Yohaa~ Akhirnya cerita ini pun telat tamat. Ku ucapkan terima kasih pada kalian yang sudah membaca hingga chapter terakhir ini. Diriku senang karena dapat menyelesaikannya dengan selamat. Sungguh hal membanggakan bagiku karena dari fic yang pernah kubuat, fic ini adalah fic terpanjangku~
Baiklah, ini review bagi yang tidak log in, untuk yang log in, sudah dibalas lewat PM ya.
::
yudi : iya, ini adalah chapter terakhir~ untuk itu, silahkan dibaca dulu chapter ini.. Tidak apa, arigatou~
EdeniaRosa : haha.. Ini chapter terakhir.. Sad ending atau happy, silahkan dibaca~ arigatou~
Pendy uye uye : ini chapter terakhir~ kalau soal itu, silahkan dibaca~ arigatou~
::
Cukup sekian saja dariku, diriku tak dapat berkata banyak. Jadi, sampai jumpa di bawah~ Selamat membaca~ Inilah kisah akhir dari kehidupan kedua~
::
::
V
"Bagaimana keadaan anak saya?" dikala Hiashi telah sampai di rumah sakit, Hiashi langsung menanyakan keadaan anaknya pada Kakuzu. Saat ini, Kakuzu telah menunggu di depan ruangan Hinata beserta dengan beberapa teman yang ikut menjenguk Hinata di rumah sakit.
Kejadian yang diterima Hinata benar-benar membuat kegiatan kelas mereka menjadi kacau. Ketegangan terjadi dimana-mana, tapi supaya tidak mengganggu rumah sakit, sebagian anak kelas menunggu di onsen.
"Maaf pak, saya tidak tahu kronologis kejadiannya. Mungkin Sakura dan Ino mengetahui bagaimana kejadiannya." menunjuk Sakura dan Ino, Hiashi pun berjalan menuju mereka.
"Apa yang terjadi pada Hina-nee?" tanya Hanabi pada keduanya. Hanabi tidak mengerti, baru kemarin diperingatkan pada Hinata untuk hati-hati. Tapi bukan hati-hati kalau akan hal ini yang terjadi.
"Maaf Hanabi, kami juga tidak tahu. Naruto, ia pasti tahu kejadiannya." menunjuk Naruto yang masih tetap menunggu Hinata, Hanabi dan Hiashi pun memasuki ruangan tersebut. Seakan saling tunjuk menunjuk, tapi memang, hanya Narutolah yang mengetahuinya.
"Hina-nee!" tidak dapat menahan rasa sedihnya, Hanabi pun menangis dan memeluk Hinata yang tidak sadarkan diri. "Hina-nee bangun!" menggoncang-goncangkan badannya, Hanabi berharap supaya Hinata sadar dari tidurnya.
"Hanabi, ayah ingin bicara berdua saja dengannya, kamu bisa keluar 'kan?" tanya Hiashi dikala Hanabi berbuat begitu. Awalnya Hanabi menolak karena ia masih ingin menjaga Hinata. Tapi, Hanabi tidak dapat berbuat banyak.
"Baik ayah." seru Hanabi dan keluar dari kamar.
Dikala Hanabi sudah keluar, Naruto mulai berbicara. "Maafkan aku paman, aku tidak bisa melindungi anakmu." dengan nada sedih Naruto berbicara terlebih dahulu. Naruto tahu, ia payah. Masa untuk melindungi orang yang disayanginya saja tidak bisa?
"Tidak apa nak, ini bukan salahmu." seru Hiashi memegang kepala Naruto. Dilihat dari sisi manapun, Hiashi tahu, Naruto bukanlah anak yang nakal. Ia tahu, dilihat dari Hinata yang terlihat bahagia setiap harinya, itu karena perbuatan anak ini.
"Saya yakin, dikala ia tersadar, pasti wajah yang ingin dilihatnya terlebih dahulu itu kamu." Hiashi tersenyum tipis. Sepertinya, tidak salah Hiashi menyetujui hubungan anaknya dengan Naruto. Karena kebahagiaan pasti selalu melingkupi Hinata setiap pulang sekolah karena bersama dengan Naruto.
"Tapi, tadi dokter bilang Hinata mengalami koma. Tidak tahu kapan Hinata akan tersadar kembali atau akan pergi meninggalkan dunia ini." Naruto kembali menangis. Kenapa kejadian kehidupan pertamanya sama dengan yang dialaminya saat ini?
"Tidak, itu tidak mungkin. Karena jiwa anak saya kuat, dia pasti akan berusaha untuk bertahan hidup." seru Hiashi kemudian. Hiashi tidak ingin berburuk sangka dengan berpikir bahwa Hinata akan pergi meninggalkan mereka. Oleh sebab itu, untuk saat ini Hiashi hanya ingin memikirkan kemungkinan terbaik.
