Beauty and the Beast

.

.

.

Jika cerita Beauty and the Beast versi dongeng adalah seorang puteri cantik jelita yang menyelamatkan seorang pangeran tampan dari kutukan penyihir maka Beauty and the Beast dalam cerita ini sangatlah berbeda. Dia—Beauty— Hyuuga Hinata gadis SMA yang memiliki kepercayaan diri terbatas sehingga membuat dirinya tersingkir secara perlahan dari keluarganya yang sangat menjunjung tinggi mental yang kuat agar dapat menjadi yang terdepan. Dan Uchiha Sasuke—the Beast— salah seorang kriminal yang sangat diburu para polisi karena tindakan keji pembunuhan yang dilakukannya bersama para rekannya—Akatsuki— terjebak dan terpencar di negara-negara lain demi menghindari para polisi.

Disclaimer : Masashi Kishimoto

Warning : Semi M for language, typo, and DLDR

Chapter one, Meet.

.

.

.

London, 22.30.

Seorang lelaki dengan jaket tebal berwarna putih menerobos kerumunan ramai dimalam hari orang-orang sedang merayakan natal bersama. Bunyi-bunyi dari kembang api tidak dihiraukannya karena yang terpenting sekarang adalah bagaimana caranya dia harus lolos dari orang-orang berseragam yang sedang beradu lari dengan dirinya. Dengan luka yang ada dilengan kanannya akibat satu tembakan yang tidak dapat dihindarinya sepuluh menit yang lalu harus membuat kecepatannya sedikit menurun. Dia mendecih ketika tempat yang ditujunya belum juga ketemu. 'Toko sialan' umpatnya kesal lalu melanjutkan lagi larinya menelusuri lorong-lorong kecil ditengah London.

Terus berlari dan pada akhirnya ia sampai juga didepan toko kecil bertuliskan 'DC Bakery'. Tanpa menunggu lagi ia pun masuk dan mencari sosok perempuan berkuncir empat yang ternyata sedang bersiap-siap ingin menutup tokonya.

"Beast?" lelaki itu pun menoleh dan menghela nafas lega. Bukan hal yang aneh kalau seorang lelaki datang padanya dengan keadaan yang tidak baik-baik saja dan wanita itu tahu—sangat tahu— kalau lelaki ini sedang dalam bahaya mengingat darah yang terus merembes keluar dari lengan sebelah kanannya dan raut mukanya yang menahan sakit.

"Masuklah. Matsuri akan mengobati lukamu dan aku yang akan urus disini." Lelaki yang disapanya beast itu pun mengangguk dan langsung menuju kebagian dalam toko roti ini. Beberapa menit kemudian ada beberapa polisi yang sedang terengah-engah berhenti didepan tokonya. Temari tetap melakukan tugasnya seperti tidak terjadi apa-apa. Lalu diliriknya salah seorang polisi yang sedang menghampirinya. Polisi itu menunjukkan lencananya dan Temari pun mengangguk.

"Permisi, Miss. Apakah anda melihat seorang lelaki berjaket putih berlari disekitar sini?"

"Berjaket putih, Sir? Ah, saya minta maaf tapi saya tidak terlalu memperhatikan karena saya sedang sibuk untuk menutup toko agar dapat menghadiri pesta kembang api dialun-alun kota untuk merayakan natal." Jawabnya.

Polisi itu pun memandang seisi toko lalu menatap Temari kembali, "Baiklah, Miss. Saya minta maaf jika menganggu malam natal anda. Jika ada hal yang mencurigakan harap lapor kepada kami." Temari pun mengangguk dan membiarkan polisi tersebut pergi.

Setelah para polisi itu pergi, Temari tetap melanjutkan tugasnya untuk menutup toko roti kesayangannya. Opera yang menyenangkan, pikirnya.

.

.

.

"Misimu gagal, Uchiha?" Wanita berkuncir empat berdiri dengan angkuhnya diambang pintu dengan tangan terlipat didepan dadanya. Lelaki itu pun membuka topeng kulit diwajahnya yang diawali dari bawah dagunya dan alhasil wajah baru yang nyata dan asli pun terungkapkan. Wajah mulus bak porselen dengan rahang yang kokoh inilah wujudnya yang sebenarnya.

