Randoms
No profit, just for fun
1st : Naughty Rabbit
Baekhyun mengerucutkan bibirnya, merajuk. "Ayolah, Yeol…"
Park Chanyeol sebenarnya sangat suka ketenangan, tapi semua berubah ketika Baekhyun sudah menyerang. Apalagi dengan jurus pandangan memelas—apa sebutannya? Puppy eyes?—seperti sekarang.
"Tapi kau takkan bisa menjaganya, Baek." kata Chanyeol penuh pengertian.
"Aku bisa!" namun Baekhyun nampaknya tidak mengerti.
Chanyeol nyengir meremehkan, "Oh, ya? Katakan itu pada Baekyeol!"
Baekyeol adalah seekor kucing Persia dengan bulu oranye imut yang mahal hadiah ulangtahun dari Chanyeol (mengingat Baekhyun merecokinya seminggu penuh tentang kucing Persia). Baekyeol termasuk kucing malas, tipe kucing yang menganggap dirinya raja. Baekyeol lebih suka bermalas-malasan di sofa daripada bermain bola, atau mencakari tirai daripada berjalan-jalan, dan hal itu lama-kelamaan membuat Baekhyun jengkel juga. Puncaknya adalah ketika Baekyeol mengencingi kaos limited edition favorit Baekhyun dan anak itu memutuskan untuk ngambek dengan kucingnya seminggu penuh.
Akhirnya, Baekyeol yang malang menghembuskan napas terakhir di hari kelima. Kelaparan.
Baekhyun meringis bersalah. Ia merunduk hingga poni cokelatnya menghalangi puppy eyes yang kini berlinang. Anak itu mencicit, "Maaf… aku tidak sengaja…"
Chanyeol menghela napas. Susah sekali menolak permintaan Yang Mulia Byun Baekhyun ini. Terakhir kali Chanyeol menolak permintaannya, Baekhyun dengan kejam membeberkan aibnya pada kakak Chanyeol, Park Yura, hingga gadis itu selalu tertawa-tawa sampai wajahnya berubah warna merah-kuning-hijau mirip lampu lalu lintas setiap melihat Chanyeol.
Chanyeol bergidik. Hal itu tak boleh terjadi lagi!
"Okey," Chanyeol menarik napas, berdoa semoga keputusannya tepat, "tapi kau harus janji akan menjaga—"
"YEAY! CHANYEOL MEMANG YANG TERBAIK!"
Baekhyun menghambur ke pelukan Chanyeol sampai pemuda tinggi itu mengap-mengap sesak napas.
"Baek—hyun!" Chanyeol tengah berjuang mempertahankan hidupnya, "lepaskan—akh!—belitanmu!" wajahnya mengenaskan.
Baekhyun segera melepas pelukannya dan nyengir lebar pada Chanyeol. Matanya yang sipit tak terlihat saking lebarnya ia tersenyum, "Thanks, Yeol!" kemudian mengecup pipi Chanyeol.
Chanyeol berusaha menutupi rona di pipinya, "Kalau kau tak bisa menjaganya lagi, jangan harap aku mau membelikan pengganti." katanya dengan wajah mengancam, yang gagal karena Baekhyun nampak tidak memperhatikan.
"A-yay, Captain!" balas Baekhyun sambil memasang pose hormat yang akhirnya membuat Chanyeol tersenyum gemas.
Ah, Chanyeol memang tak bisa berbuat banyak jika Baekhyun sudah menyerang.
Jadi… Baekhyun sebenarnya ingin kelinci, itu saja. Jika kalian bertanya-tanya mengapa Baekhyun tidak meminta ayah atau ibunya atau kakaknya untuk membelikan ia hewan itu, jawabannya tidak, bahkan sebelum Baekhyun sempat membuka mulut. Ibunya selalu mengoceh kalau Baekhyun tidak akan bisa merawat apapun karena merawat diri sendiri saja dia tak becus.
