"Ooaa... Ooooaaaa.."

Jaejoong mengambil bayi mungil dari gendongan seorang suster. Airmatanya mengalir begitu saja ketika tubuh lemah itu berada dalam lindungannya. Antara senang dan sedih yang bercampur menjadi satu.

Seorang bayi perempuan yang sangat cantik. Rambutnya lurus dan lebat. Hidungnya lancip begitu pula dagunya. Pipi gembilnya kemerahan. Jemarinya panjang dan lentik. Matanya basahnya terlihat besar ketika terbuka. Jaejoong memeluk bayi tersebut dengan kaku. Pertama kali dalam hidupnya ia menggendong bayi. Ia mengecup pipi manusia mungil itu lama. Menyalurkan semua perasaannya. Kasih sayangnya.

"Kim Yoona. Selamat datang di dunia ini. Aku adalah appa-mu. Kim Jaejoong."

.

.

HOW CAN I? (A Story I Don't Want To Believe)

Cast:

KIM JAEJOONG

JUNG YUNHO

KIM JUNSU

IM YOONA as KIM YOONA

And others

Genre : Hurt/Comfort

Rate : T

Disclaimer : Cast milik Tuhan Yang Maha Esa.

WARNING :

ini cerita BxB. Jadi yang nggak suka mohon menjauh. Cuople akan terlihat seiring chapter. Jika ada yang tidak suka watak tokoh, tolong jangan bash chara. Sebab semua itu diperlukan untuk jalannya cerita. Saya tidak ingin membuat image tokoh aslinya terlihat buruk hanya karena fanfic. Ingat, ini hanya FANFICTION. Tidak ada maksud menghina atau bahkan menjelek-jelekkan manusia aslinya.

Plot cerita berasal dari pikiran cetek saya. Jadi saya tidak bisa menoleransi siapapun yang memplagiat hasil karya saya.

Selamat menikmati ^^

If you don't like, don't read.

.

.

"Jangan nakal. Appa tidak akan lama. Oke."

"Ne. Appa."

"Anak pintar. Poppo." Jaejoong memajukan tubuhnya dan mengarahkan pipi kanannya ke hadapan yoeja mungil berusia empat tahun di depannya.

"Emmmuah.."

"Eummuah.. Eummuah.. dua ciuman untuk princess appa yang cantik. Turuti semua kata Junsu papa, ne?"

"Ayeaye, captain." Yoona menaikkan tangannya. Berpose seperti sedang memberi hormat.

Jaejoong tertawa melihat tingkah lucu anak semata wayangnya. Tangannya mengusak rambut hitam legam Yoona. Junsu yang berdiri di belakang Yoona juga ikut tertawa melihatnya. Ia senang berada dalam lingkaran keluarga ini. Setidaknya ia tidak lagi sendirian setiap hari.

"Junsu hyung, aku titip Yoona."

"Tenang saja. Aku pasti menjaganya. Kau pergi saja."

"Gomawo. Maaf aku selalu merepotkan."

"Gwenchana. Cepat pergi. Aku tidak mau kau terlambat. Ini interview pertamamu. Semoga berhasil!"

"Ne.. Appa berangkat sayang."

"Hati-hati, Appa."

Jaejoong melangkah meninggalkan rumah besar keluarga Kim. Tapi tak lama ia kembali berbalik. Menciumi pipi anak cantiknya beberapa kali. Seolah tak bosan menghirup aroma bayi dari tubuh anaknya. Yoona yang diperlakukan demikian tertawa terbahak karena kegelian. Junsu mendesah pasrah. Hampir tiap hari ia menyaksikan pemandangan ini. Astaga Kim Jaejoong! Kau benar-benar mencintai anakmu ya?

"Jae, mau sampai kapan?"

"Hyung~~~"

"Aish.. Tidak! Tidak! Kau harus pergi Jae." Tolak Junsu sebelum ia luluh oleh kitty eyes Jaejoong.

"Baiklah. Chagi, Appa harus pergi. Baik-baik dengan Papa, ne?"

"Appa sudah mengatakannya banyak sekali." Yoona menatap wajah cantik di depannya dengan senyum ekstra lebar. Senyuman polos anak-anak.

