Me vs Daddy
Disclamers: Shingeki no Kyojin belongs to Isayama Hajime, This story belongs to Narin.
Genre: Family
Pairing: RiRen
Warn!: sho-ai, ooc, oot, abal, gaje, garing, mainstream, membosankan, modern!Au dll.
Summary: Mikasa memang sudah mencuri start di pagi hingga sore saat di rumah bersama Eren. Tapi Mikasa tak akan pernah bisa mencuri start Levi ketika malam hari dan di dalam kamar.
A/N: Halo minna-san, newbie here! Narin desu. Ini cerita pertama saya di fandom SnK. Semoga memuaskan u.u
Tertarik? Silahkan review :D
Tidak Tertarik? Silahkan klik tombol 'Back'
Tertarik, tapi gak mau review? Silahkan 'Fav' XD
Tidak tertarik tapi mau review ? Ampun jangan Flame DX
Reader and Silent Reader, welcome :D
Enjoy Reading Minna :D
.
.
.
Sebenarnya kehidupan seorang Levi Ackerman itu berlangsung tenang-tenang saja bersama sang kekasih Eren Jeager, sejak empat tahun mereka bersama. Hingga sekarang mereka sudah menjadi sah satu sama lain setahun yang lalu dan kehidupannya masih berjalan sesuai harapan. Namun, kehidupan tenang Levi musnah sudah saat bocah mungil berambut kelam hadir dalam hidup mereka. Hal itu bermula saat sang ehem istri ehem menginginkan seorang anak.
Keinginan yang wajar memang bagi para pasangan yang ordinary, tapi mereka itu pasangan yang extraordinary. Bagaimana Levi menuruti permintaan mahkluk manis bermata batu emerald itu? Kalau saja setiap aktivitas malam mereka berbuah hasil mungkin Levi tak akan ambil pusing. Masalahnya seberapa rajinpun, seberapa giatpun, seberapa keraspun mereka melakukannya hasilnya tetap nihil.
Dengan segala pertimbangan terbaiknya Levi akhirnya menganggukan kepala saat pemuda brunette meminta atau lebih tepatnya merengek padanya agar mau mengadopsi seorang anak.
"Kalau begitu ayo Levi kita segera ke panti asuhan!" dengan semangatnya Eren Jeager mengamit lengan pria tiga puluh satu tahun itu untuk segera meninggalkan koran paginya.
Levi sebenarnya enggan sangat enggan untuk beranjak dari duduk santainya. Tolong sadarlah Eren suamimu ini orang sibuk. Lima hari penuh harus berhadapan dengan kertas-kertas bertulisan padat, menghadiri rapat, bertemu klien, belum lagi lembur jika ada deadline.
Namun apa daya, menolak permintaan Erenpun terkesan mustahil. Hanya dengan puppy eyes no jutsu Levi dipastikan sudah kalah telak, salahkan ukenya yang terlalu imut. Dan hari Sabtu indahnya harus berakhir di sebuah panti asuhan yang lumayan besar dan penuh pekikan anak-anak kecil. Mahkluk-mahkluk polos itu hampir memenuhi halaman depan panti asuhan Rose. Ada yang bermain bola, merangkai bunga liar, kejar-kejaran dan aktivitas menyenangkan anak kecil lainnya.
Mata hijau Eren berbinar cerah. Tak lupa gumaman pemuda dua puluh empat tahun itu tentang betapa lucunya anak perempuan berambut pirang itu, atau betapa menyebalkannya bocah coklat susu yang barusan menendang bola dan mengenai kepalanya.
"Aku tak mau mengadopsi bocah itu." Tatapan Eren sinis seketika saat matanya bertatapan dengan bocah yang kini meleletkan lidah kearahnya."Dasar muka kuda."
"Lebih baik kita segera menemui pemilik panti asuhannya Eren." Eren mengangguk menyetujui perkataan Levi. Dan mereka pun berjalan memasuki gedung utama panti asuhan.
.
.
.
