Title : Happiness Delight
Chapter 3 : Serious?
Author : Initial D
Cast :
- Kim Minseok / Xiumin
- Zhang Yixing
Supporting cast :
- Kim Youngwoon / Kangin
- Park Jungsoo / Leeteuk
- Kim Joonmyeon / Suho
- Park Chanyeol
- Xi Luhan
- and others
Rating : T
Genre : Family, Hurt/Comfort
Warning : GS, Gender-Switch, typo merajalela(?), OOC, don't bash, don't like don't read..
Don't CTRL+A - CTRL+ C - CTRL+V ..
Don't be plagiarism..
A/n :
1. pertama-tama author mengucapkan maaf karena tanpa aku sadari ternyata fic ini udah vakum selama kurang lebih setahun lamanya dan ditinggalkan menggantung begitu aja T.T sungguh aku merasa sangat bersalah karena keterlambatan update (yang keterlaluan lamanya) karena di waktu sebelumnya aku belum bisa bagi waktu untuk nulis dan kegiatan lainnya. I'm so sorry about that :"
2. dan author mengucapkan terima kasih atas review yang telah ditinggalkan para readers sebelum akhirnya fic ini vakum.. terima kasih /bow/
3. Happy reading guys :"
- HAPPY READING -
- Seoul
Hampir empat minggu sudah Minseok selalu bertemu dan terlihat bersama dengan Lay -Zhang Yixing- semenjak kejadian di cafe tempat ia menumpahkan -secara tidak sengaja- Americanonya ke kemeja putih pemuda Cina itu.
Hampir setiap hari pemuda dengan deep dimple itu berkunjung ke apartment -Chanyeol- yang ditinggali Minseok untuk sekadar meluangkan waktu bersama gadis manis itu. Seperti halnya hari ini, Lay berniat menemui Minseok kemudian berencana untuk mengajaknya menghabiskan malam di cafe tempatnya bekerja.
Pemuda tampan itu telah sampai di depan pintu apartment gadis Kim yang kini tengah dekat dengannya. Ia menekan bel di sana hati-hati sebelum Minseok membuka pintunya kemudian menguncinya setelah siap untuk berangkat. Minseok tersenyum ke arah pemuda itu.
"Kau tidak membawa gitarmu Lay?" Tanya Minseok di sela langkahnya melewati lorong lantai lima gedung apartmentnya. Pemuda itu tersenyum sebelum menggeleng pelan.
"Tidak, hari ini aku akan tampil menggunakan piano, tapi jika aku mau mungkin aku akan meminjam gitar temanku," Minseok tersenyum ke arahnya. "Tak apa kan?" Minseok mengangguk.
"Nan gwenchana," keduanya terus melangkah hingga menjumpai pintu lift yang terbuka kemudian memasukinya dengan bergegas sebelum tertutup rapat.
.
Minseok dan Lay kini telah tiba di cafe tempat pemuda itu bekerja. Namun hal yang tak dapat mereka duga terjadi sebelum sampai di tempat itu. Ketika mereka tiba di halte seberang cafe tiba-tiba hujan deras turun hingga membuat Lay menyerahkan sweater merah gelapnya untuk melindungi Minseok dari guyuran hujan, sementara ia sendiri hanya berlindung di balik kemeja biru langitnya yang perlahan berubah gelap karena basah.
Kedua insan berbeda gender itupun memasuki cafe beraroma cokelat dan kopi di sana cepat. Tanpa banyak bicara Lay membawa gadis Kim itu ke dalam ruang loker pribadinya yang bernuansa cokelat hangat.
"Lay, kemejamu basah, apa kau membawa pakaian ganti?" Tanya Minseok terdengar khawatir. Pemuda itu menoleh ke arah Minseok sebelum menggeleng pelan.
"Tidak," ia tersenyum lembut ke arahnya. "Kau tak perlu khawatir," lanjutnya. Mungkin Lay memintanya untuk tidak khawatir, namun di sisi lain, timbul rasa bersalah pada diri Minseok. "Aku mempunyai pakaian cadangan di lokerku," Minseok bernapas lega ketika melihat Lay tersenyum lebar ke arahnya.
"Kau membuatku merasa bersalah Zhang Yixing,"
Hampir seratus dua puluh menit sudah Minseok terduduk di pojok cafe dengan tatapan jengah melihat penampilan pemuda Cina itu. Bukan karena penampilannya yang membosankan atau tidak patut untuk dipentaskan, melainkan jengah karena apa yang ia lihat kini adalah Lay yang -sepertinya- tengah digoda oleh beberapa gadis yang yeah, cantik dan wow, sexy.
