Characters: Kris, Luhan, Tao. - Sehun, Kai, D.O, Baekhyun, Chanyeol, Xiumin, Chen, etc.

Pairings: KrisHan (Dad-Daughter), HunHan (Couple), etc.

Warnings: Genderswitch, Typo, sad story (sometimes), depressing (sometimes), and confusing plot.

.

Rated: T

.

Disclaimer: EXO is God's and their parents'.

.

Chapter 3: Chaos

.

.


Dua hari lagi bisa dibilang adalah hari yang paling ditunggu-tunggu Luhan – hari ulang tahunnya yang ke 17! Dia tidak sabar menjadi dewasa dan melakukan hal-hal menyenangkan yang biasanya hanya boleh dilakukan oleh orang-orang berusia 17 tahun ke atas. Minum-minum mungkin? Lagipula, ayahnya memperbolehkannya minum-minum asalkan umurnya sudah mencukupi, karena Yifan sendiri suka mengkonsumsi minuman ber-alkohol.

Ah, Yifan.

Terkadang dia memikirkan bagaimana reaksi ayahnya itu saat dia ber—ulang tahun. Apalagi hingga sekarang, mereka belum juga saling berbicara. Sejujurnya, dia merindukan bercerita pada ayahnya dan bermanja-manjaan pada duda usia kepala empat itu. Tapi tetap saja, egonya masih terlalu tinggi. Salahkan kedua orangtuanya yang sama-sama memiliki ego tinggi bila sedang berkelahi.

"Lu?" suara gadis yang familiar menyadarkan Luhan dari pikiran semunya.

"Oh, Minnie? Sudah selesai bertemu dengan Gong-seonsaengnim?"

Kim Minseok menganggukkan kepalanya. Dia mengambil sebungkus permen karet yang tergeletak manis di atas mejanya, menunggu untuk diambil dan dimakan. Luhan memperhatikan pergerakan sahabatnya itu dan menggembungkan pipinya lucu saat Minseok mulai mengunyah makanan yang tidak boleh ditelan itu dengan wajah berseri-seri.

"Dasar bubblegum girl." Cibirnya sambil mencolek pipi tembam Minseok dengan jari telunjuknya. Yang dicolek hanya bisa menunjukkan cengiran manisnya. "Jadi, bagaimana kata Gong-seonsaengnim?"

"Dia bilang kita boleh ikut pelajaran tambahan seusai sekolah Kamis ini."

"Benarkah?" mata Luhan berbinar-binar mendengar kabar dari sahabatnya itu. Pasalnya, dia benar-benar butuh pelajaran tambahan dalam mata pelajaran Geografi dan dia sangat bersyukur Gong-songsaengnim – yang notabene adalah salah satu guru paling berpengaruh di sekolah mereka – mau meluangkan waktu untuk mengajar dirinya dan Minseok. "Ini bagus! Uuuhh~ Aku engga sabar dapat nilai 100 pas ulangan nanti dan menunjukannya pada papa."

Minseok yang mendengar kata rancu - yaitu 'Papa' - keluar dari bibir mungil Luhan, langsung mengerjapkan matanya dan menatap sahabatnya itu. Sementara itu, yang ditatap hanya bisa mengerjapkan matanya dengan polos, tidak sadar dengan perkataannya barusan.

"Jadi kamu udah baikan sama papa kamu?"

Mata bulat milik Luhan mengerjap beberapa kali lagi sebelum kemudian gadis itu menggelengkan kepalanya dengan cepat.

"Nope. Nope nope nope, papa engga bilang maaf jadi ya udah, engga maaf-an." Jelasnya singkat dengan nada cuek. Gadis itu mengambil buku catatannya dan berpura-pura membaca beberapa catatan di buku itu. Apapun supaya Minseok tidak bertanya atau menceramahi dirinya mengenai pertengkaran antara dirinya dengan ayahnya.

Gadis berpipi tembam yang berusia lebih tua beberapa bulan daripada Luhan itu hanya bisa menghembuskan nafas panjang, menyadari bahwa Luhan tengah meliriknya dari ujung kedua mata besar nan berbinarnya. Baiklah, dia tidak ingin ikut campur masalah keluarga Luhan lagi. Percuma, nasihat serta ceramahnya hanya akan masuk melalui telinga kanan, lalu langsung keluar melalui telinga kiri gadis berdarah China itu.

Kim Minseok memutuskan untuk diam dan menyibukkan dirinya dengan beberapa lembar soal latihan dari ujian yang akan mereka jalani dalam waktu beberapa bulan lagi. Maka, dia pun menyumpal kedua lubang telinganya dengan earphone berwarna orange kesayangannya, dan dengan mulut yang masih aktif mengunyah gumpalan permen karet – yang mungkin sekarang sudah terasa hambar – gadis itu pun mulai mengerjakan soal-soal latihan tersebut tanpa mempedulikan Luhan yang kini tengah melamun.

Apakah dia harus meminta maaf pada ayahnya? Tapi dia tidak merasa bersalah sama sekali, bahkan dia merasa bahwa dia lah pihak yang tersakiti di sini. Namun bagaimanapun juga, Luhan tidak bisa membohongi dirinya yang benar-benar sudah merindukan ayahnya, dan Luhan tidak mau menjalani sebuah hari yang seharusnya sangat spesial baginya, namun menjadi buruk hanya karena sebuah permasalahan dengan ayahnya yang masih belum juga terselesaikan.