"Selamat pagi! Silahkan duduk." seorang wanita berkacamata menyapa mereka tak lupa senyum yang cerah dan terkesan mencurigakan."Aku Hanji Zoe pemilik panti asuhan ini, ada yang bisa saya bantu?" Dengan semangat wanita berambut coklat itu menjabat tangan Eren dan Levi bergantian.
"Perkenalkan saya Eren Ackerman dan ini eemm su-suami saya, Levi Ackerman." Eren nampak sedikit canggung saat mengucapkan kata suami. Ditambah lagi senyuman aneh semakin merekah dibibir Hanji Zoe itu.
Hanji masih memasang senyum sejuta dollarnya."Jadi ada yang bisa saya bantu?"
"Ka-kami ingin mengadopsi salah satu dari mereka." Eren nampak sedikit gugup kerena senyuman aneh yang masih bertahan di bibir sang pemilik itu belum juga hilang.
Entah senyum atau sebuah seringai yang terpatri di wajah Hanji Zoe yang pasti itu membuat Eren risih."Kalau begitu mari ikut saya!" dan sebuah tarikan sukses membuat Eren hampir terjungkal dari duduknya.
Pemilik panti asuhan ini benar-benar tipikal orang yang bersemangat. Di sepanjang perjalanan menuju tempat dimana anak-anak panti asuhan berkumpul saja Hanji tak henti-hentinya berceloteh tentang anak-anak panti asuhan.
Misalnya saja bocah lima tahun yang bernama Armin yang katanya sangat pintar. Lalu bocah enam tahun bernama Jean yang suka sekali dengan kuda –pikiran Eren seketika terbang pada bocah menyebalkan yang ia temui di halaman depan tadi-. Atau gadis kecil berambut pirang yang sangat cantik seumuran dengan Armin yang bernama Crista –Eren langsung teringat gadis kecil yang sedang merangkai bunga di bawah pohon yang melambai kearahnya tadi-. Dan banyak lagi anak-anak yang Hanji ceritakan sampai mereka tak menyadari kalau para orang dewasa itu sudah berdiri di depan pintu bertuliskan 'AULA'.
"Selamat datang di Aula kami Mr. Ackerman dan Mrs. Ackerman!" dengan semangat Hanji membuka pintu berdaun dua itu.
Sebenarnya Eren tak terima dengan panggilan 'Mrs' tadi tapi kekesalan itu lenyap saat melihat ke dalam Aula.
Jika biasanya aula adalah ruangan besar yang hanya berisi ratusan kursi dan panggung maka Aula di sini berbeda. Aula di panti asuhan ini lebih mirip seperti taman bermain indoor lengkap dengan wahana-wahana mini di dalamnya. Dan sudah dipastikan ruangan ini berisi banyak anak kecil yang sedang bermain dengan gembiranya terbukti adanya teriakan nyaring dan suara tawa melengking.
Mata-mata bulat warna-warni itu memandang sang ibu pemilik asuhan dan dua orang asing dengan tatapan polos. Terang saja pipi Eren merona saat mendapat tatapan menggemaskan dari puluhan anak-anak di sana.
"Mari masuk~" lagi-lagi Hanji menarik tangan Eren dengan penuh tenaga. Levi mengekor malas di belakangnya."Selamat memilih(?) Mrs. Ackerman~"
Eren berdiri di tengah-tengah ruangan itu. Anak-anak kecil itu semakin memandanginya intens."Ha-halo." Si brunette gugup seketika. Dia memperhatikan sang suami yang berada di pinggiran berdiri bersama para pengurus. Namun sayang kode kedipan mata tak membuat Levi Ackerman datang dan mendampinginnya.