"Jadi, maukah kamu bercerita bagaimana kejadian kronologisnya?" tanya Hiashi dengan lembut. Mungkin selama ini ia selalu kejam terhadap laki-laki yang dekat dengan Hinata. Tapi apabila Hiashi mengetahui bahwa laki-laki itu benar-benar sangat menyayangi Hinata, dengan perlahan pasti itu akan mencairkan hati Hiashi sehingga berbuat lembut kepada lelaki tersebut.
"Saya sudah berusaha supaya Hinata tidak menyebrang jalan sendirian. Tapi.. Hinata tidak mendengar. Lalu.. Truk.." Naruto menundukkan kepalanya, tidak dapat melanjutkan kata-katanya. Kenapa Hinata tidak mendengar kata-katanya? Kalau saja Hinata mendengarnya, pasti tidak akan terjadi hal seperti ini.
"Begitu.. Lalu, disaat Hinata tersadar dari tidur panjangnya, kata-kata apa yang akan kau ucapkan padanya nak?" seru Hiashi. Hiashi tahu, dikala Hinata tersadar, Hinata pasti akan senang dikala melihat Naruto dan mendengar suaranya. Jadi, tidak apa 'kan jika Hiashi mengetahui apa yang akan diucapkan Naruto pertama kali?
"Saya, akan menyatakan perasaan saya." menatap Hinata, masih menautkan kedua tangannya, menggenggam tangan Hinata erat, Naruto tersenyum.
Hiashi pun ikut tersenyum. "Pasti anak saya akan sangat senang mendengarnya." mengelus kepala Hinata, Hiashi mengecup kening Hinata. "Cepat sadar ya nak."
Penantian panjang pun telah dimulai.
v(•o• My Baby Blue :
Second Life •o•)v
Disclaimer : Naruto © Masashi Kishimoto-sensei
My Baby Blue : Second Life © Haruta
Genre : Romance & Friendship
Pairing : Naruto Uzumaki & Hinata Hyuuga
Rated : Teen
::
::
Sudah seminggu sejak kejadian itu, Hinata tetap tidak sadarkan diri. Karena sekolah yang tetap terus berjalan, tidak bisa seterusnya Naruto menemani Hinata. Tapi walaupun begitu, hati Naruto tetap memikirkan Hinata.
Supaya bisa menjenguk Hinata dengan mudah, Hiashi pun memindahkan Hinata ke rumah sakit yang tidak terlalu jauh dengan sekolah. Tapi walaupun begitu, melihat Hinata yang belum sadarkan diri, membuat suasana di kelas mereka tidak biasa.
"Rasanya kalau tidak ada Hinata aneh ya." Ino sedih memperhatikan tempat duduk Hinata. Kalau ada Hinata, pasti mereka sudah melihat senyum Hinata yang membuat mereka merasa nyaman. Tapi, Ino dan Sakura benar-benar merasa kehilangan.
"Iya, hari ini kita jenguk lagi ya." seru Sakura. "Supaya lebih semangat, kenapa kamu tidak melihat pujaan hatimu?" tanya Sakura sedikit tersenyum walaupun senyumnya dipaksakan. Sakura juga merasa sedih, tapi kalau sahabatnya tidak bersemangat seperti ini, Sakura tidak suka.
"Tidak, sahabat lebih penting dari kekasih, walaupun aku belum menjadi kekasihnya. Tapi, Hinata, dia lebih penting dari Sai." melap air matanya yang entah sejak kapan keluar, Ino bangkit dari keterpurukannya.
"Kalau dia sadar, pasti akan kutunjukkan padanya aku akan berjuang mendapatkan cintaku." seru Ino sedikit tersenyum. Pasti Hinata akan senang jika Ino berjuang.
"Iya, aku juga akan berjuang kalau begitu." walaupun sedih, Sakura juga harus menunjukkan senyumnya. Tidak mungkin 'kan mereka harus selalu bersedih?
Sedangkan itu, Naruto.. Di atap sekolah, duduk di tempat mereka berdua, sambil mengenang kejadian-kejadian lalu, Naruto menatap ke arah langit.
"Langit, hari seperti apa yang akan kau tunjukkan padaku hari ini?" menatap sendu, Naruto bertanya pada langit. Dulu pasti Hinata juga sering melakukan hal ini, bercerita pada langit. Bukan bercerita sendiri, melainkan Tuhan lah yang mendengarkan ceritanya.
"Seminggu ya." Naruto menghela napasnya. Ia harus bersabar, menunggu bukanlah waktu yang lama apabila Hinata dapat membuka matanya kembali.
"Hinata.."
Cekrek..
