"My King"

Cast : Xi Luhan as Girl | Oh Sehun | Kim Jongin | Do Kyungsoo as Girl | Byun Baekhyun as Girl | Suho | Etc.

Pair : HunHan, KaiSoo, KaiLu and other pair.

Warning : OOC, Typo(s), Genderswitch, etc

.

.

Don't Like

.

Don't Read

.

.


Awan-awan merubah warna menjadi lebih pekat beserta angin yang bertiup dengan bernafsu menggeser cuaca yang cerah menjadi mendung yang kelabu. Sehun memandang sang awan dari balkon lantai dua, mengepalkan tangan berharap sesuatu yang aneh yang dirasakan hatinya bukanlah suatu pertanda buruk, ia berlari menuruni anak tangga dengan tergesa menghampiri Xi Luhan yang masih tak bergeming di sisi lapangan, melawan arus dari orang-orang yang melangkah masuk ke dalam bangunan istana.

Lelaki itu menarik sang gadis dengan langkah cepat, membawanya masuk ke sebuah ruangan istana yang hanya ada mereka berdua di dalamnya. Oh Sehun berbalik menatap wajah yang kini tercekat, memenjarakan dengan kedua tangannya di sebuah dinding, Xi Luhan menatapnya penuh dengan kebingungan dan rasa takut.

"Yang Mulia-"

Oh Sehun menatap intens kemudian menarik tangan Luhan yang ternyata sedari tadi mengepal kuat, ia membuka kepalan tangan itu dan mendapati beberapa kelopak bunga berwarna putih yang sudah rusak. Sehun dapat melihat sorot mata keterkejutan juga kebingungan milik Luhan.

"Ke-kena-pa..." Si gadis tergugu, ia melanjutkan dengan lirih "A-aku tak merasa menggenggam apapun... tadi."

Ini tidak mungkin terjadi, begitu tidak masuk akal. Ucapan lelaki tua beberapa tahun silam tidak mungkin terjadi. Namun setelah di fikir lagi Sehun merasa semuanya seakan tersambung, semua kejadian yang menurutnya hanya kebetulan ternyata bukanlah kebetulan semata.

"Tidak mungkin." Ucapnya begitu lirih menatap Luhan dengan sorot mata tak percaya, "Siapa kau sebenarnya? Apa alasanmu untuk datang kesini?! Apa tujuanmu? "

Sorot mata itu terlalu serius namun seakan mengandung rasa harap sekaligus rasa terluka, Luhan menundukkan sedikt kepalanya. "Mengapa kau tiba-tiba bertanya seperti itu? Aku... aku juga ingin tahu mengapa aku berada disini."

"Kau tidak mungkin... Im Hana, kan?!"

Berucap sangat lirih, lelaki itu seakan bertanya kepada dirinya sendiri. Im Hana sudah lama pergi, sungguh tak masuk akal bila gadis itu kembali dengan tubuh dan identitas baru, kan?

Suara lirih Sehun tak terdengar jelas oleh pendengaran Luhan. Mereka hanya terdiam dengan netra saling bersibobrok.

"Kalung berlian... Sebuah kalung berlian yang membawaku ke tempat ini."

Perkataan Luhan membuat Sehun melangkah mundur dengan ekspresi yang sulit Luhan mengerti.

Sementara itu cuaca diluar semakin menjadi, hujan turun dengan lebatnya disertai angin yang berhembus kencang. Gelap... Awan yang cerah ceria itu berubah murung, menyebabkan gelap selama lebih dari dua hari.

.

Flashback

Hari itu akan ada penobatan raja baru untuk menggantikan raja mereka yang meninggal dunia beberapa minggu lalu. Namun bukan hanya itu saja kabar gembiranya, Putra mahkota yang sebentar lagi akan menjadi Raja- akan melangsungkan pernikahan bertepatan setelah penobatan. Halaman indah yang dihias para dayang dan prajurit begitu memanjakan mata. Sorak-sorai keramaian dapat Sehun rasakan dari dalam bangunan istana. Lelaki itu tersenyum menatap salah seorang selir ayahnya –yang ia anggap seperti ibu kandungnya sendiri- tengah duduk di tengah ruangan bersama para dayang yang pergi begitu Sehun memberi mereka perintah.