Dan Chanyeol selalu menjadi penampung rengekan Baekhyun yang budiman. Dia akan mendengarkan keinginan Baekhyun, kemudian dengan sedikit jurus maka Chanyeol akan luluh dan mewujudkan keinginannya.
"Lucuuuuuuuuu!"
Baekhyun menggigit jarinya sambil melompat-lompat saat melihat kelinci betina berbulu putih lebat dan halus idamannya yang dibawa Chanyeol. Anak itu baru akan mengambil pesanannya sebelum Chanyeol menjauhkan kelinci imut itu dari tangan nakal Baekhyun.
"Habiskan dulu sarapanmu, Baek."
Baekhyun cemberut, menatap protes pada Chanyeol, "Tapi—"
"Mau kukembalikan hewan ini ke toko, hm?" Chanyeol menunjukkan senyum termanisnya.
Baekhyun mendengus, "Baik! Kau menang!"
Pemuda bersurai cokelat itu berlari kecil ke meja makan, meghabiskan nasi dan susunya dengan terburu-buru. Chanyeol menggeleng-geleng, lalu ikut masuk ke rumah Baekhyun. Meletakkan kandang kelinci di samping pintu masuk kemudian bergabung bersama keluarga Byun.
"Pagi, ayah, ibu."
"Oh, halo Chanyeol. Duduklah." Kepala keluarga tersenyum padanya yang dibalas Chanyeol dengan cengiran.
Nyonya Byun datang dari dapur dan segera memberi Chanyeol sup rumput laut yang baru matang, "Pagi, Chanyeol-ah. Kutebak, kau membelikan sesuatu pada Baekhyun. Lagi." ucapnya tak suka sambil mendelik pada putranya.
"Oh, ayolah, buu… kau sudah sepakat tidak akan membicarakan ini lagi!" Baekhyun merajuk.
"Tapi—"
"Sudahlah, bu, aku tidak keberatan, kok. Hehe," Chanyeol menengahi sebelum terjadi Perang Dunia. Tuan Byun memberi Chanyeol jempol karena tindakan pencegahan yang ia lakukan.
Nyonya Byun kembali ke dapur sambil menggerutu. Baekhyun menyelesaikan makannya kemudian melesat ke tempat kelinci barunya. Chanyeol mendesah lelah, gagal paham dengan tingkah polah anak itu.
Chanyeol baru memasukkan suapan pertama dan teriakan supersonik Baekhyun sudah menggema.
"Baekbuuum! Kembalikan kelincikuuu!"
Langkah kaki dan sura tawa kakak Baekhyun mendominasi pagi. Tuan Park nampak berkonsenterasi dengan makanannya sementara Chanyeol… masa bodoh dengan itu semua.
"Ibu! Lihat apa yang Chanyeol belikan untuk bocah ini!"
Baekbum mengangkat kelinci itu tinggi-tinggi hingga Baekhyun tak mampu menjangkaunya. Nyonya Byun yang sibuk di dapur memekik kaget dan segera memelototi Chanyeol.
"Chanyeol!"
Chanyeol mengerang, "Oh, ayolah, itu hanya kelinci!"
"Dan aku yakin kelinci ini akan bernasib sama dengan kucing Garfield itu."
(Omong-omong, Baekbum memanggil Baekyeol dengan "Garfield" saking malasnya si kucing.)
"Tidak akan!" Baekhyun merebut kelincinya dan mengelus hewan itu sayang, "Cup, cup… Baekhyun disini…" dan kelinci itu menggeliat, merasa teraniaya.
Baekbum terpingkal hingga sakit perut, "Bahkan kelinci itu tidak mau padamu, bocah!"
"Berhenti memanggilku bocah, Baekbum!"
"Ayo, Baekbum, ayah sudah selesai." Tuan Park segera berdiri sebelum adik-kakak itu menghancurkan rumah.
"Eh?" Baekbum melongo, "tapi aku belum sarapan!"
Baekhyun tertawa puas.
"Salah sendiri. Waktumu makan malah kau habiskan untuk mengerjai adikmu."
