.
.
.
Disclaimer Masashi Kishimoto
Pairing Always Narusaku maybe slight others
Out of character, Many Misatakes here, Kind!Naru, Agresif!Saku, Story From me,
Rate ; T
Romance, a little bit humor.
.
.
.
Unconditional Boyfriend Chapter 5
.
.
.
"Kau betah kan tinggal di sini, Naruto?" Kepala keluarga Haruno itu bertanya padanya ketika mereka tengah menikmati makam malam.
Naruto menghentikan kegiatannya, menganggukkan kepala dengan semangat membalasnya. "Iya Paman, aku sangat senang tinggal di sini. Terimakasih banyak karena mau menampungku untuk sementara waktu ini." Naruto meringis sesaat kemudian ketika Sakura yang duduk di sebelah sengaja menginjak kakinya.
"Menampung? Kau bukan pengungsi, Rubah. Kau itu tamu di sini." Sakura menyahuti dengan nada sedikit kesal. Tanganya yang masih memegang garpu teracung-acung pada Naruto. Dia tak suka ketika pemuda itu merendahkan dirinya.
Azuma hanya tertawa melihat tindakan mereka berdua. "Sudah-sudah, habiskan makan malam kalian. Tak baik terlalu banyak bicara di meja makan." Baik Naruto maupun Sakura memilih untuk diam dan kembali menikmati makan malam mereka. Sesaat hening kembali mengisi, sebelum Naruto kembali bersuara.
"Apa ada berita tentang Ayah dan Ibuku, Paman Azuma?" Denting sendok dan piring yang tadi nya berada kini tak terdengar lagi.
Lelaki itu beserta anaknya langsung menghentikan aktifitas mereka. Azuma sedikit ragu untuk memandang ke arah Naruto. Raut wajahnya terlihat berubah. Membuat Naruto tanpa sadar mengigit bibir bawahnya karena cemas.
Azuma menggelengkan kepala pelan. "Kemarin aku mencoba menghubungi, tapi mereka sepertinya sedang sangat sibuk sampai tak bisa menjawab teleponku. Kau tak perlu khawatir, mereka pasti baik-baik saja, Naruto." Azuma melirik Sakura sebentar lalu kembali pada Naruto.
Naruto reflek menoleh ketika tangan Sakura menyentuh punggung tangannya yang masih berada di atas meja. Gadis itu tersenyum teduh seolah mengatakan masih ada dia yang akan selalu berada di sampingnya.
"Terimakasih, Senpai."
.
.
.
"Kau yakin?"
Naruto mengangguk dengan cepat dan terasa berlebihan di mata Sakura.
"Kereta pasti penuh, Naruto." Gadis itu menggerutu kecil. Bibirnya seolah membuat kalimat-kalimat yang tak Naruto dengar.
Sakura merapikan seragam sekolahnya sendiri, sebelum beralih membenahi dasi Naruto agar terlihat lebih rapi. Mereka sedang sedikit berdebat karena Naruto meminta untuk berangkat menggunakan kereta hari ini.
"Kali ini saja, Sakura-senpai." Naruto melemparkan tatapan mata biru pilu jurus andalannya yang bisa membuat luluh orang yang melihat. Tak terkecuali Sakura. Hembusan nafas ia keluarkan, kali ini memang ia harus mengalah pada kekasihnya.
"Ok, aku akan menurut kali ini." Naruto tak kuasa tersenyum. Tangan bergerak mengusap ujung kepala Sakura dengan lembut. Membuat gadis sedikit terperangah.
"Terimakasih, Senpai." Ia beralih menggenggam tangan Sakura. "Ayo berangkat. Aku tak mau kita kena hukuman karena terlambat." Dengan senang hati, Sakura mengekori Naruto keluar dari kediaman mereka. Dan jangan lupakan senyum yang tak henti bertengger di bibirnya.
"Rubahku ternyata bisa romantis juga."
.
.
.
Naruto mendengus kesekian kalinya. Tak kurang dari sepuluh menit wajah Kiba terus-terusan terpampang nyata di hadapannya dan tak lupa mimik menyebalkan yang rasa-rasanya membuat tangan Naruto gatal untuk menonjokknya.
"Kau kenapa, Kiba? Aku merasa jijik kau pandangi terus-terusan seperti itu." Naruto bergidik. Berusaha mengalihkan perhatian pada komik keluaran terbaru pemberian Sakura. Timbang memandangi Kiba yang pagi-pagi sudah bersikap konyol.
