Hinata mencoba mengatur nafasnya yang terasa sangat tidak beraturan. Peluh membasahi daerah wajahnya. Dia sangat lelah atas peperangan panjang ini. Tapi sekarang baik Hinata maupun yang lainnya dapat bernafas lega karena telah berhasil memenangkannya.

Mata bulannya menatap para shinobi dan konoichi lainnya. Mereka tampak bahagia, bersorak dan saling berpelukan, melihat itu Hinata tidak bisa untuk tidak tersenyum. Walaupun Hinata sempat berpikir hal ini tidak akan pernah terjadi. Tapi saat ini waktu membuktikan kebenaran memang akan berkuasa pada akhirnya. Dan kemenangan ini tidak bisa luput dari perjuangan besar ketiga shinobi itu. Naruto, Sakura dan Uchiha Sasuke yang muncul secara tiba-tiba.

"Kau lihat, akhirnya kita dapat mengalahkannya Teme!" Naruto tampak begitu bahagia. Senyum mentarinya tidak lepas dari bibirnya. Hinata ikut tersenyum seakan tertular virus bahagianya. Tapi ketika tanpa sengaja pandangannya terarah pada seseorang yang berada tepat di samping naruto. Kedua iris berbeda itu bertemu. Hinata terkejut ketika onyx pemuda itu menatap lekat ke arahnya. Uchiha Sasuke tengah menatapnya nyalang.

Walaupun Hinata ingin sekali memutuskan kontak mata antara mereka, tapi entah kenapa dia tidak bisa melakukannya. Hinata yakin dia tidak terkena genjutsu atau semacamnya. Yah, mungkin karena... rindu? Bisa saja, bagaimanapun ini pertemuan mereka sejak beberapa tahun lalu.

.

.

DON'T LIKE DON'T READ

.

.

Our Secret

Disclaimer: Masashi Kishimoto

Pairing: SasuHina

Rated: T

Genre: Romance, Hurt/Comfort

Warning: Canon, maybe OOC, typo(s), gajeness, etc

.

.

Check It Out!

.

.

"Kau baik-baik saja?" Sentuhan lembut Kiba pada pundaknya, mau tak mau menggembalikan Hinata kembali ke dunianya.

Hinata menoleh, dan secara otomatis kontak mata diantara mereka terputus. "Yah, aku baik-baik saja," jawabnya dengan senyum tersungging.

"Kau terlihat pucat. Apa perlu kita pergi ke bagian medis?"

Hinata tahu, Kiba begitu mencemaskannya. Dan dia merasa beruntung memiliki Kiba di sisinya. "Tidak perlu. Aku benar-benar baik-baik saja, Kiba-kun."

"Ck!" Sesaat setelah itu. Hinata dapat mendengar decakkan pelan dari sesorang. Hyuuga muda itu menoleh dan mendapati 'dia' masih tetap menatapnya. Dan entah kenapa Hinata yakin kalau suara decakkan itu berasal dari 'dia'.

Dan tak lama setelah itu, pemuda berambut raven itu berbalik, meninggalkan kedua temannya yang merasa bingung akan tingkahnya.

"Kau mau kemana Teme?" Naruto berseru. Sebagai orang yang berada tepat di sampingnya, tidak bisa dipungkiri kalau Naruto juga sempat mendengar decakan dari sang Uchiha itu. Dan sekarang secara tiba-tiba Sasuke beranjak begitu saja.

"..."

"Sasuke-kun." Kali ini Sakura juga ikut bertanya.

Walaupun begitu, Sasuke juga tidak kunjung menyahut. Sampai seseorang menahan lengannya. "Kau tidak berniat kembali meninggalkan desa kan?" Gadis bersurai bubble gum itu bertanya dengan cemas. Menatap Sasuke dengan tatapan memohon, agar pemuda yang sedari dulu dicintainya itu tidak benar-benar meninggalkannya lagi.

Sasuke segera menarik tangannya dengan kasar. Dan dia berjalan kembali tanpa mengucapkan sepatah katapun.