Baekbum mendengus, mendekati Chanyeol kemudian berbisik berbahaya, "Aku tahu itu Angora, Park. Astaga itu mahal, tahu! Apa yang kau pikirkan saat menuruti kata bocah itu?"
Chanyeol hanya ber-haha dan ber-hehe, "Tak masalah, big brother, setengah uangnya adalah hasil taruhan menang game dengan teman-temanku, kok."
Baekbum bengong, menganga, sebelum kemudian mengikuti jejak ayahnya berangkat kerja sambil menggumam tak jelas. Baekhyun meledek kakaknya yang tak ber-prikekelincian lalu mengembalikan kelinci putihnya ke dalam kandang.
Sore harinya, sepulang sekolah Baekhyun dan Chanyeol berjalan bersisian sambil memakan es krim vanila. Sepanjang hari Baekhyun mengoceh tentang kelinci barunya dan Chanyeol bertanya-tanya kapan bahan bakar Baekhyun akan habis. Telinganya sudah hampir jebol.
"…lalu aku akan memberinya makanan sehat setiap hari! Baekbum pasti iri dengan keberhasilanku dan—"
"Baek," Chanyeol membuang stik es krimnya ke tong sampah terdekat, "kau sudah memberinya nama?"
Baekhyun melongo, memproses kata-kata Chanyeol kemudian menepuk dahinya keras, "Aku lupa!"
"Sudah kuduga," batin Chanyeol facepalm.
Baekhyun membuang stik eskrimnya sembarangan (Chanyeol protes namun Baekhyun menganggapnya angin lalu), kemudian berpikir keras.
"Dia harus punya nama yang berkelas… bagaimana kalau Antonie?"
Alis Chanyeol naik sebelah, "Terlalu aneh."
"Hmm… bagaimana dengan Draco? Draco Malfoy?"
"Kau mau kelincimu jadi penyihir? Yang jahat pula—"
"Kalau Lady Gaga?"
"Baek. Please."
"Ah! Kim Taeyeon!"
"Aku yakin idolamu itu tak akan suka."
"Bulunya putih… bagaimana dengan Snow White?"
"Dan aku akan meracuninya dengan apel."
Baekhyun menginjak kaki Chanyeol. Si empu kaki mengaduh, pelakunya tak peduli.
"Lalu apa? Masa aku akan menamainya dengan nama 'kelinci'?"
Chanyeol tidak menjawab, karena mereka sudah sampai di rumah sederhana Baekhyun. Pemuda yang lebih tinggi segera mengambil sepedanya di halaman rumah, sementara Baekhyun masih saja bicara tentang nama.
"…kalau Banhee? Bagaimana menurutmu?"
Chanyeol memandang Baekhyun. Menikmati lekuk wajah manis anak itu dengan mata indahnya. Angin musim gugur memainkan rambut hitam Chanyeol.
"Bagaimana dengan Hyunyeol?"
Baekhyun balas menatap Chanyeol, lama sekali. Terpana akan wajah tampan Chanyeol dengan potongan rambut pendek favorit Baekhyun. Sebelum kemudian otak leletnya memproses nama Hyunyeol sebagai gabungan dari namanya dan Chanyeol.
"Apa?" Baekhyun menautkan alis, "kedengarannya tidak berkelas!"
Pelipis Chanyeol berkedut kesal. Ia segera menaiki sepedanya kemudian mencuri ciuman kecil dari bibir Baekhyun.
"Sudah diputuskan. Namanya Hyunyeol."
Chanyeol menyeringai, kemudian melesat pulang dengan sepedanya. Meninggalkan Baekhyun yang mematung dengan wajah merah padam. Tidak sempat membalas kata-kata terakhir Chanyeol.
"Ck, sial!"
Singkat cerita… oke, Baekhyun ternyata benar-benar membuktikan ucapannya.
