the Last 2%

a YunJae fanfiction presented by Cherry YunJae.

.

Jaejoong, Yunho, Changmin, Siwon, Junsu, Go Ahra, and others.

YUNJAE Slight!WonJae.

T-M Rated.

Drama/Romance.

WARNING! GENDERSWITCH! Typos everywhere! Out of Character!

.

.

[ © Sebuah remake dari novel milik Kim Rang dengan judul yang sama(2006), cerita sepenuhnya milik Kim Rang hanya beberapa yang saya ubah termasuk casts dan latar untuk keperluan cerita. ]

.

.

.

.

Prolog.

.

.

.

Ponsel Jaejoong berdering. Sang pemilik yang sedang menyikat gigi buru-buru keluar dari kamar mandi untuk mengangkatnya.

"Halo?"

[Bisa bicara dengan Kim Jaejoong?]

Ternyata, yang menelpon adalah seorang wanita dan dari nada suaranya, dia terdengar serius.

"Iya, saya sendiri."

[Oh, annyeonghaseyo.. Saya dari agen perjalanan Orion. Selamat, anda memenangkan undian yang kami selenggarakan beberapa waktu lalu.]

Jaejoong terdiam dan menganga tak percaya, "Saya menang?"

[Iya, sekali lagi selamat. Anda memenangkan hadiah berupa voucher menginap satu malam di Hotel Arizona dan hadiah bisa langsung diambil di kantor kami.]

"Pasti! Saya pasti kesana."

Karena terlalu senang, Jaejoong terdengar seakan setengah berteriak.

Voucher menginap! Jaejoong langsung teringat pada Siwon dan berharap bisa pergi bersama pemuda itu.

[Hadiah bisa diambil paling lambat tanggal dua puluh dan jangan lupa membawa kartu identitas anda.]

"Baik, terima kasih banyak."

Jaejoong mengakhiri pembicaraan dengan raut wajah yang senang. Hadiah yang dimenangkannya kali ini tidak hanya sekedar bagus. Ini luar biasa.

Tunggu! Voucher menginap di hotel? Sepertinya hadiah untuk pemenang pertama adalah jalan-jalan ke luar negeri.

Jaejoong langsung menyalakan laptop dan membuka situs agen perjalanan Orion untuk memastikan. Ternyata dia tidak berhasil memenangkan hadiah utama : Jalan-jalan ke luar negeri.

"Voucher menginap di Hotel Arizona.. Untuk juara kedua."

Sayang sekali, sampai saat ini Jaejoong belum pernah mendapat hadiah berwisata ke luar negeri. Dia sudah mencoba beberapa kali tapi belum juga berhasil.

Jaejoong selalu berpikir, "Kali ini pasti berhasil", tapi nyatanya kali ini dia juga masih belum beruntung. Omong-omong, Hotel Arizona? Lokasi hotel itu dimana ya? Dan, apa yang membuat hotel itu istimewa?

Jaejoong segera membuka kolom situs pencarian.

Wah, ternyata tarif hotel itu tiga ratus ribu won per-malam(Setara hampir tiga juta rupiah).

Pasti hotel bintang lima.

Memang sih tidak ada apa-apanya di banding hadiah pertama, tapi voucher menginap di hotel tentu saja tidak sebanding dengan hadiah ketiga yaitu alat rias dan keempat, voucher isi ulang.

Jaejoong pun kembali ke kamar mandi untuk melanjutkan menyikat gigi, membasuh wajah, dan mencuci rambutnya. Ia kemudian keluar dan mulai berdandan, bergegas untuk mengambil voucher yang dimenangkannya itu.

Meski harus berganti sarana transportasi beberapa kali, tapi Jaejoong tetap bersemangat karena terlampau senang.

.

Setelah mendapatkan voucher di genggamannya, Jaejoong segera memasukan selembar kertas penting itu dengan baik ke dalam tas.

Seketika ia bingung.

Sebelum mengikuti undian sebenarnya ia berjanji akan mengajak Junsu—teman baiknya untuk ikut. Meski ini bukan hadiah utama, tapi Jaejoong harus menghubungi Junsu.

Sebenarnya sih, yang ada di kepalanya kini adalah Siwon.

Akhirnya ia menelpon Junsu, sambil berharap sahabatnya itu tidak bisa pergi bersamanya.