Wanita yang sudah berumur itu tersenyum begitu mendapati lelaki yang sudah dianggap seperti anaknya sendiri menghampiri dan bersimpuh di kakinya. Sehun terkenal dengan sikap dinginnya sejak ibu ratu –ibunya Sehun- meninggal. Namun satu hal yang tidak di ketahui mereka, Sehun hanyalah seorang anak yang manja dan hangat. Namun semua itu tertutupi oleh topeng di wajahnya, topeng yang membuat semua orang segan kepadanya.

"Waktu berlalu sangat cepat ya, Yang mulia? Padahal rasanya baru kemarin aku menggendongmu dan kau mengompoli bajuku."

Sehun memberi isyarat untuk diam dengan wajah kesal yang begitu lucu.

Wanita itu tertawa, "Sekarang kau akan menikah. Aku hanya berharap semoga kau selalu bahagia, kau harus bisa menjaga dan melindungi rakyat dan keluargamu nantinya, Yang mulia. Setelah ini kau akan menanggung beban yang berat. Maka dari itu... kuatlah!"

Usapan di kepala Sehun terhenti sejenak, lelaki itu mendongakkan kepalanya dan mendapati wanita itu menangis.

"Jangan sendu seperti itu, aku tidak menyukainya." Ia menghapus air mata itu lalu mereka berdua tersenyum. Soyeon mengambil sebuah kantung kain dari sakunya dan memberikannya kepada Sehun, lelaki itu mengerutkan alisnya hendak bertanya. Ia mengambil benda dari dalam kantung itu.

"Kalung ini di gunakan oleh leluhur di pernikahan mereka secara turun-temurun. Dulu ibumu mengenakannya juga sewaktu menikah dengan Raja, tapi sebelum meninggal ia memberikannya kepadaku. Dan sekarang adalah waktu yang tepat untuk ku berikan kepadamu, kepada calon istrimu."

Lelaki itu tersenyum bahagia, sementara sang wanita menangis bahagia.

"Ah! Dan satu lagi, Paman Jung yang baru pulang dari pegunungan membawakanmu ini." Soyeon mengambil seikat bunga indah berwarna putih.

Sehun menerimanya dan menatap bunga itu, tidak ada yang istimewa dari bunga ini menurutnya. "Ku fikir kita sudah punya banyak bunga."

"Kata paman Jung, orang asing menyebut bunga itu Bunga Edelweis. Simbol keabadian cinta."

Lelaki itu terkekeh, menurutnya semua bunga sama saja. Namun ia hanya mengangguk pelan kemudian berdiri.

"Mau kau atau aku yang memberikan bunga ini ke Putri Hana?" Soyeon berdiri.

"Ibu saja yang memberikannya, aku tidak ingin melihatnya sampai upacara pernikahan dimulai." Sehun tak bisa menahan senyumnya, "Dan kalung ini juga suruh ia memakainya sekarang juga.", ia menyerahkan kalung berlian itu kepada Soyeon.

Sang wanita tersenyum sebelum beranjak meninggalkan ruangan itu.

Sehun tidak tahu bahwa itu senyum terakhir Soyeon.

.

Para rakyat yang berkumpul di lapangan istana untuk menyaksikan penobatan raja baru bersorak, mereka begitu mempercayai Sehun. mereka percaya bahwa raja mereka yang berwajah tegas itu mampu melindungi dan mensejahterakan mereka karena rakyat tahu bagaimana tabiat sang raja sejak masih kecil.

Sehun pun sadar bahwa kini tanggung jawabnya sangat besar, melindungi mungkin lebih dari seribu jiwa dan mensejahterakan mereka. Maka dari itu kini Sehun bertekad untuk lebih kuat lagi... seperti kata Soyeon –Ibu tirinya.

Upacara penobatan akan di sambung dengan upacara pernikahan raja mereka dengan putri dari kerajaan seberang –Im Hana, Yang kini begitu cantik juga anggun berjalan hendak menuju ke singgasana dimana Sehun –Calon suaminya menunggu. Ia tak bisa menahan senyumnya begitu juga para dayang yang mendampinginya saat itu.

Mereka semua bahagia... hampir semua bahagia.

Namun kebahagiaan yang berlangsung dengan cepat berganti kala banyak orang berpakaian hitam yang menutupi sekujur tubuh sehingga hanya terlihat matanya saja –ninja- datang begitu banyak dari segala penjuru arah, mengibaskan pedang mereka yang teramat tajam.

"LINDUNGI RAJA!"