Gadis-gadis itu tampak terhipnotis dengan penampilan Lay yang tak seperti biasanya. Pemuda itu biasa mengenakan kemeja atau sweater ketika tampil, namun saat ini tidak. Tubuh atletis berkulit putih mulus itu hanya terbalut shirt sleeveless hitam longgar pada aksinya bermain piano. Minseok mendengus.
"Kau bahkan mampu menangkap perhatian gadis-gadis itu Yixing," gumam Minseok lemah sebelum meletakkan kepalanya di atas meja. Ia lelah melihat pemandangan yang membuat pernapasannya terasa sesak dan berat. Oleh karena itu ia lebih memilih mengistirahatkan kepalanya di sana. Mencoba memejamkan mata menunggu waktu kerja Lay usai.
Hampir sepuluh menit Minseok menutup matanya. Namun ia merasa ada hal yang mengganjal di sana. Suara piano yang sebelumnya ia dengar ternyata telah berhenti. Apakah jam kerja Lay sudah selesai? Minseok mencoba membuka kedua mata lemonnya sebelum menegakkan tubuhnya.
"Omo!" Kaget Minseok refleks ketika pengelihatannya menangkap seorang sosok yang tengah duduk berhadapan dengannya. "Ya! Sejak kapan kau di sini?" Tanya Minseok terdengar kesal. Sosok itu tersenyum.
"Mungkin, sejak kau mengacuhkanku ketika aku bermain piano," jawab sosok itu.
"Huh, mengacuhkan? T-tidak," sergah Minseok. Sosok itu tertawa pelan sebelum mengusak surai gadis ini pelan. "Hey, kau menghancurkan tatanan rambutku Zhang Yixing," protes Minseok. Pemuda itu tersenyum.
"Minseok," panggil Lay lembut.
"Hmm?" Responnya singkat. Lay terkekeh pelan sebelum meraih kedua telapak tangan Minseok yang berada di atas meja kemudian meremasnya lembut.
"Boleh aku bicara?" Tanya pemuda Cina itu hati-hati. Minseok tersenyum hangat.
"Bicaralah, itu hakmu," Lay kembali tersenyum walau tipis kali ini. Organ pemompa darahnya kini bergerak seolah akan meledak. Ia mendadak gugup.
"Min," panggilnya sekali lagi. Minseok menubrukkan alisnya kali ini.
"Ya? Ada apa Yixing-ah?" Tanyanya mulai khawatir lantaran tangan pemuda itu mulai gemetar. Perlahan namun pasti, Lay mulai mengumpulkan keberaniannya sebelum menghembuskan napasnya kasar.
"Min, a-a-aku tahu, ini terlalu cepat, tapi, m-ma-marry me?" Ucap Lay akhirnya.
"W-what the—" Minseok membelalakkan matanya kaget. "Xing—"
"Min, aku tahu ini terlalu cepat, tapi kau tahu— y-yeah, aku sudah mengenalmu sejak masa sekolah dulu, dan j-jika kau ingin tahu, semenjak aku melihat kehadiranmu di rapat ketua organisasi saat kita berada di kelas dua, a-aku, menyukaimu," akunya sedikit tergagap.
"Xing—"
"Tapi, perlahan, rasa itu mulai berkembang tiap harinya. Bahkan setelah kita lulus! Dan terkadang sebelum tidur aku berdoa semoga Tuhan dapat menyatukan kita Min. Namun pada kenyataannya kau menikah dengan Park Chanyeol. Mungkin aku egois, tapi saat itu aku berharap jika akulah pengantin priamu, bukan Park itu," Lay menghela napasnya. "Namun di sisi lain, aku juga ingin melihat seseorang yang kucintai bahagia, semenjak hari pernikahanmu, aku mencoba mencari penggantimu, dan kau tahu? Aku tidak bisa,"
"Xing—"
"Min, maukah kau menikah denganku? Jika tidak ak— mmh!" Minseok membekap bibir Lay dengan telapak tangannya.
"Jika aku tidak ingin menikah denganmu bagaimana?" Tanya Minseok datar sebelum melepas bekapannya. Lay menggigit bibir bawahnya takut.