"Sasuke-kun, kumohon, tetaplah di sini," ucap Sakura mengiba. Tangannya lagi-lagi menahan Sasuke dan memaksa pemuda itu untuk berhenti.

"Tsk! Lepaskan!" suruh Sasuke kasar.

Sedangkan pemuda bersurai pirang itu mulai tampak marah, melihat tingkah Sasuke. "Tem-" Sebelum Naruto sempat untuk menghampiri Sasuke, tiba-tiba terdengar suara tawa yang cukup renyah. Dan secara otomatis pemuda Uzumaki itu lebih tertarik mencari pemilik tawa ketimbang menghampiri Sasuke. "H-hinata?" gumamnya bingung.

Bukan hanya Naruto saja yang merasa bingung, para nakama bahkan Kiba sendiri merasa bingung ketika mendapati Hinata yang tertawa lepas tanpa sebab yang jelas. Mereka juga merasa terkejut karena Hinata yang dikenal dengan sosok pemalu dan pendiam, bisa tertawa dengan cukup kencang.

"Hinata, ada apa?" tanya Kiba sembari mengerutkan alisnya.

Hinata menggeleng. Mengacuhkan pertanyaan Kiba dan tetap tertawa.

Sampai pada akhirnya, pemuda bermata kelam itu berbalik dan menatap Hinata dalam. "Kau menertawakanku?" tanyanya dengan intonasi datar.

Hinata menghentikan tawanya. Berganti memasang senyum yang terkesan mengejek. "Kau tampak seperti seseorang yang tengah merajuk, Uchiha-san," jawabnya santai.

Dan kelakuan Hinata sukses membuat orang-orang yang berada di dekatnya kembali terkejut. Hyuuga yang selalu tergagap ketika berbicara dengan orang yang tidak terlalu dikenalnya, secara ajaib bisa berani berbicara seperti itu kepada Uciha terakhir.

Sasuke mengabaikan Sakura yang berada di dekatnya dan melangkah maju untuk mendekati Hinata.

Sedangkan Hinata yang sama sekali tidak merasa takut akan hal itu, kembali melanjutkan ucapannya. "Berhentilah bersikap kekanakan. Kau sudah besar bukan?" tanyanya. Dan seperti de javu, ingatan akan memori beberapa tahun lalu muncul kembali di otaknya.

.

.

.

"Berhentilah bersikap kekanakan. Kau sudah besar bukan?" tanya Sasuke kecil pada gadis mungil yang duduk di dekatnya. Dengan mata yang setengah terpejam, Sasuke sebisa mungkin memberikan perhatian lebih kepada sang gadis kecil yang memiliki umur satu tahun lebih muda darinya. "Hina-hime, berhentilah menangis," pintanya. Kalau Hinata terus menangis dia tidak akan tidur dengan tenang, padahal tubuhnya sedari tadi menuntutnya untuk terlelap.

"Aku masih 4 tahun, wajar kalau aku kekanakan, Sasu-kun." Hinata menatap Sasuke kesal. Pasalnya teman mainnya ini sama sekali tidak menuruti permintaannya untuk bermain bersama dengan alasan kelelahan karena baru saja dia selesai berlatih ninjutsu dasar dengan sang aniki.

Walaupun begitu tidak seharusnya, Sasuke mengabaikannya. Hinata sudah berusaha keras untuk dapat ke sini, bahkan dia harus kabur dari masionnya dan kemari sendirian, setidaknya Sasuke harus menghargai pengorbanannya. "Dan jangan memanggilku dengan pangillan itu," ucapnya sambil mengerucutkan bibirnya.

Sasuke tahu betul kalau Hinata akan langsung protes ketika dia memanggilnya dengan sebutan 'Hina-hime' tapi meskipun begitu, Sasuke lebih suka memakai panggilan itu karena dirasanya sangat cocok untuk Hinata. Hinata mempunyai masion yang besar, para maid yang banyak, dan penampilan Hinata benar-benar seperti hime kecil, walau terkadang Hinata akan berubah menjadi sangat manja pada saat-saat tertentu. "Kalau begitu, tolong berhenti menangis Hina-chan."