"Ah, ya. Hehe.. Itu karena Appa sangat mencintaimu. Oke." Lagi-lagi Jaejoong mencium pipi anaknya. Setelah itu ia berdiri.

"Kali ini benar, hyung. Aku berangkat."

"Hm."

Yoona melambaikan tangannya hingga Jaejoong menghilang di balik pagar. Junsu mengajak Yoona memasuki kediamannya. Sebuah rumah besar dan mewah namun terkesan dingin dan sepi. Rumah yang hanya berisi pegawai rumah tangga saja. Pemilik aslinya lebih suka berpetualang dan menjelajahi dunia demi memperluas kerajaan bisnis mereka. Melupakan seorang anak hasil pernikahan mereka.

Beberapa maid yang berpapasan dengan Junsu langsung membungkukkan badan ketika Junsu melewati mereka. Yoona sudah biasa melihat pemandangan seperti ini. Ia sudah beberapa kali tidur di rumah ini. Setiap kali orang tua Junsu kembali, maka Jaejoong akan membawanya kemari. Sedangkan hari lainnya, Jaejoong cukup mengetuk pintu di depan rumahnya saja.

Jaejoong dan Junsu adalah tetangga. Tepatnya, Junsu adalah tetangga kakak perempuan Jaejoong. Sayangnya yoeja itu telah meninggal dunia beberapa tahun lalu. Wanita berusia duapuluh delapan tahun itu mewariskan semua miliknya pada Jaejoong, adik satu-satunya. Tidak banyak memang. Sebuah rumah mungil dengan halaman di depan dan belakang, sebuah toserba tak jauh dari sana dan sebuah mobil audi putih yang selalu mengantarkan kakaknya kemanapun ia pergi. Tapi itu sangat berguna bagi Jaejoong dan putrinya.

Junsu tidak terkejut ketika suatu pagi pintu rumahnya diketuk oleh seorang pria berwajah cantik. Junsu dan kakak Jaejoong memiliki hubungan lebih dari sekedar tetangga. Bagi Junsu, wanita itu lebih seperti ibu dan kakak yang nyata baginya. Andai saja wanita itu mau, Junsu tidak keberatan sama sekali untuk menikahinya. Meskipun Junsu sendiri tidak merasa jatuh cinta padanya.

Junsu juga mengetahui perihal kehidupan kakak Jaejoong sebelum wanita itu memilih tinggal sendiri. Dilahirkan sebagai anak pertama dari sebuah keluarga broken home bukanlah keinginannya. Juga ketika ia dipisahkan secara paksa dari ibu dan adiknya yang berusia tiga bulan, ketika umurnya menginjak sepuluh tahun. Ia hanya anak kecil yang tidak punya kuasa apapun. Tangisan dan rontaannya sama sekali tidak meluluhkan hati ayahnya. Pria yang sangat ia sayangi itu membawanya pergi jauh dari ibu dan adiknya. Meskipun sakit, tapi pria itu tetap ayahnya.

Diam-diam, kakak Jaejoong mencari tahu keberadaan ibu dan adiknya. Dan kadang mereka bertemu tanpa sepengetahuan sang ayah. Karena marah dan kecewa, namja itu akhirnya mengusir anak perempuannya dari rumah. Pada saat itu, Jaejoong dan ibunya juga berada dalam kondisi sulit. Kakak Jaejoong tidak tega jika harus membebani lagi keluarganya, walau ia tahu sang ibu pasti menerimanya dengan tangan terbuka. Ayah tirinya juga bukan orang jahat. Tapi ia tahu diri dan akhirnya berjuang dengan keras mengumpulkan uang hingga bisa mewariskan semua itu pada adik semata wayangnya.

KWON BOA

KIM JAEJOONG

Marga mereka berbeda karena Jaejoong masuk dalam daftar keluarga ayah tirinya. Sedangkan Boa yang dibawa ayahnya menggunakan marga Kwon. Sama seperti ayahnya.