Mendengar suara pintu atap terbuka, Naruto langsung bereaksi. "Hinata!" serunya berdiri dan menatap pintu tersebut.
"Sayang sekali aku bukan Hinata."
Menatap orang di depannya, Naruto kembali duduk. "Teme, apa yang kau lakukan disini?" menatap langit, Naruto sedikit kecewa. Lagipula, tidak mungkin ya Hinata yang sedang sakit berjalan ke sekolah dan menaiki anak tangga.
"Aku hanya mencarimu." Sasuke pun duduk disamping Naruto. Baru kali ini Sasuke menaiki atap sekolah.
"Kamu tidak takut? Itu lho, anak tangganya 'kan seram." seru Naruto kemudian. Anak tangga menuju atap yang berada di sebelah ruang guru, selain seram, banyak mitos anehnya, oleh sebab itu tidak ada anak yang berani menaikinya.
"Untuk apa takut?" menatap ke arah langit, mengikuti Naruto, Sasuke sedikit merenung. "Indah ya, aku tidak pernah melihat hal ini." serunya kemudian. Bukannya Sasuke takut dengan hantu, hanya saja karena sibuk dan tidak tertarik, Sasuke jadi tidak sempat menuju ke atap sekolah.
"Ternyata selama ini aku banyak melewati keindahan di dunia." Sasuke tersenyum tipis. "Kamu banyak berubah sejak bertemu dengannya." mengingat kejadian lalu, Sasuke jadi bernostalgia. Kejadian yang menyenangkan dikala Naruto tertarik dengan seorang gadis, maksudnya jadi banyak alasan untuk mengusili Naruto.
"Jadi, apa yang kau tahu tentangnya teme?"
"Baiklah, akan kubayar seharga dengan koran sekolah!"
Kembali tersenyum, tidak biasanya Sasuke tersenyum seperti itu.
"Berubah?" Naruto tidak mengerti. Mendengar kata-kata Sasuke, bagian dari dirinya yang mana yang berubah? Perasaan Naruto sama seperti biasanya, maksudnya sifatnya. Bukan perasaannya, kalau perasaan ya jelas berubah.
"Ya, jadi lebih menyenangkan. Juga, lebih memiliki perasaan kasih sayang pada orang lain."
Naruto tekejut, Sasuke mengatakan hal itu dengan ekspresi seperti itu.. Benar-benar tidak biasa. Tapi, kembali menyandarkan badannya dan menatap lurus ke depan, Naruto berkata. "Itu semua berkat Hinata." serunya kemudian. Mengulurkan tangannya ke depan dan melebarkan jari-jarinya, Naruto kembali tersenyum. "Aku jadi bisa menikmati pemandangan ini bersama dengannya." serunya kemudian. Menatap langit serta cahaya matahari yang bersinar melalui rongga jarinya, rasanya Naruto rindu sekali dengan masa-masa seperti itu.
"Jadi, apa kamu sudah membuat keputusan?" tanya Sasuke setelahnya. Tidak mungkin tidak ada yang tidak dipelajari Naruto akan hal ini. Pasti, akan ada perkembangan dari kejadian yang menimpa seseorang.
"Aku akan menyatakan perasaanku saat ia membuka mata." menutup matanya dengan tangannya, matahari hari ini sangat silau. "Aku pasti akan membuatnya bahagia. Aku tidak akan pernah meninggalkannya, sehingga diriku di kehidupan pertama juga merasakan bahagia." Naruto tersenyum. Kalau Naruto dan Hinata bersama, tidak hanya dirinya saja yang bahagia, tapi dirinya di kehidupan pertama pun juga akan ikut merasakan kebahagiaan.
"Kehidupan pertama? Kau masih percaya dengan apa yang kukatakan?" sedikit terkejut juga, tapi Naruto kenapa terlalu percaya akan yang dikatakan Sasuke waktu lalu?
"Ya, karena kehidupan pertamaku telah menunjukkan masa dimana dia hidup dulu. Sama seperti sekarang, dimana Hinata kecelakaan." kembali menatap langit, Naruto bercerita. "Kini, semua kisahnya dengan Hinata di kehidupan lalu sudah kuketahui dari awal bertemu, sampai kepergiannya dari dunia." Naruto bercerita kembali tentang dirinya di masa lalu yang sudah benar-benar teringat semua dikepalanya.
"Ja.. Jadi? Itu benar kehidupan pertamamu? Tapi.. Bisa juga ya di dunia ini.. Ada kejadian seperti itu.." kembali menatap langit, Sasuke merenungkan kata-kata Naruto. Dari kata-kata Naruto, sama sekali tidak kelihatan kebohongan atau kesengajaan untuk mengerjai Sasuke. Jadi, tanpa bisa membantah, Sasuke percaya akan hal yang dikatakan Naruto.
