To:

Intan. Pandini85 Okee. Uzumaki Prince Dobe-Nii SasofemNaru? Hmmm, liat nanti wkwk. Aristy emang romance terselubung di fic ini bikin nyesek sih wkwk, tapi kan di RL juga banyak yang kejadian gitu #eh yassir2374 pas baca review kamu, aku langsung searching sinopsisnya kuch kuch hota hai lohhh wkwk. Tenang aja, alurnya bakal beda banget sama cerita itu. Iya, ada latar belakang keluarga Sasori kok. Ano, yang masalah perhatian ortu itu, sebenernya emang ada 'apa-apa'nya. Aku mulai masukin hint dari chap kemarin biar ntar pemberontakan Naru menghadapi kesendiriannya jadi logis, sabar ya hehe. Belum sampe konflik loh ini, masih hint"nya aja. Aiko Vallery okee. Namikaze Otorie hehehe, kok tahu sih? Kita liat nanti ya. Lee Yaa 714 okee. Shanzec Hm, masalah Hina sama Saso ntar deh kita liat aku jadiin mereka karakter yang gimana wkwk #dor leinalvin775 nah loh, liat nanti wkwk. Namikaze Shira masih banyak kok scene SasoNaru ke depannya wkwk. kirin maaf banget! Saya juga gak mau lama-lama update sebenernya. Za666 okayy. Choikim1310 hehehe Namikaze Jasmine okee Guest iyaa. Yoshida Akito iya maaf ya lama updatenya. Haehyuk931 okee.


Naruto © Masashi Kishimoto

Batas © Kuas tak bertinta

Warning : OOC(maybe), AU, Typo(s), FemNaru, etc.

Inspiration by "Best Day of Our Lives-Evan T. Ft. Avril Lavigne"

Naru bengong sesaat saat matanya menyorot ke arah sepatu flat yang ada di teras depan rumah Sasuke. Sepatu biru itu seolah memberi tanda ada sesuatu yang tidak beres di rumah ini. Naru sangat yakin itu bukan sepatu milik Mikoto. Tentu saja, mana pernah ada ceritanya keluarga Uchiha meletakkan alas kaki di luar rumah mereka sendiri. Naru sangat hafal akan hal itu.

Dengan ragu, Naru mulai menekan bel. Berharap Sasuke segera membuka pintu.

"Ah, Naru! Sebentar ya, aku bukakan. Sasuke ada di atas."

Suara Itachi nyaris saja membuat Naru terjungkal tidak elit. Bagaimana tidak, baru sekali menekan bel tiba-tiba sosok wajah aneh muncul di kaca jendela. Tolonglah, ini bukan fic genre horror atau pun mystery.

"Itachi-Nii… Baa-san ada di dalam, ya?"

Itachi tersenyum sesaat, "tidak, Kaa-san sedang ke kantor Tou-san. Kenapa? Kushina Baa-san sudah di sini?"

Naru menggeleng cepat. Mana mungkinlah orangtuanya membatalkan semua jadwal penting mereka hanya demi menemui Naru yang baik-baik saja di sini.

Dalam otaknya, Naru sibuk berpikir… benar, kan dugaannya. Sepatu itu bukan punya Mikoto. Apa mungkin punya Sasuke? Jangan bilang kalau anak itu tiba-tiba orientaasi seksualnya jadi geser gara-gara kebanyakan mengerjakan tugas. Ah, atau mungkin ada orang lain yang bertamu?

Kalau memang ada, yang pasti bukan tamu Sasuke, kan? Yah, memangnya sebanyak apa sih teman si Teme itu? Jangankan wanita, dengan laki-laki lain saja cara interaksinya terkesan ogah-ogahan begitu.

"Itu sepatu pacar Nii-san?" Naru bertanya sambil cengar-cengir mengejek. Membuat Itachi greget ingin menjitak kepala bocah kuning di depannya.

"Bukanlah. Kau bertanya atau sedang menyindirku, sih?" Itachi pasang wajah tidak santai. Bukannya apa, siapa sih yang tidak kesal dikatai punya pacar padahal aslinya kau seorang jomblo ngenes begitu?

"Itu punya teman Sasuke. Memangnya ke –eh?!" mata Itachi langsung melotot begitu sadar Naru sudah hilang dari hadapannya. Sudah dikatai, sekarang malah dikacang dasar manusia itu.

Brak!

Suara gebrakan pintu yang bertemu dengan dinding kamar membuat dua orang yang ada di dalamnya sedikit terlonjak. Sementara itu si pelaku menggebrakan malah diam membatu.