"Pein bilang kalian semua harus berpencar dan tidak ada yang bersama. Kau akan dikirim ke Tokyo dan misi ini tidak boleh gagal atau kau akan dikirim langsung keneraka. Akatsuki akan segera menuju kehancuran tapi kalau kalian berhasil dengan misi ini maka keamanan dan kebebasan kalian yang telah diidamkan selama dua belas tahun akan terjamin." Temari menunggu dengan setia ekspersi yang akan ditunjukkan Sasuke padanya. Namun, hal yang diharapkannya tidak terjadi.

"Apa misinya?" Ujar Sasuke datar.

Temari berpikir Sasuke akan terkejut ataupun terperanjat senang mendengar kata kebebasan setelah dua belas tahun terperangkap dalam jerat Pein. Menjadi anak didik Pein sejak umur delapan tahun serta disuguhi tentang cara membunuh, melarikan diri, dan lainnya tentu tidaklah mudah, pikir Temari. Ditambah lagi latihan fisik yang sangat menyakitkan untuk usia anak kecil tentu akan membuat mental mereka terganggu. Dari sekian banyak anak didik yang Pein ambil, ternyata hanya ada sembilan yang berhasil bertahan sampai dewasa.

Tetapi ada satu hal yang tidak Temari ketahui. Pein selalu mengambil anak-anak yang sangat 'berbakat' agar dapat tahan banting dengan kekejaman yang dunia berikan. Oleh karena itu Pein tidak peduli jika ada yang meninggal dalam latihan yang ia berikan karena itu menandakan keinginan terdalam mereka tidaklah besar. Pein tidak ingin menanggung orang lemah yang hanya akan menghancurkan rencananya.

Sasuke adalah salah satunya. Sasuke diambil Pein saat kebakaran besar terjadi dirumahnya. Saat itu dirinya menanggis lalu ada sebuah uluran tangan tertuju padanya. Ya, itu tangan Pein. Pein membisikkan satu kalimat yang berhasil membuat Sasuke menjadi iblis seperti sekarang. Dan itu menghasilkan dendam yang dijadikan Sasuke sebagai kekuatan terbesarnya. Ya, dendamnya yang akan menemukan pembunuh keluarganya. Pembunuh yang menghabisi Ayah, Ibu, dan Kakak tercintanya. Derita yang ia dapat selama dua belas tahun ini tidak akan meruntuhkan keinginan terdalamnya.

Dengan dendam inilah Sasuke dapat melewati rintangan yang sangat berat. Dengan dendam inilah ia dapat bertahan hidup. Menjadi pembunuh bayaran dan kaki tangan Pein bukanlah suatu masalah baginya asalkan Pein dapat menemukan siapa pembunuh keluarganya.

"Misimu adalah menjadi anak SMA yang pindah dari London ke Tokyo. Semuanya sudah diurus dari apartemenmu, kelasmu, dan sebagainya. Kau dapat membaca semuanya yang ada diberkas ini." Temari menyodorkan sebuah buku dengan sampul biru. Sekali lewat buku itu terlihat seperti novel dan tidak mencurigakan. Namun, pada kenyataannya buku ini adalah segalanya bagi misi Sasuke karena semua petunjuk penyamarannya ada didalam sana.

"Apakah ada orang yang kalian percaya?"

"Ada, Hatake Kakashi. Ada pada halaman delapan informasi tentangnya dan bisa dibilang dia adalah pendampingmu. Dan kau tidak akan menyamar, Sasuke," ujar Temari dengan tampang innocent-nya. Sasuke mengerenyit bingung. "Kau akan menggunakan wajahmu yang asli. Besok kau akan berangkat, didalam tas hitam ini ada paspormu dan segala kebutuhan pendidikanmu. Malam ini kau tinggal disini lalu besok kau akan pergi." Sasuke meraih tas hitam yang diberikan Temari kepadanya.

"Ah satu lagi, Pein menyampaikan pesan untukmu," Sasuke mendongak kearah Temari. "Dia bilang disaat yang genting sekalipun, kekuatan terdalammu yang akan menyelamatkanmu bukan orang lain. So, good luck beast." Temari menyeringai lalu menutup pintunya dan meninggalkan Sasuke yang sedang tertegun atas kalimat terakhir Temari yang diberikan kepadanya.