Hinata menggeleng cepat. "Tidak mau! Tidak sebelum Sasu-kun mau bermain denganku." Hinata merajuk. Dan Hinata yang seperti ini sangat sulit untuk dibujuk.

Sasuke menghela nafas panjang. "Baiklah," ucapnya mengalah. "Kemarilah! Tidur di sampingku." Sasuke menepuk-nepuk lantai di sampingnya.

Dengan bingung, Hinata akhirnya menurut. "L-lalu?"

"Kita akan bermain permainan baru." Sasuke melirik sekilas ke arah Hinata. Tersenyum tipis ketika melihat Hinata yang sepertinya mulai tertarik. Bukan Sasuke, kalau dia tidak bisa memutar otak untuk menyelesaikan masalah seperti ini. "Kita akan bermain 'siapa-yang-lebih-cepat-tertidur'. Dan seperti namanya, siapa yang lebih cepat tertidur dia pemenangnya."

"Tapi kalau bermain seperti itu, pasti Sasu-kun yang akan menang." Hinata kembali protes.

"Maka dari itu kau harus lebih cepat tidur daripada aku," jawab Sasuke dengan posisi terlentang. Sementara Hinata tidur menyamping, menghadapnya.

"Sasu?" panggil Hinata lagi karena dalam waktu dua menit dia tidak kunjung tertidur.

"Hn." Dengan setengah sadar, Sasuke mencoba menyahut.

"Jangan mengabaikanku seperti itu!" Hinata berusaha agar Sasuke tetap terjaga. Bagaimanapun Hinata tidak mau kalah.

Seakan tahu tujuan Hinata untuk tetap membuatnya terjaga. Sasuke segera mengubah posisi tidurnya menjadi menyamping kemudian mengapai tubuh mungil Hinata dan mendekapnya.

Hinata merona, terkejut atas perlakuan Sasuke yang tiba-tiba. "A-apa yang k-kau laku-kan?" tanyanya tergagap.

"Bukankah dengan begini kau tidak akan merasa diabaikan?" guman Sasuke pelan dengan kesadaran yang mulai menipis. Dengan begini Hinata tidak akan protes dan mencari-cari alasan lagi. "Sekarang tidurlah, Hina-hime," bisiknya. Dan sesaat setelah itu, kesadaran pemuda berambut gelap itu benar-benar hilang.

Hinata yang dapat mendengar dengkuran halus Sasuke ditambah nafas teratur dari bocah yang saat ini mendekapnya itu, tahu bahwa pada akhirnya Sasuke-lah yang dapat memenangkan permainan ini. Dan mungkin karena posisinya yang terasa sangat nyaman atau mungkin juga karena Sasuke telah menularkan rasa kantuknya kepadanya, gadis bermata bulan itu perlahan juga menutup matanya. Ikut terlelap bersama Sasu-kunnya.

.

.

.

"Sedang mengingat sesuatu, hm?" Walaupun samar, Hinata dapat menangkap mata Sasuke yang menerawang jauh. Mungkin Sasuke tengah mengenangnya, sama seperti dirinya. Hinata mengakui bahwa kenangan itu indah, kenangan saat pembantaian clan belum terjadi dan sifat Sasuke belum berubah seperti ini.

Para nakama mulai tertarik dengan interaksi kedua shinobi itu. Mereka penasaran dengan hubungan Hinata dan Sasuke yang selama ini sama sekali tidak diketahui oleh orang lain, bahkan Kiba dan Shino sebagai orang terdekat Hinatapun tak tahu menahu. Para rokie 12 yakin kalau hubungan Sasuke dan Hinata bukan hanya sekedar hubungan teman biasa seperti halnya hubungan Hinata dan Kiba. Ini lebih rumit daripada itu.