"Ya, di dunia ini tidak ada hal yang tidak mungkin. Karena takdir, semuanya memberikan sesuatu yang mengejutkan."
::
::
Empat bulan berlalu tanpa ada tanda-tanda kesadaran dari Hinata. Bulan Juli, sudah lama sekali. Tapi, Naruto masih tetap setia menunggu Hinata. Di langit yang penuh keajaiban ini, tidak mungkin kebahagiaan tidak menghampirinya.
"Naruto-senpai! Aku menyukaimu!"
Naruto yang mendapatkan pengakuan perasaan dari adik kelasnya hanya tersenyum lembut. "Maaf, tapi terima kasih." seru Naruto kemudian dan memegang kepala adik kelas tersebut.
"Naruto-senpai, Naruto-senpai masih menunggu Hinata-senpai?" entah apa yang terjadi, kini satu sekolah sudah tahu bahwa Naruto menyukai Hinata. Menunggu selama ini, tidakkah Naruto merasa lelah?
"Apakah Naruto-senpai tidak lelah? Perasaan senpai.." melihat senyuman Naruto yang seperti itu, anak itu tidak dapat menahan air matanya. Bukan karena dirinya ditolak, tapi, melihat perjuangan Naruto yang tetap setia menunggu Hinata, anak itu menjadi terharu.
"Tidak, karena aku yakin, Hinata pasti akan membuka matanya kembali disaat aku bersama dengannya." serunya Naruto kemudian.
"Hari ini Naruto-senpai ingin menjenguk Hinata-senpai kembali 'kan? Boleh aku ikut?"
Naruto menggelengkan kepalanya. "Jangan, karena tidak menutup kemungkinan dia akan sadar hari ini." jelas Naruto. Ada hal yang harus dilakukan Naruto, dan itu tidak boleh ada orang lain selain dirinya.
"Kalau Hinata-senpai sadar, kenapa aku tidak boleh ikut?" anak itu tentu tidak mengerti. Kenapa disaat diajak menjenguk bersama, dirinya tidak diperbolehkan?
"Karena, aku akan menyatakan perasaanku padanya." Naruto kembali tersenyum. "Kamu mengerti? Ini rahasia ya, jangan katakan pada yang lainnya." seru Naruto kemudian dan berjalan pergi meninggalkan anak tersebut.
"Walaupun aku ditolak, tapi.. Berjuanglah Naruto-senpai."
::
::
"Hinata, tadi ada yang menyatakan perasaan padaku lagi lho. Dengan begini, sejak kamu tertidur, sudah seratus satu orang." Naruto bercerita pada Hinata. Bukannya Naruto ingin sombong, tapi..
"Apa kamu tidak merasa cemburu? Kalau kau cemburu, cepatlah bangun." seru Naruto mengganti bunga yang ada di kamar Hinata. Dengan begini, selesailah sudah pekerjaan Naruto disini. Sekarang, waktunya untuk menatap Hinata.
Menggenggam tangan Hinata, Naruto kembali berbicara. "Hinata, tidak menyangka aku bisa mengenalmu selama ini. Yah.. Walaupun empat bulannya seperti ini." menatap Hinata dengan senyuman yang tulus. "Semua, saat bersama denganmu.. Semuanya terasa sangat menyenangkan." menggenggamnya, memberikan senyuman kepada Hinata. Naruto berharap semoga Hinata sadarkan diri.
Menutup matanya, Naruto mengheningkan dirinya sementara. "Kalau kamu sadar hari ini.. Aku.. Aku.." tidak dapat melanjutkan kata-katanya, Naruto pun tetap pada posisinya. Kali ini Naruto benar-benar berharap. Setelah sekian lama selalu berdoa, di doa kali ini, Naruto berharap supaya doa-nya dikabulkan.
Tapi itu mungkin, cukup sulit untuk dikabulkan. Untuk mendengar suara panggillan.. "Na.. Naruto-kun.." ya, untuk mendengar suara tersebut.., tunggu! Naruto terkejut. Suara barusan, bukan mimpi 'kan? Naruto membuka matanya dan merasakan jari Hinata bergerak.
Melihat yang ada di depannya, "Hinata.." air mata Naruto kembali mengalir. "Hinata!" panggil Naruto sekali lagi. Ini, bukan mimpi 'kan?
"Na.. Ruto-kun."
Suara yang dikeluarkan Hinata membuat Naruto tidak dapat berhenti menangis. "Hinata, aku disini! Bukalah matamu secara perlahan." bahagia luar biasa, akhirnya penantian Naruto selama ini tidak sia-sia. Hari ini, hari ini Hinata sadarkan diri.
