Title : Pregxperiment (HaeHyuk Side)

Pair : HaeHyuk

Length : 1/?

Genre : Romance, Hurt, Sci-Fi

Author's note : Ini HaeHyuk side yang author janjikan. Semoga bisa mengobati keingintahuan para readers sekalian ya ^^

-Happy Reading-

.

.


.

"Eunhyuk-ah, bukannya aku tidak mau memenuhi permintaanmu, tapi yang kau inginkan terlalu berisiko. Setidaknya kau harus melakukannya dengan bimbingan dari kami" ujar Siwon. Pemuda itu begitu terkejut ketika Eunhyuk mengunjungi ruangannya dan meminta satu hal yang sangat tidak mungkin.

"Siwon-ah, jangan lupakan dulu aku juga bekerja disini. Tentu aku sudah sangat mengerti apa yang harus kulakukan. Kau tidak perlu khawatir, aku hanya membutuhkan hormon itu" kukuh Eunhyuk.

Namja dengan gummy smile itu benar-benar bersikukuh dengan permintaannya, ia benar-benar tidak mempedulikan risiko yang akan terjadi padanya.

"Siwon-ah, ini satu-satunya jalan yang bisa kutempuh untuk menebus kesalahanku padanya. Aku tahu mungkin terdengar konyol, tapi kau tidak akan bisa mengerti keadaanku. Hanya dengan cara ini, setidaknya hubungan kami bisa membaik. Aku ingin mengabulkan keinginan terbesarnya, aku ingin membuatnya kembali padaku" ujar Eunhyuk lirih akhirnya.

Namja itu menunduk dalam menggambarkan seberapa besar keinginannya itu. Satu tangannya ia gunakan untuk mencengkram dadanya sendiri, hal yang akan selalu ia lakukan setiap kali rasa sesal yang menumpuk di dalam dadanya terasa begitu menyesakkan, menyeruak membuat dirinya kesulitan bernapas.

"Hahh.. baiklah, aku akan mempersiapkan segala kebutuhanmu. Tapi kau harus berjanji padaku untuk melakukannya dengan baik, ikuti prosedur yang telah ditetapkan. Kupastikan nanti sore segala yang kau butuhkan sudah ada di apartemenmu" ucap Siwon pada akhirnya. Pemuda tampan itu memilih mengalah pada Eunhyuk, ia juga tidak tega melihat Eunhyuk begitu terpuruk. Bertahun-tahun mengenal sahabatnya itu, baru kali ini ia melihat Eunhyuk begitu terpuruk, terlihat begitu rapuh seakan dapat hancur kapan saja.

"Gomawo Siwon-ah, gomawo" ujar Eunhyuk begitu bergembira. Senyum lebarnya mencerminkan kebahagiaan yang ia rasakan.

"Kalau begitu aku pulang dulu, sampaikan salamku untuk Heechul hyung dan kedua anakmu. Annyeong" pamit Eunhyuk seraya keluar dari ruangan Siwon masih dengan senyum lebar yang melekat di wajahnya.

"Hae, kau akan segera kembali menjadi milikku" gumam Eunhyuk senang.

.

.


.

.

Donghae duduk diam di ruangannya, pikirannya melayang kemana-mana meskipun matanya tertuju pada layar transparan di hadapannya yang menampilkan berbagai huruf dan angka-angka yang begitu banyak.

Pekerjaannya sering kali terbengkalai karena kegiatan favoritnya baru-baru ini begitu menyita waktunya. Donghae terlihat lebih sering merenung dan tidak fokus dalam bekerja belakangan ini, lebih tepatnya sejak hubungannya dan Eunhyuk renggang.

Meskipun ia sendiri yang memutuskan untuk mengakhiri hubungan mereka dan menjalin pertemanan saja, namun tidak bisa dipungkiri Donghae masih sangat mencintai Eunhyuk. Sekalipun ia berkata ingin mencari seorang namja yang dapat mengabulkan keinginannya, namun ia sendiri tidak yakin dapat mencintai namja itu sama seperti ia mencintai Eunhyuk.

"Hahh, bodoh sekali" runtuknya pelan. Donghae membuka laci meja kemudian mengambil sebuah pigura foto yang ia letakkan terbalik. Foto yang memperlihatkan kemesraan dirinya dan Eunhyuk ketika mereka berlibur di pulau Jeju. Dalam foto tersebut, dapat terlihat keduanya begitu bahagia menyaksikan matahari tenggelam dari teras penginapan disana.

