mencari istri dan memiliki anak." Gumamnya tidak nyambung.

"Kau ini baru tiga belas tahun, anak kecil! Jangan keduluan mikir nikah!" Aomine panik mendengar teman kecilnya sudah dewasa.

"Secara teknis aku tujuh belas tahun." Kuroko membalas sambil mendelik ke Akashi. Yang didelik sendiri hanya membuang muka.

"Kalau penyihir dan pengetahuan tentang sihir sudah disegel, lalu kenapa penyihir masih diperlukan?" Tanya Kise.

"Penyihir diperlukan untuk menjaga pikiran manusia dan Demon agar tidak ada satupun yang memikirkan tentang asal usul penyihir dan cara menjadi penyihir. Jika ada yang sempat memikirkannya, maka pikiran orang itu akan dihapus. Jika ada yang hampir melakukannya, maka akan kubunuh." Jelas Kuroko. "Tentu saja jika ada satu di antara kalian yang berniat mempertimbangkannya saja, maka aku tidak akan segan menggorok leher kalian." Ancamnya lagi dengan raut wajah yang tidak berubah.

"Tetsu. Bisa tidak kau tidak memasang muka polos kalau mengancam orang?" Komentar Aomine yang bergidik.

"Ngomong-ngomong. Bagaimana dengan Midorima-kun?"

Pertanyaan Kuroko sontak membuat semuanya murung. Tidak ada yang mau membuka mulut selama beberapa saat, sehingga membuat keadaan menjadi hening. Kuroko sendiri merasa bersalah karena telah bertanya sesuatu yang sudah menjadi topik sensitif bagi semuanya.

"Kise sudah menjelaskan semua yang dia tahu malam itu." Mulai Aomine lirih.

"Kami tidak bertemu dengannya sebulan terakhir ini." Jawab Kagami dengan nada suara yang lebih lemah dari biasanya.

"Akashicchi memutuskan untuk meliburkan kami sampai mendapat jawaban darimu." Sambung Kise.

"Akan lebih aman kalau kita tidak bertemu dengannya untuk sekarang. Aku tidak tahu apa yang akan terjadi kalau sampai kami bertemu muka." Jelas Akashi.

"Tega-teganya dia mengkhianati kita." Geram Murasakibara. Dia bahkan berhenti makan.

Kuroko tidak mengatakan apa-apa. Ia juga merasa dikhianati seperti yang lainnya. "Masalah Midorima-kun tolong serahkan padaku. Dalam waktu dekat masalah ini akan kuselidiki." Pintanya.

"Untuk saat ini tetaplah bersikap seperti biasa di hadapannya." Perintah Akashi. "Kalau kita tiba-tiba menjauhi Shintaro tanpa sebab, hal itu hanya akan menimbulkan kecurigaan. Meski begitu tetaplah waspada terhadapnya."

"Baik." Jawab semuanya.

"Baiklah. Menuju pertanyaan yang paling penting." Mulai Akashi. "Hingga sekarang, sudah ada delapan pemilik kekuatan Generasi Keajaiban yang bangkit, sedangkan jumlah anggota yang kutahu ada sepuluh. Siapa yang dua lagi?"

"Iya, ya. Kita semua belum bertemu mereka." Sahut Kise. "Tapi apa mereka sudah bangkit?"

"Di mana mereka sekarang?" Kagami ikut bertanya.

Sebagai jawaban, Kuroko langsung berdiri dan keluar dari ruangan tersebut, meninggalkan teman-temannya yang kebingungan. Setelah beberapa lama, ia kembali sambil membawa dua kotak panjang di tangan. Benda itu diletakkannya di meja kopi, kemudian dengan penuh perhatian dibukanya tutup kedua kotak itu.

Di dalamnya adalah liontin yang sama persis dengan yang mereka miliki, namun dengan beberapa perbedaan. Kedua liontin itu memiliki warna yang sama, yaitu hitam legam, tidak seperti milik mereka yang memiliki warna cerah yang berbeda. Kristal di liontin tersebut tidaklah transparan, sehingga mereka tidak tahu apakah ada angka mengambang di dalamnya atau tidak. Selain itu para Divisi Keajaiban tidak bisa merasakan energi yang ada di dalam kristal tersebut seperti halnya mereka merasakan kristal yang lain.

"Ini adalah dua kristal terakhir. Milik Drei (tiga) dan Acht (delapan). Sayangnya mereka tewas sebelum sempat memindahkan sebagian kekuatan kepada penerus mereka masing-masing. Sekarang aku tidak tahu apa yang terjadi pada kekuatan mereka, tetapi yang pasti liontin ini sekarang kosong." Jawab Kuroko sambil memandangi kedua liontin itu dengan pandangan penuh kerinduan.

"Jadi hanya ada kami?" Tanya Aomine.

"Sayangnya begitu. Tapi aku akan berusaha menemukan cara untuk mendapatkan dua kekuatan ini kembali." Jawabnya.