Dia memberi makan Hyunyeol tiga kali sehari, membersihkan kandang Hyunyeol (walau harus dipaksa Chanyeol dahulu), mengajak Hyunyeol bermain, dan menjaga kebersihan Hyunyeol. Yeah, Baekhyun bangga sekali dengan pencapaiannya dan selalu bersombong ria pada Baekbum.
"Taruhan, Park, kelinci itu tidak akan tahan lebih dari lima bulan."
Dan Chanyeol menerima tantangan Baekbum.
Hyunyeol kelinci yang cukup penurut, kecuali kalau sedang bad mood. Dia bisa menjadi anak nakal yang suka mengunyah kaos kaki Baekhyun jika Baekhyun telat memberinya makan. (Baekbum yang mengambil sebelah kaos kaki Baekhyun untuk dimasukkannya ke kandang Hyunyeol).
Hyunyeol sepertinya sangat menyukai Chanyeol. Setiap Chanyeol mengunjungi rumah Baekhyun, Hyunyeol selalu melompat-lompat ingin keluar kandang. Ketika kelinci itu sudah bertemu Chanyeol, ia tak akan mau lepas. Baekhyun kadang cemburu dengan kedekatan Chanyeol dan Hyunyeol, dan Chanyeol seringkali sengaja bermain dengan Hyunyeol berlama-lama karenanya.
Orangtua Baekhyun punya kesepakatan dengan anak-anaknya bahwa siapa pun yang ingin memelihara hewan harus merawtnya sendiri. Jadi mereka tidak terlalu mempermasalahkan kehadiran Hyunyeol. Asal kelinci itu tidak membuat kekacauan saja. Ayah Baekhyun bahkan terkadang bermain dengan kelinci imut itu. Sementara Baekbum dan Hyunyeol sudah resmi menjadi musuh selamanya setelah Baekbum tak sengaja menginjak wortel Hyunyeol.
Musim dingin pun tiba. Salju dimana-mana. Hyunyeol yang kandangnya di luar rumah terpaksa dibawa masuk. Dan disanalah segalanya bermulai.
Hyunyeol mulai jadi anak nakal. Ia membenturkan dirinya ke kandang, ingin keluar sepanjang hari. Ia juga seringkali mengigiti tirai dan kencing di sofa bila Baekhyun mengeluarkannya dari kandang. Ibu Baekhyun berteriak frustasi dan Baekbum tertawa bahagia. Baekhyun mulai kesal dan akhirnya mengadu pada Chanyeol.
"Kalau begitu titip saja Hyunyeol di rumahku."
"Tidak mau!"
Baekhyun tak sudi Hyunyeol menempel pada Chanyeol setiap waktu, mengikutinya kemana-mana. No way!
"Lalu bagaimana? Kau sudah berjanji akan menjaganya, Baek."
"Aku akan menjaganya, Yeol. Aku akan."
Tapi liburan musim dingin pun datang dan Baekhyun terlalu sibuk dengan tugas-tugas sekolahnya. Sehabis itu pun ia akan pergi berjalan-jalan bersama teman-temannya. Sedikit demi sedikit mulai melupakan eksistensi Hyunyeol yang malang.
Malam minggu dan Chanyeol datang ke rumah Baekhyun dengan mantel bulu. Ia berjongkok di depan kandang Hyunyeol, tersenyum lembut, "Malam, Hyunyeol-ah."
Kelinci itu memandangnya dengan tatapan menyedihkan, sampai rasanya Chanyeol dapat mendengar suara hati Hyunyeol yang teraniaya, "Chanyeol, tolong aku~"
Maka ketika Baekhyun terlelap, Chanyeol pamit pulang sambil membawa Hyunyeol. Ibu Baekhyun menyetujuinya dengan senang hati. Setidaknya di rumah Chanyeol, ada pelayan yang mampu mengurusi Hyunyeol dengan baik.
Paginya rumah Chanyeol ribut akan kedatangan Baekhyun. Untung saja ayah, ibu, dan kakak Chanyeol sedang di luar kota sehingga teriakan supersonik Baekhyun hanya mengganggu Chanyeol dan pelayan-pelayannya saja. Baekhyun mendobrak pintu kamar Chanyeol dengan kekuatan penuh.