"Jika kau tidak ingin menikah denganku— aku tidak akan melepasmu untuk kedua kalinya pada seseorang, aku akan—"
"Cukup," Minseok memutar bola matanya malas sebelum menatap bola mata pemuda di hadapannya lembut. "Aku mau Xing," ucapnya. "Bagaimana bisa aku menolak cinta pertamaku yang bahkan masih kucintai hingga menikah dengan Chanyeol," lanjutnya. "Chanyeol tahu aku mencintaimu lebih darinya," bibir Lay membulat.
"Jadi,"
"Temuilah ayahku Xing,"
.
Seminggu sudah Lay melamar Minseok. Semenjak kejadian itu Lay sering menanyakan bagaimanakah sifat sang ayah dan bagaimana perawakan pria paruh baya itu. Mungkin Lay datang saat pernikahan Minseok dan Chanyeol dulu, tapi sayang ia tak mengingat bagaimana sosok dan pembawaan calon ayah mertuanya nanti.
Lay berpenampilan -seperti biasa- rapi kali ini. Kemeja biru laut dipadukan dengan celana model slim fitnya terlihat sangat menunjang penampilannya pagi ini.
Arloji hitam yang melingkar di tangan kirinya menunjukkan waktu pukul sembilan lewat tiga puluh menit. Ia sudah siap bertemu dengan ayah Minseok. Ia menghembuskan napasnya pelan dalam kegiatan menunggunya.
CKLEK
Pintu cokelat sederhana yang berada di hadapannya terbuka menampilkan sosok pria yang Minseok ceritakan. Lay bangkit dari duduknya sebelum bersuara.
"Permisi dosen Kim," ucapnya. Pria yang ia maksud menoleh.
"Ya? Ada yang bisa kubantu?" Tanyanya ramah.
"Bisa meminta waktu Anda sebentar dosen Kim?"
"Jadi, Yixing, kau bermaksud melamar Minseok?" tanya dosen Kim -ayah Minseok- tenang. Lay mengangguk.
"Anda benar dosen Kim, aku sudah bicara dengan putri Anda, dan Minseok memintaku untuk menemui Anda," jawab Lay jelas. Kangin terdiam. Matanya tertuju pada cairan hitam pekat yang berada di cangkir miliknya. Ia nampak menimbang seyara berpikir. Antara iya, dan—
"Baiklah, setelah ini apa rencanamu?" Tanya Kangin tegas. Lay menegak.
"Aku berniat untuk mengadakan pernikahan di Cina, kampung halamanku, dengan catatan, atas seizin Anda, dosen Kim," Kangin mengangguk. Matanya kembali terfokus pada liquid hitam kesukaannya kali ini. Kangin berhumam pelan sebelum mendongak.
"Tapi ada syarat yang harus kau taati Tuan Zhang Yixing," buka Kangin. Lay menubrukkan alisnya penuh tanya.
"Apa itu?" Tanyanya. Kangin tersenyum lembut.
"Panggil aku ayah, jangan terlalu formal padaku, jagalah Minseok dan jika memang kalian berniat menikah cepat, tolong jangan sampai ibu Minseok tahu arraseo?"
"Baiklah— ayah,"
.
Dua hari setelah Lay menemui ayah Minseok, pemuda bersurai hitam pekat itupun berniat mendatangi apartment tempat Minseok menetap -untuk sementara-.
TING TONG
CKLEK
"Hey Yixing, Lay," sapa Minseok ramah ketika pemuda itu tersenyum. "Masuklah," Lay mengangguk sebelum mengekor di belakang Minseok. "Jadi, kau sudah bertemu dengan ayah?" Tanya Minseok di sela langkahnya. Beberapa hari ini Lay nampak sibuk dan belum sempat mengabari Minseok tentang ayahnya.
"Hmmm, hmm," Lay hanya berhumam sebelum mendudukkan tubuh lelahnya di sofa ruang televisi. Minseok mendengus ketika ia berdiri di antara kaki Lay.
"Jawab aku Zhang Yixing," tuntut Minseok. Lay mengedip beberapa kali sebelum menarik Minseok agar duduk di pangkuannya.
"Min, kenapa kau tiba-tiba menjadi cerewet hmm?" Tanya Lay lembut seraya mengusap surai gadis itu pelan. "Aku sudah menemui ayahmu dan— ayahmu setuju," mata lemon Minseok membulat.
"Benarkah? Ayah setuju?!" Kaget Minseok antara percaya dan tidak sementara Lay hanya mampu mengangguk perlahan.