Koor 'halo' terdengar serentak dan antusias. Rasa gugup Eren terbang ditiup angin. Sedetik kemudian Eren sudah akrab dengan anak-anak itu. Mereka dengan antusiasnya mengajak si Mrs. Ackerman bermain bersama. Ada yang mengajaknya menggambar. Ada juga yang mengundangnya ke acara minum teh dengan barbie. Bahkan ada anak yang berani naik ke punggungnya untuk main kuda-kudaan. Ah ini menggemaskan, Eren ingin mengadopsi mereka semua~
"Eren." Si pemilik nama bangkit dari posisi tidurannya. Ah sampai lupa dia, tadi ada gadis kecil-tomboy yang meminta Eren untuk menjadi putri salju dan menyuruhnya untuk tidur dan menunggu sampai pangeran-gadis kecil itu- datang untuk menciumnya. Seperti itulah yang dibeberkan gadis kecil berambut coklat yang ia ketahui bernama Ymir. Dia jadi keenakan tidur dan lupa dengan tujuan utamanya datang kesini."Sampai kapan kau bermain dengan mereka?"
Si surai coklat kayu hanya menyengir kuda."Ma-maaf Levi sepertinya aku terlalu terbawa suasana. Yosh kembali ke tujuan awal!" detik berikutnya mata hijau Eren mulai memindai dengan teliti. Diperhatikannya satu per satu anak-anak yang ada di ruangan itu. Levi pun ikut mengamati mereka.
"Levi bagaimana dengan Crista? Aku sudah lumayan akrab dengannya. Dia sangat ramah dan juga sopan." bisik Eren sambil menunjuk kearah gadis kecil berambut pirang panjang yang sedang bermain boneka.
Levi menggeleng."Warna rambutnya sangat berbeda dengan kita."
Eren mengembungkan pipinya."Tapi dia sangat imut. Kita adopsi ya~" kini si brunette menarik-narik lengan kemeja Levi. Kebiasaan jika sang uke merajuk padanya."Ayolah Levi, kita bisa mengecat rambutnya."
"Kenapa tidak bocah itu?" Levi menunjuk bocah laki-laki bersurai coklat susu yang sibuk dengan bola basket mininya.
"Tidak mau!" mantap sekali Eren langsung menolak bocah itu."Rumah kita akan berantakan jika ada dia." Eren semakin sinis saat mengetahui fakta bocah itu adalah Jean yang bolanya sempat mengenai surai coklat si Jeager muda.
"Kalau begitu bocah botak itu."
"Connie sangat berisik kalau kau mau tahu, aku jamin kau tak akan bisa konsentrasi dengan pekerjaanmu nanti." Eren dengan bijak menasehati sang suami.
Levi mendengus keras."Bagaimana kalau dia." Jari telunjuknya mengarah pada gadis seumuran Jean yang tengah lahap memakan kentang.
"Kurasa tidak Levi, Sasha sangat hobi makan aku takut kalau dia akan mengesampingkan belajarnya dan lebih memilih makan." Eren mendesah lelah.
Levi menghela nafas panjang."Terserah kau saja." Pekikan suara anak-anak kecil itu membuat kepalanya pusing. Dia ingin cepat dipeluk kasur empuknya.
"Mrs. Hanji." Eren memberi isyarat agar Hanji mendekati mereka. Wanita itu masih setia dengan senyumannya.
"Sudah menentukan pilihan?" Eren mengangguk antusias. Saat akan membuka mulutnya Eren merasakan sesuatu menarik-narik celana jeansnya. Si pemuda tan merunduk dan mendapati seorang gadis kecil berambut hitam menatap imut kearahnya.
Eren menelengkan kepalanya, sepertinya dia belum bertemu dengan gadis kecil ini. Lantas Eren mensejajarkan badannya dengan si gadis kecil."Halo siapa namamu?"
Dengan malu-malu gadis kecil berambut hitam sebahu itu menjawab dengan sangat pelan. Wajah orientalnya tersembunyi dibalik beruang coklat yang ia bawa."Mi...kasa."
"Nama yang cantik." Pujinya, pipi gadis kecil itu merona. Dirasa cukup berkenalan dengan Mikasa Eren berdiri, lalu menyuruh Hanji untuk kembali mendekat membisikan sesuatu padanya dan si pemilik asuhan mengangguk.