'Tokyo' desis Sasuke pelan sambil memperhatikan paspor yang ada ditangannya.

.

.

.

"Hinata-chan." Gadis bersurai merah muda melambaikan tangannya pada sosok gadis bersurai indigo yang ada beberapa meter darinya. Gadis yang disapanya Hinata itu pun menoleh dan tersenyum kearahnya.

"Sa-Sakura-chan, ke-kenapa harus berlari seperti itu? Na-Nanti kamu capek." Hinata menatap kasihan pada sahabat dekatnya yang sedang terengah-engah kelelahan akibat berlari.

Sakura mengatur napasnya sambil membungkuk dan tangan sebelah kanannya bertumpu pada tangan Hinata, "A-Apakah kau ada minum, Hinata-chan? Aku haus sekali." Ujarnya sambil mengangkat tubuhnya mencoba berdiri. Dengan gerak cepat, Hinata membuka tasnya dan merogoh botol berwarna hijau lalu menyodorkannya pada Sakura, "I-Ini Sakura-chan."

"Te-Terima kasih, Hinata-chan." Ujar Sakura sambil mengatur napasnya agar stabil lalu meraih botol yang diberikan Hinata padanya. Setelah meneguk habis air yang ada didalam botol, Sakura memberikannya kembali pada Hinata. "Ah, gomen airnya sudah kuteguk habis, Hinata." Sakura merasa tidak enak apalagi Hinata membalas ucapannya dengan tersenyum. "Ti-Tidak apa Sakura-chan lagipula i-ini hanya air putih."

"Kalau begitu sesudah melihat festival kembang api, aku akan mentraktirmu makan ya. Dan kamu tidak boleh menolak." Ucap Sakura sambil tertawa dan Hinata hanya mengangguk tidak enak hati.

"Ne Hinata-chan, kamu sudah pindah keapartemen sendiri ya?" Sakura menoleh kearah sahabatnya yang sedang tersenyum melihat kembang api kecil dilangit. Hinata pun menoleh kearah Sakura, "I-Iya ayah baru membelikannya kemarin dan hari ini a-aku sudah pindah kesana."

Sakura cemberut tak suka, "Jadi kamu pindah gak ngajak-ngajak aku lagi ya?"

Hinata terkejut lalu mengibaskan kedua tangannya didepan Sakura, "Ng-Nggak kok! Hanya saja Ayah sudah membayar o-orang untuk mengurus segalanya. Ja-jadi aku cuma tinggal tidur aja." Balas Hinata cepat.

Sakura masih menatap kesal kearah Hinata sehingga membuat Hinata menunduk tak enak hati. Tak lama kemudian tawa Sakura pun meledak dan membuat Hinata menatapnya bingung, "Wa-Wajahmu lucu sekali Hinata-chan." Ujarnya sambil tertawa dan memegang perutnya yang sedikit sakit akibat terlalu senang.

Hinata pun mendesah, ternyata dirinya hanya dipermainkan Sakura. "Kalau begitu malam ini aku harus menginap diapartemen barumu ya." Sakura nyengir sambil menyentuh pundak Hinata dan Hinata hanya mengangguk setuju. Lalu kedua sahabat ini menuju festival kembang api yang diadakan oleh sekolah mereka.

Setelah beberapa jam menikmati festival, Sakura dan Hinata pun memutuskan untuk pulang dan menuju keapartemen Hinata. Setelah sampai Sakura langsung merebahkan tubuhnya diatas kasur Hinata yang empuk. "Wah, ini menyenangkan sekali Hinata-chan. Apartemenmu besar, isinya juga lengkap, dan segala kebutuhanmu terpenuhi. Ah kehidupanmu benar-benar istimewa. Kalau aku jadi kamu sih pasti enak karena tinggal sendiri dan gak ada yang marah-marah kayak ibu aku."

Hinata hanya tersenyum hambar mendengar pengakuan sahabatnya. Menyenangkan? Hidup seperti ini sangat tidak menyenangkan, pikir Hinata sedih. Hidup sendirian tanpa orang tua dan keluarga sangatlah menyedihkan. Jauh dari kasih sayang keluarga dan juga tidak ada yang memperhatikan. Terlahir penuh kekurangan memang sangatlah tidak beruntung.