"Ini aku."

[Ya.]

"Kau sibuk?"

[Tidak, ada apa?]

Junsu terdengar baru bangun tidur. Sepertinya ia habis menulis hingga dini hari.

"Aku menelpon karena ingin menepati janjiku."

[Janji? Yang mana?]

"Undian agen perjalanan itu..."

[Kau menang lagi?!]

"Tentu saja." jawab Jaejoong dengan bangga.

[Keberuntungan selalu berpihak padamu ya? Kali ini apa yang kau menangkan?]

"Voucher menginap di hotel Arizona!"

[Omo! Kau serius?]

"Tentu saja serius, kau akan menemaniku kan?"

[Kapan?]

"Pokoknya sebelum tanggal dua puluh lima, karena setelah itu akan high-season."

[Ah, sayang sekali..] Junsu terdengar menyesal.

"Kenapa?"

[Aku harus ke Jeju tanggal dua puluh tiga.]

Entah mengapa, Jaejoong lega mendengar jawaban itu.

"Ke pulau Jeju? Untuk apa?" Jaejoong bertanya dengan nada menyesal, namun dalam hati ia senang sekali.

[Mm.. Itu.. Musim dingin ini aku terlibat pembuatan mini seri. Produksinya di pulau Jeju. Mereka menyewakan kondominium untuk kami gunakan selama proses penulisan skenario.]

Junsu menjawab dengan sangat hati-hati karena merasa tidak enak kepada Jaejoong. Mendengar alasan Junsu, raut wajah Jaejoong seketika berubah.

"Mini seri?"

[Iya.]

"Mini seri?!" Jaejoong setengah berteriak, "Wow! Selamat. Selamat untukmu."

Pasti Junsu senang sekali. Sepanjang tahun ini, Junsu sudah beberapa kali menulis naskah. Tentunya dia senang karena akhirnya ada yang akan dijadikan mini seri. Jaejoong iri. Iri sekali. Memang Junsu tidak menjadi populer dalam sekejap. Tapi kalau mini serinya berhasil mendapat rating tinggi, nama Junsu bisa melambung dalam waktu singkat.

"Selamat ya.. Selamat." Jaejoong tak bisa menyembunyikan rasa irinya.

[Maafkan aku.]

"Hei! Untuk apa minta maaf? Sudahlah. Aku tidak apa-apa."

Bagaimanapun ini adalah berita bagus. Junsu, yang tidak pernah menyerah menulis naskah, akhirnya berhasil. Tapi di sisi lain, Jaejoong tidak bisa menahan kecewanya. Mereka memulainya bersama-sama, apalagi banyak orang yang mengatakan bahwa karya Jaejoong jauh lebih baik dari tulisan Junsu. Perasaan Jaejoong campur aduk : Cemburu, iri, tertekan, kecewa.

Memang benar awalnya ia berharap Junsu tidak bisa pergi, tapi saat harapannya itu menjadi kenyataan, apalagi setelah mendengar alasan Junsu... rasanya pahit.

[Jaejoongie~ Maafkan aku.]

Junsu tak hentinya meminta maaf.

"Memangnya kau melakukan apa? Sudahlah. Aku benar-benar tidak apa."

[Sekarang kau juga sedang menyiapkan naskah, kan? Kau pasti akan berhasil!]

Jaejoong tersenyum tipis, "Tentu, sudahlah. Lebih baik kau suruh aku pergi dengan orang lain. Jangan membahas ini lagi."

[Baiklah..]

"Semoga semua berjalan lancar.."

Jaejoong mengakhiri pembicaraannya lalu memasukkan ponsel itu ke dalam tas. Raut wajahnya masih saja bersedih.

"Hh.. Aku iri. Mini seri ya?"

Jaejoong benar-benar iri. Ia bahkan kehilangan energinya. Sesampainya di kamar ia segera menenggelamkan tubuhnya ke atas tempat tidur. Ketika Junsu mengatakan bahwa ia akan segera menggarap mini serinya, Jaejoong langsung menyelamatinya karena ia merasa tak perlu iri.

Tapi, tetap saja Jaejoong merasa semua usahanya, sebesar apapun itu.. sia-sia.

Jaejoong bisa saja menghubungi sutradara yang ia kenal untuk meminta bantuan, tapi dia tidak mungkin melakukan hal itu. Tidak etis.