Sasuke kembali mengarahkan pandangannya ke Hinata, memusatkan tatapannya pada manik bening sang gadis. Langkahnya kembali terdengar perlahan menuju Hinata.

Kiba mulai merasa khawatir akan keselamatan teman setimnya. Pemuda berambut coklat itu dengan sigap menghadang Sasuke. "Berhenti di situ dan jangan coba-coba untuk menyentuhnya!" ancamnya.

Seakan tidak mendengar apapun, Sasuke tetap melangkah dan dengan sebuah dorongan, pemuda raven itu mampu membuat Kiba terpental ke samping.

"Kiba-kun!" pekik Hinata ketika melihat temannya tersungkur. Hinata berniat membantu, tapi sepertinya Shino lebih dahulu membantu Kiba berdiri. Dan segera menahan Kiba saat pemuda pencinta anjing itu bergegas untuk menyerang Sasuke. Shino berpikir lebih baik menahan diri terlebih dahulu, toh tampaknya Sasuke tidak berniat menyerang Hinata.

"Kenapa kau lakukan itu padanya?" tanya Hinata marah.

"Aku tidak punya urusan dengannya!"

Jarak antara Sasuke dan dirinya semakin menipis. Hinata dapat melihat pemuda itu dengan jelas sekarang. Wajahnya tidak banyak berubah. Dia sama seperti dulu. Wajahnya yang beranjak dewasa mirip sekali dengan Itachi.

Mengingat Itachi, tiba-tiba Hinata merasa takut. Tubuhnya tiba-tiba bergetar hebat. Perlahan Hinata melangkah mundur, menghindari Sasuke. "B-berhenti!" ucapnya bergetar.

Sasuke terus melangkah, walaupun sejujurnya dia merasa bingung dengan perubahan Hinata yang tiba-tiba tampak ketakutan, padahal beberapa saat lalu Hinata terlihat begitu tenang menghadapinya.

"K-kubilang berhenti!" Tubuh mungil gadis itu makin bergetar hebat. Tangannya mengepal kuat. Bayang-bayang Itachi menemuinya sesaat sebelum kabar kematiannya terdengar, kembali muncul dalam ingatannya.

"Sasuke!" Peringat Naruto.

"Uchiha brengsek! Menjauh darinya!" amuk Kiba. Kalau saja saat ini Shino tidak memegangi dengan erat pasti dia tidak akan segan untuk mengajar Sasuke.

"Ada apa denganmu?" tanya Sasuke yang mulai khawatir dengan keadaan Hinata. Sungguh, Sasuke sama sekali tidak berniat untuk menakutinya bahkan menyakiti Hinata adalah hal yang paling mustahil untuk dilakukannya. Tidak lagi. Sasuke tidak ingin kembali menyakiti Hinata seperti yang pernah dilakukannya dulu. "Hina-"

"Diam!" Hinata berteriak dengan keras sebelum Sasuke berhasil menyelesaikan panggilannya. Gadis bermata pucat itu menggigit bibir bawahnya, dan mengepalkan tanganya dengan kuat, sebisa mungkin menghilangkan rasa takut yang tiba-tiba menyerangnya ketika mengingat pertemuan terakhirnya dengan seseorang yang sudah dianggapnya sebagai kakak sendiri.

"Pergi!" Kali ini suara Hinata terdengar pelan dan menuntut. Matanya yang berkaca-kaca menatap Sasuke nyalang. "Bukankah tadi kau berniat pergi? Pergilah sekarang."

Walaupun ekspresi wajahnya tidak berubah banyak, tapi dia tidak bisa menyembunyikan ekspresi terkejutnya. Sasuke menatap Hinata tidak percaya ketika mendengar rentetan kata dari Hinata yang tiba-tiba membuat hatinya bergemuruh sakit. "Kau menyuruhku pergi?" Tak bisa dipungkiri kalau nada yang diucapkan Sasuke terdengar sedih.