Jongdae –Jenderal di kerajaan itu memberi titah dengan suaranya, para prajurit dengan sigap melindungi raja mereka. Mungkin ia sedikit lengah hari ini, namun Sehun bukanlah orang bodoh, ia selalu berjaga-jaga dalam keadaan apapun. Ia takkan takut kalah karena ribuan prajurit yang ia siapkan kini masuk ke istana dan melawan para ninja.

Sehun mengedarkan matanya ke arah para rakyat yang ketakutan, ia menoleh kepada Jenderal Kim Jongdae yang sedang melawan beberapa ninja di dekatnya. Sehun mengeluarkan pedangnya,

"Jenderal, bawa para rakyat ke belakang istana. Dan jangan ada yang terluka satupun."

"Baik Yang Mulia."

Jongdae bergegas dan meninggalkan Sehun yang ikut melawan para pemberontak.

"Sehun..."

Suara pekikan itu mengalihkan netra sang raja baru, seketika ia berlari begitu melihat Sooyeon yang terpojok dengan beberapa prajurit yang melindunginya, sayangnya mereka tumbang satu persatu. Lelaki itu hendak bergegas menghampiri Soyeon namun seketika langkahnya terhenti kala netranya melihat dengan jelas sebuah anak panah menusuk menembus dada wanita itu, darah segar berlomba untuk keluar dari mulutnya, wanita itu tumbang.

Semuanya seakan melambat, telinganya seakan berdengung kencang, hanya ada Sooyeon dan suaranya untuk Sehun saat ini. kakinya yang gemetar ia paksakan untuk berjalan menghampiri...

"Kuatlah!"

Saat perkataan Soyeon beberapa waktu yang lalu berdenging ditelinganya, Sehun melangkah pasti ke arah Soyeon, namun wanita itu menggeleng dan berucap tanpa suara,

'Selamatkan... Putri Hana.'

Soyeon menghembuskan nafas terakhirnya. Airmata yang terakhir kali ia turunkan ketika sang ayah meninggal, kini seakan mendesak untuk keluar. Dan ketika airmata itu sampai di kantung matanya, ia menghapusnya dengan cepat...

'Karena kini akulah Raja nya! Aku tidak akan lemah!'

Batinnya berucap, tanggannya mengepal dengan kuat. Ia berlari dan membantai semuanya yang telah berani mengusik wilayahnya. Cipratan darah mengenai wajahnya namun Sehun tak menghapusnya, bau anyir ini adalah kemenangan untuknya. Serigala yang ditakuti itu kini terbangun dari dalam dirinya.

Ia beralih kala melihat Chanyeol berlari bersama Im hana disisi lain. Lelaki itu mengejar mereka.

"Hyung!"

Chanyeol berhenti dan menoleh begitupun Hana yang langsung bergegas menghampiri Sehun dengan wajah khawatir yang sangat kentara.

"Jeonha, Gwenchana?"

Sang raja mengangguk pelan dan seketika matanya menggelap kala melihat sebuah goresan dengan darah di lengan sang gadis.

"kau terluka!" ia memegang lengan Hana membuat gadis itu menahan ringisannya.

"Aku tidak apa-apa." Hana mencoba untuk tersenyum, "Pangeran akan mengantarku ke belakang istana."

"Aku akan segera menemuimu disana."

"Kalau begitu kau harus menang."

Sehun sedikit menampilkan senyumnya kemudian Hana menghampiri Chanyeol hendak melanjutkan perjalanan mereka.

Namun setelah beberapa langkah Sehun kembali memanggil Chanyeol.

"Aku percaya padamu... Hyung."

Chanyeol terdiam cukup lama setelah nya ia tersenyum kepada Sehun.

"Kita akan bertemu lagi, Jeonha."

Setelahnya mereka pergi, dan Sehun kembali ke lapangan istana.

.

.

Tak perlu waktu lama untuk menumbangkan para pemberontak. Sang raja menatap tajam ke arah seorang pemberontak yang sengaja belum ia bunuh,

"Siapa yang menyuruhmu?"

Nada suara Sehun yang terdengar normal itu nyatanya sangat mengerikan. Sang pemberontak terdiam dengan gemetar.

"Jawab aku!" Lelaki itu tersungkur karena tendangan dari Sehun.

"Y-yang menyuruh s-sa..."

Perkataan pemberontak itu seketika terhenti saat anak panah menembus jantungnya. Oh Sehun menggeram, itu pertanda masih ada pemberontak yang masih hidup.

"Temukan para pemberontak yang masih hidup! Bawa mereka ke hadapanku!"