"Hyuk-ah, seandainya aku tidak memaksamu waktu itu. Seandainya aku tidak mengucapkan hal bodoh padamu" sesalnya lirih. Tangan besarnya mengusap lembut foto yang ia pegang, ia mengusap wajah Eunhyuk yang terlihat begitu bersinar dengan senyum khas yang menghiasi wajahnya.

"Seandainya aku meminta maaf, apa kau mau memaafkanku?" gumamnya seakan bertanya langsung pada sosok Eunhyuk yang ada di dalam foto tersebut. Sesaat kemudian Donghae tertawa miris, seakan menertawakan dirinya sendiri.

"Pasti tidak. Aku sudah membuatmu begitu sakit" ucapnya menjawab pertanyaannya sendiri.

.

.


.

.

Sore hari itu Donghae memutuskan untuk mengunjungi Eunhyuk di apartemennya. Seminggu ini ia tidak mendapatkan kabar dari Eunhyuk, bagaimanapun mantan kekasihnya itu baru saja keluar dari rumah sakit dan masih butuh perhatian ekstra. Ia sangat tahu betul sifat Eunhyuk yang lebih suka diperhatikan orang lain daripada memperhatikan dirinya sendiri.

Sebenarnya Donghae sudah ingin mengunjungi Eunhyuk sejak beberapa hari lalu, namun pekerjaan yang menumpuk begitu menyita waktunya, membuatnya tidak dapat meninggalkan pekerjaannya walau untuk beberapa jam saja dan akhirnya ia baru bisa mendapatkan waktu senggang di akhir pekan ini.

'Ting Tong! Ting Tong! Ting Tong!'

Beberapa kali ia sudah menekan bel yang ada di depan pintu apartemen Eunhyuk, namun tidak ada tanda-tanda seseorang yang akan membukakan pintu untuknya.

"Apa Eunhyuk tidak di dalam?" gumamnya bingung.

Namja tampan itu merogoh ponselnya yang ia letakkan di dalam kantung celananya, ia menekan beberapa digit angka yang begitu dihafalnya kemudian mendekatkan benda tipis berwarna hitam itu ke telinganya.

Hanya nada sambung yang terdengar hingga akhirnya telepon itu terputus dengan sendirinya. Beberapa detik kemudian sebuah pesan masuk yang memberitahu bahwa nomor yang baru saja ia hubungi berada di dalam apartemen di hadapannya.

"Jangan bilang sakitnya kambuh lagi" desisnya panik ketika mengingat terakhir kali ia datang kemari bersama Siwon, ia justru menemukan Eunhyuk tergeletak di atas tempat tidurnya dengan wajah pucat pasi dan denyut jantung yang begitu lemah.

Donghae segera menekan nomor pin apartemennya, berharap Eunhyuk tidak menggantinya dengan nomor baru.

'Tit tit tit Cklek!'

Benar dugaannya, Eunhyuk tidak mengganti nomor pin apartemennya.

Donghae segera masuk ke dalam, keadaan apartemennya benar-benar sepi dan rapi. Terlalu rapi seperti tidak tersentuh.

"Eunhyuk-ah! Kau di dalam?!"

Ia menyusuri seluruh penjuru apartemen, mencari keberadaan namja ber-gummy smile itu. Dapur, ruang tengah, kolam renang sampai kamar mandi sudah ia telusuri namun masih tidak menemukan sosok yang ia cari.

Donghae melangkahkan kakinya menuju satu-satunya kamar yang ada di apartemen ini. Ia menaiki anak tangga dengan cepat, beberapa kali melompati dua anak tangga secara bersamaan.

Sesampainya di lantai dua, ia segera berjalan menuju pintu berwarna coklat tua, pintu itu bergeser ketika Donghae tepat tiba di depannya.

Satu hal yang pertama kali tertangkap matanya adalah sosok Eunhyuk yang masih bergelung di dalam selimut tebal. Namja itu berbaring memunggungi pintu masuk sehingga ia tidak menyadari Donghae tengah berjalan ke arahnya.

Donghae sengaja berjalan dengan pelan, tidak menimbulkan suara sedikitpun. Ia tidak ingin mengganggu tidur Eunhyuk. Namun sekitar 4 langkah kemudian Donghae menyadari bahwa sepertinya Eunhyuk tidak sepenuhnya tidur. Terlihat dari bahunya yang tidak tertutup selimut bergetar pelan, seperti menggigil.