43 – 17

Saat itu masih pagi dan Luhan kecil baru saja keluar dari dalam kamarnya. Dia melangkahkan kaki-kaki kecilnya ke arah ruang tengah – tempat ibunya sedang menonton televisi sambil menikmati sarapan paginya berupa semangkuk sereal. Namun, dia tidak bisa membohongi dirinya sendiri bahwa dirinya merasa terganggu karena suara piano yang aneh yang terdengar pagi itu. Suara itu bertubrukan dengan suara orang-orang di televisi, dan Luhan merasa pusing. Dia berlari kecil melewati ayahnya yang masih fokus menghasilkan suara-suara aneh menggunakan piano kesayangannya, menuju ke ruang tengah. Gadis itu segera melompat naik dan duduk di samping ibunya, membuat wanita cantik bermata panda itu sedikit terkejut.

"Oh, rusa kecil mama sudah bangun ternyata. Mau sarapan apa, sayang?"

Luhan menggelengkan kepalanya dengan lucu.

"Mama, suruh papa berhenti!" gerutunya sambil mengerucutkan bibirnya dengan lucu. Zitao mengerjapkan matanya dengan bingung.

"Berhenti dari apa, sayangku?" dia meletakkan mangkuknya yang telah kosong di meja kaca yang terletak di depan sofa sebelum mengangkat tubuh gadis mungilnya dengan lembut dan meletakkannya di pangkuannya.

"Papa main piano, tapi aneh banget! Suaranya jelek, ma." Luhan menggerutu lagi dengan nada manja. "Lulu engga suka…" lalu dia merengek.

Mendengar rengekkan manja dari anaknya, Zitao hanya bisa tersenyum. Mungkin orang lain akan merasa kesal dengan sikap Luhan yang satu ini – manja, namun justru dirinya dan Yifan tidak bisa memungkiri bahwa sikap itu lah yang membuat gadis kecil bermata bulat itu bertambah menggemaskan. Bisa dibilang, mereka juga lah penyebab utama dari munculnya sikap manja di diri Luhan, dan mereka tidak pernah merasa menyesal samasekali akan hal itu. Sejak awal, komitmen mereka adalah merawat dan menyayangi anak-anak mereka dengan baik, mau bagaimana pun sikap anak tersebut. Bahkan jika dia autis atau cacat fisik sekalipun!

"Mama juga engga suka, suaranya mengganggu mama yang lagi nonton." Komentar wanita itu sambil mengecup pipi gembil anaknya dengan lembut, "Tapi nanti kalau lagunya sudah jadi, Lulu pasti akan suka."

Luhan memiringkan kepalanya dengan lucu sambil tetap menatapi wajah ibunya,

"Lagu?" Zitao menganggukkan kepalanya sebagai respon dari pertanyaan singkat anaknya, "Lagu apa, ma?"

Wanita cantik berdarah China itu menolehkan kepalanya ke arah piano, tempat dimana suaminya masih terfokus dengan instrumental klasik tersebut. Luhan mengikuti arah pandang ibunya dan ikut memperhatikan ayahnya yang bahkan tidak sadar bahwa dia tengah diperhatikan oleh dua perempuan paling berharga di hidupnya. Zitao mengulum sebuah senyum memperhatikan ekspresi Yifan yang berubah-ubah saat sedang membuat lagu. Terkadang tersenyum senang saat menemukan nada yang tepat, terkadang merengut dan menggeram saat dia tidak menemukan nada yang tepat untuk lagunya. Pria itu benar-benar sempurna baginya.

"Papa sedang membuat lagu, sayang." Luhan menolehkan kepalanya ke arah Zitao lalu menatap wajah cantik ibunya.

"Papa bisa membuat lagu?" tanya gadis mungil itu.

"Tentu saja! Papa sangat hebat membuat lagu. Nanti kita dengar sama-sama, okay?"

Kini gadis kecil berparas cantik nan menggemaskan itu menganggukkan kepalanya dengan riang. Dia memperhatikan lagi ayahnya yang tengah menulis sesuatu di sebuah buku tulis yang dia pangku. Mata bulatnya juga memperhatikan saat pria blasteran itu menyelipkan pensilnya di atas telinganya, lalu mulai mencari nada lagi.

"Lulu boleh liat dari dekat, engga?" gadis itu bertanya lagi pada ibunya, yang dibalas dengan anggukkan kepala oleh wanita yang telah melahirkannya ke dunia itu.

"Tentu saja! Sana, temani papa."

Luhan kecil turun dari pangkuan ibunya, lalu berlari kecil ke tempat ayahnya berada. Dia melompat lalu duduk di kursi piano – tepat di sebelah ayahnya. Mulutnya terbuka membentuk bulatan 'o' saat matanya menangkap serangkaian not balok yang terlihat tidak rapih di buku tulis ayahnya. Sadar ada orang lain yang duduk di sebelahnya, Yifan pun menolehkan kepalanya dan tersenyum lebar saat menemukan sosok anak semata wayangnya tengah fokus memperhatikan rangkaian not balok yang ia tulis di bukunya.

"Morning, my little princess." Pria itu mengusap kepala anak perempuannya dengan lembut dan penuh kasih sayang. Luhan mendongakkan kepalanya dan menatap wajah tampan ayahnya sambil tersenyum lebar.

"Morning, papa!" wajahnya yang mungil tampak menggemaskan, dan Yifan tidak akan pernah bisa berhenti bersyukur kepada Tuhan yang telah menitipkan Luhan kepadanya di dunia fana ini. "Lulu mau ikut membuat lagu, boleh?"

Yifan menganggukkan kepalanya.

"Tentu saja boleh! Oh suatu hari nanti kamu juga harus bisa membuat lagu."