Jenderal Jongdae membungkuk lalu pergi menuruti perintah dengan membawa beberapa prajurit.

Sehun memejamkan matanya dan menghembuskan nafasnya pelan untuk menenangkan dirinya, seketika ia teringat Hana. Raja itu bergegas menuju ke tempat yang Hana bilang, ke belakang istana. Namun langkah kakinya terhenti di pertengahan jalan begitu melihat orang yang di carinya.

Seketika pedang yang di pegangnya terjatuh.

"Putri, buka matamu. Putri Hana!"

Chanyeol menepukkan tangannya di pipi gadis itu dengan mata yang mengeluarkan liquid bening. Sehun dapat melihat sebuah kain melilit di sekitar perut gadis itu yang terluka, ia tahu itu robekan dari pakaian Chanyeol.

"maafkan aku, Yang Mulia." Dengan nada yang penuh penyesalan beserta isakan pangeran Chanyeol berucap, "Aku lalai menjaganya..."

Sehun melangkah dengan pelan menghampiri tubuh lemah itu dengan perasaan terluka. Lelaki itu terduduk menggengam tangan sang gadis yang mengepal kuat dan mengelus pelan pipinya. Kelopak mata yang terlalu berat untuk dibuka itu membuka dengan paksa, sang gadis membalas genggaman tangan itu...

"Ja...ngan... percaya... siapa-pun."

Kemudian Calon istrinya itu pergi, tangan yang membalas genggaman Sehun itu perlahan terkulai menyisakan beberapa kelopak bunga berwarna putih yang ternyata sejak awal di genggam oleh sang gadis.

Orang nomor satu di kerjaan itu tak bisa lagi membendung semuanya. Kenyataan pahit bahwa air mata yang terakhir jatuh saat kematian ayahnya kini terjatuh lagi. Kemudian suara teriakan penuh luka yang menggema terdengar dengan begitu kuatnya.

.

Jangan percaya siapapun...

.

.

.

(Flashback end)


Setelah dua hari berlalu hujan berhenti namun cuaca belum sepenuhnya kembali menjadi cerah.

Malam hari tiba dengan begitu cepat, sang Raja duduk diatas bebatuan yang tersusun di belakang istana dengan segala sesuatu hal yang memenuhi fikirannya. Keanehan tempo hari salah satunya, namun bukan hanya itu saja, ia juga harus mengatur strategi untuk melawan kerajaan utara yang siap menyerang mereka kapan saja, ya... lagi-lagi masalah penakhlukan wilayah.

Namun matanya teralih ketika Chanyeol berjalan hendak melewatinya, Sehun mengerutkan kening. Setahunya Chanyeol tidak pernah ke tempat ini.

Chanyeol berhenti dan membungkuk memberi salam begitu menyadari keberadaan Sehun lalu menghampiri sang raja.

"Yang mulia, sedang apa anda disini? Angin berhembus lumayan kencang dan cuaca juga masih tidak bersahabat malam ini, aku takut anda akan sakit."

"Sudah kubilang jangan berbicara se-formal itu denganku bila hanya ada kita berdua."

Chanyeol terkekeh pelan sambil menanggukan kepalanya.

"Kau sendiri apa yang akan kau lakukan?"

"Aku... akan menghampiri Jenderal Kim untuk mendiskusikan tentang perekrutan prajurit baru, Yang mulia."

Sehun mengangguk pelan mencoba untuk percaya.

"Kalau begitu saya pergi dulu." Chanyeol membungkukan badan guna memberi salam kepada Sehun kemudian berbalik melanjutkan perjalanannya. Namun langkah kakinya terhenti begitu Sehun memanggil namanya.

"Hyung... bisakah aku percaya padamu..." sang raja melanjutkan dalam hati, ' kali ini?' . Pada kenyataannya Sehun seakan bertanya kepada dirinya sendiri.

Chanyeol tidak membalikan badan, namun ia menolehkan kepalanya.

"Aku tak akan mengecewakanmu lagi... Yang Mulia."

.

.

Matahari kini terlalu berlebihan memancarkan sinarnya, membuat Jongdae berfikir bahwa ia sudah seperti daging yang dipanggang, hanya kurang garam saja. Oh, mungkin bukan hanya Jongdae yang berfikiran seperti itu.