Jaejoong sudah pernah meminta sang sutradara untuk membaca naskahnya, tapi tak ada respon. Jadi, kalau sekali lagi ia melakukan itu, ia pasti dianggap tak tahu diri.

"Ah.. Hilang sudah semua energiku.."

Jaejoong teringat tentang ayahnya yang berkata bahwa kesempatan tidak akan datang pada orang yang selalu terburu-buru, dan dia merasa dirinya seakan gagal.

Padahal selama ini Jaejoong melangkah cukup pelan, tapi kesempatan itu tak kunjung datang.

Tanpa terasa, satu jam Jaejoong hanya bergulingan di atas kasur tanpa melakukan apa-apa. Tapi kemudian ia pun mulai bisa berpikit positif.

Ia bersyukur karena saat akhirnya Junsu dipercayakan untuk menggarap sebuah mini seri, ia pun tidak sedang bersantai. Ia cukup beruntung karena saat ini ia bekerja membuat jalan cerita untuk buku cerita bergambar dan upahnya tidaklah kecil.

Belum lagi ia mampu hidup mandiri di Seoul, tidak pernah terlambat membayar pajak, dan setiap bulan selalu menabung dua juta won meski setiap bulannya dipotong lima puluh ribu won untuk angsuran unit yang saat ini ia tempati.

Ah, Jaejoong selalu begitu. Saat ia merasa gagal dan berusaha mencari potensinya, ia selalu menemukan banyak harapan. Ia pun kembali tersenyum.

Dia pun bangkit dan meraih ponselnya. Kembali mengingat nama Siwon.

'Tidak ada gunanya merasa iri. Lebih baik aku memikirkan cara untuk memanfaatkan kesempatan baik dari Tuhan ini: menghabiskan malam bersama Siwon'

Ia segera menghubungi nomor Siwon dan menunggu.

'Hm.. Kenapa tidak diangkat?'

Tidak seperti biasanya, nada sambung yang di dengar Jaejoong aneh. Padahal yang berusaha dihubunginya adalah Siwon.

'Kenapa ya?'

Jaejoong terus saja menghubungi tapi tak berhasil. Sepertinya ada yang salah dengan jaringan teleponnya. Sudah empat kali Jaejoong berusaha tapi akhirnya ia harus mempertimbangkan untuk mengirim pesan saja. Tapi kemudian sambungan pun diangkat.

"Oh, halo? Siwon?"

[Ya, ini aku.]

"Hampir saja aku menutup teleponnya. Sulit sekali menghubungimu. Kau dimana?"

[Aku sedang di Perancis.]

Perancis?! Pantas saja. Tapi di luar dugaan, jaringan dan kualitas suaranya cukup bagus. 'Asyik juga ya. Ternyata ponsel Korea pun bisa digunakan di Perancis.'

"Perancis? Dalam rangka apa?"

[Dinas kantor, maaf aku tidak memberitahumu.]

'Iya juga, kenapa dia tidak memberitahuku?' Jaejoong ingin sekali berkata 'Kita kan pacaran' tapi ia masih sungkan pada pemuda itu meski hubungan mereka tergolong sudah lama.

"Ah, aku ingin memberitahumu kalau aku baru saja memenangkan voucher menginap di Hotel Arizona." Jaejoong sengaja memberi penekanan pada kata Hotel Arizona.

[Oh ya? Hotel itu kan mahal sekali. Dari mana kau mendapatnkannya?]

Jaejoong bersyukur karena Siwon juga menganggap Arizona bukan hotel sembarangan.

"Hehe.. Aku menang undian!"

[Lagi? Astaga.. Kau benar-benar ratu undian ya?]

"Tapi..." Jaejoong mendadak merasa gugup, bagaimana cara menyampaikan hal itu dengan benar? Menyampaikan bahwa ia ingin bermalam bersama Siwon.

Tak banyak wanita yang mengajak laki-laki duluan ke hotel. Apalagi hubungan Jaejoong dan Siwon termasuk tipe yang sangat lambat. Dimana jika ada pasangan yang sudah bisa berciuman di hari pertama, mereka justru hanya berciuman satu kali sebulan.