"Aku heran, kau setiap hari berangkat bersama Sakura-senpai." Kiba mengusap-usap dagunya. Naruto berusaha untuk tenang karena topik pembahasan yang Kiba bawa. "Bukankan rumah kalian itu jauh? Tapi kenapa kalian bisa berangkat bersama?" Naruto tak mengira otak Kiba yang lemot bisa juga membuat spekulasi yang bagus.
Naruto tanpa rasa bersalah memukulkan bukunya di wajah Kiba dan segera melarikan diri tak peduli Kiba yang kini mengumpat karena kesal.
"Dasar kiba, selalu saja membuatku susah." Naruto menggerutu kecil lebih baik ia melarikan diri dari pada dikejar pertanyaan-pertanyaan Kiba yang menyudutkan.
Tanpa Naruto sadar dari arah berlawan ada seorang kakak kelas yang tengah kepayahan membawa beberapa buku. Nampaknya ia juga tak menyadari keberadaan Naruto, tak ayal membuat mereka tanpa sengaja bertabrakan.
Braakk
Buku-buku itu berserakan di lantai. Naruto buru-buru berjongkok guna membantu memungutinya.
"Maaf-maafkan aku Senpai. Aku sungguh tidak melihat." Sekitar empat buah buku di tangannya ia sodorkan pada Kakak kelas yang baru saja ia tabrak. Seorang gadis berambut pirang pucat tersenyum manis kearahnya. Ia menerima buku dari tangan Naruto dan berdiri.
"Tidak apa-apa. Harusnya aku yang minta maaf karena jalan dengan asal." Suaranya terdengar halus.
Naruto menggaruk kepala belakangnya merasa tak enak. "Apa perlu aku bantu, Senpai?" Ia menawari bantuan dengan tulus. Juga wujud permintaan maaf darinya.
Gadis itu menggeleng pelan. "Terimakasih, tapi aku bisa membawanya sendiri. Kau lebih baik kembali ke kelas. Jam istrirahat akan segera habis." Dengan perlahan ia mulai melangkah pergi meninggalkan Naruto yang masih berdiam diri. Pemuda itu mendengus sebelum turut melangkah menuju kelasnya.
"Ah gara-gara Kiba aku jadi kehilangan fokus."
.
.
.
"Kita tidak menunggu Sakura-senpai dulu?"
Naruto memandang bingung ketika Kankuro membuka pintu mobil dan menyuruhnya untuk langsung masuk dan bergegas pulang. "Oh Nona muda belum memberitahu Tuan ya?" Naruto reflek menggeleng. Moncoba duduk nyaman di kursinya. "Nona Sakura ijin pulang tadi karena ada urusan dengan Tuan besar, jadi kita tak perlu menunggu."
Naruto mengangguk paham. Pantas saja seharian ini ia tak melihat Sakura di sekolah. Terasa sepi, aneh juga tak melihat wajah cantik Senpainya itu. Ah kenapa memikirkan hal itu tiba-tiba membuat pipinya jadi merah begini?
"Wajah tuan muda merah. Anda baik-baik saja?" Kankuro mengintip dari kaca spion. Naruto gelagapan dan tertawa kaku. Karena malu. "Anda sakit?"
"Bukan. Aku tidak apa-apa.." Ia kebingungan mencari alasan. " Err aku hanya sedikit kepanasan." Dan Naruto berakting mengibas-kibas seragam agar Kankuro percaya.
Lelaki itu mengangguk-anggukkan kepalanya mengerti. "Mau saya besarkan ac nya tuan?" Tawar nya dengan sopan.
"Boleh-boleh." Angguknya dengan cepat.
Kankuro cuma bisa tersenyum melihat tingkah lucu kekasih Nona mudanya itu.
.
.
.
"FOX ! Naruto !"
Naruto tengah membaca buku di ruang perpustakaan pribadi keluarga Haruno ketika mendengar Sakura memanggilnya dari arah luar. Tak berapa lama, sosoknya terlihat dengan sebuah senyuman hangat saat memasuki ruang perpustakaan.
Pelukan itu menghampirinya tepat ketika Naruto berdiri. "Aku sangat merindukanmu, fox." Sakura bergumam di dadanya. Gadis itu terlihat kelelahan. Mungkin urusannya hari ini memang berat.
"Senpai sangat sibuk ya?"
Sakura mengangguk kecil di sela pelukannya. "Bagaimana di sekolah tadi? Lancarkan?" Sakura menengadah menatap Naruto yang nyengir salah tingkah.
"Semua ok, Senpai. Tenang saja." Lalu terkekeh seperti biasanya.