"Ya, tapi— jangan beri tahu ibumu katanya," air muka Minseok berubah sendu.
"B-begitu ya," ucap Minseok lirih. "Ya, aku mengerti,"
.
Tanpa terasa persiapan pernikahan Minseok dan Lay telah menginjak bulan kelima. Hari pernikahan mereka pun kini mampu dihitung dengan jari.
Kangin, -ayah Minseok- menatap setelan jas dan kemejanya yang tergantung di belakang pintu kamarnya dalam diam. Beberapa hari lagi ia harus segera pergi ke China untuk menghadiri pernikahan putrinya. Ia tersenyum ketika mengingat bagaimana sosok calon menantunya. Tampan, sopan, dan ramah. Ia terkekeh pelan.
"Kuharap Yixing adalah yang terbaik bagi Minseok," gumam Kangin pelan. "Dan Leeteuk tak boleh tahu tentang ini," lanjutnya berbisik. Dengan cekatan namun hati-hati, ia menyimpan jas dan kemeja itu di dalam lemari sebelum pintu kamarnya tiba-tiba terbuka.
"Yeobo," mulai Leeteuk. "Makan malam sudah siap," lanjutnya. Kangin mengangguk sebelum tersenyum kemudian menghembuskan napas lega ketika wanita yang dinikahinya telah menghilang di balik pintu.
"Tepat waktu,"
.
Gadis Kim itu menatap rembulan yang bersinar di langit China itu dalam diam. Hembusan napasnya nampak stabil, namun kinerja jantungnya kini nampak tak stabil dengan kecepatan yang tak seperti biasanya. Debaran jantungnya terasa begitu cepat begitu teringat hari pernikahannya telah di depan mata. Empat hari lagi ia akan melepas masa kesendiriannya dan bersanding dengan cinta pertamanya.
"Minseok," panggil pemuda Zhang di sana lembut. Gadis Kim itu tersenyum walau nampak getir. Lay mengerutkan alisnya. "Ada apa hmm?" Tanya pemuda itu pelan. Minseok menatapnya sesaat sebelum menundukkan kepalanya. "Hey, kenapa?" Dengan kekhawatiran yang membuncah, Lay segera bersimpuh di hadapan Minseok sebelum mengangkat dagu gadis manis itu agar menatapnya. "Minseok, ingin menjelaskan sesuatu padaku?" Tanyanya lagi. Minseok menghembuskan napasnya sebelum mengangguk.
"Lay," bukanya pelan. Lay menatapnya penuh perhatian seraya menyiapkan kedua pendengarannya. "Lay, apa kau tidak menyesal jika menikah denganku?" Tanya Minseok parau. Lay mengangkat sebelah alisnya.
"Apa maksudmu?" Tanyanya terdengar datar. Jujur, ia tak suka jika Minseok bertanya hal yang menurutnya tidak berguna seperti itu. Minseok menatapnya sesaat sebelum menggigit bibir bawahnya pelan.
"Maksudku, tolong yakinkan hatimu Lay, kau tampan, baik, dan perhatian. Apa kau mau mendapatkan aku yang— maaf, sudah tidak virgin lagi?" Sebuah semburat merah tercipta pada kedua pipi gadis Kim itu. Lay menatapnya dalam. Mencoba mencerna apa yang terlontar dari celah bibir plum gadis cinta pertamanya itu. Virgin? Pentingkah? Lay berdehem pelan sebelum menggenggam kedua telapak tangan gadis manis di hadapannya lembut.
"Apakah itu penting?" Tanya Lay nampak tak peduli. Minseok menatapnya dengan matanya yang membola.
"B-bukankah, itu penting bagi kalian para lelaki?" Lay menghembuskan napasnya.
"Tolong jangan nilai aku seperti lelaki kebanyakan Minseok," ucap Lay. "Aku menerimamu apa adanya, mungkin munafik jika aku mengatakan tidak tentang gadis virgin, tapi hey, apa baiknya jika gadis yang kupilih still virgin but she has a fuckin' bad heart?" Lanjutnya. "Kau sempurna bagiku, jika aku tidak serius dan yakin, aku tidak mungkin melamarmu. Aku mencintaimu Kim Minseok, apapun yang ada dalam dirimu," Minseok menitikkan air matanya karenanya. Lay yang dulu ia kenal sama sekali tidak berubah dengan Lay yang sebentar lagi menjadi pendamping hidupnya.
"Terima kasih Zhang Yixing,"
To be continued..
mind to review? thank you ^^