Yifan meletakkan buku tulis yang tadi dia pangku ke atas penahan buku yang terdapat di piano. Setelah itu, dia mengangkat tubuh mungil Luhan dan meletakkannya di pangkuannya. Luhan tersenyum cerah lalu mulai menekan tuts-tuts piano, memainkan lagu yang sudah pernah dia pelajari, membuat Yifan tersenyum gemas.

"Berhenti dulu, baobei. Ayo kita fokus ke lagu buatan papa dulu, hm?"

Dari pintu dapur, Wu Zitao tersenyum penuh haru melihat pemandangan suami dan anaknya tercinta tengah bermain bersama. Setetes air bening jatuh dari pelupuk matanya – menuruni pipi kenyalnya yang sudah mulai tirus.

"Kalau nanti aku sudah pergi… Sepertinya semua akan baik-baik saja bukan?"

43 - 17

Yifan membanting sebuah map berwarna hijau tua ke atas meja rapat dengan kasar. Beberapa kertas melayang keluar dari dalam map itu – bertebaran di atas meja rapat, bahkan beberapa ada yang melayang dan jatuh ke lantai yang dingin. Raut wajah duda ber-usia 42 tahun itu mengeras, dan mata tajamnya menatap para pekerjanya satu persatu. Tidak ada dari mereka yang berani menatap wajah Yifan yang tengah marah.

"Bego lu semua!" akhirnya pria itu meraung keras. "Ditinggal sehari aja udah pada engga becus. Kalian mau saya pecat?!"

Mereka menggelengkan kepala mereka dengan lemah, tak ada yang berani membuka suara.

"Kalau kayak gini, kita mau ngasih apa ke klien?!" seisi ruangan masih terdiam, benar-benar tidak ada yang berani menatap Yifan, apalagi membalas ucapannya.

"Perbaiki. Semua keterangan bahan dan design harus udah ada di meja saya nanti sore." Dan dengan itu, pria blasteran Canada-China itu pun keluar dari ruangan rapat.

Kemarin, Yifan mengambil izin bekerja karena ingin menyelesaikan hadiahnya untuk ulang tahun Luhan nanti – sebuah lagu. Dengan kepercayaan diri yang tinggi, ayah satu anak itu menyerahkan semua pekerjaannya yang cukup menumpuk pada sekertaris serta designer-designer bawahannya. Pekerjaan-pekerjaan itu seharusnya sudah selesai hari ini, dan pada hari Kamis, produk-produk pesanan klien harus sudah jadi. Klien Yifan kali ini pun tidak bisa dianggap remeh.

Choi Siwon. Pemilik perusahaan dagang terbesar di Korea. Dengan tawaran sejumlah uang yang menggiurkan, Yifan menumpahkan seluruh ide serta pemikirannya keluar dari dalam otaknya yang bisa dibilang encer itu. Dengan membuat 3 buah design dasar, Yifan meminta designer-designer bawahannya untuk membuat beberapa design yang lebih rinci untuk dijadikan opsi apabila Siwon kurang menyukai design-design sebelumnya. Hanya dengan 3 design dasar, tidak akan mampu memuaskan hati sang milyarder, bukan? Bagaimana nasib perusahaan seorang Wu Yifan nantinya?

"Sajangnim, ada telepon untuk anda." Seorang wanita yang diketahui adalah sekertaris dari Yifan – muncul dari balik pintu ruang kerjanya. Pria itu mengusap wajahnya dengan kasar.

"Siapa?" tanyanya dengan suara berat yang terdengar berbahaya.

Kim Taeyeon – sekertaris Yifan, hanya bisa menelan ludahnya gugup sebelum berusaha memasang ekspresi yang tetap tenang.

"Choi Siwon, sajangnim."

Helaan nafas berat keluar dari bibir tebal Yifan. Duda tampan itu mendudukkan dirinya di atas singgasananya – kursi kerjanya, lalu mengusir Taeyeon keluar dengan menggunakan isyarat tangannya.

"Sambungkan dengan teleponku. Bergerak cepat, Taeyeon."

Wanita bertubuh mungil itu pun menganggukkan kepalanya dengan gugup sebelum keluar dari ruangan Yifan dan menutup pintunya dengan tergesa-gesa. Tak lama, sebuah lampu kecil yang terdapat pada telepon ruangan Yifan menyala. Pria itu mengangkat teleponnya dengan berat hati. Setelah berdehem untuk menghilangkan rasa kesalnya – yang tentu saja masih dapat dia rasakan, Wu Yifan mulai membuka suara.

"Dengan Wu Yifan. Selamat siang, Choi Siwon-ssi." Suaranya dipaksakan tetap tenang.

Sebuah kekehan terdengar dari seberang telepon.

"Hentikan panggilan formal itu, sudah kubilang panggil saja aku Siwon." Yifan tetap diam, tidak berniat membalas keramah-tamahan Siwon. "Maaf, tapi apakah aku mengganggu istirahat makan siangmu, Wu Yifan?"

Bahkan Yifan lupa kalau sekarang sudah memasuki jam istirahat makan siang. Pria berdarah blasteran itu akhirnya terkekeh pelan,

"Tidak sama sekali. Jadi katakan, apa tujuanmu menelponku?"

"Oh, aku hanya memastikan apakah kau mengerjakan pesananku. Kau tahu, aku mau mobilku menjadi yang paling unik dan spesial di Korea Selatan ini. Kalau bisa di dunia." Siwon bergurau sambil tertawa, namun bagi Yifan itu tidak lucu. Itu merupakan kode bahwa Siwon memaksa Yifan dan pekerjanya mengeluarkan sari-sari terbaik dari otak mereka, bahkan hingga tetesan terakhir.