"Nee, Kurokocchi…. Ceritakan pada kami tentang Divisi Keajaiban generasi sebelumnya, dong." Pinta Kise dengan nada manja. "Kau pernah menyinggung soal Sieben sebelumnya padaku, ssu. Memangnya dia orang yang bagaimana?"

"Sekalian tentang tragedi sepuluh tahun lalu, Tetsuya." Tambah Akashi.

"Secara teknis sudah sebelas tahun." Gumam Kuroko tidak penting. "Tega sekali kau memintaku menceritakan kejadian yang membuatku trauma." Candanya.

"Cepat atau lambat kejadian itu pasti akan kami ketahui, kan?" Balas Akashi juga bercanda.

"Baik, akan kuceritakan. Tapi siapkan telinga kalian ya. Ini akan lama."

"Dan makanan." Celetuk Murasakibara, yang disetujui dua monster makanan yang lain.

"Ceritanya dimulai ketika aku pertama kali bertemu dengan Hebi Nii—maksudku Haizaki Shougo dan Ogiwara Shigehiro."

.

.

.

TBC

A/N:

Nyeh nyeh nyeh nyeh….. #ketawa(?)

Ceritanya belum dulu ya… ke chapter depan aja ya… biarkan kalian penasaran dulu ya…. #dihajarmassa

Fuwaaaah… yang chapter ini gak ada 'ciat ciat'-annya lagi.. chapter yang damai…

Tapi gantinya… BOOM! Saya nyampah dialog di sini. Dialog di mana-mana. Saya aja sampai bingung siapa ngomong apa #dihajar

Chapter depan akan full flashback. Rencananya cuma satu chapter. Tapi kalau kepanjangan akan saya bikin satu chapter setengah…

Kise: Satu chapter setengah itu gimana tuh?

Sekarang sudah pada tahu kan, gimana caranya jadi penyihir? Nah, kalau ada yang mau jadi penyihir bisa dicoba. Caranya gampang kok. Cukup deketin Demon, trus telen. Kelar.

Kuro: Jangan lupa, setelah selesai melahap Demon kalian akan kubunuh (mengancam dengan datar)

Nozo: GAK JADI! READER KU YANG TERSAYANG JANGAN JADI PENYIHIR YA! NTAR KALAU KALIAN DIGOROK KUROKO YANG BACA FANFIC-KU SIAPA!?

Kuro: Kau tahu caranya! Jangan-jangan kau juga sudah jadi penyihir! (pedang keluar)

Nozo: GAK! SUMPAH BUKAN!

Ao: Sepertinya Juki lagi bermain kejar-kejaran ria dengan Tetsu. Jadi biar aku yang menutup A/N-nya.

Akhirul kata..

.

.

.

Omake 1

(Ketika Kuroko dan Akashi menunggu yang lain datang)

Pelayan 1: "Ini onigiri pesanan anda."

Pelayan 2: "Silakan dinikmati teh hijaunya."

Pelayan 3: "Ini menu makan siang jumbo anda."

Pelayan 4: "Mari dimakan roti dan cake-nya."

Pelayan 5: "Buah-buahan sebagai penutupnya."

Akashi: "Banyak sekali. Kau itu kelaparan apa cacingan?"

Kuroko: "Bukan cacing. Isi perutku anaconda." (sambil ngunyah) "Kau mau?"

Akashi: "Bolehlah."

(mereka makan bersama)

.

(Ketika yang lain datang)

Kise: "Kurokocc— lho? Boneka buntal apaan nih?" (mencet-mencet pipi Akashi)

Akakshi: "Boneka buntal dari hongkong!? Ini aku!"

Kuroko: "Dia Akashi-kun."

Kagami: "AKASHI GENDUTAN!"

Aomine: "Kok kalian bisa jadi buntal dalam sekejap sih!?"

Kuroko: "Makanan di rumahku enak. Jadi dia ketagihan dan menggembung."

All: (menertawakan Akashi)

Akashi: "Kalau saja aku bisa bergerak, kubunuh kalian semua."

.

.

Omake 2

(Yang Akan Terjadi Kalau Momoi ikut)

Momoi tidak bisa berkata-kata. Dia hanya berdiri mematung di depan pintu.

Momoi: "Tetsu-kun…. Jadi kecil…"

Kagami: "Sabar ya. Pacarmu menciut."

Momoi: "Ta-tapi…" (Bergetar)

Kuoko: "Mo-momoi-san? Baik-baik saja—UHUKKK" (dipeluk 'beruang')

Momoi: "KYAAAA! IMUTNYAIMUTNYAIMUTNYAIMUTNYAAAAA! KULITNYALICINBANGETKAYAKBAYI MATANYABESARBANGETKAYAKANIME KYAAAAAAAA!

Aomine: "Hohoi! Sabar Satsuki!"

Momoi: "Tinggimu berapa, dek?"

Kuroko: "S-s-srts…. lm tjh… [re: 157]" (masih dipeluk)

Momoi: "TINGGIAN AKUUUUUH!"

Dan semuanya mendoakan arwah Kuroko agar diterima di sisinya.