Dengan cepat Donghae menghampiri Eunhyuk, ia dapat melihat dengan jelas wajah Eunhyuk yang begitu pucat dengan bibir membiru. Keringat dingin membasahi seluruh tubuh Eunhyuk, bahkan rambut almond namja itu terlihat basah karena keringat.

"Hyukie-ya, Hyuk" panggil Donghae seraya menepuk-nepuk pelan pipi Eunhyuk yang terasa dingin karena keringat. Perlahan Eunhyuk membuka matanya yang terlihat sayu, namja itu mengerjap-kerjapkan matanya ketika pandangannya terasa tidak fokus.

"Engghhhh H-Hae"

"Ne, ini aku. Apa yang terjadi? Kau sakit lagi?" tanya Donghae beruntun. Namja tampan itu mencoba membantu Eunhyuk untuk duduk. Ia menarik selimut tebal yang menutupi tubuh Eunhyuk. Eunhyuk memegang erat selimut yang membungkus tubuhnya, menolak keinginan Donghae untuk membuka selimut tersebut. Namun tenaganya tidak sebesar tenaga Donghae, alhasil selimut tebal itu ditarik kuat oleh Donghae dan jatuh ke lantai.

"A-apa, Hyuk, aa-apa yang t-terjadi?" tanya Donghae terkejut begitu melihat keadaan Eunhyuk yang terlihat menyeramkan. Tubuh Eunhyuk terlihat lebih kurus, bahkan Donghae yakin ia dapat meremukan tulang Eunhyuk begitu ia menggenggam pergelangan tangannya. Tapi bukan itu yang membuat Donghae terkejut, tubuh Eunhyuk memang selalu kurus. Apalagi ia baru sembuh dari sakit, masih butuh waktu pemulihan sampai keadaannya benar-benar sehat.

Yang membuat namja kelahiran Oktober itu terkejut adalah perut Eunhyuk yang membulat besar. Benar-benar besar hingga kemeja yang dipakai Eunhyuk hanya mampu dikancingkan sampai bagian dadanya saja. Donghae dapat melihat dengan jelas kulit perut Eunhyuk yang sangat pucat dihiasi dengan guratan-guratan merah yang menjalar dari bagian bawah perutnya.

Donghae mengalihkan pandangannya ke arah koper besar berwarna perak yang terbuka di sisi kosong tempat tidur Eunhyuk. Ia baru menyadari koper besar itu berisi berbagai bentuk jarum suntik dan berbotol-botol cairan berwarna merah muda. Cairan yang sama yang digunakan Kyuhyun untuk memberikan suntikan pada Sungmin dulu. Dua dari belasan botol itu sudah terlihat kosong, sepertinya Eunhyuk sudah melewati dua kali proses penyuntikan itu.

"K-kau, kenapa kau melakukan semua ini? Kenapa? Setelah kita berpisah, kenapa kau baru melakukan semua ini, Hyukie-ya?!"

Eunhyuk mengalihkan pandangannya ke arah lain, ke arah manapun asal tidak bertemu pandang dengan mata Donghae yang terasa menusuknya.

"Tatap aku! Aku bertanya padamu, Hyukie-ya! Kenapa kau baru mau melakukannya sekarang?!" teriak Donghae murka. Donghae mencengkram rahang Eunhyuk agar namja itu berbalik menghadapnya. Ia mencengkramnya terlalu kuat, melupakan fakta bahwa Eunhyuk sedang dalam keadaan lemah.

"Sssshhh sakit Hae sssh lepasss" desis Eunhyuk ketika ia merasa cengkraman Donghae semakin kencang, ia meronta kesakitan, menggerak-gerakan kepalanya bermaksud agar Donghae melepaskan cengkramannya atau setidaknya sedikit melonggarkan cengkramannya. Namun alih-alih terlepas, tangan Donghae justru semakin kuat menekan pipinya, ia dapat merasakan kuku-kuku Donghae menancap di pipi tirusnya.

"Hikss a-ku melakukannya k-karena hiks tidak ingin kehilanganmu hiks Donghae-ya. Aku tidak sanggup, hikss aku t-tidak bisa, aa-ku tidak bisa tanpamu Hae-ya hiks" jelas Eunhyuk ditengah tangisannya.

Donghae tertegun mendengar penjelasan Eunhyuk, dengan perlahan ia melepaskan cengkraman tangannya. Menyisakan luka pada pipi tirus Eunhyuk, memerah dan mengeluarkan darah. Eunhyuk masih terus terisak, entah karena kesakitan pada tubuhnya atau pada hatinya.