Sebelum Eren meninggalkan ruangan itu dia menyempatkan diri untuk menepuk kepala Mikasa."Sampai bertemu lagi." Ucap Eren lembut, membuat gadis kecil itu kembali merona.
"Tunggulah di ruangan tadi, Mr. Ackerman dan Mrs. Ackerman, kami tidak akan lama~"
"Baiklah kalau begitu, Ayo Levi."
"Hm." Detik berikutnya rona pink pada pipi gadis kecil itu memudar, digantikan oleh tatapan tajam tak suka.
"Na Mikasa, ayo ikut aku." Gadis kecil itu hanya meneleng bingung.
.
.
.
"Aku tak sabar membawanya pulang. Kau harus menjadi ayah yang baik Levi dan biasakan untuk tersenyum, ne?" Eren meletakkan dua jari telunjuknya di kedua sudut bibir Levi dan menariknya, berharap dari aksinya itu dapat membuahkan senyuman di bibir Levi yang terhitung jarang itu.
"Eren." Geram Levi."Jangan bertingkah kekanak-kanakan."
"Permisi, maaf menunggu lama." Pintu di belakang mereka terbuka. Nampak Hanji masih tersenyum lebar, dengan langkah bersemangat dia segera duduk di kursinya."Petra akan segera datang, mohon ditunggu."
Beberapa menit kemudian.
"Permisi, Mrs. Hanji."
"Masuklah Petra."
Ceklek
Pintu coklat itu kembali terbuka. Nampak seorang wanita cantik berambut merah bata tengah menuntun seorang gadis kecil yang tampak malu-malu.
"Aaaa akhirnya datang juga." Eren dengan mata berbinar menghampiri gadis kecil itu. Mata hitam si gadis kecil membulat, senyumnya merekah.
Senyum Eren ikut melebar."Na Levi, coba lihat!" digendongnya Mikasa dan ia bawa ke hadapan Levi.
Pria beraut datar itu menautkan kedua alisnya, bingung."Bukankah tadi kau menunjuk bocah pirang tadi?" tanya Levi, mata gelapnya tertuju pada gadis kecil yang ada digendongan Eren.
"Euum aku seketika tertarik pada Mikasa karena mengingatkan aku padamu." Eren menggesek-gesek pipi gembul Mikasa dengan pipinya sendiri."Ne Mikasa kau mau tinggal bersama kami?"
Mikasa dengan mata bulatnya menatap Eren dan mengangguk pelan."Anak pintar, mulai sekarang kami akan menjadi orang tuamu." Si brunet mencium pipi kanan Mikasa. Detik berikutnya Levi dan Mikasa saling bertatapan. Levi mendengus, Mikasa memberinya deathglare.
"Ehem." Seseorang berdeham."Jika anda sekalian ingin mengadopsi Mikasa, silahkan isi formulir ini." Hanji Zoe menyerahkan beberapa lembar kertas pada kedua calon orang tua angkat Mikasa.
.
.
.
Sekarang mereka dalam perjalanan pulang. Di dalam mobil Eren terus saja mengajak Mikasa mengobrol, sementara Levi nampak tidak tertarik dengan obrolan Eren dan gadis kecil itu.
"Ne, Mikasa umurnya berapa?"
Mikasa terdiam, dia nampak berpikir."Dua." bibirnya mengucap angka dua tapi jari-jari kecilnya menunjukkan angka lima. Eren terkekeh pelan, Mikasa membuatnya gemas.
"Oh iya mulai sekarang, panggil aku eemmm." Si Iris hijau terdiam, dia nampak sedang menimang-nimang panggilan apa yang kira-kira pas untuknya.
"Panggil Eren mama, bocah." Levi menyahut dingin dari jok depan, matanya terlalu fokus pada jalan sampai tak ada niatan untuk menoleh.
"Mama?! Tidak, jangan panggil mama." Protes yang bersangkutan.
"Papa." Usul Mikasa kalem.
Mata hijau itu berbinar untuk kesekian kalinya."Ah ide bagus Mikasa! Lalu kau panggil Levi daddy, mengerti?" Mikasa kembali mengangguk.