Sakura mengangguk kecil. "Ngomong-ngomong kau baca buku apa tadi?" Gadis itu melepaskan rengkuhannya. "Sepertinya serius sekali." Ia berusaha melihat buku yang Naruto sembunyikan di balik punggungnya.
"Bukan buku penting, Senpai." Gelagatnya seperti maling yang ketangkap basah. Keryitan muncul di dahi sakura karena merasa curiga. Pasti ada sesuatu yang pemuda itu sembunyikan. Naruto orang yang mudah ditebak ekspresi serta perilakunya.
"Kemarikan. Aku ingin lihat." Sakura berusaha meraih buku yang kini diangkat tinggi-tinggi oleh Naruto. Terpaksa gadis itu berjinjit seraya berloncat kecil berusaha menggapainya. "Fox, jangan main-main denganku. Aku cuma penasaran dengan buku yang kau baca."
Kepala si pirang mengeleng tak mau. "Aku tadi bilang bukan buku yang penting Senpai. Duh-duh, jangan mencubitku, Senpai." Naruto berusaha menghindari jemari tangan Sakura yang sengaja memberikan shock terapi kecil bagi Naruto agar menyerah dan memberikan buku di tangannya.
"Makanya, berikan buku itu padaku." Sama halnya Naruto, Sakura adalah pribadi yang tak suka mengalah. Ia harus bisa mendapatkan apa yang dirinya mau.
Naruto berjalan mundur menghindari Sakura. Gadis itu juga tak tinggal diam dan terus memburu pemuda pirang agar mau menyerah. Bak kucing dan anjing mereka berebut satu sama lain sampai akhirnya Naruto lah yang tumbang dengan tubuh yang jatuh ke lantai secara tidak elit setelah Sakura menjegalnya.
"Aduh.." Naruto memegangi punggungnya yang berbenturan langsung dengan lantai keras. Reflek buku di tangannya sejenak ia lupakan. Sakura tersenyum penuh kemenangan, ia bergegas meraih buku yang sempat mereka perebutkan tadi di saat Naruto lengah.
Cara Menjadi Pria Sejati
Sejenak Sakura hanya terpaku membaca judul buku yang sekarang berada di tanganya. Naruto sudah berhenti mengaduh. Ia memandangi Sakura dari bawah dengan perasaan bercampur aduk. Bahkan keringat dingin mulai keluar dari kulitnya.
Sakura beralih menatap Naruto yang masih berbaring di lantai. Bahkan kini pemuda itu menutupi wajahnya dengan kedua tangan. "Fox?" Tak ada sahutan. "Fox?" Sakura kembali memanggil. Naruto terpaksa menyingkirkan tangan dari wajahnya. "Kenapa kau membaca buku ini?" Suara Sakura sebenarnya datar saja namun Naruto tetap gelisah di tempatnya.
Pemuda itu bangun dan duduk. Sakura turut mendudukkan diri di depan pemuda itu. "Err...begini Senpai. Eumm..bagaimana aku mengatakanya ya?!" Jemari tangan Sakura menyentuh punggung tangan Naruto dengan lembut.
"Katakan saja.." Jernih nya mata Sakura membuat Naruto terpaku.
"Jadi, aku membaca buku itu karena ingin menjadi kuat agar bisa melindungimu, Senpai." Giliran Sakura yang kaku di tempatnya. Sungguh, menyelami mata biru Naruto ketika kalimat itu terucap yang Sakura dapat adalah ketulusan dan kepolosan. "Aku kan laki-laki, seharusnya aku yang melindungi Sakura-senpai. Aku merasa tak berguna kalau tidak bisa apa-apa."
Gadis itu terharu. Ia tak menyangka Naruto bisa bersikap dan berpikir sejauh itu. Tak menunggu lama, Sakura memeluk Naruto ia bahkan tak tahu sejak kapan dirinya mulai menangis.
"Kau manis sekali, Fox." Sakura tersedu-sedu. Sedang Naruto gelisah karena menyangka telah melakukan kesalahan hingga membuat Sakura menangis.
"Se-senpai kenapa? Kenapa menangis?"
"Aku bahagia, Naruto. Aku beruntung memilikimu."
Sekarang, pipi Narutolah yang merah karena malu mendengar ucapan Sakura. "Ah Senpai bisa saja.." Ia berdehem-dehem salah tingkah.
Sakura melepaskan pelukannya pada Naruto sembari tertawa kecil. Wajahnya masih basah karena airmata. "Bagaimana aku tidak menyukaimu kalau kau semanis ini.." Ia mecubit ujung hidung Naruto.