"Na-Naru?"

Telinga Naru tuli mendadak. Matanya masih sibuk fokus menatap kedua manusia di depannya. Sasuke sedang belajar bersama gadis itu….

Hinata.

Bukannya apa, tapi tangan Sasuke jelas-jelas merangkul bahu Hinata! Merangkul! Logis, kan kalau Naru cengok karena melihat pemandangan begini?!

"Kalian…" Naru bahkan kesulitan untuk menyambung kalimatnya. Tunggu dulu… perasaan apa ini?

"Oh, aku belum bilang, ya? Kami sudah jadian…" sungguh, kalimat terakhir sukses membuat jantung Naru meledak di tempat.

"Jangan sering-sering sama Sasuke lagi, Naru-chan. Kami ingin punya waktu sendiri juga, kan?" Hinata tersenyum sarkastik.

"Pulanglah Dobe! Aku bosan berteman denganmu." Sasuke memalingkan wajahnya, muak.

"Kaa-san dan Tou-san mu masih di luar negeri, ya Naru? Wahhh, jadi combo dong sakitnya!" Naru berjengit begitu mendengar ejekan Itachi di belakangnya.

Kepala Naru mendadak pening. Pandangannya perlahan mulai memburam. Rasa sesak masuk dengan paksa ke dalam paru-parunya. Semuanya… membingungkan.

'Itu artinya… aku sendiri?!'

Naru refleks mendudukan posisi badannya yang semula tidur. Keringat membasahi tubuhnya dengan napas yang tersenggal. Matanya membulat dalam kegelapan. Tanpa terasa, air mata mulai mengalir membasahi kedua pipinya.

Mimpi…

Entah Naru harus takut atau lega sekarang.

.

"Sasori…"

Mendengar namanya dipanggil, Sasori segera mengalihkan pandangannya dari piring. Mata cokelatnya menatap orang yang memanggilnya dengan tatapan minta penjelasan lebih.

"Laptopnya sudah Tou-san beli. Ada di ruang kerja."

Sasori menanggapi dengan senyum senang. Akhirnya cita-cita jangka pendeknya tercapai juga. Mempunyai satu laptop khusus untuk dipakai dalam eksperimen pengutak-atikan software, jaringan, dan berbagai hal lainnya memanglah hal yang dia nantikan.

Ditatapnya laki-laki paruh baya itu tanpa mengucapkan satu patah kata pun. Sasori mengamati bagaimana cara orang itu makan dengan sangat elegannya, mencoba menyalurkan rasa terima kasih.

Laki-laki itu sadar. Tou-sannya menatap balik, tak lama kemudian mengangguk ambigu. Tapi Sasori sangat tahu artinya. Karena begitulah cara keluarganya berinteraksi.

"Bagaimana sekolah?" kali ini sang ibu mengambil alih topik pembicaraan.

"Seperti biasa."

Dua kata singkat dari Sasori berhasil menutup kembali topik pembicaraan.

"Kaa-san dan Tou-san tidak marah, kan? Terhadap keputusanku yang waktu itu…" setelah merampungkan kalimat, mata Sasori beralih ke arah piring. Memotong daging dengan gerakan formal.

"Terserah padamu. Kau sudah besar sekarang," sang Ibu menjawab, disusul anggukan dari ayahnya.

Sasori tak menjawab.

Pada akhirnya ketiganya pun sibuk pada makanan masing-masing. Tentu saja masih dengan tata krama meja makan formal mereka.

Sasori paham.

Sangat paham.

Keluarganya mungkin tidak sehangat keluarga kebanyakan. Keluarganya terlihat sangat monoton dan membosankan. Minim percakapan, penuh kedisiplinan dan bertingkah laku sangat formal. Terkesan seperti kaku dan dibuat-buat agar terlihat berkelas. Seperti ada batas besar yang menyekat ketiganya.

Padahal tidak sepenuhnya begitu.

Baiklah, harus dia akui… memang sudah menjadi sifat dasar kedua orang tuanya yang sulit dalam komunikasi. Tentu saja Sasori sangat mengerti bahwa bukan berarti mereka cuek. Mereka hanya… memiliki sifat yang berbeda dari kebanyakan orang lain. Sasori bahkan tidak pernah dan tak mau memikirkan bagaimana bisa kedua orang tuanya yang pasif itu dapat bersatu hingga menghasilkan buah hati macam Sasori yang sama pasifnya.

Masalah gaya hidup formal, begitulah memang adanya. Dia sudah dibiasakan dari kecil untuk bersikap formal. Dan dia menikmatinya.