"Kalau begitu coba panggil, papa Eren dan daddy Levi."
Kening Mikasa mengkerut."Papa Elen," Eren mengangguk."Teddy Yupi(?)."
Ckiiiiitt
Mobil yang dikendari Levi, mendadak oleng. Si pengemudi mengerem si mobil mendadak."Ck, Eren bilang padanya untuk mengkoreksi namaku." Sungutnya kesal, baru beberapa menit bocah itu jadi anak angkat mereka, bisa-bisanya namanya berubah jadi permen kenyal manis dan rasa-rasa itu.
"Hahahaha namamu jadi lucu Levi." Tawa Eren pecah."Bukan Yupi sayang, tapi daddy Levi."
"Yupi?"
"Levi."
"Lepi?"
"Sekarang aku terdengar seperti laptop." Cibir Levi yang ternyata menyimak percakapan ayah-anak itu.
"Le_" Eren mengeja.
"Le_" Mikasa mengikutinya.
"Vi."
"Pi!"
Eren kembali tertawa."Hahahaha biarkan Mikasa memanggilmu Yupi, Levi, dia sepertinya kesusahan memanggil namamu. Lagipula nama itu terdengar imut."
"Cih."
.
.
.
Levi menatap kesal adegan peluk-pelukan antara Eren dan Mikasa di sofanya. Sofa yang biasa ia dan Eren gunakan untuk ya-seperti-itulah. Sedangkan dirinya duduk sendirian di sofa single. Terabaikan dan tak ada yang mengindahkannya.
Seperti halnya saat ini. Levi hanya meminta Eren untuk membuatkannya kopi namun sayang dia harus terpaksa membuatnya sendiri. Karena dengan manjanya Mikasa tak membiarkan Eren untuk beranjak dari duduknya. Sempat Eren meminta Mikasa untuk pindah ke pangkuan Levi namun langsung ditolak si gadis kecil dengan mencengkeram erat bajunya.
Eren tersenyum maklum. Seakan dengan senyumannya itu, ia berharap Levi dapat menerima pesan tersirat darinya yang berisi 'Mungkin ini bentuk adaptasinya'. Levi hanya mendesah lelah.
Gadis kecil itu terus saja mengumbar senyum pada Eren. Sedangkan jika dihadapkan dengan Levi maka tatapan tajampun ia dapatkan dan tak segan-segan Levi membalasnya. Sepertinya ada semacam dendam kesumat antara Levi dan Mikasa, apalagi jika itu bersangkutan Eren.
.
.
.
Tak hanya diawal hidup mereka sebagai keluarga baru Mikasa bersikap seperti itu. Sekarangpun masih, tepatnya lima tahun setelah Mikasa tinggal dengan mereka. Gadis kecil itu bergelung manja dipangkuan Eren sambil bermain boneka Teddy. Sesekali mereka tertawa bersama sampai sang kepala keluarga yang baru kembali dari neraka dokumen dilupakan. Bahkan salam 'aku pulang'nya tak disahut oleh sang istri. Mengenaskan.
"Eh? Kau sudah pulang Levi?" kebetulan sekali Eren tengah mendongakkan kepalanya karena ingin melihat jam dinding yang ada di dinding belakang sofa yang ia duduki. Namun bukan pertemuan antara jarum panjang dan jarum pendek, dia malah mendapati raut masam di wajah Levi.
"Menurutmu." Sahut si objek sinis. Pria raven itu melonggarkan dasinya, menyelampirkan jas hitamnya di bahu kanan dan berjalan penuh hentakan kaki menuju lantai dua.
Mikasa mendongak, seperti meminta penjelasan akan kejadian yang barusan terjadi."Sepertinya Daddymu ngambek Mikasa." Bocah tujuh tahun itu menatap kearah Levi yang meninggalkan mereka.
"Satu kosong." Gumam Mikasa.
Eren memandang putri angkatnya bingung."Satu kosong?"
