Sebuah peperangan hanya akan membawa kematian, penderitaan, kesengsaraan, sakit yang tak akan bisa terobati dan yang paling mengerikan adalah… kebencian tanpa ujung. Peperangan hanya akan member itu saja, baik yang menang maupun yang kalah, hanya yang membedakan adalah harga diri. Yang menang akan merasa mempunyai harga diri yang tinggi, merasa yang terkuat, merasa yang terhebat, merasa dia ada diatas segalanya. Dan bagi yang kalah adalah kebalikan dari itu semua. Merasa harga dirinya dijatuhkan, diinjak injak, merasa dipermalukan, dan suatu saat yang kalah akan mencoba kembali berperang dengan pemenang tersebut, terus menerus sampai akhirnya dialah yang menjadi pemenangnya. Semua itu tak akan berhenti sampai tidak ada yang tersisa. Tidak ada yang menang juga tidak ada yang kalah, yang ada cuma kematian. Dalam peperangan berlaku sebuah hokum rimba, yaitu 'membunuh atau dibunuh'. Sagala jenis perasaan seperti kasihan, takut dan bersedih harus dibunuh, sehingga yang tersisa hanyalah seorang 'mesin pembunuh'. Sekali saja kau ragu, tak tega, atau takut jika harus membunuh lawanmu, maka bersiaplah karena sang dewa kematian telah mengintaimu.

Dia hanya berdiri dalam diam, dengan posisi kepala menunduk menghadap kebumi. Poni rambut yang sebenarnya pendek, tapi entah mengapa bayangan dari poni rambut itu mampu menghalangi seseorang untuk melihat ekspresinya. Tujuh Godoudama yang melayang membentuk pola lingkaran dibelakang tubuhnya mulai memisahkan diri menjadi energi kecil berwarna hitam, garis garis hitam yang ada ditubuhnya dengan perut sebagai pusatnya juga mulai menghilang bagaikan air yang menyapu kotoran, dan yang terakhir adalah chakra kuning yang terlihat seperti berkobar bagaikan api juga turut meninggalkan inangnya bagai api yang telah padam, menampilkan sosok yang penuh luka dengan pakaian yang compang camping.

"aku telah gagal…"

Dia bergumam pelan dengan suara serak dan tangan terkepal menahan tubuhnya yang bergetar. Kata kata yang menyimpan kesedihan, kekecewaan, kemarahan, segala bentuk emosi negative . Sedih karena gagal menepati janjinya, kecewa karena dirinya tidak mampu, marah karena dirinya lemah. Sebuah ramalan yang mengatakan akan ada anak yang membawa perdamaian itu benar, tapi tidak semuanya benar. Karena… yang dimaksud kedamain itu adalah semua orang harus mati. Karena dengan kematian semua orang, tidak akan ada kebencan, tidak akan ada dendam dimuka bumi. Karena kebencian dan dendam telah dibawa mati oleh masing masing orang.

Ia kemudian terjatuh, merasakan kekasaran dan kehalusan tanah gundul yang berdebu akibat peperangan yang baru saja terselesaikan. Baru kali ini dia benar benar putus asa. Walaupun dia mempunyai teknik penyembuh yang sangat hebat, tapi tetap saja, kekuatan itu tidak bisa digunakan untuk membuat orang yang telah mati kembali hidup. Dulu ketika dia hampir berputus asa, pasti ada seseorang yang akan menyemangatinya agar tidak menyerah, tidak berputus asa, terus bekerja keras dan terus berpegang teguh agar ia bisa mencapai tujuannya pada saat itu. Tapi kini dia sendiri... didunia ini. Semua orang telah mati. Taman tamannya, sahabatnya, penduduk biasa dari berbagai desa dan negara, bahkan orang yang tak ia kenal sekalipun yang ikut berjuang melindungi dunia ini. Dulu segala jenis kemustahilan telah ia tembus hingga ia bisa menjadi seperti ini. Namun ia merasa tak mampu menembus kemustahilan kali ini.

Kembali cairan menemui tanah, tapi yang membedakan dengan cairan yang terus jatuh dari langit adalah warna, bau dan sumber cairan itu. Kali ini cairan itu berwarna merah, berbau anyir nan menyengat indra penciuman dan berasal dari dalam tubuhnya, melewati tenggorokan dan keluar melalui mulutnya. Ya... itu adalah darah miliknya. Perlahan rasa kantuk menyelimutinya, pandangan mata mulai terasa berat. Ia tidak melawan rasa kantuk itu agar dirinya bisa tetap dalam kesadaran, dan hal lain yang menyebabkan dirinya mulai kehilangan kesadaran adalah luka luka yang ada pada tubuhnya yang tak bisa beregenerasi lagi karena dia sudah tidak mempunyai chakra yang tersisa, baik chakra miliknya sendiri maupun chakra kesembilan bijuu lain yang terdapat pada tubuhnya. Ia telah siap menunggu waktu ini, waktu dimana ia akan bisa berkumpul dengan kedua orang tuanya dan juga menyusul teman temannya yang telah pergi sebelum dirinya. Waku dimana ia menutup mata nya itu juga bersamaan dengan berakhirnya nafas yang tersisa sehingga ia tak sanggup bernapas kembali.

Perlahan butiran butiran cahaya keluar dari dalam tubuhnya dan kemudian menyatu menjadi berbentuk bola berdiameter 30cm dan kemudian melayang keangkasa. Entah akan menuju kekehidupan selanjutnya atau melewati tahapan inkarnasi menuju kehidupannya yang baru.


Yup selesai sudah prolognya, jika ada yang memberi saran maupun kritik, saya akan menerima dengan senang hati. Jadi please review...