Siwon memang pernah memberi sinyal bahwa ia ingin tidur bersama Jaejoong tapi waktu itu Jaejoong lambat menyadari. Dan efeknya, kini ia merasa semakin sulit mengungkapkan keinginannya pada Siwon.

"Rasanya kalau aku pergi sendiri akan terlihat aneh." Jaejoong mengucapkannya dengan bersusah payah.

[Oh? Memangnya tidak ada yang bisa menemanimu?]

Jaejoong kembali lega mendengar pertanyaan Siwon, ia merasa usahanya sudah separuh berhasil.

"Ta-tadinya aku mengajak Junsu, tapi dia ada urusan jadi aku bilang kalau aku... Akan pergi sendirian."

[Aish, itu akan sangat membosankan.]

"Benar, Itulah kenapa aku menghubungimu. Siapa tahu kau bisa menemaniku."

[Aku?]

Tentu saja Siwon terkejut. Tidak ada pria yang tidak terkejut saat wanita mengajaknya untuk menginap bersama di hotel. Ajakan seperti ini tentu saja memiliki makna yang serius.

Jaejoong gelisah saat Siwon tak lagi mengatakan apa-apa.

"Sepertinya permintaanku membuatmu repot ya?" Ia sangat takut Siwon akan mengatainya 'Tidak tahu malu!' atau semacam itu.

[Tidak. Oke.. Aku akan menemanimu.]

Ah! Jaejoong sangat lega begitu mendengar jawaban Siwon. Ia berdebar-debar saat ini.

[Tapi.. Kau memang benar-benar ingin pergi denganku kan?]

"Tentu saja." jawab Jaejoong tulus. "Uhm.. Kapan kau pulang?"

[Aku berangkat besok.]

"Besok? Jam berapa kira-kira kau sampai disini?"

[Mungkin sekitar jam lima sore.]

"Kalau begitu aku akan menjemputmu di bandara."

[Tidak perlu, aku akan langsung ke tempatmu setelah sampai.]

"Jangan. Aku jemput saja ya?"

[Sudahlah, tidak usah. Kau kan tahu bandara sangat ramai. Biar aku saja yang ke tempatmu, aku tidak mau merepotkan.]

'Siwon perhatian sekali.'

"Baiklah. Kalau begitu, tolong hubungi aku kalau kau sudah sampai ya?"

[Pasti. Sampai bertemu besok!]

"Aku akan siapkan makan malam untukmu besok." Jaejoong bersikap seperti seorang istri yang sedang menanti suaminya pulang dinas dari luar kota.

'Aduh, bagaimana ini... Omo, omo, omo...' Jaejoong merasakan wajahnya memanas ia tak sabar untuk melalui malam yang panas bersama Siwon. Membayangkannya saja sudah membuatnya gugup. Rasanya seperti sedang bermimpi.

Choi Siwon. Dia tampan dan berkarisma. Punya selera humor yang tinggi dan kalau tidak salah, pertama kali mereka bertemu adalah delapan bulan yang lalu.

Tidak ada kata "Ayo, kita pacaran", tapi Jaejoong cukup yakin kalau Siwon menganggap hubungan mereka resmi pacaran. Mereka menyimpan nomor kontak di ponsel dengan begitu manis, Siwon menyimpan nomor Jaejoong sebagai 'Jaejoong-ku' dan begitupun Jaejoong yang menggunakan 'Siwon-ku'

Ciuman pertama mereka terjadi di bioskop saat Siwon tiba-tiba menarik wajah Jaejoong dan menciumnya. Dan Jaejoong ingat, suatu malam, saat Siwon mengantarnya pulang sampai di depan pintu apartemennya, mereka hampir saja berciuman lagi.

Namun tiba-tiba, Changmin, teman sejak kecilnya itu muncul dari pintu apartemen yang tepat di sebelah pintu Jaejoong.

"Kau baru pulang?" Seperti biasa, Changmin hanya menggunakkan kaos putih dan celana training kesayangannya.

"Iya." Jaejoong menatap tajam pada Changmin seolah berkata "Cepat masuk ke kamarmu!" tapi nyatanya, Changmin tak peduli.

Sambil memainkan kuku, dengan sikap acuh Changmin mempertahankan posisinya sampai akhirnya Siwon menyerah, tidak jadi masuk ke dalam kamar Jaejoong dan pulang.