"Kenapa kau membawa Hyunyeol?!" tanya Baekhyun murka.
Chanyeol yang masih tertidur, setengah sadar menggumam malas, "Karena kau sudah mulai melupakannya, Baek…"
"Aku tidak melupakannya!" Baekhyun menarik selimut Chanyeol dan terlihatlah… seonggok Hyunyeol yang bergelung manja di pelukan Chanyeol.
Muka Baekhyun merah padam. Cemburu seribu persen.
"PARK CHANYEEOOOOOOL!"
Hyunyeol meronta-ronta dalam pelukan salah satu pelayan Chanyeol yang nampak kewalahan. Baekhyun menyeringai puas, mengeratkan pelukannya pada leher Chanyeol. Aura persaingan menguar diantara Baekhyun dan Hyunyeol.
Chanyeol mendesah lelah. Balas memeluk Baekhyun yang kini tengah berada dalam pangkuannya.
"Baek, kau terlalu kekanak-kanakan."
"Masa bodoh!"
Baekhyun menjulurkan lidahnya pada Hyunyeol, seakan menegaskan kalau Chanyeol itu miliknya. Kelinci itu makin meronta. Pelayan Chanyeol nampak merana. Akhirnya sang tuan rumah turun tangan.
"Bawa Hyunyeol ke kandangnya, beri makan."
Setelah sang pelayan menghilang, Chanyeol mengelus kepala Baekhyun, "Aku tahu ini akan terjadi."
Baekhyun cemberut, membenamkan kepalanya di dada Chanyeol, "Aku cemburu, tahu."
Chanyeol terkekeh, suaranya membuat Baekhyun merasa nyaman, "Tiga bulan lalu siapa, ya, yang merengek meminta kelinci? Apa kau mengenal orang itu?"
Baekhyun menyodok perut Chanyeol hingga laki-laki itu mengaduh sakit, "Aku tidak tahu kalau Hyunyeol akan jatuh cinta padamu! Pantas saja saat kukenalkan dia pada kelinci jantan punya temanku dia tidak tertarik sama sekali," Baekhyun memejamkan mata, "dasar kelinci aneh."
"Ayolah, kau tahu pesonaku tidak dapat ditolak siapa pun—aw!" Baekhyun menyodok Chanyeol sekali lagi.
"Narsis."
Tapi Baekhyun memang akui, Chanyeol sangat populer di sekolah. Dia tampan, kaya, pintar, romantis dan kapten basket. Dia juga baik dan gampag bergaul. Chanyeol terlalu sempurna. Memang tidak ada yang mampu menolak pesonanya termasuk Baekhyun sendiri. Orangtua Baekhyun bahkan langsung menyukai anak itu dan menganggapnya sebagai anak sendiri dalam sekali pertemuan.
Mendadak Baekhyun merasa rendah.
"Yeol-ie,"
Chanyeol mengernyit, Baekhyun biasanya memanggilnya begitu ketika ia merasa down. "Kenapa?"
"Kau… kau tak akan meninggalkanku, kan?"
Mengingat hubungan Chanyeol dan Baekhyun yang tidak jelas, Baekhyun khawatir suatu saat Chanyeol akan menemukan seorang wanita atau pria dan kemudian… pergi dari sisinya.
"Ha?" Chanyeol terdengar bingung, "masih cemburu dengan Hyunyeol?"
Dan saat mendengar nama Hyunyeol, cemburu Baekhyun kembali berkobar.
Chanyeol harusnya tidak menerima taruhan Baekbum.
"Ha, apa kubilang."
Di depannya kini, Baekhyun menangis sesenggukan, menangisi gundukan kecil di halaman belakang rumahnya.
"Hyunyeeooool…" ratapnya pilu.
Baekbum menyeringai, merangkul Chanyeol, "Taruhan kita, Park."
"Tapi itu kecelakaan, big brother."
"Taruhan tetap taruhan, okay?"