Boa pernah menunjukkan foto-foto keluarganya pada Junsu. Termasuk foto Jaejoong. Maka ia tidak kaget ketika mendapati Jaejoong di depan pintu rumahnya dan bisa langsung mengenalinya. Tapi ia merasa heran sebab Jaejoong tidak datang bersama Boa. Setidaknya wanita itu harus menepati janjinya untuk mengenalkan Jaejoong pada Junsu seperti janjinya. Dan ketika ia melihat wajah sembab Jaejoong serta air mata yang tak henti mengalir di wajahnya, ia tahu, Boa tidak akan pernah kembali.

.

.

HOW CAN I?

Ayy88fish

.

.

Walau jarang di tempati, kamar Junsu tertata sangat rapi. Tentu saja, ada banyak maid yang mengerjakannya. Ruangan berwarna dasar putih dengan hiasan garis-garis berwarna ungu itu terlihat nyaman dan sejuk. Jendela besar berbingkai hitam itu menghadap langsung ke arah taman. Jika sednag suntuk, Junsu akan membuka jendela dan membiarkan aroma bermacam bunga memasuki kamarnya.

Yoona sedang menghabiskan susunya dan berbaring di atas ranjang. Yoeja cilik itu bangun setelah air dalam botolnya habis. Ia turun perlahan kemudian berjalan menuju Junsu. Namja itu terlihat serius dengan layar di hadapannya.

"Papa.. Papa.."

Yoona menarik lengan kemeja Junsu. Ia merasa sepi karena diabaikan oleh Junsu. Dari tadi namja manis itu sibuk dengan laptopnya. Junsu sama sekali tidak berniat seperti itu, sayangnya pekerjaan itu harus ia selesaikan secepatnya. Atasannya sudah berbaik hati memberi ijin untuk tidak masuk kantor. Ia tidak mau atasannya berceramah pajang lebar jika besok laporan ini tidak ada di atas mejanya.

"Papa.." Yoona merengek lagi.

Haah.. sesayang apapun Junsu pada Yoona, kalau saat genting begini ia jadi serba salah juga. Sebenarnya Yoona memiliki area khusus di kamar ini. Terletak di sebelah kanan meja kerja Junsu. Berbagai macam mainan ada disana. Hadiah darinya khusus untuk sang putri. Tapi sepertinya si kecil sudah bosan. terbukti dengan mainannya yang berserakan ditinggalkannya begitu saja.

Junsu melepas kacamata berbingkai hitam dari wajahnya. Lalu mengangkat Yoona dan mendudukkannya dipangkuan Junsu. Ia mengecup pipi Yoona sambil memeluknya dari belakang. Tampak sangat menyayangi si kecil.

"Dear~ Papa sedang sibuk sekarang. Lihat, kerjaan Papa. Mainnya tunggu dulu ya. Papa janji, sebentar lagi selesai. Tapi Yoona nggak boleh ganggu Papa dulu." Junsu menunjuk laptop hitam yang menyala di depannya.

"Yoona main sama noonadeul di luar ya. Nanti kalau sudah selesai kita beli es krim. Bagaimana?"

Setengah tidak rela Yoona turun dari pangkuan Junsu. Ia mengangguk lemah kemudian berjalan keluar kamar dengan kepala menunduk.

.

.

HOW CAN I?

Ayy88fish

.

.

Hujan mulai turun sedikit demi sedikit. Junsu masih berkutat dengan angka-angka. Kacamata juga masih bertengger di hidung mancungnya. Sepertinya ia melupakan sesuatu, tapi mengabaikannya. Hingga ketika petir menyambar, ia segera bangun dari kursinya dan berlari keluar kamar.

"Aish... Kenapa kau sebodoh ini, Kim Junsu."

Ia memanggil maid terdekat dan bertanya tentang keberadaan Yoona namun mereka tidak melihat si mungil Kim. Ia segera menyuruh semua pegawai rumah tangganya turun tangan mencari Yoona. Ia khawatir Yoona terjebak di suatu tempat dan tidak bisa keluar. Belum lagi petir yang menyambar bersahut-sahutan. Yoeja mungil itu dipastikan meringkuk ditempatnya. Suara hujan menyamarkan teriakan-teriakan yang memanggil namanya.