Dan keduanya kembali tertawa bersama-sama.
.
.
.
Naruto hanya duduk di pinggir lapangan sembari memperhatikan teman-temannya yang tengah berolahraga di bawah terik sinar matahari. Naruto memang selalu absen saat olahraga ketika harus berpanas-panasan karena daya tahan tubuhnya memang tak cukup baik kalau harus terpapar sinar matahari terus menerus.
Sebagai ganti keabsenannya, guru olahraga memberinya tugas tulis untuk dirinya. Ada beberapa poin-poin materi hari ini yang dirinya kurang mengerti hingga mengharuskan ia untuk beranjak dari sana menuju perpustakaan mencari buku referensi.
Ruangan perpustakaan sangat lenggang. Tak heran karena sekarang masih jam belajar-mengajar. Naruto memberikan salam pada petugas yang berjaga ketika masuk. Ia sedikit kebingungan mencari letak buku yang dirinya perlukan. Beberapa kali mengelilingi rak - rak sembari membaca kategori buku agar lebih mudah mendapatkan yang ia cari.
Setelah cukup lama kebingungan akhirnya ia berhasil menemukan, tepat ketika ia meraih buku tersebut seseorang menegurnya.
"Kau yang kemarin ku tabrak ya?"
Sontak Naruto menoleh, gadis pirang yang kemarin tengah berdiri di sampingnya sembari tersenyum ramah. "Eh Senpai?!" Pemuda itu sedikit terkejut. "Sedang mencari buku apa?"
"Buku tentang dasar renang. " Matanya bergerak menilik buku yang baru saja Naruto ambil. "Kau sedang ada tugas atletik?" tebaknya.
Naruto mengangguk. "Aku tidak bisa ikut praktek olahraga jadi harus mengerjakan tugas sebagai gantinya."
Gadis itu mengangguk paham. "Aku Shion, siapa namamu?" Ia menjulurkan tangannya. Naruto dengan senang hati menyambut.
"Naruto."
"Ah, kekasih Sakura ya?"
Naruto tersenyum malu. "Senpai tahu?"
"Di sekolah ini siapa yang tidak tahu tentang hubungan kalian." Lalu ia tertawa kecil. "Aku pergi dulu ya, kapan-kapan kita ngobrol lagi." Shion perlahan melangkah pergi.
"Ok. Senpai."
Dan Naruto kembali mencari buku lain yang ia perlukan.
.
.
.
Seorang wanita mengamati gedung sekolah Konoha dari luar di balik kacamata hitam yang ia kenakan. Beberapa menit kemudian ia kembali menaikan kaca mobil yang ia naiki.
"Anak itu terkenal ya di sekolah?" Suaranya lembut. Khas seorang perempuan dewasa.
Sopirnya mengangguk pelan. "Sakura sejak dulu populer, Nyonya."
Bibir bergincu merah menebar senyum. "Kalau terjadi sesuatu dengannya, pasti akan sangat menarik bukan?!"
"Tentu saja, Nyonya. "
"Ok. Kita tunggu waktu yang tepat untuk menjalankan misi. " Jemarinya yang lentik memberi isyarat pada sang sopir agar melajukan kembali mobilnya meninggalkan area sekolah.
.
.
.
Naruto baru saja selesai makan dari kantin dengan Kiba dan yang lainnya saat seorang teman Sakura yang ia kenali bernama Karin, berlari-lari sembari meneriaki namanya dengan cukup keras.
"Naruto.." Karin terengah-engah ketika sampai di hadapan pemuda itu.
"Karin-senpai ada apa? Kenapa lari-lari seperti itu?" Naruto keheranan, juga teman-temannya yang lain.
Karin mencoba mengatur nafasnya. Kacamatanya pun sampai melorot ke ujung hidung sebelum kemudian ia membenahi. "Sakura.." Entah kenapa saat nama tersebut terucap, perasaan tak enak langsung menghampiri Naruto. "Dia di UKS." Jelasnya kemudian.
Mata biru itu melotot. Jantungnya berdebar lebih cepat dari sebelumnya. "Ruang kesehatan? Sakura-senpai kenapa bisa di ruang kesehatan? Apa dia sakit?" Naruto bahkan tak sadar sudah membombardir Karin dengan pertanyaan beruntun.
Karin menggeleng. "Dia berkelahi karena membantu adik kelas yang di bully."
Bergegas Naruto segera berlari menuju ke ruang kesehatan setelah mendengar penjelasan Karin dan tak lupa mengucapkan terimakasih.