"Tentu saja." Tanggapan singkat dari Yifan.

"Aku akan berkunjung ke sana untuk melihat hasilnya besok. Kau tidak keberatan, bukan?"

Yifan melirik kalender kecil yang terletak di atas meja kerjanya. Mata tajamnya reflek memperhatikan sebuah tanggal yang telah dia tandai dengan spidol warna merah. Bibirnya menggumamkan umpatan pelan dalam bahasa Perancis yang untungnya tidak di dengar oleh Choi Siwon.

Siwon akan menilai hasil pekerjaannya pada tanggal 19 April, satu hari sebelum ulang tahun Luhan. Itu tidak baik, dia harus ikut mempersiapkan pesta ulang tahun putri tunggalnya itu.

Dia harus bergerak dan bekerja dengan cepat.

"Aku akan menunggumu, Choi Siwon. Silahkan datang kapan saja." Yifan mendengar gumaman sebagai balasan dari persetujuannya. "Sekarang, jika kau mengijinkanku aku masih memiliki banyak pekerjaan yang harus kukerjakan."

Sekali lagi, Choi Siwon tergelak.

"Kuharap pesananku yang spektakuler tidak mengganggu kinerjamu dalam melayani pesanan klienmu yang lain. Selamat siang Wu Yifan."

Sambungan telepon ditutup. Yifan menggeram kesal karena bagaimanapun, meskipun Choi Siwon termasuk salah satu klien yang mudah diajak berkompromi, namun pria itu juga sebenarnya tegas dan memiliki selera yang tinggi. Permintaannya juga bermacam-macam, dan baru kali ini sepanjang kariernya menjadi designer besar mobil, Wu Yifan merasa direpotkan oleh pesanan klien.

Pria berusia kepala empat itu bangkit dari posisi duduknya, lalu kaki-kaki jenjang - yang membuatnya memiliki tinggi nyaris 2 meter – itu, melangkah dengan cepat. Suara bantingan pintu ruangan kerjanya membuat beberapa pekerja tersentak karena kaget, dan reflek menolehkan kepala mereka ke arah Yifan yang kini tengah menatap mereka satu persatu dengan tatapan matanya yang tajam.

"Cepat selesaikan makan siang kalian. Kita sedang dikebut oleh waktu. Cepat cepat cepat!"

43 – 17

Saat ini sedang jam istirahat sekolah dan Luhan tengah berjalan menuju kelas Sehun di lantai paling atas bangunan sekolah tersebut. Entah mengapa dia sangat merindukan kekasihnya dan tiba-tiba saja berkeinginan untuk memeluknya dengan erat. Akhir-akhir ini dia memang sedang merasa bahagia – meskipun ketegangan di rumah keluarga Wu belum juga mereda, tapi Kamis ini dia akan berusia 17 tahun! Entah sudah berapa kali Luhan meneriakkan kalimat itu dalam hati.

Akhirnya, gadis bermata bulat bak rusa itu telah berdiri di depan kelas kekasihnya, sedikit mengintip ke dalam, dan tersenyum lebar saat melihat sosok kekasihnya yang tengah bercengkrama dengan Jongin. Dengan riang, dia melangkahkan kaki-kaki jenjangnya dan memeluk Sehun dari belakang dengan sangat erat, membuat lelaki itu sedikit terkesiap.

"Sehun-ah~!" jeritnya riang sambil menggesek-gesekkan pipinya pada pipi pucat nan tirus milik lelaki ber-marga Oh itu.

Sehun tersenyum lebar, membuat Kim Jongin – sahabatnya - tertawa gemas.

"Hai, noona. Tumben kamu mau cape-cape ke kelasku?" tangannya mengelus lengan Luhan yang masih melingkar erat di sekitar lehernya.

Dia dapat merasakan kepala gadis cantik itu mengangguk perlahan,

"Karena aku kangen kamu." Jawabnya enteng, membuat Sehun tersenyum malu dan Jongin semakin tergelak dibuatnya.

Kemudian, Luhan mendudukkan dirinya di sebelah Sehun – berhimpitan dalam satu kursi tentunya. Gadis itu tersenyum kepada dua adik kelasnya yang tampan itu. Tangannya menggenggam tangan Sehun dengan erat, dan itu benar-benar terasa hangat dan nyaman baginya.

"Jadi… apakah kamu ada rencana hari Kamis ini?" tanyanya dengan jempol yang mengelus punggung tangan pucat milik Sehun.

"Oh, bagus. Aku dilupakan." Jongin mencibir, membuat Sehun terkekeh sementara Luhan hanya bisa mengerjapkan matanya bingung.

Namun kemudian, mereka baru menyadari pertanyaan Luhan. Well, otak mereka memang lama dalam memproses suatu hal. Bukan berarti mereka bodoh.

"Kita… uhh…" Jongin tampak sedang mencari alasan dan Sehun yang notabene lebih pintar berbohong daripada sahabatnya itu, segera menyelamatkan temannya dari kebodohan yang mendera dirinya itu.

"Kita ada urusan, sayang. Maaf."

Luhan mengerucutkan bibirnya dan seketika, raut wajahnya berubah menjadi ekspresi kesal.

"Kok gitu?!" dia menggerutu tidak terima. "Emangnya kalian engga tau ada apa di hari Kamis?"