Junsu hampir putus asa. Semua ruangan bahkan lemari dan kolong yang ada telah diperiksa. Namun Yoona masih belum ditemukan. Ia hampir menghubungi Jaejoong, tapi tidak jadi. Ia tidak mau membuat Jaejoong datang ke rumah itu dalam keadaan basah kuyup. Kecintaan Jaejoong pada putri cantiknya tidak perlu dipertanyakan lagi meskipun namja itu juga tidak terlalu memanjakannya.

Junsu masuk ke kamarnya dalam keadaan kacau. Tak ada satupun maid yang berani menatap wajahnya. Mereka semua merasa menyesal karena lalai, meskipun Junsu sadar ini adalah salahnya karena membiarkan Yoona keluar sendiri. Beberapa pegawai pria sudah bergerak keluar rumah mewah tersebut. CCTV juga sudah diperiksa namun Yoona hanya terlihat beberapa kali. Itu karena tidak semua sudut diberi kamera pengawas.

Setelah hujan mereda ia membuka lebar jendela kamarnya. Betapa terkejutnya lelaki itu ketika mendapati tubuh basah Yoona berada tepat di bawah jendelanya. Ia berteriak memanggil maid sambil keluar melompati jendela. Beberapa maid terdekat melihat Junsu mengangkat tubuh Yoona. Mereka segera sibuk menyiapkan handuk, pakaian ganti dan lainnya yang bisa menghangatkan tubuh mungil tersebut. Mereka bergerak cepat menggantikan pakaian yoeja mungil itu dengan yang baru. Mengeringkan tubuhnya. Mengoleskan cairan penghangat tubuh dan menyelimutinya. Mereka sama cemasnya dengan Junsu sebab dari sejak ditemukan Yoona sudah dalam keadaan tidak sadar. Belum lagi beberapa luka lecet di tubuhnya juga darah yang mengalir dari hidungnya.

.

.

HOW CAN I?

Ayy88fish

.

.

"Tuan.." panggil Nyonya Lee, kepala pegawai keluarga Kim.

Junsu menoleh dan mendapati dokter Shim berdiri di belakangnya. Ia segera berdiri dan memberi salam. Bagaimanapun juga, ia masih memiliki sopan santun pada yang lebih tua. Apalagi jika ia adalah ayah kedua baginya.

"Duduk saja."

Mereka kini duduk berhadapan. Hangeng tersenyum lembut sambil menepuk pelan pundak Junsu. Ia tahu betapa Junsu sangat menyayangi Yoona dan setengah tidak tega untuk menyampaikan hasil pemeriksaan tadi. Namun dirinya harus profesional.

"Ajak Joongie kemari. Ada sesuatu yang harus aku sampaikan padanya."

Junsu memegang tangan Hangeng. Ia tahu ada yang tidak beres.

"Beritahu padaku, Samchon. Apa sesuatu yang serius terjadi padanya?"

Dokter Shim menghela nafas sejenak. Bagi Junsu, Yoona sudah seperti keluarganya sendiri. Sedikit ragu, ia meminta Junsu tidak mengatakan apa-apa sampai Jaejoong datang.

.

.

From : Junsu Hyung

Kalau sudah selesai hubungi aku. Kami akan menjemputmu ^^

.

.

Jaejoong tersenyum melihat pesan masuk di ponselnya. Sejak berangkat tadi ia memang mematikan ponsel agar merasa lebih tenang. Ia khawatir tangannya tidak bisa berhenti mengirimi Junsu pesan. Benar saja, ketika ia menghidupkan ponsel, nama Junsu langsung terekam di dalamnya. Ia langsung membalas pesan tersebut dengan mengatakan bahwa ia sudah selesai.

Wawancaranya berjalan lancar. Jika ia lolos ujian ini maka bisa dipastikan ia akan bekerja di perusahaan yang bekerja di bidang fashion tersebut. Meskipun ia agak tidak yakin setelah melihat jumlah pelamar. Sebenarnya harta yang ditinggalkan Boa lebih dari cukup untuk menghidupinya. Ia bahkan bisa mengirimi kedua orang tuanya uang bulanan secara rutin. Juga menyelesaikan kuliah tanpa harus bekerja susah payah. Tentu saja beasiswa prestasi yang ia dapat selama beberapa semester juga ikut meringankan beban keuangannya. Tapi ia juga ingin merasakan hasil usahanya sendiri. Hasil dari kerja kerasnya.