Ada Ino dan Hinata di sana ketika Naruto sampai. Sementara Sakura duduk di pinggir ranjang ruang kesehatan tengah diobati oleh petugas. Ada sedikit lecet di sudut bibirnya dan lututnya terlihat di balut perban.
"Fox?" Sakura baru menyadari keberadaan Naruto sesaat kemudian. "Kenapa kau di sini?" Tanyanya bingung.
Naruto berjalan mendekat. Miris melihat Sakura yang babak belur. "Karin-senpai memberitahuku, katanya kau berkelahi dan di rawat di ruang kesehatan makanya aku kemari." Sakura selesai di obati. Petugas medis memberikan beberapa nasihat untuk Sakura sebelum pergi dari sana.
"Karin berlebihan. Aku tidak apa-apa. Hanya luka kecil." Naruto menjulurkan tangan bermaksud membantu Sakura turun dari ranjang. Gadis itu menyambutnya. Sedikit kepayahan nampaknya untuk berdiri. "Ayolah Naruto, jangan memasang wajah seperti itu. Sungguh, aku tidak apa-apa, besok luka ini pasti sembuh."
Sakura tahu Naruto tengah mencemaskan dirinya sekarang tapi ia juga tak mau kalau pemuda itu menjadi murung mengetahui dirinya terluka.
"Maaf Senpai..." Naruto mencoba menarik senyum. Ia menampakkan punggungnya pada Sakura dengan sedikit merunduk. "Ayo kugendong."
Gadis itu tak kuasa tersenyum lebar. Ino dan Hinata bahkan mengodanya. "Romantis sekali kekasihmu ini, Sakura." Wajah Naruto memerah drastis karena malu.
"Kau yakin, Fox?" Naruto hanya mengangguk. Sakura akhirnya naik ke punggung pemuda itu. Kapan lagi ia bisa di gendong Naruto. Sakura tertawa dalam hati. Kalau tahu Naruto akan bersikap seperti ini karena melihatnya terluka, Sakura senang-senang saja malah.
"Kenapa Senpai bisa berkelahi?" Naruto bertanya di sela perjalanan menuju gerbang sekolah dimana Kankuro sudah menunggu. Ino dan Hinata yang sudah menghubunginya dan meminta agar Sakura ijin untuk tak meneruskan pelajaran. Meski sebelumnya menolak, namun Sakura akhirnya memilih untuk mengalah.
"Aku tak suka aksi bully. Aku hanya mencoba menolong Tayuya." Sakura menyandarkan dagunya di bahu Naruto. Sekarang sudah masuk jam pelajaran, jadi sekolah terlihat lenggang, itu membuat Naruto bernafas lega karena tak harus menahan rasa malu ketahuan menggendong Sakura.
"Tapi kan tak harus berkelahi. Lihat, Senpai jadi terluka seperti itu." Sakura mendengus geli. "Bagaimana kalau Paman Azuma tahu?"
"Ayah sudah memberitahuku kalau pergi keluar kota beberapa hari ini, jadi dia tak akan tahu." Sahutnya dengan riang. "Kecuali jika kau yang memberitahu, fox."
Naruto menggeleng. "Tidak. Aku akan akan tutup mulut, Senpai." Sahutnya dengan yakin.
"Bagus." Sakura sedikit mempererat pelukan tangannya di leher Naruto. "Jadi, apa yang akan kita lakukan hari ini?"
Mereka hampir sampai. Mobil hitam beserta kankuro sudah di depan mata. "Lakukan apa?" Naruto tak mengerti.
"Kita kan hanya berdua di rumah, Fox."
"Oh.." Naruto menyahut singkat. Polos. "Bagaimana kalau memutar film. Kebetulan ada film yang mau aku tonton, Senpai."
Sakura memutar bola matanya. "Nonton film ya?!" Sahutnya malas. "Baiklah." Dan Naruto yang merespon dengan girang.
Tetap saja rubah kesayanganya itu masih polos.
To be Continued
Terimakasih.
.
Gak nyangka fic ini dianggurin hampir 2 tahun lamanya. Jahatnya diriku wkwkw
Ngubek-ubek draft sampe baca ulang karena lupa sama alur ceritanya T.T
Untuk kedepannya mungkin genrenya bakal kebanyakan drama udh mau masuk konfilk soalnya.
Dan akhir kata terimakasih untuk reader-reader tercinta yang selalu nagih fic ini di UP. Love you all #muachh whaha
PS: Ane jg publish fic baru jgn lupa mampir. Makasih *,*