Setelah Siwon pergi, Jaejoong tampak kesal dan masuk ke kamarnya diikuti oleh Changmin.

"Aku minta kimchi."

"Tidak ada." jawab Jaejoong tegas.

"Ada di kulkas kan? Aku minta sedikit saja."

"Ambil saja sendiri!"

"Kau pacaran dengannya?" Changmin bertanya sambil mengeluarkan wadah kimchi dari dalam kulkas.

"Iya."

"Tapi dia tidak terlihat seperti itu."

"Apanya?"

"Menurutku dia bukan pria baik-baik." Changmin sibuk membuka wadah kimchi dan mencari wadah kosong yang lain.

"Yah! Kau ingin mati ya?!" terkejut mendengar jawaban Changmin, Jaejoong pun berteriak.

"Kenapa kau berkata seperti itu?" tanya gadis itu. Ia kesal, masalahnya Changmin tak tahu apa-apa tentang Siwon, jadi seharusnya ia tak bicara sembarangan.

"Firasat."

"Kalau kau sudah selesai dengan kimchi-nya, cepat keluar."

"Kau menyukainya?"

'Pertanyaan Changmin tidak penting. Tentu saja aku menyukainya. Kalau tidak, buat apa aku mengencaninya?'

"Iya."

"Tadi kalian hampir berciuman, sepertinya."

"Dan gagal karena kau."

"Jangan-jangan tadi kau sempat akan membiarkan dia masuk ke sini?" Changmin bertanya sambil mencuci tangannya.

"Memangnya tidak boleh?"

"Sudah berapa lama kau mengenalnya?"

"Empat bulan, dan aku berkencan dengannya sudah satu bulan!"

"Sepertinya aku harus menghubungi Rumah Beras." Changmin mengeluarkan ponsel yang segera disambar Jaejoong.

Rumah Beras yang di maksud Changmin adalah rumah keluarga Jaejoong di Chungnam. Karena ayah dan ibu Jaejoong adalah pengusaha beras.

"Sebaiknya kau cari pria lain saja."

"Kenapa sih memangnya?"

"Dia itu tidak tepat untukmu." Changmin mencoba menegaskan maksudnya lagi. Tapi Jaejoong tak peduli dan berpikir akan tetap mengencani Siwon. Memang Changmin tahu apa soal Siwon? Kenapa dia seenaknya ikut campur dan mengejek Siwon?

Berkat Changmin, Jaejoong baru bisa berciuman dengan Siwon empat hari kemudian.

Sekarang, saat yang ditunggu Jaejoong untuk berbagi tempat tidur dengan Siwon tak akan lama lagi. Baru membayangkannya saja sudah membuat wajahnya memanas.

Malam pertama, ia tahu ini bukan malam pertama seperti pada pasangan pengantin baru. Tapi tetap saja membayangkannya membuat Jaejoong gugup.

Ia menatap pantulannya sendiri di cermin.

"Aku... Akan melepas keperawananku."

.

.

.

Sudah lewat dari jam lima, tapi Jaejoong belum menemukan Siwon. Ia sengaja datang ke bandara untuk memberi kejutan pada kekasihnya itu.

Pasti Siwon berpikir ia sedang menunggu dengan tenang di apartemen. Dan membayangkan ekspresi terkejut Siwon membuatnya makin tak sabar.

Ada sekelompok orang yang berkumpul dan mereka berisik sekali, beberapa diantaranya membawa kamera. Wartawan.

Perhatian mereka teralih pada pasangan yang baru saja lewat, semua kamera terangkat.

'Apa mereka pasangan selebritis?'

Penasaran. Akhirnya Jaejoong mengeluarkan ponselnya dan sambil menjulurkan lehernya ia berusaha mengambil foto orang-orang yang baru saja lewat itu.

Ia mendapatkan empat foto, namun setelah mengetahui kalau mereka bukanlah selebritis, Jaejoong hanya menghela nafas dan memasukan kembali ponselnya ke dalam tas.

Tiba-tiba matanya menangkap sosok Siwon yang baru saja keluar dari pintu kedatangan.

Wajah Jaejoong tentu saja berubah dan ia nyaris saja meneriaki Siwon sebelum sadar ada seorang wanita di sebelah kekasihnya itu. Seorang wanita dengan baju berwarna merah.