"A-aku minta maaf Hae-ya hikss.. maafkan keegoisanku hiks .. maaf karena tidak pernah mengerti keinginanmu hiks Hae-ya, a-aku sangat menyesal hiks hikss .. a-aku tidak bisa melihatmu dengan orang lain hikss memikirkannya saja sudah membuatku sakit hikss hikss disini, disini sakit sekali rasanya hiksss" ucap Eunhyuk seraya mencengkram dadanya, pusat dimana seluruh kesakitan yang membuatnya sering kesulitan bernapas. Beberapa kali ia memukul dadanya sendiri, seakan ingin mengusir rasa sesak yang mencekiknya.

Donghae segera menangkap tangan Eunhyuk yang masih terus memukul dadanya sendiri. Meskipun Eunhyuk memukulnya dengan lemah, namun ia tidak ingin Eunhyuknya semakin terluka.

"Sssshhh sudah Hyukie-ya. Hentikan, jangan menangis lagi. Ssssshhh sudah sudah" bisik Donghae lembut.

"Hiks lebih hiks lebih baik k-kau membunuhku hikss .. lebih baik a-aku mati daripada melihatmu dengan orang lain hiksss lebih baik aku mati Donghae-yaa hikss hikssss" racau Eunhyuk.

"Sssshhhh tenanglah, kau tidak akan melihatku dengan orang lain. Tenanglah sshhh" Donghae kembali menenangkan Eunhyuk, kali ini sepertinya berhasil. Tidak terdengar lagi racauan-racauan Eunhyuk, hanya isakan kecil yang lolos dari bibir pucatnya.

Donghae kembali membantu Eunhyuk untuk duduk. Ringisan kecil keluar dari bibirnya ketika perutnya kembali sakit saat ia bergerak. Donghae melepaskan dua kancing yang masih terkait pada kemeja yang dipakai Eunhyuk, ia bermaksud melepaskan kemeja itu dan menggantinya dengan kemeja lain karena kemeja yang dipakai Eunhyuk basah.

Tangan Donghae terhenti ketika matanya melihat luka lebam berwarna biru keunguan menghiasi dada polos Eunhyuk. Begitu terlihat jelas pada kulit Eunhyuk yang sangat pucat.

Donghae mengulurkan tangannya dengan gemetar, mengusap permukaan dada Eunhyuk yang kebiruan. Matanya memandang Eunhyuk lekat, mempertanyakan lebam-lebam tersebut.

"A-aku memukulnya. Setiap memikirkan kemungkinan kau akan bersama orang lain, disini terasa sangat sesak. Begitu sesak sampai rasanya sulit bernapas sampai aku harus memukul-mukul dadaku sendiri supaya rasa sakitnya teralihkan. Dan tanpa sadar aku selalu melakukan itu setiap kali rasa sesak kembali muncul" jelas Eunhyuk pelan.

"Kau mau kemana?" tanya Eunhyuk panik ketika secara tiba-tiba Donghae beranjak pergi.

"Aku ke bawah sebentar" ucap Donghae seraya melanjutkan langkahnya.

"Ani. Jangan pergi! Argggghhh"

Donghae segera membalikkan tubuhnya begitu mendengar suara debaman keras dan teriakan Eunhyuk. Ia terkejut ketika melihat Eunhyuk terduduk di atas lantai, sepertinya namja itu hendak menahan Donghae namun justru terjatuh dari tempat tidurnya.

Donghae segera mendekati Eunhyuk yang masih menahan sakit di atas lantai yang dingin, ia merengkuh tubuh Eunhyuk yang kembali menggigil. Entah karena dingin atau justru menahan sakit yang menjalar sekujur tubuhnya.

Donghae mengangkat tubuh Eunhyuk kemudian membaringkannya di atas tempat tidur. Ia mengusap pipi tirus Eunhyuk kemudian menghapus noda darah yang ada pada luka di pipi Eunhyuk dengan ibu jarinya.

"Aku hanya ke bawah sebentar" ucap Donghae lembut. Eunhyuk segera menggenggam erat tangan Donghae yang masih mengusap pipinya. Menolak membiarkan Donghae untuk pergi.

"Jangan pergi" ucap Eunhyuk, air mata mulai menggenang di pelupuk matanya. Ia benar-benar takut jika Donghae kembali meninggalkannya.

"Aku hanya ingin mengambil es batu untuk mengobati luka lebam ini. Lukamu perlu dikompres. Sebentar saja, aku janji aku akan kembali" ucap Donghae meyakinkan Eunhyuk.