Bagi mereka, membicarakan keseharian yang terjadi pada hari ini atau pun topik receh lainnya bukanlah hal yang penting. Bahkan bagi Sasori, bertemu dengan cewek bar-bar macam Naru bukanlah hal yang penting untuk dibagi pada keluarganya.

Bukan salah keluarganya, kan untuk menjadi seperti ini?

Yang penting dia dan keluarganya nyaman walau berada di posisi sifat yang menurut orang lain menyebalkan. Lagipula keluarga mereka tidak peduli dengan tanggapan orang lain. Semua orang memiliki caranya sendiri.

"Anata… sudah tahu kalau penjualan perusahaan kita mulai memburuk akhir-akhir ini?"

Ah… Sasori lupa satu hal. Ada hal lain yang membuat keluarganya berbeda dari orang lain.

"Hm. Perusahaan juga sedang bingung. Pihak luar menawar harga terlalu rendah kemarin."

"Tou-san, aku baca berita, ada energi alternatif lain yang residunya lebih minim dibanding yang punya perusahaan Tou-san. Mereka sudah mulai mempromosikannya."

"Benarkah? Apa itu? jelaskan padaku."

Tidak selamanya keluarga Sasori menjadi makhluk diferensial yang tertutup. Mungkin keluarganya adalah golongan manusia introvert. Tapi, golongan introvert pun memiliki topik tersendiri dalam berkomunikasi, kan?

Bukan interaksi hangat, bukan berkumpul sambil bercanda bersama.

Bagi keluarganya, membicarakan hal-hal yang membutuhkan energi lebih untuk berpikir macam diskusi berat begini adalah hal yang paling menyenangkan. Tentu saja…

Ketika satu topik menyambungkan para introvert, kekuatan koneksinya akan menyamai para extrovert. Ya, begitulah cara kerja komunikasi keluarganya.

.

Naru sibuk mencorat-coret halaman belakang buku tulisnya. Mengabaikan suasana sekitar yang mulai brutal. Hah, ke mana sih guru kimia mereka? Bisa-bisanya membiarkan kandang singa ini mengamuk sehebat anak-anak di kelasnya. Perasaan Naru campur aduk. Antara konsentrasi menggambar dan memikirkan Sasuke.

Awalnya Naru ingin pindah ke bangku yang ada di depannya. Menggantikan posisi Hinata yang ada di sebelah Sasuke. Secara, ini jam pelajaran kosong lohhh!

Tapi niatnya dibatalkan begitu saja begitu tahu keduanya tengah mendiskusikan tugas yang ditinggalkan guru kimia saat jam pelajaran kosong.

Sebenarnya Naru sudah selesai dari tadi mengerjakan soal-soal itu. Seharusnya Sasuke juga begitu. Tapi entah ada angin apa, Sasuke tiba-tiba jadi super baik niat sekali mengajari Hinata yang kesulitan di beberapa nomor. Hinata lagi, kan?

"Teori relativitas khusus?"

Mata Naru berkedip beberapa saat begitu ada yang mengatakan postulat Einstein tersebut. Lalu menoleh ke arah sampingnya. Sosok rambut merah paling bikin eneg sedunia ditangkap mata birunya.

"Apanya?"

"Yang kau gambar itu. Sketsa tentang acuan ruang dan waktunya relativitas khusus, kan?" Sasori menunjuk gambar Naru dengan dagunya. Membuat gerakan yang songong yang terkesan sok.

"Memang kau mengerti?"

"Tentu saja. Yang ini tentang wormhole, kan? Lalu yang ini… kontradiksinya teori Newton yang dikatakan Einstein. Terus ini… relativitas umum. Masih belum cukup?"

Naru menghela napas kasar. Kenapa sih cowok merah ini selalu kepo sama kelakuannya?

"Kalau iya memang kenapa? Mau pamer karena kau sudah mempelajari semua itu?"

Gantian Sasori merespons dengan ekspresi heran.

"Kau ini kenapa, sih? PMS? Aku hanya memberi pernyataan. Memangnya kau akan membuat apa dengan sketsa itu?"

Baiklah, asal tahu saja. Bukannya Sasori tertarik secara ikatan sosial dengan cewek kuning bermulut gentong ini. Dia hanya tertarik dengan gambar wanita itu. Ayolah, itu salah satu teori fisika yang menarik minatnya. Bukankah bagus kalau akhirnya dia mendapat teman ngobrol mengenai topik kesuakaannya?

"Tidak. Aku semalam membaca artikel mengenai ini. Kupikir idenya menarik. Kugambar agar aku bisa membayangkan lebih detail. Puas?"