Sang raja mengedarkan pandangannya ke penjuru arah, lima ratus pemuda berpakaian senada berbaris rapih membentuk sepuluh banjar membuat lapangan kerajaan terasa penuh. Cuaca panas menyengat tak membuat ia menundukan wajahnya menghindari panas matahari, ia mendongak memandang mereka yang berbaris dengan tegas dan penuh wibawa. Pangeran Chanyeol dan Jendral Jongdae, dua orang yang diandalkan Raja Sehun berdiri dikedua sisinya.

"Selamat datang untuk kalian semua! Aku Raja Sehun yang nantinya akan ikut memimpin kalian di medan perang. Pertama-tama aku berterima kasih kepada kalian yang berniat membela negara kita, aku sungguh salut akan keberanian kalian dan kecintaan kalian terhadap negara ini. Bila ada dari kalian yang ikut menjadi prajurit karena ingin bersenang-senang aku sarankan kalian segera keluar dari barisan dan pulang, karena apa?-"

Sang raja terdiam sejenak, lalu menarik sedikit sudut bibirnya keatas.

"-Tidak akan ada yang bersenang-senang. Kita disini untuk membela negara dengan mengorbankan nyawa. Dan satu kalimat yang harus kalian terapkan dan ingat difikiran kalian, Berperang untuk menang, atau mati."

Para calon prajurit itu diam-diam menelan salivanya dengan susah, Sehun dapat melihat sedikit ketakutan berada diantara para calon prajurit itu.

"Sekali lagi! sebelum kita memulai latihan, yang ingin mundur silahkan mundur sekarang juga!"

Namun tetap tidak ada yang bergeming dari tempat mereka walaupun ketegangan tengah melanda.

"Anak tunggal! Dua langkah ke samping kanan!"

Para calon prajurit itu memasang ekspresi bingung namun beberapa dari mereka menuruti perintah sangn raja.

"Tulang punggung keluarga! Dua langkah ke kanan!"

Mereka menuruti perkataan sang raja, beberapa calon prajurit melangkah ke samping kanan. Suaranya menggelegar tanpa alat pengeras suara yang kala itu belum ditemukan.

"Kalian mungkin bertanya-tanya mengapa pihak kerajaan melakukan perekrutan prajurit baru? Sekarang akan ku beritahu. Negri kita sedang dalam bahaya, kerajaan selatan bisa menyerang kita kapanpun bahkan mungkin saat para rakyat tertidur pulas dan mereka mungkin tak akan bisa bangun di pagi harinya. Oleh karena itu aku dan yang lainnya bertekad untuk melindungi kalian semua, tapi sayangnya aku tak bisa lakukan itu sendirian. Maka dari itu, aku membutuhkan kalian. Apa kalian mengerti?!"

"Ya! kami mengerti!" Ucap para calon prajurit baru secara serentak.

"Tanah ini, wilayah ini, kerajaan ini milik kita bersama! Jangan biarkan orang luar merebutnya dari kita, maka dari itu... lindungi negeri ini! Ayo kita berjuang..."

Sehun tersenyum kecil karena berhasil membakar semangat para calon prajurit ini. mereka semua bersorak meninju udara sambil meneriakan "Hidup Yang Mulia Sehun! Hidup Joseon! Hidup Yang Mulia Sehun!" –secara berulang-ulang.

"Mamanim... Aku sudah lebih kuat, kan? Dan... Aboeji... Aku akan menang!"

Setelah beberapa lama Jongdae memberi isyarat untuk tenang sehingga semuanya hening.

"Dan untuk para calon prajurit yang keluar barisan, aku menghargai loyalitas kalian terhadap kerajaan ini, tapi aku takkan bisa mengikut sertakan kalian ke dalam perang. Keluarga adalah nomor satu, maka dari itu pulanglah dan lindungi keluarga kalian mulai dari sekarang."

Suasana menjadi sedikit riuh, mereka ingin mensuarakan protes namun setelah difikir lagi Sang raja memang benar, anak tunggal dan tulang punggung keluarga memang lebih penting berada bersama keluarga mereka masing-masing.

Tanpa diketahui ditengah keriuhan yang berlangsung, Pangeran Chanyeol menatap dengan tajam ke satu titik di tengah barisan. Wajahnya tak menunujukkan ekspresi namun mata itu seakan berbicara, seakan tidak sabar untuk menghilangkan sang objek dari penglihatannya.

Sang objek tak kalah tajam membalas tatapan sang pangeran di depan sana, objek itu tersenyum miring menampilkan seringainya.

Dia...

Kim Jongin.

.

.

.