"Kau janji?" tanya Eunhyuk dan dijawab dengan anggukan tegas dari Donghae. Dengan terpaksa Eunhyuk melepaskan tangan Donghae, membiarkan namja itu pergi.

"Aku ke bawah sebentar" ucap Donghae sebelum benar-benar pergi. Namja itu menyempatkan dirinya untuk mengecup dahi Eunhyuk singkat kemudian segera melesat pergi. Sedikit berlari karena tidak ingin membuat Eunhyuk menunggu lama. Tidak sampai satu menit, ia sudah kembali ke kamar Eunhyuk dengan membawa semangkuk penuh es batu.

Donghae meletakkan mangkuk itu di atas nakas kemudian mengambil handuk kecil dari dalam lemari. Ia mengambil beberapa bongkahan es kemudian membungkusnya dengan handuk yang tadi diambilnya. Donghae mengompres lebam di dada Eunhyuk dengan handuk tersebut, membuat Eunhyuk sedikit bergidik ketika sensasi dingin menerpa dada polosnya.

Selesai mengompres dada Eunhyuk, Donghae mencelupkan handuk kecil itu ke dalam mangkuk berisi es yang sudah mencair. Kemudian ia mengambil salah satu kemeja Eunhyuk dari dalam lemari dan membantu Eunhyuk memakai kemeja tersebut.

"Kau belum makan, kan?" tanya Donghae sambil membantu Eunhyuk untuk duduk bersandar pada tumpukan bantal.

"Belum" jawab Eunhyuk singkat.

"Kalau begitu kau tunggu disini sebentar. Aku akan membuatkan makanan untukmu" ucap Donghae.

Baru saja namja itu berdiri dan hendak meninggalkan Eunhyuk, ia merasa tangannya dicekal. Donghae kembali berbalik menatap Eunhyuk dengan pandangan bertanya.

"Aku ikut" ucap Eunhyuk pelan.

"Tapi kau ma-"

"Aku baik-baik saja. Aku tidak akan menyusahkanmu. Aku janji" potong Eunhyuk cepat. Eunhyuk menatap Donghae penuh harap, dan tentu saja Donghae luluh dengan tatapan penuh harap Eunhyuk.

"Hahh.. Baiklah, tapi kau harus mengatakan apapun yang kau rasakan, arraseo?"

"Ne!" ucap Eunhyuk penuh semangat.

Dengan sabar Donghae membantu Eunhyuk bangkit dari tempat tidur. Donghae menyelipkan lengan kirinya di bawah punggung Eunhyuk untuk membantu mengangkat tubuh Eunhyuk hingga duduk di atas tempat tidur. Selanjutnya Donghae membantu Eunhyuk berdiri dan memapah namja itu selama berjalan.

Eunhyuk menggigit bibir bawahnya setiap kali perutnya kembali terasa sakit karena guncangan ketika ia berjalan menuruni tangga. Ia tidak mau Donghae menyadari bahwa ia kembali kesakitan, yang bisa ia lakukan hanyalah menggigit bibir bawahnya untuk meredam ringisan yang nyaris keluar.

"Cha, kau duduk disini saja" ucap Donghae ketika keduanya tiba di ruang makan. Donghae menarik salah satu kursi di ruang makan dan membantu Eunhyuk untuk duduk disana.

"Kau baik-baik saja?" tanya Donghae ketika menyadari wajah Eunhyuk semakin pucat dan berkeringat dingin. Donghae hendak mengulurkan tangannya untuk menyentuh wajah pucat Eunhyuk namun tangannya segera ditangkap oleh Eunhyuk.

"Aku baik-baik saja. Cepat buatkan makanan untukku, aku lapar sekali" ucap Eunhyuk dengan senyum kecil. Ia sengaja mengalihkan perhatian Donghae. Sejujurnya perutnya benar-benar sakit tapi ia tidak mau membuat Donghae khawatir.

"Baiklah, kau tunggu disini" ucap Donghae kemudian segera melesat menuju dapur. Sepeninggalnya Donghae, Eunhyuk segera mencengkram perutnya. Ia menggigit bibir bawahnya dengan kencang bahkan hingga mengeluarkan darah. Dengan susah payah Eunhyuk menahan sakitnya, ia meringis pelan agar Donghae tidak mendengarnya. Rasa sakit di perutnya membuat kepalanya menjadi terasa pusing, seandainya ia tidak dalam posisi duduk mungkin sekarang tubuhnya sudah merosot ke lantai.