Mikasa menggeleng."Daddy mungkin lelah, pa."
Sang papa mengangguk."Benar juga, mungkin pekerjaannya terlalu banyak." Gumam si brunet dan mereka berdua kembali menikmati acara TV mereka.
.
.
.
Tatapan jengah Levi kembali lagi. Padahal tadi dia sudah mencoba mendinginkan kepalanya dengan mengguyur kepalanya dari jam enam sore sampai hampir jam tujuh malam.
"Terima kasih, makan malamnya papa."Kepala Levi panas seketika saat si anak angkat mencuri ciuman selamat malamnya di pipi kanan Eren.
"Aaaa Mikasa kau manis sekali." Eren balas mencium kening Mikasa. Levi meremat garpunya. Sebenarnya kurang pantas memang Levi merasa cemburu atau lebih tepatnya merasa tersaingi oleh Mikasa. Jelas-jelas Mikasa hanya anak kecil yang perlu perhatian dari sosok orang tua.
Levi menghela nafas lelah untuk kesekian kalinya. Mungkin mencoba sabar sampai Mikasa mengetahui batas keintiman hubungan antara ayah-anak, adalah keputusan terbaik.
"Dua kosong, Dad." Mikasa melirik kearahnya, menyembunyikan sebuah senyuman dibalik sapuan serbet makan di bibirnya.
Levi menarik kembali kata-katanya. Mikasa benar-benar mengajaknya perang!
.
.
.
Mikasa kini sudah berumur dua belas tahun dan bukanlah anak balita lagi, itu yang Levi pikirkan. Dia seharusnya sudah mengurangi kontak fisik yang berlebih dengan Eren bukannya malah menyelipkan surat di buku agenda Levi. Dan saat itu bendera perang antara Levi dan Mikasa resmi dikibarkan. Dengan Eren sebagai wujud kemerdekaan mereka.
'Daddy, bersiaplah untuk cemburu karena aku dan papa akan menghabiskan akhir pekan bersama. Selamat lembur daddy.'
Levi meremas kertas itu sampai berwujud random. Sialan bocah itu!
Dan akhir pekan Levi dipenuhi oleh kecemburuan yang mendalam. Saat dengan tanpa dosanya Eren mengirimkan file gambar pada Levi.
Sebuah gambar dengan background kedai es krim. Nampak Mikasa dan Eren sedang memamerkan es krim mereka. Tak lupa keterangan pada gambar.'Hari ini aku dan Mikasa mampir ke kedai es krim yang baru buka. Sayang kau harus lembur Levi :('
Levi menggeram. Bisa dilihat secara kasat mata, senyum pada bibir Mikasa adalah senyum mengejek. Seolah senyum itu bermakna 'Satu kosong untuk hari ini, Daddy'.
Selang satu jam setelah foto itu dikirim. Ponselnya kembali menerima file gambar dari pelaku yang sama.
Layar sentuh itu menampilkan Eren dan Mikasa tengah berada di suatu tempat yang lumayan ramai. Levi dapat memastikan itu adalah taman ria. Keterangan pada foto membuat Levi ingin melempar ponselnya.'Hai Levi, kami sekarang berada di taman ria Sina. Tetap semangat bekerja ya~ :*'
Semangat apanya! Cemburu iya!
Sabar Levi. Sabar. Mikasa hanya anak bau kencur, dia tak akan pernah mendapatkan uke tercintamu. Tenang saja.
Sekarang tinggal selesaikan pekerjaan dan segera pulang. Lalu kunci Mikasa di kamar. Dan setelah itu kau bebas melakukan banyak hal pada Erenmu.
.
.
.
The End
Aduh absurd sekali /malu
Semoga ini bukan junk-fic untuk fandom SnK. Mohon kerjasamanya.
Ah hampir lupa, minna-san ada yg tertarik sama xover SnK sma Knb, nggak? Kalo tertarik mungkin bisa mampir ke profil saya terus 'klik' "Time Travel" /promosi.
See you again~
Salam kenal
RRNRd