Keduanya menggelengkan kepala mereka dengan lemah namun kompak, membuat Luhan semakin kesal. Gadis itu kemudian bangkit dari posisi berdirinya dan segera berjalan keluar dari kelas kekasihnya itu. Dia merasa sangat kecewa – terutama pada Sehun. Bagaimana bisa lelaki itu melupakan ulang tahun kekasihnya sendiri? Terutama ulang tahun di umur yang sangat spesial. Oh Tuhan…

"Nice! Rencana kita berhasil!" Jongin memekik senang saat Luhan telah hilang dari pandangan mereka berdua.

"Well, aku belum siap didiamkan Lu-noona sampai dia ulang tahun thou-"

Jongin terkekeh pelan.

"Cuma 2 hari, Sehun-ah. Kamu pasti bisa!" dan Sehun hanya dapat tersenyum disemangati oleh sahabat baiknya itu.

Sementara itu, Luhan yang masih merasa kesal tiba-tiba bertemu dengan Yoon-seonsaengnim di tengah perjalanannya menuju kelasnya di lantai bawah. Kemudian, guru yang sudah berusia itu pun menyuruh gadis itu untuk mengambil globe besar yang disimpan di ruang auditorium. Dengan hati yang berat, Luhan terpaksa menuruti kemauan gurunya itu – well, dia tidak mau dianggap sebagai murid yang durhaka. Hanya butuh waktu sekitar 6 menit hingga dia sampai di depan pintu ruang auditorium sekolahnya yang bisa dibilang sangat besar itu. Tangannya memutar pelan kenop pintu itu dan kedua mata besarnya memicing, berusaha melihat keadaan ruangan itu dalam kondisi gelap.

"Duh, dimana sih sakelarnya." Gerutunya kesal. Anehnya, lampu langsung menyala setelah dia selesai menggerutu. Luhan yang tidak menyadari keanehan itu justru merasa senang – seolah ruangan itu mengerti dirinya.

Gadis itu berlari kecil menuju pojok ruangan, tempat diletakkan beberapa peta, penggaris-penggaris raksasa serta globe besar – tentu saja! Dengan perlahan, dia mengambil globe besar itu dari dalam kardus tempat penyimpanannya. Tentu saja globe itu lebih berat daripada kebanyakan globe pada umumnya, terutama bagi Luhan yang bertubuh kurus. Maka dengan tertatih-tatih dan sangat berhati-hati, gadis itu berjalan keluar dari ruang auditorium, tanpa perlu repot-repot memperhatikan keadaan di sekitar ruangan raksasa itu.

Sesaat setelah kepergiannya, seorang gadis keluar dari balik sebuah tirai yang terletak di bagian ujung lainnya ruangan auditorium. Dia menghembuskan nafas lega saat sosok Luhan sudah tidak terlihat lagi.

"Bodoh! Kenapa malah kamu nyalakan lampunya?!" omelnya sambil menjitak kepala lelaki di sampingnya – yang notabene adalah kekasihnya.

"Maaf, sayang. Aku kasihan melihat Luhan kesusahan mencari globe itu." Lelaki dengan mata bulat itu menjelaskan. "Plus, kayaknya dia lagi badmood."

Gadis itu – Byun Baekhyun, yang tidak lain merupakan salah satu dari sahabat dekat Luhan, hanya mengendikkan bahunya dengan cuek. Tidak peduli dengan penjelasan emosional yang keluar dari belah bibir kekasihnya – Park Chanyeol.

"Lupakan, yang penting kita harus gerak cepat, sayang. Ayo bantu aku!" gadis itu akhirnya berdiri sambil mengangkat sebuah kardus besar berisi beberapa gulung kertas berwarna-warni. Di belakangnya, Chanyeol mengikuti sambil membawa sebuah kardus yang lebih besar dengan isi yang lebih banyak lagi.

"Buat hari ini, kita pasang dasarnya dulu saja. Besok kita lanjut bareng Sehun, Jongin, Minseok, dan Jongdae." Chanyeol memberi usul, dan Baekhyun pun menganggukkan kepalanya tanda setuju.

"Kalau begitu, ayo cepat!" kemudian, mereka lari terbirit—birit ke arah belakang panggung sambil membawa kardus di gendongan masing-masing.

Oh, apa yang sedang mereka lakukan?

43 – 17

Keesokan harinya, Yifan berangkat lebih pagi daripada biasanya. Luhan mengerjapkan matanya bingung saat melihat kondisi rumah yang kosong dan sudah rapih saat dia bangun. Sarapan pun sudah tersedia di meja makan. Pasalnya, semalam dia lupa membereskan rumah karena sudah terlalu mengantuk. Apakah ayahnya bertambah marah padanya? Apa yang telah dia lakukan hingga pria berusia kepala empat itu marah padanya? Semalam Yifan pulang sangat larut, dan hari ini dia berangkat sangat pagi.

Padahal besok adalah hari ulang tahunnya, tapi ayahnya malah semakin menjauh darinya.

Rasanya Luhan benar-benar ingin menangis. Dia sangat merindukan ayahnya. Paling tidak, dia masih bisa melihat sosok ayahnya meskipun mereka tidak berbicara samasekali. Merasakan kehadiran ayahnya bisa membuat dirinya lebih tenang. Dia bertambah sedih saat menyadari bahwa ayahnya tidak meninggalkan sedikitpun pesan kepadanya. Dengan lesu, gadis itu menghabiskan sarapannya sambil mengirim pesan kepada Chanyeol – meminta lelaki itu untuk menjemputnya. Gadis itu pun segera mandi setelah selesai mencuci piring serta gelas yang dia pakai untuk sarapan.