"Aigoo, kenapa kulkasmu kosong sekali, hmp?" ucap Donghae tiba-tiba ketika melihat isi kulkas yang begitu kosong. Hanya ada sayuran yang sudah layu dan beberapa butir telur juga berbotol-botol air mineral. Posisi Donghae yang membelakangi Eunhyuk membuat namja tampan itu tidak menyadari Eunhyuk tengah menahan sakitnya.

"Aaa- Jinjja? A-aku lupa belanja sepertinya" ucap Eunhyuk susah payah. Ia berusaha menetralkan suaranya agar Donghae tidak menyadari ada yang aneh meskipun suara yang keluar tetap saja terdengar sedikit parau namun sepertinya Donghae tidak memusingkan itu.

Eunhyuk masih mencengkram perutnya dengan tangan kanan sementara tangan kirinya ia gunakan untuk membekap mulutnya sendiri. Nafasnya kembali memburu ketika rasa sakit yang melanda semakin menggila, Eunhyuk mulai memejamkan matanya erat ketika pandangannya terasa kabur. Yang masih dapat ia dengar dengan jelas hanyalah suara benturan panci yang ditimbulkan Donghae.

Eunhyuk berusaha untuk tetap terjaga, sekalipun rasa pusing terus menghantam kepalanya bersamaan dengan perutnya yang terus terasa sakit. Namun usahanya tidak sia-sia, sekitar 10 menit kemudian sakit di perutnya mulai mereda. Begitu pula dengan sakit di kepalanya, hanya tersisa sedikit rasa pusing yang melanda namun bisa ia tangani. Nafasnya yang memburu berangsur-angsur mulai kembali tenang.

Eunhyuk membuka kedua matanya secara perlahan, yang pertama kali ia tangkap adalah sosok Donghae yang masih sibuk di depan kompor. Ia tersenyum miris menyaksikan punggung kokoh Donghae yang berlalu lalang. Sekalipun Donghae menemaninya hari ini, ia tetap tidak yakin pria itu akan kembali ke dalam pelukannya. Ditambah lagi Donghae terlihat marah sekali saat mengetahui ia melakukan penanaman rahim setelah mereka berpisah. Sejujurnya ia cukup terkejut ketika Donghae begitu marah tadi, namun lambat laun ia mengerti. Jika ia berada di posisi Donghae mungkin ia akan melakukan hal yang sama seperti yang dilakukan Donghae. Lebih tepatnya Donghae teramat sangat kecewa dengan dirinya.

"Cha, makanmu sudah siap" ucap Donghae membuyarkan lamunan Eunhyuk. Dirinya bahkan tidak sadar kalau Donghae sudah meletakkan semangkuk bubur di depannya. Donghae mengulurkan sendok, berniat untuk menyuapi Eunhyuk namun Eunhyuk menahannya.

"A-aku bisa sendiri. Kau tidak makan?" tanya Eunhyuk seraya mengambil sendoknya yang masih dipegang Donghae. Eunhyuk tidak melihat makanan lain di atas meja kecuali semangkuk bubur di hadapannya.

"Baiklah. Aku akan makan. Kita makan bersama" ucap Donghae kemudian segera beranjak kembali menuju dapur dan mengambil semangkuk bubur untuk dirinya sendiri.

Donghae hanya membuat makanan simpel, sesuai dengan isi kulkas Eunhyuk. Hanya bubur dengan campuran telur. Setidaknya hari ini Eunhyuk mendapatkan asupan makanan, lebih baik daripada tidak sama sekali.

Eunhyuk mulai menyendok bubur dihadapannya. Tangannya masih sedikit gemetar karena tidak memiliki tenaga, namun ia berusaha untuk memakan buburnya sendiri tanpa bantuan Donghae. Setidaknya ia harus terbiasa karena mungkin setelah ini Donghae tidak akan sudi untuk membantunya lagi.

"Setelah ini kau langsung istirahat" ucap Donghae ketika ia telah menyelesaikan makannya. Donghae segera mengangkat mangkuk kosong miliknya dan meletakkannya di wastafel bersamaan dengan perabotan kotor lainnya yang tadi ia gunakan untuk memasak bubur. Eunhyuk sendiri masih sibuk menyantap buburnya yang terasa sangat hambar di lidahnya. Namun ia tidak mau membuat Donghae khawatir, ia terus menghabiskan bubur tersebut dengan susah payah.