Luhan menerka-nerka mungkin saat ini sudah bisa disebut dengan tengahn malam, para penghuni istana mungkin sudah berada di alam mimpi tetapi dirinya masih berdiam disini, duduk di salah satu anak tangga di sisi lapangan. Ia memandang langit lalu menghembuskan nafas pelan, lalu ia menoleh ketika mendengar suara langkah kaki.

Itu Sehun. kenapa dia belum tidur? Dari mana dia? Luhan hanya bisa bertanya dalam hati.

Luhan berdiri lalu memnungkukkan sekikit badan untuk memberi salam, dan ia hanya mencinir dalam hati saat Sehun mengabaikan salamnya. Lelaki itu melewatinya begitu saja, Luhan langsung kembali duduk seperti sebelumnya.

Namun setelah beberapa lama sebuah mantel terjulur didepan wajanya, ia mendongak... ternyata Sehun yang memberikannya. Luhan menerima lalu tersenyum sebagai ucapan terima kasih kemudian memakai mantel itu.

Ia fikir Sehun akan pergi lagi namun nyatanya sang raja ikut duduk mengambil tempat di sampingnya.

"Sedang apa disini? Udara sedang dingin."

"Kau juga, sedang apa kau disini?"

"Aku... entahlah, aku tidak bisa tidur. Lalu aku berjalan-jalam kelilimg istana dan menemukanmu disni."

Luhan menghela nafas lagi, "Aku juga tidak bisa tidur. Ada yang mengganjal di fikiranku" Luhan menatap Sehun dengan serius, "Sebenarnya aku ingin menanyakan suatu hal padamu."

"Apa?"

"Kejadian beberapa hari yang lalu, aku selalu berfikir kau mengetahuinya..."

Luhan terdiam untuk melihat respon Sehun, namun lelaki muda itu terdiam seakan membiarkan Luhan melanjutkan omongannya.

"Apa kau tahu mengapa aku bisa berada ditempat ini? eunggg... maksudku aneh sekali bukan aku yang harusnya kini berada dimasa depan, duduk di sofa empuk di depan mesin penghangat sambil minum secangkir kopi kini malah berada di tempat yang bahkan belum mengenal radio?"

Lelaki itu terdiam cukup lama setelahnya dia memalingkan muka menatap lurus ke arah lapangan, "Sebenarnya aku tidak tahu pasti, tapi aku sudah punya dugaan mengapa kau bisa berada disini."

"Apa itu?"

"Takakan ku beri tahu."

"YA! Kau mau aku mati penasaran?!" Luhan cemberut.

"Lebih cepat lebih baik."

Luhan memasang wajah kesal ketika sang raja tertawa puas seakan esok ia tak bisa tertawa lagi, sungguh itu menyebalkan bagi Luhan karena ia sedang serius kali ini.

"Im Hana..." Saat Luhan mengucapkan nama itu, seketika tawa sang raja terhenti dan berubah ekspresi menjadi datar. "Siapa dia? Baekhyun- bahkan orang-orang bilang aku mirip dengan Im Hana... apa sekarang dia tinggal di istana juga?"

Lalu Sehun menatap Luhan dengan pandangan yang tidak dimengertinya, "Dia tidak disini, dia sudah tidak ada."

"M-maafkan aku." Seketika Luhan merasa bersalah, " Tapi aku sangat penasaran dengannya, apa kami benar-benar mirip? Seluruhnya?"

"Dari luar kalian memang sangat mirip, tapi setelah melihat perilaku dan sikapmu aku langsung tahu bahwa kalian berbeda. Im hana... dia lemah lembut dan penyayang."

"Jadi maksudmu aku Brutal dan urakan?"

"Mulutku tidak mengatakannya."

"Tapi kau mengatakannya dalam hati kan?"

"Eungg... benar juga.." Ekspresi kaku itu kini mencair bagaikan es yang leleh terkena sinar mentari.

"YA! sialan kau" Luhan memukul-mukul pelan punggung Sehun, sang raja tertawa terbahak sambil pura-pura meringis. Tertawa dengan begitu lepasnya setelah sekian lama tak bisa dilakukannya.

"YA! Kau melukai raja! Kau bisa dihukum!"

"Aku tidak takut! Ayo panggil semua prajuritmu, ayo panggil dasar raja mesum!"

"Jangan sok tahu! Aku tidak mesum."

"Silahkan bicara pada tanganku yang mulia."