Tidak butuh waktu 20 menit sampai Luhan selesai berdandan dan siap untuk berangkat sekolah. Chanyeol pun sampai tepat setelah dirinya selesai memakai sepatu. Gadis bermarga Wu itu pun segera keluar dari dalam rumah dan tidak lupa mengunci pintu rumahnya, lalu berlari kecil menghampiri mobil sedan milik sahabatnya yang telah menunggu dengan tenang di depan halaman rumahnya. Dengan segera, dia masuk ke dalam mobil dan menutup pintunya, lalu duduk dengan rapih.

"Selamat pagi, Lu!" Chanyeol menyapa sebelum mulai menjalankan mobilnya menjauhi pekarangan rumah Luhan.

Sebuah senyuman tipis dilemparkan Luhan ke arah sahabatnya yang tengah memfokuskan pandangannya ke arah jalanan di hadapan mereka.

"Pagi, Yeol-ah. Sudah sarapan?"

Lelaki bermarga Park itu menganggukkan kepalanya singkat sebelum tersenyum lebar, membuat Luhan reflek ikut tersenyum lebih lebar daripada sebelumnya.

"Jadi katakan, kenapa kamu engga berangkat bareng Sehun? Oh, kemana papamu?"

Salah satu hal yang tidak Luhan sukai dari Chanyeol – lelaki jangkung ini tidak peka. Jelas-jelas kemarin dia mendiamkan Sehun dan Jongin yang menyapanya saat mereka hendak pulang. Dan kemana saja dia – tidak mengetahui bahwa dirinya dan ayahnya masih bertengkar?

"Yah, Park bodoh! Yah yah yah! Aku badmood pagi-pagi karenamu, awesome." Gadis itu mencebikkan bibirnya kesal lalu merengek marah, membuat Chanyeol terkekeh pelan. Oh, dia sudah tahu semuanya – mengenai gadis itu yang bertengkar dengan Sehun, dan juga masih belum berdamai dengan ayahnya.

"Aku bercanda, Lu." Mobil sedan itu berhenti tepat di depan sebuah lampu lalu lintas yang tengah memendarkan cahaya berwarna merah. "Aku tau kok kamu lagi bertengkar dengan Sehun. Bukan urusanku sih sebenarnya." Kemudian lelaki itu mengendikkan bahunya acuh.

"Aku benci kamu, Park."

Chanyeol tergelak, dan suaranya tawanya yang berat sempat membuat Luhan kaget.

"Aku juga sayang kamu, Wu."

Dan selama perjalanan ke sekolah, Luhan hanya bisa menggerutu tiap kali Chanyeol mengajaknya mengobrol – yang berakhir dengan menggoda gadis berdarah China itu. Gadis itu dapat bernafas lega saat akhirnya mobil sedan milik sahabatnya itu telah terparkir dengan rapih di lapangan parkir sekolah. Tanpa bicara banyak, gadis itu segera keluar dari dalam mobil, meninggalkan Chanyeol yang hanya bisa tersenyum melihat tingkah laku gadis bermarga Wu itu.

Luhan telah memasuki ruangan kelasnya – dia benar-benar meninggalkan Chanyeol di belakang, dan menemukan bahwa sahabat-sahabatnya sedang tidak berada di dalam kelas. Jujur saja dia sedikit merasa kesal. Dia butuh tempat untuk mencurahkan seluruh isi hatinya namun justru sahabat-sahabatnya tidak ada, dan Luhan yang sedang PMS – merasa ditinggalkan. Dengan menarik nafas panjang, Luhan pun menguatkan hatinya dan meyakinkan dirinya bahwa dia tidak apa-apa dan hari ini akan jadi salah satu hari baik yang dia jalani di kehidupannya – meskipun tanpa ayahnya, kekasihnya, dan sahabat-sahabatnya.

Maka, setelah meletakkan sweater berwarna pink kesayangannya di atas meja dan menepuk-nepuknya, Luhan menyumpal lubang telinganya menggunakan earphone dan tidur dengan sweater pink itu sebagai bantalan kepalanya.

Sementara itu, di sebuah bangunan yang tidak terlalu tinggi yang terletak di tengah-tengah kota Seoul itu, ayah dari Wu Luhan – Wu Yifan, tengah memastikan bahwa hasil design yang telah diselesaikan semalaman oleh dirinya dan para pekerjanya terlihat sempurna. Pria itu tersenyum puas memperhatikan beberapa karyawannya yang tengah mengumpulkan hasil design mereka dengan rapih di atas meja rapat, dan Yifan sendiri kini baru saja menerima laporan mengenai detail dari hasil design yang telah selesai itu.

Semuanya ada 60 design, dan Yifan yakin Choi Siwon bisa dengan mudah memilih 5 dari puluhan design itu.

"Sajangnim, Choi Siwon akan datang setelah makan siang." Sekertarisnya datang menghampiri dirinya, dan sebuah senyuman tipis terpampang di wajah Yifan.

"Bagus. Sambil menunggu, aku mau kalian merapihkan beberapa design yang belum rampung." Mata tajamnya menatapi para pekerjanya satu persatu. "Jangan lupa klien yang lain, klien kita bukan cuma Choi Siwon."

Setelah menerima respon berupa anggukan kepala dan balasan singkat atas perintahnya dari para pekerjanya, Yifan memasuki ruangan kerjanya. Duda tampan itu menghela nafas panjang sebelum kemudian mendudukkan dirinya di kursi kerjanya. Tangan besarnya mengusap wajahnya sendiri dengan kasar – dia merasa lelah. Yang ingin dia lakukan saat ini adalah meminta izin untuk pulang dan membantu kawan-kawan Luhan dalam menyiapkan pesta yang akan mereka adakan besok malam.