"Naruto-kun." akhirnya Hinata membuka matanya, dan... "Aku senang bisa melihat wajah Naruto-kun. Tapi, kenapa Naruto-kun menangis?" dengan suara lemah, Hinata bertanya pada Naruto. Kenapa Naruto menangis seperti itu? Hinata tidak mengerti.
"Tidak, tidak.. Aku sangat terharu." tetap menggenggam tangan Hinata, Naruto kembali tersenyum. "Apa yang kamu rasakan selama ini?" tanya Naruto. Bagaimana rasanya setelah tidak sadarkan diri selama empat bulan? Naruto ingin tahu itu..
"Aku seperti melewati ruang angkasa." Hinata tersenyum.
"Melewati ruang angkasa? Sepertinya menyenangkan." Naruto tersenyum. "Oh ya!" mengingat bahwa ada yang harus dilakukan oleh Naruto, Naruto pun memulainya. "Hinata, dengar deh." mendekatkan mulutnya pada telinga Hinata, Naruto membisikan satu kata. "Aku menyukaimu." memeluk Hinata, tanpa persetujuannya pun, kali ini Naruto memeluk Hinata. Membenamkan tubuh Hinata dalam ke dalam pelukannya, Naruto sudah tidak dapat membenam perasaannya yang sudah meluap.
"Bagaimana denganmu?" tidak melepaskan pelukannya pada Hinata, Naruto ingin mendengarkan jawaban dari Hinata.
Hinata terkejut. Naruto menyatakan perasaannya padanya? Dikala berpikir bahwa ia tidak bermimpi, Hinata pun menangis. "Aku.. Aku juga menyukaimu Naruto-kun." tangisan harunya tidak tertahan. Ternyata, perasaannya selama ini tidak sia-sia. Hinata bersyukur, ia dapat bertemu dengan Naruto dan memiliki perasaan ini.
"Terima kasih Hinata."
Kehidupan kedua kembali berputar. Kisah cinta abadi yang akan selalu tumbuh dalam hati tidak akan pernah pudar.. Sampai dikehidupan ketiga dan seterusnya, semoga mereka menemukan kebahagiaan berdua..
Seperti disaat itu, awal mula dan berakhirnya kisah cinta mereka..
"Aku menyukaimu hinata, maukah kamu menjadi kekasihku?"
Semuanya bermula dari sini..
::
::
::
::
::
::
::
::
::
::
Omake
"Hei Hinata, apa kau ingat hari pertama kita bertemu?" setelah kejadian pernyataan perasaan yang tidak terduga, walaupun masih berdebar, Hinata tetap masih berada disisi Naruto, yah, itu karena Hinata masih belum bisa bergerak banyak. Sedikit tidak percaya dengan kejadian ini, Hinata merasa tubuhnya panas sekali.
"Tidak, maaf Naruto-kun. Aku tidak akan mengingat hal kecil seperti itu." Hinata menjawabnya. Ia tidak mungkin mengingat hari apa mereka bertemu. Senin? Selasa? Hinata sama sekali melupakan hal itu.
"Kau ini cuek sekali Hinata.." Naruto menghela napasnya. Padahal ia ingat sekali hari pertama mereka bertemu. Yaitu disaat Kakashi menyuruhnya mengembalikan buku kecil milik seseorang dan itulah hari dimana perasaan tertarik itu timbul pada diri Naruto.
"Maafkan aku Naruto-kun." karena merasa tidak enak, Hinata pun meminta maaf pada Naruto. Tapi benar, Hinata sama sekali tidak ingat harinya, bahkan tanggal pun Hinata tidak mengingatnya.
"Lalu, apa kau ingat saat pertama kita bertemu?" Naruto kembali bertanya pada Hinata. Pertanyaannya berbeda namun memiliki makna yang sama. Mungkin saja dengan begini Hinata dapat mengingat kejadian yang bersejarah diantara mereka.
"Aa.. Disaat penarikan tangan?" jawab Hinata ragu-ragu. Hinata jadi mengingat disaat Hinata merasa iri dengan sekelompok orang yang berkumpul dan ingin berjalan bersama. Disaat itu, ada seseorang yang menarik tangannya. Seseorang yang menariknya menuju dunia yang lebih baik lagi, menariknya keluar dari dunia kesendirian.
"Hah~ Bukan itu.." Naruto kembali menghela napasnya. "Bahkan disaat aku pernah berbicara denganmu tentang hal ini, kau juga tidak mengingatnya ya?" Naruto tidak menyangka karena Hinata mengingat hal yang seperti itu. Hari dimana Naruto membuat seorang gadis menangis untuk pertama kalinya dan itu membuat Naruto terkejut.
"Maaf." kembali minta maaf, sepertinya Hinata telah melakukan banyak kesalahan. Hinata jadi merasa tidak enak karena membuat Naruto seperti itu. Padahal, sekarang perasaan mereka sudah menyatu. Seharusnya Hinata lebih mengerti bagaimana perasaan Naruto.