Malam yang sunyi itu terisi dengan suara tawa mereka, bintang-bintang berkerlap-kerlip menonton mereka dari atas sana. Angin malam yang mencubit seakan tak terasa dan tak mampu meredakan atmosfir hangat yang tercipta. Dunia seakan lupa bahwa mereka adalah Raja dengan bawahan.

Setelah beberapa lama mereka terdiam mengatur nafas yang terengah karena tertawa. Lalu sunyim hanya ada suara nyanyian angin malam yang terdengar sebelum sang raja kembali membuka suara.

"Omong-omong, berapa sisa permintaanku?"

Sang gadis mengangkat sebelah alisnya, "Mungkin delapan, memangnya kenapa?"

"Kalau begitu sekarang tersisa tujuh." Ia menatap Luhan dengan ekspresi datarnya, " Besok kau ikut aku."

"Kau tidak memintaku berdiri sambil menunggu pidatomu selesai lagi, kan?"

"Kau fikir pekerjaanku hanya berpidato saja?!" Sang raja menghela nafas keras, "Lihat saja besok, untuk sekarang masuklah, cuaca semakin dingin. Atau kau mau aku mengantarmu sampai pintu kamar?"

"Aku bukan balita!"

Luhan berdiri diikuti oleh Sehun.

"Baiklah aku akan mengawasimu dari sini. Sana cepatlah!"

Dan Luhan pun menuruti Sehun, ia berjalan lalu menoleh kebelakang untuk sebentar. Sehun masih berada disana dengan memanndang dirinya, mengawasinya seakan jika dia tak mengawasi Luhan maka gadis itu akan hilang.

Tanpa Sehun sadari, Luhan tersenyum dengan indahnya.

.

Beginikah rasanya dilindungi?


Kini Luhan sudah bisa mengendarai kuda. Sore ini ketika Sehun mengajak Luhan ke suatu tempat, gadis itu bersikukuh untuk mengendarai kuda sendiri. Sebenarnya gadis itu bertanya dalam hati kemana Sehun akan membawanya, ke padang rumput indah seperti waktu itu kah?

Luhan mengendarai kuda berwarna kecoklatan dengan cepat untuk mengejar Sehun yang sudah berjarak agak jauh darinya. lelaki itu menunggangi kuda berwarna putih yang sangat indah, dan juga cepat berlarinya. Terkadang Luhan mencibir Sehun yang menyombongkan kudanya, lelaki itu meneriaki Luhan saat dirinya tertinggal lumayan jauh seperti "Ayo cepatlah Luhan dasar lamban," atau "Kau lambat sekali. Bahkan ku yakin Seol akan menang bila kalian balapan kuda."

Lalu raja itu akan tertawa terbahak, Luhan berharap seekor serangga masuk ke mulutnya.

Tapi terkadang Luhan merasa Sehun itu aneh, terkadang ia bersikap kejam, galak juga otoriter. Ekspresinya terlalu dingin kepada setiap orang, membuat orang-orang bahkan takut untuk mengangkat muka apabila bertemu Sehun. Tapi saat bersamanya terkadang lelaki itu terlalu kekanakan dan... hangat, terkadang dia juga jadi orang yang kikuk. Juga saat Luhan menatap matanya, terkadang seakan matanya berkata "Aku lelah..." , "Aku juga butuh tempat bersandar," atau, "Aku juga ingin dilindungi." Namun nyatanya mulutnya hanya diam, tak mengeluh tentang apapun.

Setelah perjalanan yang lumayan jauh, mereka sampai disebuah tempat. Luhan turun dari kuda dan mengerenyitkan dahi,

"Padang ilalang? Pfftttt~" Luhan tak bisa menahan tawanya, "Waktu itu padang rumput dan kali ini padang ilalang? Kini aku tahu seleramu." Luhan kembali tertawa.

"Memang apa yang salah dengan padang rumput dan ilalang? Tempat ini sangat sejuk dan menenangkan, kau tertawa karena mungkin kau tidak tahu."

"yayaya... terserah sang raja." Luhan tertawa kecil lalu berjalan lurus ke melewati ilalang-ilalang yang sangat tinggi melebihi tinggi badannya sementara Sehun berjalan di belakangnya.

Setelah beberapa jauh berjalan ia menemukan seperti tanah kosong yang tidak luas dengan banyak daun kering. Gadis itu berhenti tepat di depan tumbuhan yang mereka sebut putri malu. Ia berjongkok, menyentuh hingga daun itu mengatup dengan sedirinya.