"Apa boleh buat kan?" batinnya pasrah. Kemudian, dia memutuskan untuk mengirim pesan pada salah satu sahabat Luhan, memberitahu bahwa dia tidak bisa turut membantu dalam menyiapkan pesta ulang tahun untuk putri tunggalnya.

Dia memilih Byun Baekhyun.

To: Byun Baekhyun (Luhan's Friend)

From: Wu Yifan

Subject: ini ayahnya Luhan.

Hai, Byun. Ini Wu Yifan. Aku minta maaf engga bisa dateng bantuin kalian menyiapkan pesta ulang tahun Luhan hari ini. Tapi aku percaya kalian bisa membuat pesta terbaik buat anakku. Sekali lagi maaf.

Kini Yifan hanya bisa berharap Choi Siwon datang lebih cepat dan pulang lebih cepat juga.

43 – 17

Bel tanda jam istirahat telah berbunyi dan sedari tadi, sahabat-sahabatnya membolos pelajaran. Luhan merasa benar-benar ditinggalkan, namun kemudian dia meyakinkan dirinya lagi untuk tidak merasa sedih. Dia masih punya banyak teman lain untuk diajak berbicara. Gadis berdarah China itu pun memutuskan untuk pergi ke kantin, menghilangkan kebosanan yang sedari tadi melandanya. Kemudian dia merasa bahwa hari ini benar-benar buruk saat melihat antrian yang sangat panjang di kantin. Yang lebih buruknya lagi, dia tidak melihat satu pun sahabatnya di sana – padahal biasanya Chanyeol, Jongdae, Jongin, dan Sehun senang sekali nongkrong di kantin. Akhirnya, gadis itu memutuskan untuk membeli susu dingin saja, hitung-hitung menghilangkan haus sekaligus rasa lapar.

"Paling tidak susu ini enak." Batinnya, berusaha menghibur dirinya sendiri.

Baru saja dia akan berbelok menuju kelasnya, Yoon-seonsaengnim memanggil dirinya. Luhan menahan nafas dan menggerutu pelan sebelum kemudian menghembuskan nafasnya perlahan dan memaksakan sebuah senyuman manis terpampang di wajahnya.

"Ne, Yoon-seonsaengnim. Ada yang bisa saya bantu?"

Guru yang bisa dibilang sudah cukup tua itu tersenyum ke arah anak muridnya yang cantik ini. Dia menganggukkan kepalanya.

"Bisakah kamu ambilkan globe besar yang kemarin di ruang auditorium lagi? Kalau sudah, bawa ke kelas X-6, okay?"

Luhan pun menganggukkan kepalanya dengan kaku.

"Okay, seonsaengnim. Akan saya ambilkan sekarang." Dan gadis itu terpaksa merubah haluan menuju auditorium demi gurunya.

Saat ini, dia benar-benar tengah menggerutu dalam hati, merutuki kesialan yang menimpanya hari ini. Well, sebenarnya tidak benar-benar sial, hanya saja hari ini merupakan salah satu hari terburuk yang pernah dia alami di hidupnya – selain hari kematian ibunya tentu saja. Namun, gerutuan itu berhenti tatkala Luhan melihat pintu ruang auditorium terbuka sedikit dan lampu ruangan itu telah menyala. Oh, ada seseorang di dalam.

"Halo?" gadis itu pun masuk ke dalam ruangan auditorium dan betapa terkejutnya dirinya akan pemandangan semua sahabatnya yang tengah berkumpul di dalam ruangan raksasa itu.

Beberapa pasang mata menatapnya dan semuanya menampilkan ekspresi wajah terkejut, tak jauh berbeda dengan Luhan – kecuali Sehun tentu saja.

"Luhan?"

"Ngapain kamu kesini?"

Luhan mengerjapkan matanya beberapa kali sebelum melemparkan pertanyaan kembali kepada sahabat-sahabatnya.

"Justru kalian yang lagi apa di sini bersama dengan tumpukan kardus-kardus, karton-karton, dan kertas warna-warni itu."

Skakmat. Luhan tidak boleh tau mereka sedang menyiapkan pesta ulang tahun untuk dirinya.

Di lain tempat, Choi Siwon menggeleng-gelengkan kepalanya setelah melihat hasil design terakhir milik perusahaan Yifan. Seharusnya, pria itu dapat memilih 5 design untuk mobil terbarunya. Namun nyatanya, dia baru memilih 3 mobil dan tidak ada design lain yang dapat memikatnya lagi. Iris matanya bertemu dengan tatapan tajam milik Yifan.

"Beberapa design ini mengecewakan, Wu."

"Mereka yang terbaik, Choi." Yifan membalas dengan nada tenang dan datar.

Siwon mendecih sambil menggeleng-gelengkan kepalanya. Dilemparkannya kertas-kertas design milik perusahaan Yifan ke atas meja rapat, kemudian bibirnya membentuk sebuah senyuman remeh yang tidak Yifan sukai samasekali.

"Jadi hanya segitu saja hasil dari perusahaanmu? Mengecewakan."

Pria blasteran Canada-China ini bersumpah, dia bisa saja menghajar Siwon habis-habisan saat ini. Tidak taukah pria itu bahwa dia sudah lembur semalaman dan datang pagi-pagi sekali bersama dengan karyawan-karyawannya untuk menyelesaikan design-design itu? Dan dengan mudahnya milyarder itu mengatakan bahwa semuanya mengecewakan.