Masih lekat dalam ingatannya bagaimana saat-saat terakhir Boa sebelum meninggalkan dunia. Tak hanya materi yang ia berikan, harta berharganya juga ia tinggalkan untuk Jaejoong. Saat itu Jaejoong baru berusia delapan belas tahun. Ia baru memasuki dunia perkuliahan. Meskipun berat, ia sanggup meyakinkan kedua orang tuanya bahwa ia akan tinggal di Seoul bersama semua peninggalan Boa. Di usia semuda itu ia mengambil alih semua yang pernah Boa miliki –sesuai dengan surat warisan peninggalan sang kakak-. Beruntung ia bertemu Junsu, sahabat sang noona yang membantunya dalam segala hal. Termasuk mengurus usaha Boa dan bayi perempuan merah anak Boa.

Beberapa minggu awal kelahiran Yoona ibu Jaejoong tinggal di kediaman Boa. Ia datang dengan diantar oleh Tuan Kim –ayah tiri Jaejoong-. Mengambil alih pemakaman Boa karena Jaejoong dan ibunya terlihat sangat terpukul dengan kematian anggota perempuan muda di keluarga itu. Mereka tidak memberitahu ayah kandung Jaejoong sebab mereka sendiri tidak pernah mengetahui keberadaannya selama ini. Boa juga tak pernah mengatakan dimana ayahnya tinggal.

Selama tinggal di Seoul, ibu Jaejoong membantu namja cantik yang harus tinggal sendirian di rumah mungil itu. Yoeja itu tak tega melihat Jaejoong yang harus membagi waktu antara mengurus bayi, kuliah dan memantau usaha sang kakak. Jaejoong tidak mau apa yang ditinggalkan Boa menjadi sia-sia. Ia bahkan tak menjual mobil Audi putih Boa meskipun ia mampu. Baginya mobil itu adalah bagian dari Boa. Tiga minggu meninggalkan suaminya sendiri di Busan, ibu Jaejoong pamit pulang. Tepatnya Jaejoong yang memaksanya pulang.

'Aboji pasti kerepotan di toko.'

Alasan Jaejoong masuk akal sebab meskipun tidak besar, toko ikan mereka selalu ramai pembeli.

Menyesal rasanya ia menolak tinggal bersama Boa dan memilih tinggal sendirian di flat dengan alasan ingin mandiri. Jika saja ia tahu keadaan Boa saat itu, mungkin sekarang Boa masih ada bersama mereka. Setidaknya yoeja itu tidak sendirian dalam masa sulit.

Air mata hampir lolos dari manik bulatnya mengingat mendiang sang kakak. Tapi sekuat tenaga ia tahan. Ia tidak mau terlihat cengeng di depan anaknya. Ah, rasanya tak sabar melihat senyuman Yoona lagi. Padahal baru beberapa jam saja tapi rindunya sungguh membuncah.

Jaejoong berangkat dengan bis tadi pagi. Mobilnya sedang menginap di bengkel. Rencanya siang ini ia akan mengambilnya. Namja cantik itu membeli segelas kopi dingin dan berniat meminumnya di halte depan gedung sambil menunggu Junsu. Tapi karena tidak hati-hati ia justru menumpahkan minuman itu di bajunya. Ketika berbalik, tubuhnya bertabrakan dengan sebuah dada bidang. Ia sama sekali tak sadar jika di belakangnya seorang lelaki juga tengah mengantri. Betapa terkejutnya Jaejoong ketika ia melihat pakaian namja tampan itu juga basah terkena kopi. Untung saja kopi dingin, pikir Jaejoong. Bagaimana jika air panas?

"A- Ah, maaf. Aku tidak sengaja."

Namja tampan itu tersenyum dan menahan tangan Jaejoong yang membersihkan bagian dadanya dengan saputangan putih miliknya. Dada Jaejoong tiba-tiba berdesir. Seumur hidup belum pernah ia merasakan sensasi seperti itu. Belum lagi tatapan teduh dan senyumnya. Kaki jaejoong terasa bagaikan Jelly. Jemari lentik sang namja tampan langsung mengambil alih sapu tangan Jaejoong.