"Ya. Pergilah. Semakin jauh semakin baik. Aku harap, aku tidak akan pernah melihatmu lagi." Hinata berucap lirih, walaupun begitu Hinata bersungguh-sungguh mengucapkan itu. Hinata tidak ingin bertemu Sasuke lagi. Tidak ingin merasa sakit karena teringat kenangannya dengan bungsu Uchiha itu. "Aku tidak akan melakukan kesalahan lagi seperti dulu, dengan menahanmu di sini."

.

.

.

"Kumohon, jangan pergi Sasu-kun!" Hinata berucap dengan tegas sembari merentangkan tangannya guna menghalangi jalan sang Uchiha. Bukannya dia tidak tahu fakta bahwa bahkan Sakura yang sempat ditemui oleh Sasuke beberapa saat lalu tidak berhasil menghalangi kepergian Sasuke, tapi Hinata tidak perduli. Dia harus menahan Sasuke. Dia tidak mau kehilangan Sasuke seperti kehilangan anggota clan Uchiha lainnya.

"Minggir!" ucap Sasuke singkat. Pembantaian itu telah membawa dampak yang cukup banyak bagi pribadi Sasuke. Tidak ada Sasuke yang ramah dan baik. Hinata merasa Sasuke sekarang bukanlah Sasuke teman kecilnya. Sasuke di hadapannya adalah Sasuke begitu dingin dan dipenuhi kebencian.

"Tidak! Kenapa kau juga tidak mengerti bahwa yang kau lakukan ini salah! Itachi-nii pasti punya alasan sendiri untuk melakukan hal itu."

Sasuke berdecih. "Alasan katamu? Dia membunuh semua anggota clan, bahkan orang tuanya sendiri!" Sasuke berucap marah. Matanya menatap tajam Hinata. "Berhenti membelanya. Dan pergilah dari sini. Kau tidak bisa melakukan apapun untuk menghentikanku."

Gadis yang mencoba untuk kuat dari awal itu, sekarang tidak bisa mengentikan liquid bening yang dengan cepat mengalir dari kedua mata indahnya. Dia takut. Hinata benar-benar takut jika Sasuke pergi. "Kau tidak tahu apa yang akan terjadi jika kau menjadi pengikut Orochimaru. Dia bisa saja membunuhmu! Aku tidak ingin Sasu-kun terluka lagi." Hinata benar-benar memohon agar Sasuke tetap tinggal.

"Aku tidak akan mati sebelum membunuhnya."

Mata Hinata terbelalak. Demi apapun, Hinata tidak ingin itu terjadi. Sekarang ataupun nanti, baik Sasuke maupun Itachi tidak boleh saling membunuh. Hinata tidak ingin melihat kedua orang yang disayanginya itu saling melukai. "Jangan! Kau tidak boleh melakukan itu!" Hinata memohon. "Dia kakakmu! Dia kakakmu Sasuke!" Hinata menggeram. Tidak ada panggilan 'Sasu-kun' yang biasanya dia pakai.

Sasuke tidak menggubris. Sasuke menyadari kalau dia terlalu lama di sini. Pasti sekarang para anak buah Orochimaru sedang kesal karena menunggunya terlalu lama dan Sasuke tidak mau akhirnya mereka meninggalkannya. "Menyingkirlah!" perintahnya.

Hinata tidak bergeming sama sekali. Bahkan wajahnya sama sekali tidak menyiratkan rasa takut.

"Pergilah, sebelum aku bertindak kasar padamu!" Ini adalah satu-satunya cara agar dia dapat segera pergi dari sini. Seandainya Hinata seperti Sakura yang tidak keras kepala, mungkin Sasuke juga akan menggunakan cara halus seperti yang digunakan pada Sakura.

Karena Hinata tak kunjung menyingkir, dengan terpaksa bocah itu mulai membentuk bola cakra pada salah satu tangannya dan mulai berlari menyerang Hinata.

Hinata sama sekali tidak beranjak dari posisinya. Gadis kecil itu tidak berniat lari ataupun menghindar.

.

.

~[To be Continue]~

.

.

REVIEW PLEASE?!