Chanyeol segera memberi Baekbum beberapa lembar won, tidak mau berdebat lebih lama.
"Hyunyeeeoool…"
"Sudahlah, Baek, itu hanya kecelakaan."
"Ta-tapi… huks," Baekhyun mengusap air matanya, "Hyunyeol sudah kuanggap sebagai anakku sendiri…" ucapnya drama queen.
Chanyeol memutar bola mata. Siapa, ya, manusia kekanakan yang sebulan lalu cemburu berat pada Hyunyeol sampai ngambek dengannya dua hari?
Sepuluh menit kemudian, Chanyeol mengajak Baekhyun memberi eskrim agar tidak menangis lagi. Seperti anak kecil, memang, padahal mereka sudah tujuhbelas. Mau bagaimana lagi, kalau tidak begitu Baekhyun bisa menangisi kepergian Hyunyeol sampai malam.
Yah, di bulan keempat, suatu insiden terjadi. Saat Chanyeol dan Baekhyun akan berangkat sekolah, Hyunyeol entah bagaimana keluar kandang dengan sendirinya dan berlari menyusul mereka berdua. Baru beberapa meter keluar rumah, Hyunyeol tertabrak mobil dan terpental sejauh dua meter. Mati mengenaskan. Kabar buruknya, insiden itu terjadi tepat di depan mata Baekhyun.
Hari itu mereka membolos tanpa alasan untuk pertama kalinya. Dan berakhir duduk di taman kota, dengan es krim vanila di masing-masing tangan.
"Berhenti menangis, Baek."
Chanyeol mengusap sisa air mata Baekhyun sementara anak itu masih terisak kecil sambil menggigit es krimnya.
"Yeol…"
"Hm?"
Baekhyun merunduk, "Maaf…"
Chanyeol menghela napas, kemudian memeluk Baekhyun dan menepuk-nepuk kepalanya, "Bukan salahmu, Baek."
"Tapi aku sudah janji akan menjanganya…"
"Diamlah. Berhenti menangis, oke? Nanti aku dituduh yang bukan-bukan."
"Hehe," Baekhyun mengusap matanya yang merah, "terimakasih, Yeol."
"Untuk?"
"Semuanya," Baekhyun menyamankan posisinya, "untuk Hyunyeol, es krim, dan pelukanmu."
Chanyeol tersenyum, jemarinya memainkan rambut cokelat Baekhyun yang halus, "Sama-sama. Sudah tidak sedih lagi?"
Baekhyun mengangguk malu-malu, kemudian hening mendominasi.
Es krim Baekhyun tinggal setengahnya saat ia bertanya, "Kau tidak ingin memelihara hewan?"
Chanyeol mengernyit, "Ha?"
"Kau 'kan suka hewan," Baekhyun mendongak menatap wajah Chanyeol, "hewan juga menyukaimu. Kenapa kau tidak coba memelihara salah satu? Kelinci, mungkin?"
Chanyeol tertawa terpingkal-pingkal. Baekhyun nampak tersinggung.
"Ada yang lucu dengan pertanyaanku?!"
"Bu-bukan—hahahaha—pppftt." Chanyeol berusaha, "maksudku—untuk apa aku mengurus dua kalau aku sudah punya satu?—hahaha…"
Baekhyun tak mengerti, "Ha?"
"Astaga, Baek," Chanyeol mendekatkan wajahnya dengan wajah Baekhyun, "aku sudah punya satu kelinci nakal disini, untuk apa menambah dua lagi?" kemudian mengecup bibir Baekhyun lembut.
Baekhyun mengalihkan pandang, tersipu dahsyat, "Dasar bodoh."
Dalam hati berjanji untuk tidak memelihara kelinci lagi.
- Finite -
Halooo.. saya balik buat nambah utang, hehe XD setelah sempat hiatus tapi nggak bilang /plak/
Ini rencananya fic oneshot tapi bersambung(?) gitu. Kalo ada yang suka sih, hehe :D
Review please?