Bajingan kaya.

"Aku bisa saja membatalkan kerjasama kita, dalam hal ini pemesananku." Pria itu berdiri lalu merapihkan jasnya. "Tapi sayangnya, perusahaanmu adalah yang terbaik di Seoul."

Yifan mendecih kemudian terkekeh dengan suara yang rendah.

"Tentu saja."

Beberapa bodyguard Siwon – serta sekertarisnya, berjalan mendekati milyarder itu dan sudah siap untuk mengawalnya keluar dari ruangan rapat, kemudian keluar dari gedung itu tentu saja.

"Aku masih butuh 2 design lagi. Aku beri kamu perpanjangan waktu, Wu."

Diam-diam, Yifan ingin tersenyum lebar dan lega mendengar perkataan Siwon. Dia tau, Siwon memang orang yang sangat baik.

"Tentu. Aku akan menyelesaikan semuanya Senin depan-"

"Besok." Siwon memutus ucapan Yifan, membuat pria ber-rambut pirang dicat itu terhenyak. "Aku ingin semuanya selesai besok, dan besok aku juga akan berkunjung lagi."

Kemudian, Yifan hanya bisa menatap nanar punggung tegap Siwon yang berjalan menjauhi ruangan rapat, lalu masuk ke dalam lift. Semua karyawan yang masih berada di dalam ruangan rapat hanya dapat menatap atasan mereka dengan tatapan sendu. Mereka takut dimarahi, karena bagaimanapun beberapa dari design itu adalah hasil karya mereka. Namun, mereka juga merasa khawatir pada atasan mereka karena semua karyawan di lantai itu tau – bahwa besok Yifan ber-rencana mengambil cuti sehari penuh untuk merayakan ulang tahun putri tunggalnya yang ke-17.


Hey, I'm back. Finally bisa post chap ini. Gue selama ini masih suka nulis kok pelan2, misal pas lagi istirahat belajar ato kalo pas lagi gaada quiz. I even often bring my laptop to school, so don't worry guys. Btw, makasih bgt yg udah nyemangatin gue buat ngejalanin UN. Uprak lancar, US lumayan, TO, lumayan, and there are a few days left 'til UN. Wish me luck guys!

SPECIAL THANKS TO:

Eclaire Oh & younlaycious88

Makasih buat usulan, saran, dan tips nulisnya. Berguna banget, dan semoga chap ini udah lebih baik dari yang sebelumnya.

.

THANKS TO:

BeibiEXOl | luludeer | chocheonsa88 | LALA | Oh Lu-Yan | ohluhannie | Oh Juna93 | apalah arti sebuah nama

wuziper | rikha-chan | niasw3ty | melizwufan | iyas | ramyoon | himekaruLI | kimyori95 | niesha sha | Roxanne Jung | hyunyoung

voccall | luvesick hoon | Rly . C . JaeKyu | jihan . fakhriyah . 5 | junia . angel . 58 | viiyoung | thieeccnounhapyros . anticowobrandalanz

Guest | BLUEFIRE0805 | DeerHun

Answers:

Kalimat yang pake bahasa informal itu disengaja ya? - Yes, gue mau bikin semacam teenlit tapi masih fail. Don't worry, gue bakal perbaikin kok buat ke depannya.

Ga sabar ngeliat reaksi Luhan pas pesta kejutan! - Me too, guys! Wkwkwk tapi sayangnya tunggu next chap yo ;b

Itu di castnya ada Tao, tapi Tao gabakal muncul lagi ato gimana ya? - Tao bakal muncul kok, di flashback yang ada di tiap chapter. Biasanya flashback itu gue sesuain sama tema per chapternya.

Kris bakal bikin lagu buat Luhan? - Well, the answer is in this cap, dude ;)

And I know Luhan is such a lucky girl for having Kris as dad, Sehun as boyfriend, and Minseok, Jongdae, Baekhyun, Chanyeol, Jongin as bestfriends. Btw gue seneng banget baca review kalian, apalagi yang sampe curcol ttg papanya. You guys have some awesome dads there, be proud! Gue juga punya cerita. Jadi, selama ujian ini gue ngerasa lemot itu nangkep pelajaran, terus gampang lupa padahal udah belajar mulu. Daddy bilang karena gue gapernah makan sayur, yaudah gue mulai makan sayur (pelan2). Daddy bantuin gue pelan-pelan, mulai dari salad yang biasanya ada di steak, salad sayur di pizza hut, sampe makan sayur asem, lodeh, dll (tapi gue masih muntah kalo makan sawi, kol, sama pare). Entah sugesti ato gimana, but I feel so much better and more fresh. Kemarin TO mtk gue dapet 80an and Daddy was so happy. It was an awesome feeling!

Oh, satu lagi nih sori. Jadi ada grup cover dance Red Velvet yang lagi Open Audition posisi Irene, Joy, sama Yeri. Nama grupnya Tiramisu, domisili di Jakarta. Mereka bakal ngadain audisi 2 batch, yang pertama tanggal 18-19 April, yang kedua sekitar Mei gitu (abis UN SMP). Syarat utamanya cewe pastinya, kisaran umur 15-18 taun. Buat yang minat daftar, hubungin aja CPnya: 085814286100 / 2AEC7417 ato follow twitter: .Tiramisu_DC. Bantu share, kasih tau temen2 kalian juga siapa tau aja ada yang minat. Sori numpang promote, since most of girls these days idolize Red Velvet a lot.


RnR Bebas dan se-Ikhlasnya aja. Thanks!