"Kau sudah selesai?" tanya Donghae sekembalinya ia dari mencuci perabotan kotor tadi. Dilihatnya bubur Eunhyuk masih tersisa sedikit namun sepertinya namja itu tidak sanggup lagi menghabiskan sisanya.

"Sudah, tidak perlu dihabiskan. Aku tahu nafsu makanmu belum kembali seutuhnya. Minumlah" ucap Donghae seraya mengambil mangkuk bubur milik Eunhyuk kemudian menyodorkan segelas air putih untuknya.

Eunhyuk menerima gelas yang diberikan Donghae kemudian menghabiskan seperempat isinya. Ia meletakkan gelas tersebut ke atas meja kemudian berusaha untuk berdiri dan kembali ke kamarnya. Dengan sigap Donghae segera melingkarkan tangannya pada pinggang Eunhyuk, memapah namja itu berjalan kembali ke atas.

Sesampainya di kamar, Eunhyuk segera memposisikan dirinya berbaring di tempat tidur. Membiarkan Donghae merapikan koper besar di sisi kosong tempat tidurnya kemudian meletakkan koper tersebut di atas meja.

Eunhyuk hampir memejamkan matanya ketika tiba-tiba ia merasa ranjangnya sedikit bergoyang. Ia segera membuka matanya dan menemukan Donghae sudah berbaring di sebelahnya, Eunhyuk menatapnya dengan bingung.

"Kau tidak pulang?" tanya Eunhyuk bingung.

"Kau ingin aku pulang?" tanya Donghae tanpa menjawab pertanyaan Eunhyuk.

"Aku tidak memaksamu untuk menginap disini. Aku sudah berjanji tidak akan menyusahkanmu lagi, aku sudah berjanji tidak akan menjadi beban untukmu lagi. Terima kasih untuk bantuanmu hari ini, maaf jika aku merepotkanmu" ucap Eunhyuk.

"Kau tidak pernah membuatku susah, kau bukan beban untukku. Dan kau sama sekali tidak merepotkanku" ucap Donghae lembut.

Eunhyuk tidak lagi menjawab ucapan Donghae, ia hanya membiarkan Donghae berbaring di sampingnya. Tidak sedekat biasanya, kini ada jarak di antara mereka. Keduanya berbaring di ujung tempat tidur, masih terasa sedikit kekakuan di antara mereka.

Eunhyuk memutuskan untuk memejamkan matanya, berharap dirinya cepat tertidur. Berbeda dengan Eunhyuk, Donghae masih membuka matanya lebar. Memandang langit-langit kamar yang dihiasi ukiran-ukiran bintang. Pikirannya kembali berkelana pada kejadian sore tadi, ketika ia menemukan Eunhyuk tengah kesakitan seorang diri. Seandainya ia tidak datang tadi sore, mungkin selamanya ia tidak akan pernah menemukan Eunhyuk lagi.

Sekarang dirinya dilanda keraguan, bingung apa yang harus ia lakukan. Eunhyuk sudah menjalani proses penanaman rahim itu, bukankah seharusnya ia senang dan mereka kembali bersama? Sejujurnya ia memang senang, tapi bersamaan dengan itu ada sebersit rasa kecewa dan marah di dalam hatinya. Ia kecewa dengan Eunhyuk yang seperti bermain dengan perasaannya, ia benar-benar merasa sangat terluka ketika Eunhyuk menolak keinginannya dulu. Tapi, bukankah Eunhyuk juga terluka?

'Srekk'

Lamunannya terhenti ketika ia mendengar suara laci yang terbuka. Dilihatnya Eunhyuk tengah mengambil sebuah botol berwarna putih dari dalam laci pada nakas di samping tempat tidur. Eunhyuk membuka botol tersebut dan menambil dua butir obat dari dalamnya.

Donghae segera merebut botol berwarna putih tersebut sebelum Eunhyuk kembali meletakkannya di dalam laci.

"Alprazolam. Kau gila?!" teriak Donghae terkejut setelah ia membaca label dari botol putih tersebut. Donghae segera merebut dua butir obat yang masih digenggam Eunhyuk, ia segera membawa obat beserta botol tersebut dan membuangnya ke tempat sampah.

"Kau tahu obat itu berbahaya. Sejak kapan kau butuh obat penenang seperti itu?!" tanya Donghae. Ia sedikit menaikan nada suaranya membuat nyali Eunhyuk menciut seketika.