"Biar aku saja."

"A-"

"Jika kau merasa bersalah dan ingin membayar ganti rugi, hubungi aku. Maaf, aku harus segera pergi. Oh, dan saputangan ini, terima kasih KJJ."

Namja tampan itu berlalu dari hadapan Jaejoong setelah menyelipkan selembar kartu nama di tangannya. Jaejoong tersadar setelah klakson mobil Junsu mengagetkannya tak lama kemudian.

'Astaga, bagaimana dia bisa tahu namaku?'

Mungkin maksudmu inisial nama, Jae. Apa kau lupa kau selalu memberi nama pada barang-barangmu? Kebiasaan ketika tinggal di asrama selama SMA sepertinya belum berubah juga, ya.

Jaejoong masuk begitu saja ke dalam mobil Junsu. Mengabaikan sang sahabat yang menatapnya tak mengerti. Ia bahkan tidak sadar Junsu tidak datang bersama Yoona.

"Kau sakit, Jae? Wajahmu merah."

"Astaga, hyung. Sepertinya aku JATUH CINTA! KYYAAAAAA!"

Junsu berjengit kaget mendengar teriakan Jaejoong memenuhi mobilnya. Sepertinya namja cantik itu sedang bahagia saat ini. Ia jadi bingung bagaimana menyampaikan berita tentang Yoona.

Jaejoong menatap lama kartu nama di tangannya. Menggenggamnya erat sekali seolah akan kehilangan jika ia melepasnya sebentar saja. Senyuman masih setia menghiasi wajah cantik bak bidadari tersebut. Jangan lupakan rona kemerahan yang tercetak jelas di pipi tirusnya.

Junsu membiarkan Jaejoong dalam euforia-nya sendiri sambil berpikir bagaimana caranya menyampaikan tentang Yoona.

Tanpa sadar, mereka sudah sampai di halaman sebuah Rumah Sakit besar. Jaejoong yang sudah kembali ke alam sadarnya menatap Junsu minta penjelasan. Namun Junsu justru keluar dari mobil dan membukakan pintu untuk Jaejoong.

"Akan ku jelaskan sambil jalan."

"Apa ini tentang Yoona?"

Junsu diam saja dan berjalan mendahului Jaejoong. Ia mendengar Jaejoong menutup pintu dan berlari mengejarnya. Junsu terus berjalan lurus menuju kamar Yoona.

Ketua Lee menundukkan kepala ketika melihat kehadiran Jaejoong dan Junsu. Meskipun berkali-kali Jaejoong mengatakan untuk tidak melakukannya tapi mereka selalu saja seperti itu. Aish. Ini resiko berteman dengan Tuan Muda.

"Nona Yoona belum bangun."

Junsu mengangguk lalu mengamit tangan Jaejoong. Dapat ia rasakan betapa dinginnya tangan itu. Jaejoong pasti sudah berpikiran yang tidak-tidak tentang Yoona. Kaki Jajeoong lemas sendiri membayangkan apa yang ada dibalik dinding. Dengan tergesa ia memasuki i kamar bercat pink di depannya. Junsu mendaftarkan Yoona ke dalam kamar inap VVIP. Dengan begitu mereka lebih leluasa untuk menjaganya dan ia tidak perlu berbagi kamar dengan yang lain.

"Yoona belum sadar sejak tadi. Mianhae, Joongie."

Air mata lolos dari manik legamnya. Yoona terbaring lemah di ranjang pasien lengkap dengan pakaian rawatnya. Beberapa alat yang tidak Jaejoong ketahui namanya melekat di tubuh mungil putri cantiknya. Ia berbalik menatap Junsu menuntut penjelasan. Bagaimana bisa dalam beberapa jam saja anaknya terlihat seperti sedang sakit parah?

"Kajja ke ruangan Shim Samchon."

"Apa yang terjadi pada Yoona ku, hyung? Bukankah kau berjanji menjaganya?" suara Jaejoong terdengar sengit, meskipun bernada rendah.

Junsu memalingkan wajahnya. Jaejoong tahu apa artinya. Junsu merasa bersalah.

"Kajja."