"Hinata, ini pertanyaanku yang terakhir. Apa kau tahu sejak kapan aku mulai tertarik padamu?" memutar balik badannya, Naruto menatap ke arah jendela. Naruto tidak ingin Hinata melihat wajahnya. Walaupun usil menanyakannya, tapi Naruto juga malu.
"Kalau itu.. Tentu saja aku tidak tahu.." dengan kecepatan kilat, Hinata menyembunyikan wajanya dengan menggunakan selimut. Hinata tahu bahwa Naruto sedang jahil dengan bertanya hal itu. Seharusnya Naruto tahu bahwa Hinata paling malu untuk membicarakan hal tersebut dengan orang yang disukainya.
"Haha, benar juga ya. Kau mau tahu Hinata?" Naruto kembali tersenyum, membalik badannya kembali dan menyandarkan badannya pada kursi. Menatap langit-langit ruangan tersebut, Naruto sekarang sangat berbahagia.
"Kalau Naruto-kun berkenan, aku ingin tahu." siapa yang tidak penasaran dengan hal ini? Kenapa seseorang bisa menyukai seseorang? Kenapa seseorang bisa tertarik dengan seseorang? Itu pasti ada alasannya 'kan?
"Baiklah.. Saat pertama kali aku mengembalikan buku kecilmu, saat itu, hatiku seakan terhisap kedalam tatapanmu yang sendu pada awalnya." kembali mengenang kejadian lalu-lalu, rasanya waktu sudah berjalan sangat lama. Naruto bersyukur, waktu yang telah ia lalui tidak terbuang sia-sia karena pada akhirnya ia dapat dekat dengan Hinata.
"Se.. Sendu?" Hinata tidak mengerti dengan maksud Naruto. Sendu? Darimana Naruto melihat hal seperti itu?
"Iya.. Disaat anak-anak berkata kamu selalu sendiri karena kamu suka, aku berpendapat berbeda. Kamu kesepian 'kan?" Naruto kembali menatap Hinata. Bahkan disaat Naruto bertanya mengenai Hinata kepada Sasuke, Sasuke sampai mempertahankan pendapatnya mengenai sifat Hinata yang memang seperti itu. Tapi Naruto tidak merasa begitu, sehingga bagaimanapun caranya saat itu, ia ingin membuat Hinata mengenalnya.
"Ke.. Kesepian..?" Hinata menurunkan selimutnya, menatap Naruto dengan tatapan sedih. "Karena ada Naruto-kun, rasa kesepianku perlahan menghilang." Hinata kembali tersenyum. Berkat Naruto, berkat Naruto ia berhasil melampaui dunia itu. Perasaan berharga, tumbuh menjadi perasaan yang lebih besar lagi.
"Gerak-gerikmu yang terlihat kaku karena malu, itu membuatmu terkesan menarik bagiku. Kau terlihat manis dimataku, itulah yang membuatku tertarik padamu." Naruto kembali tersenyum. Rasanya sudah lama sekali sejak kejadian itu.
Mendengar penuturan Naruto, Hinata tentu merasa malu. Siapa yang tidak malu dikatai manis oleh orang yang disukai? Selain malu, pasti ada perasaan senang walaupun tidak terlihat.
"Dan tepat hari ini, sesuai janjiku, aku mengatakannya padamu. Aku menyukaimu, pasti takdir telah mempertemukan kita berdua." tidak ada kebetulan di dunia ini. Semua yang terjadi sudah menjadi takdir. Jadi, apapun yang terjadi, semuanya harus disyukuri.
Menatap Hinata, Naruto merasa ingin melakukan sesuatu. "Boleh aku memelukmu?" seruan Naruto membuat Hinata terkejut. Hal itu tidak mungkin dilakukan! Kalau yang sebelumnya itu berbeda karena suasanalah yang membuat kejadian seperti itu terjadi. Tapi kalau sekarang, tidak mungkin!
"Tidak boleh ya?" karena Hinata tidak menjawab permintaan Naruto, Naruto pun kembali bertanya. Sayang sekali jika memang begitu, padahal Naruto ingin merasakan kembali kehangatan Hinata.
"Bu.. Bukan begitu.. Tapi aku malu.." Hinata kembali menyembunyikan dirinya dengan selimut. Tidak mungkin dan tidak mungkin sangat orang seperti Hinata membiarkan dirinya dipeluk sembarangan walaupun itu oleh orang yang disukainya sekalipun.
"Haha, tipemu sekali Hinata. Tapi aku sangat ingin memelukmu~ Kupeluk sekarang walaupun tanpa persetujuanmu. Tenang saja, aku tidak akan membuatmu sakit~ Walaupun tertutup selimut, itu tak akan menghalangi niatku!" berdiri dari duduknya, dengan kecepatan kilat Naruto ingin memeluk Hinata. Tapi..