"Kau tahu mengapa tanaman ini dinamakan putri malu?"

Luhan tak perlu menoleh untuk tahu siapa yang kini ikut berjongkok disampingnya. "Karena ia akan menutup dirinya jika disentuh?"

"Ya, kau tahu sebuah cerita masa lalu tentang putri malu?" Sang raja menyentuh tumbuhan itu yang kini menutup dirinya, "Dulu ada seorang putri yang dikutuk oleh cenayang..."

"Mengapa?"

"Jangan potong ceritaku!"

"Aishh... Arraseo!" Luhan membuat isyarat kunci mulut.

"Dulu putri itu adalah yang tercantik, membuat para wanita lain iri dengan kecantikannya termasuk cenayang itu. Kecantikannya sangat terkenal sampai ke penjuru negeri sehingga membuat para pangeran dari kerajaan lain berminat untuk mempersuntingnya." Luhan masih memfokuskan mata ke tumbuhan itu tanpa menyadari bahwa Sehun menatapnya begitu dalam. "-Namun putri itu mudah sekali malu bahkan ketika orang lain tak sengaja menyentuh kulitnya..."

Perlahan Sehun menggerakan tangannya menyentuh pipi Luhan, sang emou menoleh dengan cepat saat merasakan hangat di pipinya. Oh Sehun mentap dirinya tidak seperti biasanya. Luhan menyelami mata yang kelam itu dan seolah mendapati percikan sinar yang membahagiakan, membuat rasa seperti tersetrum di perutnya.

Ia sadar mungkin pipinya memerah, oh bahkan daun telinganya juga, ia memalingkan wajahnya namun tangan itu masih seakan menempel dan bahkan membuat sebuah gerakan halus di pipinya.

Namun tiba-tiba Sehun tertawa pelan membuat Luhan melirik raja itu,

"Oh Lihatlah, putri malunya sedang malu."

Luhan tahu bahwa Sehun sedang menggodanya. "YA!" dengan refleks ia melemparkan sejumput daun kering ke wajah Sehun yang sedang terbahak membuat sesuatu masuk ke mulut sang raja. Lelaki itu terbatuk pelan sementara Luhan tertawa puas.

"RASAKAN!"

Luhan berlari ketika Sehun hendak membalasnya, lelaki itu mengejar Luhan dengan membawa sejumput daun kering juga.

"Kemari kau! Ini perintah raja!"

"Raja mesum?"

Sehun semakin gigih mengejar Luhan, ketika tangan Luhan berada dalam jangkauannya, seketika ia menariknya membuat Luhan terjatuh diatas dedaunan kering. Gadis itu hendak bangun namun sang raja menduduki perutnya sambil melemparkan beberapa daun kering ke wajahnya, membuat Luhan gelagapan sendiri.

"YAK! Hentikanppfftt~"

Lelaki itu tertawa puas. Tertawa dengan begitu lepas. Tawa yang tak pernah ia tunjukkan di depan orang lain selain ibunya.

Luhan segera mendorong dada itu dan membalas perbuatan Sehun dengan menduduki perutnya juga. Ia melakukan apa yang Sehun lakukan kepadanya.

Mereka terlalu larut sehingga tak menghiraukan langit yang berubah warna menjadi jingga.

Luhan merebahkan diri disamping Sehun setelah beberapa menit saling melempar daun-daunan kering. Luhan fikir Sehun seperti tidak ingat umur, ia tidak mengerti mengapa orang-orang sangat takut kepada raja yang hilang matanya ketika tertawa ini.

Gadis itu menarik nafas dalam, di Seoul tak ada udara semenyegarkan seperti disini. Terkadang ia merasa beruntung ditarik ke zaman ini, zaman yang tidak ada polusi. Itu menyegarkan saluran pernafasannya.

"Udara disini sangat bagus! Rasanya sistim pernafasanku terasa sangat sehat sekali." Luhan dapat melihat banyak burung yang berterbangan di awan untuk kembali ke rumah mereka, gadis itu memejamkan mata, "Rasanya aku ingin selalu seperti ini."

"Ya, aku juga..." Luhan tak pernah tahu bahwa kini Sehun menatapnya dengan begitu dalam, tatapan yang pernah muncul ketika ia pertama kali jatuh cinta dengan Im Hana,

"... Ingin selalu seperti ini..."

.

.

.

TBC


Author's note.

Hmmm... mind to review?