Junsu menarik tangan Jaejoong berjalan menjauhi kamar Yoona. Ketua Lee yang melihatnya berharap Jaejoong tabah mendengar kabar kesehatan Yoona. Ia berdoa pada Tuhan agar berbelas kasih pada Yoona, gadis mungil lucu nan baik hati.

.

.

HOW CAN I?

Ayy88fish

.

.

"Aku menemukannya pingsan di bawah jendela kamar. Kurasa ia hendak memanjatinya tapi terpeleset atau sempat terpeleset. Aku segera membawanya kemari karena ia tidak berhenti mimisan."

CKLEK

Shim Uisanim masuk dengan sebuah map di tangannya. Jaejoong cemas akan kata demi kata yang meluncur dari bibir pria setengah baya di depannya. Paman Junsu itu mengeluarkan beberapa lembar kertas dan menyodorkannya pada Jaejoong. Namja cantik itu menerimanya dengan tangan bergetar. Ia tahu ada yang tidak beres terjadi pada putrinya.

Matanya menyipit melihat deretan tabel dan kode-kode yang tidak ia mengerti.

"Apakah dia mengeluh sakit perut akhir-akhir ini?" suara Tuan Shim mengalihkan perhatiannya.

"Ne?" namja cantik itu malah bertanya balik.

"Aku hanya ingin memastikan keadaannya beberapa waktu terakhir." Jelas Tuan Shim.

"Ah, iya. Dia memang sering mengeluh sakit perut akhir-akhir ini."

"Kau selalu mengecek kesehatannya? Maksudku, apa berat badannya turun beberapa bulan terakhir?"

"Ne. Dia sering menolak makan. Apa ada masalah dengan lambungnya?"

"Ada. Tapi bukan maag. Beruntung Junsu cepat membawanya kesini. Yang kau pegang itu adalah hasil laboratorium Yoona. Aku curiga karena melihat darah dari hidungnya sert bintik merah di kulitnya. Yoona bahkan terlihat lebih pucat dibanding terakhir kali kita bertemu."

"Lalu, bagaimana?" suara Jaejoong terdengar lirih.

"Kuatlah demi Yoona, Joongie. Dia terkena leukimia tipe ALL."

Jaejoong hampir saja ambruk. Yang ia ketahui selama ini leukimia adalah penyakit yang sulit disembuhkan. Apalagi itu menyerang sel darah. Pikirannya sudah kemana-mana. Ia tidak sanggup membayangkan bagaimana Yoona mampu melewati semua itu. Umurnya bahkan belum genap lima tahun. Ia jadi menyangsikan kasih sayang Tuhan pada anak yatim piatu itu.

"Ottokhe? Hiks.. Aigooya.. Hiks.. Yoona-ya. Ottokhe..."

Junsu meraih kepala Jaejoong dan memeluk bahunya yang bergetar. Ia merasa sangat bersalah. Merasa ikut andil membuat keponakan cantiknya jatuh sakit karena membiarkan Yoona terguyur hujan dibawah pengawasannya. Ia sudah mengetahui keadaan Yoona karena memaksa Pamannya untuk berterus terang. Tangannya memeluk Jaejoong erat ke tubuhnya. Meyakinkan Jaejoong bahwa namja cantik itu tidak sendirian. Dia berjanji dalam hati akan membantu mereka berdua keluar dari krisis ini.

"Mianhae, Joongie. Mianhae.."

"Hyung.. Yoona, Hyung.. Huhu.."

.

.

HOW CAN I?

Ayy88fish

.

TBC

.

"R"100914

.

.

A/N: Annyeonghaseo. Ketemu lagi dengan author gaje dengan penname ayy88fish. Ehehe... adakah yang merindukan diriku? (readers : TIDAKKKKK!)

Oke. Oke. Tolong jangan timpuk saya karena membawa FF baru. Yeah, U-Know. It's my style. Haha.. tangan saya ini mudah gatel kalo tiba-tiba ada ide nyelip. Jadi mohon dimaklumi :D

Umm.. Tentang beberapa FF mungkin akan discontinue soalnya bener-bener mentok nggak ada ide. Maaf ya kalo merasa di-PHP-in. Anggap aja tulisan itu drabble atau oneshoot. Hehe..

Terima kasih sudah singgah :D