"Naruto!"
BRUAK!
"Deja vu." Naruto bergurau sendiri disaat badannya terpental. Naruto tahu, ia tahu ini perbuatan siapa. Bisa-bisanya dia muncul disaat dirinya ingin memeluk Hinata. Tapi tidak seharusnya 'kan berbuat seperti itu di rumah sakit? Apalagi kepada orang yang akan menjadi kakak iparnya sendiri.
"Apa yang kau lakukan pada Hina-nee? Jangan gunakan kesempatan disaat Hina-nee sakit untuk kau melakukan hal ini bodoh!" berbalik menatap Hinata dan tidak mempedulikan Naruto, Hanabi menangis terharu. "Syukurlah Hina-nee sudah sadar." serunya dan memeluk Hinata. Rasanya sudah lama sekali Hanabi tidak memeluk Hinata seperti ini.
Sedangkan Naruto, bangkit dari jatuhnya, ia kembali berjalan mendekat pada Hanabi. "Takdir telah mempertemukan aku dan kakakmu. Takdir pula yang telah menyatukan kami. Dan tidak seharusnya kau berbuat begini pada calon kakak iparmu." seruan Naruto membuat Hanabi bingung. Hanabi pun menatap kakaknya dengan penuh tanda tanya.
"Apa maksudnya Hina-nee?" tanya Hanabi pada Hinata. Hanabi benar-benar tidak mengerti. Takdir mempertemukan? Menyatukan? Kakak ipar?
"Kami.. Kami saling menyukai." bagaikan petir yang menyambar dikepala Hanabi, Hanabi benar-benar terkejut. Hanabi kembali menatap Naruto.
"Kau pakai ramuan apa untuk membuat kakakku menyukaimu?" tidak suka, jujur saja Hanabi tidak suka. Kenapa.. Kenapa kakaknya lebih memperhatikan Naruto dibandingkan dengannya? Kalau seperti itu, pasti waktu bersama dengan Hinata akan habis untuk orang itu 'kan?
"Aku tidak menggunakan ramuan apapun. Ingatan yang muncul itu membuatku menyadari satu hal, aku tidak akan pernah melepaskannya dari hidupku lagi.. Selamanya." penjelasan Naruto membuat Hinata terharu. Walaupun Hinata tidak mengerti mengenai ingatan yang dimaksud oleh Naruto, tapi saat ini Hinata benar-benar merasa sangat bahagia.
"Ka.. Kalau kamu dekat dengan kakakku, tubuhmu akan penuh luka." Hanabi tidak suka, ia tahu sifat kakaknya bagaimana. Hanabi juga tahu bagaimana sifat laki-laki kebanyakan, jadi ia tidak mungkin memberikan kakaknya pada sembarangan orang.
"Penuh luka atau apapun, aku tidak peduli. Karena kakakmulah, aku berani mengatakan hal ini."
Diam sebentar, Hanabi pun tidak dapat melakukan apapun. "Kalau kau buat kakakku menangis, akan kuhajar kau. Bahkan ayah sekalipun.." walaupun tidak suka, akhirnya Hanabi tidak peduli. Yang penting kakaknya senang dan sudah sembuh, Hanabi tidak mau peduli lagi siapa itu orangnya. "Aku tidak peduli. Aku akan memberitahukan ayah soal ini." kemudian, Hanabi meninggalkan ruangan tersebut dan meninggalkan Hinata berdua dengan Naruto.
Naruto dan Hinata pun saling berpandangan. Kejadian itu berarti.. "Lihat, dia menyetujui aku denganmu 'kan?" Naruto kembali tersenyum. Masalah lainnya telah terlewatkan, itu berarti hubungan mereka tidak ada yang perlu dikhawatirkan.
"Um.. Iya. Oh ya, mengenai ingatan yang muncul itu.. Apa?" tanya Hinata. Ingatan yang Naruto katakan barusan, Hinata sama sekali tidak mengerti.
"Um.." Naruto berpikir sementara. "Entah ya, mungkin itu ingatan mengenai kehidupan pertamaku." Naruto menggenggam tangan Hinata, Tidak mungkin ia menceritakan tentang kehidupan pertamanya kepada Hinata, karena pasti Hinata tidak akan percaya. Jadi, untuk saat ini biarlah itu dijadikan sedikit bahan candaan.
"Kehidupan pertama ya.. Kira-kira, kehidupanku yang lalu seperti apa ya." menatap Naruto, Hinata kembali membayangkan. Kehidupannya yang lalu, apakah ia juga berbahagia seperti sekarang ini?