Dada Jaejoong langsung terasa sesak.

'Siapa dia?'

Seingat Jaejoong, Siwon bilang ia pergi ke Perancis untuk keperluan kantor. Lalu siapa perempuan itu? Teman kantor yang harus pergi dinas dengannya? Jaejoong bingung. Apalagi melihat Siwon dan perempuan itu terlihat begitu senang. Mereka terlihat begitu akrab, seperti sepasang kekasih. Bukan teman kantor, kakak, ataupun adik perempuan.

'Tunggu! Kalau ternyata wanita itu adalah kekasihnya, berarti Siwon sudah mempermainkanku? Dia menduakanku? Tidak.. Tidak mungkin!'

Jaejoong marah, tapi ia hanya bisa tertunduk karena tak memiliki keberanian untuk menghadapi Siwon secara langsung.

'Brengsek!' jadi itulah alasan kenapa Siwon tidak ingin Jaejoong menjemputnya. Ia merasa bodoh sekali karena menganggap Siwon begitu perhatian padanya.

Jaejoong tak percaya kalau kemarin dirinya mengajak lelaki yang pergi ke Perancis bersama orang lain itu untuk bermalam bersamanya di hotel. Selama ini Jaejoong sama sekali tidak tahu kalau ia dipermainkan Siwon.

Jaejoong pun mengikuti Siwon dan perempuan tadi. Hampir saja ia berada di samping Siwon tapi kemudian ia berusaha menyembunyikan dirinya. Sebenarnya Jaejoong tidak perlu bersembunyi, tapi tetap saja ia ingin bersembunyi.

'Bagaimana mungkin orang brengsek seperti itu ada di dunia ini?'

Ketika Jaejoong belum habis pikir tentang betapa menjijikannya sikap Siwon, ponselnya berdering.

Siwon.

Jaejoong memperlambat langkah hingga ia berada beberapa langkah di belakang Siwon. Ia menerima telepon tanpa melepaskan perhatian dari Siwon.

Oh, lihat.. Lelaki itu menghubungi seorang wanita tanpa mempedulikan wanita lain yang ada di sampingnya? Luar biasa.

Tapi... Jangan-jangan wanita itu bukan kekasihnya?

'Baiklah, aku ingin mendengar penjelasanmu.'

Sambil terus memandangi Siwon, Jaejoong mengangkat teleponnya.

[Halo? Jaejoong?]

"Iya, ini aku."

[Aku baru saja sampai. Aku akan langsung ke tempatmu dari sini.]

"Aduh, bagaimana ya? Aku sedang keluar."

[Memangnya kau dimana?]

"Aku tadi keluar karena harus menemui seseorang." Jaejoong tak berbohong kan?

[Lalu kau akan pulang jam berapa?]

"Sepertinya larut."

Ingin rasanya Jaejoong menghampiri lelaki itu dan menamparnya keras-keras.

[Oh, Baiklah. Jadi sekarang bagaimana?]

"Mm.. Aku akan menghubungimu nanti." Jaejoong terdiam sebentar lalu memutuskan sambungan.

Ia masih terus menatap Siwon. Berpikir apa mungkin ia salah duga, jangan-jangan perempuan itu bukan kekasihnya karena Siwon sama sekali tak terlihat gugup saat menelpon orang lain di samping perempuan itu.

Jaejoong baru saja akan menyapa Siwon dan meminta maaf atas kesalah pahamannya saat Siwon dan perempuan itu berbincang, dan tebak apa? Kalimat mereka membuat Jaejoong kaget luar biasa.

"Kau menghubungi siapa?" tanya perempuan yang membuat Jaejoong muak itu.

"Adikku."

'Adik? Adik? Dasar bajingan!'

"Ada apa dengannya?"

"Ah, aku tidak membawa kunci dan dia sedang tidak dirumah. Bagaimana aku bisa pulang?"

Jaejoong membeku. Status Jaejoong berubah menjadi adik Siwon?

"Kalau begitu kerumahku saja dulu." kata perempuan itu sambil mengamit lengan Siwon erat.

Jaejoong geram melihatnya. Marah. Kesal. Bahkan kakinya gemetar.

"Baiklah, ayo.."

Siwon meninggalkan bandara bersama perempuan itu.

'Bagaimana mungkin dia memperlakukanku seperti ini?'