Donghae membuka laci tempat Eunhyuk menyimpan obat tersebut, ia menemukan beberapa botol obat penenang lainnya. Beberapa di antaranya bahkan memiliki dosis yang sangat tinggi dan membuat ketergantungan. Dengan cepat Donghae mengambil seluruh isi laci tersebut kemudian melemparnya ke dalam tempat sampah.

Donghae kembali menghampiri Eunhyuk yang masih terbaring di atas tempat tidur, Donghae duduk di samping Eunhyuk, mengusap pipinya lembut.

"Sejak kapan kau mengkonsumsi obat-obatan seperti itu, hmp? Kau tahu itu berbahaya" ucap Donghae lembut, tangannya masih terus mengusap pipi pucat Eunhyuk yang terasa dingin.

"Satu bulan. Aku baru mengkonsumsinya satu bulan belakang ini" jawab Eunhyuk pelan. Eunhyuk memutar pandangannya menghidari mata Donghae.

'Satu bulan? Bukankah itu waktu yang sama ketika mereka berpisah. Berarti Eunhyuk mulai meminum obat-obat itu setelah mereka berpisah. Tapi, kenapa?' batin Donghae bingung. Donghae masih terus berusaha menatap mata Eunhyuk lekat, sekalipun Eunhyuk terus memalingkan matanya ke arah lain.

"Kenapa? Kenapa meminum obat seperti itu? Kau tahu itu berbahaya, kau tahu itu bisa merusak tubuhmu sendiri" ucap Donghae. Ia masih mempertahankan kelembutan pada setiap kata yang keluar dari mulutnya.

"A-aku tidak bisa tidur. Sejak kau pergi, sejak kita berpisah, aku tidak pernah bisa tidur. Setiap menutup mata rasanya seperti mendengar suara-suara yang menyalahkanku .. hiks a-aku takut Donghae-ya hikss .. Aku takut hiks hiks" ujar Eunhyuk tersendat-sendat.

Donghae cukup terkejut mendengar penuturan Eunhyuk, dihapusnya air mata yang membanjiri wajah pucat Eunhyuk dengan ibu jarinya.

"Ssshh sudah, mulai sekarang kau tidak akan mendengar suara-suara itu lagi. Sudah, uljima. Aku disini" bisik Donghae lembut. Tangannya tidak berhenti mengusap-usap rambut Eunhyuk, berusaha menenangkan namja yang terlihat sangat rapuh itu.

Donghae segera berbaring di samping Eunhyuk, menarik namja itu ke dalam rengkuhannya. Menjadikan lengan kanannya sebagai bantalan untuk Eunhyuk. Membiarkan Eunhyuk menyurukkan kepalanya ke dalam perpotongan leher Donghae, menghirup habis aroma tubuhnya yang begitu dirindukan Eunhyuk.

Tangisan Eunhyuk mulai mereda berganti dengan isakan-isakan kecil. Donghae menurunkan satu tangannya ke punggung Eunhyuk, mengusap punggung sempit itu berulang kali, menyalurkan kehangatan yang ia miliki.

"Seandainya aku tidak menemukanmu hari ini, mungkin selamanya aku tidak akan melihatmu lagi dan aku akan menyesali itu" gumam Donghae pelan. Ya, seandainya Donghae tidak datang ke apartemen Eunhyuk, mungkin yang akan ia temui nanti hanyalah tubuh Eunhyuk yang sudah dingin, tanpa roh.

"Jika aku mati, aku tidak akan merasa sakit ketika kau menemukan penggantiku. Itu lebih baik" racau Eunhyuk berbisik.

Donghae segera mengeratkan pelukannya, memberitahu Eunhyuk bahwa ia tidak akan mencari pengganti namja kurus itu. Selamanya hanya Eunhyuk yang mampu menempati ruang kosong di hatinya.

"Sudah, jangan berbicara yang tidak-tidak. Tidurlah, kau sangat lelah hari ini. Aku tidak mau melihat wajahmu semakin pucat besok pagi" ucap Donghae lembut.

Chup

Donghae memberikan kecupan hangat pada dahi Eunhyuk kemudian ia menarik selimut dengan kakinya, menyelimuti tubuh Eunhyuk dan tubuhnya sendiri.

"Saranghae" bisik Donghae namun tidak terdengar oleh Eunhyuk karena namja itu sudah jatuh terlelap. Donghae ikut memejamkan matanya, menyusul Eunhyuk ke dunia mimpi. Melepaskan segala penatnya hari ini, melepaskan berbagai keterkejutan yang ia dapat hari ini.

.

.


.

-TBC-