"Aku ke toilet sebentar ya Hinata." Hinata pun mengangguk mendengar bahwa Naruto ingin ke toilet. Menunggu sementara, rasanya lama sekali Hinata tidak melihat keindahan dunia.
Cring..
Mendengar ponselnya berbunyi, Hinata pun mencarinya. Tepat disebelahnya, "Sudah berapa lama ya aku tidak membuka ponsel." seru Hinata dan membaca pesan-pesan yang masuk.
/
From : Sakura-chan
Subject : Cepat sembuh
Hinata, cepat sembuh ya, aku menantimu bisa bersekolah kembali.
/
Hinata melihat kalender, "Pesan dari empat bulan lalu?" Hinata terkejut. Sudah selama empat bulan ia tidak sadarkan diri?
"Ah, dari Ino-chan."
/
From : Ino-chan
Subject : Hinata!
Cepat sembuh ya! Aku menunggu nih.. Aku juga akan berjuang mendapatkan cintaku, jadi kau harus senang ya!
/
"Dan teman-teman yang lain." Hinata terharu, selama ia tidak sadarkan diri, banyak yang perhatian padanya. "Bahkan kepala sekolah dan pak Kakuzu." menghapus air matanya, Hinata benar-benar sangat bahagia. Mengingat kejadian masa lalunya, kalau ia masih menjadi dirinya yang lalu, pasti tidak akan ada yang peduli padanya walaupun hal ini terjadi padanya.
"Lalu, e-mail baru dari Naruto-kun.."
"Hinata, maaf lama." kembali dari toilet, Naruto terkejut karena saat kembali Hinata sudah menangis. "Kenapa menangis?" tanya Naruto khawatir. Kenapa tiba-tiba Hinata menangis? Naruto benar-benar tidak mengerti.
"Tidak ada apa-apa kok." menyeka air matanya, Hinata tersenyum.
Kebahagiaan akan datang pada siapapun itu orangnya. Jangan berhenti berharap karena, harapan adalah impian menunju kebahagiaan. Lalu, roda takdir pasti akan berputar menuju kebahagiaan.
/
From : UzuNaruxxxx
Subject : Berhasil!
Laven-chan! Dengar deh! Aku berhasil mengatakan perasaanku pada gadis yang kusuka. Gadis itu pun juga menyukaiku! Rasanya kebahagiaan berlipat menghampiriku! Kalau seperti ini, bisa-bisa kebahagiaan untuk masa depanku berkurang karena sekarang aku terlalu bahagia! Jaga rahasiaku ini ya. Hanya kamu dan orang yang kusukai yang mengetahui rasa senangku ini. Yah pokoknya, kamu juga harus berjuang mengejar orang yang kau sukai ya~
Setelah empat bulan kamu tidak membalas e-mail-ku, kuharap kau membalas yang ini.
/
Menutup ponselnya, Hinata menatap Naruto.
"Naruto-kun.." panggilnya.
"Ya?"
"Aku juga sangat bahagia kok."
"?"
Kemudian, kisah kehidupan kedua pun telah berakhir.
The End
Bertemu lagi denganku disini~ Akhirnya kisah ini pun benar-benar sudah tamat~ Untuk omake, omake-nya panjang sekali ya? Tapi tidak masalah~ #plak
Oh iya, kuingatkan sekali lagi tak apa ya~ Kisah kelanjutan antara Sasuke dengan Sakura sudah publish bertepatan dengan kisah ini berakhir. Jadi bagi pembaca yang penasaran dengan kisah mereka, silahkan lihat di list my stories-ku ya~ Judulnya "Love Me More Than Information" Alasan kenapa judulnya itu, sudah dijelaskan di chapter sebelumnya.
Sekali lagi ku ucapkan terima kasih pada kalian semua, khususnya untuk para reviewers, favoriters, dan followers kisah ini~ Kita jumpa lagi di Love More Info~
Oh ya, ini summary-nya. Silahkan dibaca~
::
Kalau dibilang "akan berusaha," cinta tidak bisa diwujudkan hanya dengan usaha saja. Tapi, harus dilakukan bersamaan dengan kata-kata. Mengungkap segala perasaan yang dirasakan, membuat laki-laki yang disukainya akan menyukainya melebihi informasi yang selalu bisa didapatkan olehnya. / "Kisah untuk membuatnya menyukaiku dibandingkan informasi, ternyata sangat sulit." /
::
Aku akan sangat senang sekali jika pembaca disini berminat dengan kisah SasuSaku. Info tambahan, cerita SasuSaku berakhir di chapter tiga. Sedangkan kisah SaIno masih dalam proses chapter kedua. Oke, sampai jumpa disana~ Dah~
::
Haruta Hajime
My Baby Blue : Second Life ch. 28 (tamat)
Jumat, 12 Juni 2015