"Kau juga baca mengenai black hole dan white hole?"

Kali ini Naru tak menanggapi garang.

"Kau juga tertarik dengan probabilitas perjalanan waktu? Mengenai dilatasi waktu?" bagus, ternyata tidak selamanya laki-laki ini menjijikkan di mata Naru.

"Tentu saja. Kau harus tahu kalau sudah ada penelitian tentang cermin yang bisa mengumpulkan cahaya maksimal. Mungkin saja nanti manusia bisa melakukan perjalanan secepat kecepatan cahaya."

Ah, si kuning bar-bar ini ternyata otaknya tidak buruk juga.

"Benarkah? Ceritakan dong!"

.

Jika ada yang bertanya pada Sasuke mengenai dunia pertemanan. Orang pertama yang akan dia ceritakan adalah Namikaze Naru. Si Dobe yang selalu ada di sisinya. Cewek berambut kuning dengan suara cempreng super berisik. Yah, bukan berisik dalam artian sesungguhnya sih. Yang jelas kalau sudah dalam perdebatan, dia pasti orang yang tidak pernah mau mengalah. Denial tingkat dewa.

Naru bukanlah orang yang sama dengan Sasuke. lingkaran perteman Naru memiliki diameter yang jauh lebih besar darinya. Jadi, sudah menjadi hal yang wajar jika Naru pasti mengenal orang yang dikenal Sasuke, namun tidak sebaliknya. Sasuke hanya laki-laki pasif yang introvert. Yah, bukan berarti dia menolak ikatan sosial seutuhnya. Dia hanya tipe pemilih dalam berteman.

Tidak seperti Naru.

Bahkan sekarang…

Orang seperti Naru dapat berteman dengan mudahnya bersama musuhnya sendiri. Siapa lagi kalau bukan Sasori.

Naru selalu bilang kalau dia benci Sasori. Muak, menyebalkan, dan berbagai kata negatif lainnya. Tapi nyatanya? Dia bahkan bisa sedekat ini dengan laki-laki itu.

Sasuke tidak melebih-lebihkan atau pun cemburu!

Tentu saja dia melihat semuanya. Saat dia baru saja selesai membantu Hinata, dia langsung berniat membalik kursinya agar menghadap meja Naru. Berniat membuat topik pembicaraan dengan teman sejak kecilnya. Melakukan hal yang biasa mereka lakukan selama ini. Sejak dulu.

Tapi Naru sudah memiliki topiknya sendiri. Bersama laki-laki itu.

Entahlah…

Bagaimana mungkin orang yang di hari pertama rusuh bersama Naru malah seolah menggantikan posisinya sekarang.

Sasuke mungkin tidak mau tahu apa yang mereka perhatikan bersama di kertas itu. Tapi Sasuke sangat memperhatikan posisi keduanya. Jarak bahu mereka yang hanya berkelang beberapa senti, tangan Sasori yang aktif menunjuk gambar, begitu juga tangan Naru yang dinamis mencoret kertas. Seharusnya Sasuke lega karena Naru bisa akur dengan Sasori, kan?

Tapi kenapa… Sasuke merasa perlahan ada yang berubah.

Dan Sasuke tidak tahu hal apa itu.

"Naru akhirnya bisa akrab dengan Sasori-san. Sasuke-kun terkejut?" suara Hinata membuyarkan susunan pikiran Sasuke.

"Hm. Baguslah kalau mereka akhirnya bisa berteman."

Bukan…

Bukan kalimat ini…

Seharusnya Sasuke mengatakan kalau dia merasa diabaikan, kan?

Kenapa batas ini terasa sangat menyebalkan.

TBC


a/n: Ekhem. Saya kembali lagi dengan waktu yang errr… berjuta-juta tahun. Maaf ya :(

Latar belakang keluarga Sasori udah saya buka sih. Jadi sebenernya keluarga Sasori itu 'keras' dengan cara mereka sendiri. Ya wajarlah sifat Sasori kebentuk gitu jadinya.

Ekhem, sebenernya saya ambil scene keluarga si Saso dari keluarga saya sendiri sih LOL. Ya minus bagian makan formalnya dan gak sepasif itu juga. Cuma ya itu, tiap kumpul topik kami pasti bahas masalah ekonomi, kesehatan, agama, dll (kecuali politik). Maklum… saya INTJ, ayah INTP, bunda INFJ… Cuma adek sendiri ESFP.

Chapter depan udah mulai masuk ke bumbu utama nihhh. Sabar ya hehe.

Kuas tak bertinta