Jaejoong masih tak percaya. Ia tak percaya kalau Siwon menduakannya. Selama ini ia tak pernah punya firasat apa-apa. Ia merasa bodoh karena telah jatuh cinta pada pria macam itu. Di usianya yang ke-dua puluh delapan ini, untuk pertama kalinya ia merasa dipermainkan.

'Ternyata Changmin benar.'

Jaejoong jadi ingat perkataannya pada Changmin. Ia bilang bahwa Changmin tak tahu apa-apa tentang Siwon, padahal ternyata firasat Changmin benar.

'Seharusnya aku tidak bersembunyi tadi. Seharusnya aku langsung menampar atau memukulnya.'

Jaejoong menyesal. Rasa malu ini tidak akan hilang selama tiga generasi dan akan terus menghantuinya.

Jaejoong yang merasa belum terlambat untuk terang-terangan menanyai Siwon, mencoba mengejar pria itu. Tapi Siwon dan perempuan itu sudah tidak terlihat sekarang.

'Mereka sudah pergi.'

Jaejoong terlihat konyol karena merasa putus asa dan penuh kemarahan.

'Aku pasti sudah gila. Benar-benar gila karena mengajaknya bermalam di hotel bersamaku.'

Jaejoong berdiri di bawah lampu lalu lintas sambil terus memikirkan apa yang dilihatnya tadi. Tiba-tiba sebuah sedan hitam melintas di depannya.

.

.

.

Jung Yunho, lelaki yang duduk di dalam sedan itu menatap Jaejoong yang berdiri di trotoar tepat di sisi kirinya. Mereka hanya dibatasi oleh kaca mobil yang membuat Jaejoong tak menyadari bahwa lelaki di dalam mobil itu tengah memperhatikannya dengan intens.

Perempuan itu memakai sebuah hoodie berwarna toska dan skinny jins juga tas selempang kecil. Kepalanya ditutupi sebuah topi rajut berwarna krem tapi rambut lurus panjangnya yang sedikit berwarna terang dibiarkan tergerai di depan bahu.

Meski ia terlihat sedikit kacau, tapi bagi Yunho ia terlihat begitu cantik dan lucu.

Ia bahkan tersenyum sesaat saat melihat mata besar milik perempuan asing itu.

"Sajangnim.. Apa anda ingin langsung ke Walden Korea?"

Yunho menoleh, "Ya.. Tolong kesana."

Sekejap, ia melupakan kehadiran Jaejoong.

Meski tanpa mereka sadari, ada semacam benang merah yang sudah menakdirkan pertemuan mereka hari ini.

.

.

To be Continued

.

.

.

Next Chapter..

.

[Yah! Kim Jaejoong kau pergi dengan siapa?!]

"Siapa? Tentu saja dengan seorang pria, aku tidak mungkin menginap sendirian di kamar hotel sebesar ini.."

[SIAPA DIA?!]

"Ahh.. Perlukah ku.. Katakan... Mhh.. Aish, aku kan sedang menelpon, sayang... Mhhh..."

.

"Pulang sekarang juga bersamaku!"

"Shirreo! Pulang saja sendiri sana!"

"Kim Jaejoong! Apa kau wanita jalang yang selalu bersikap begini?"

"Sudah kukatakan! Kalau anda ingin bicara dengan kekasih saya, tolong bicara dengan baik.. Atau saya tidak akan segan-segan menghajar anda."

"Kau dengar itu, Choi Siwon? Pulanglah sana! Kau mengganggu waktu berharga kami!"

.

.

.

Fanfic baru! Iya, saya tau utang masih ada... Tapi semua tetep saya lanjutin kok jadi tolong sabar yaaa..

Yang namanya udah pengen nulis gak bisa ditahan-tahan sih ㅠ-ㅠ

Seperti yang udah saya bilang di atas, cerita ini murni diambil dari novel "the Last 2%" punya Kim Rang, karena ceritanya kelewat manis jadi saya berminat banget buat bikin jadi YunJae version.

Karena bakal ada beberapa adegan dewasa dan bahasa yang kasar, jadi saya masukin fic ini ke rate M.

Ke depannya bakal banyak YunJae momen, jadi ada yang berminat lanjut? ^^

Gomawo~

.

.

Sign,

Cherry YunJae.