Jika saja dia lebih percaya diri dan cerdas seperti Hanabi tentu dia tidak akan seperti ini. Namun, Hinata menerima semuanya. Tidak apa jika ayahnya menyingkirkan ia secara perlahan asalkan ayahnya masih memperhatikan makan dan tempat tinggalnya. Dan yang harus ia lakukan sekarang adalah bekerja keras agar menjadi yang terbaik disekolahnya, Hinata pun mengepalkan tangannya dalam diam.

.

.

.

Uchiha Sasuke menarik napasnya dalam-dalam lalu menghembuskannya, "Welcome Tokyo and i'm comeback." Seringainya tanpa mempedulikan orang-orang disekitarnya yang tengah berbisik-bisik memperhatikan wajah tampannya.

Drrtt drrtt drrrt, Sasuke pun meraih ponsel yang ada disakunya. "Hn?"

"Lakukan tugasmu dan misi selanjutnya akan aku beritahu."

"Hn, aku tahu." Sasuke pun langsung masuk kedalam mobil sedan hitam yang berhenti tepat didepannya sambil menyodorkan sebuah kartu kecil kepadanya. Tentu saja ini adalah Hatake Kakashi, pendampingnya.

"Welcome in Tokyo, Sasuke." Ujar Kakashi sambil menginjak gas mobilnya.

"Hn."

"Besok kau akan sekolah dan aku hari ini hanya akan membawamu kerumahku untuk mengambil mobilmu. Lalu kau akan pergi keapartemenmu sendirian."

Sasuke tak menjawab karena sedang terhanyut dalam pemandangan yang telah lama ia tidak lihat, kota kelahirannya. Kota dengan segala tragedi menyedihkan berawal. Kota yang menciptakan kekuatan terbesarnya, dendam.

.

.

.

Hinata sibuk menarik kantung besar berwarna hitam yang menimbulkan bau tak sedap keluar dari apartemennya lalu berjalan mundur dan setelah beberapa langkah, buukk.

Ada suara lelaki yang mendecak kesal sehingga membuat Hinata langsung menoleh kebelakang, "Go-Gomenasai, a-aku—," ucapannya tertahan ketika Hinata mendongak keatas menatap wajah yang ditabraknya tanpa sengaja dan ketika mata lavendernya bersibobrok dengan mata kelam itu dirinya sedikit terpaku lalu buru-buru ia tundukkan wajahnya ketika tatapan orang itu menajam.

"Perhatikan langkahmu." Desis lelaki itu sehingga membuat bulu kuduk Hinata merinding. Hinata pun membungkuk meminta maaf kembali ketika lelaki itu melangkahkan kaki jenjangnya. Dan beberapa langkah kemudian, brrukk. Hinata pun menoleh lamban dan setelah melihat apa yang terjadi ia menahan ketawanya karena lelaki yang mendesis padanya tadi terjatuh sambil mengumpat kesal.

Lelaki bersurai raven itu pun melotot kesal padanya sehingga Hinata terdiam kembali. Setelah lelaki itu berdiri, ia melihat kebawah dan ternyata kulit pisang sialan ini yang membuatnya jatuh. Ia pun mendecih kembali lalu melanjutkan jalannya dan membuka pintu apartemen lalu menutupnya kembali.

'Ternyata dia tinggal disebelahku.' Pikir Hinata.

.

.

.

Uchiha Sasuke terpampang jelas dipapan tulis.

"U-Uchiha-san, da-daijobuka?"

"Ini peringatan pertama, Uchiha"

"A-Arigatou, Sa-Sasuke-san."

.

.

.

To Be Continued

A/N : Hai, gimana nih cerita SasuHina pertama saya? Ini ngebut lho ngetiknya jadi mohon maaf jika banyak kesalahan. Saya termasuk author baru juga sih jadi masih ingin sekali bimbingannya. Saya sangat suka kritikan, saran, dan dukungan maka dari itu saya cinta review *ketawanista* tapi ini jujur lho karena bagi saya review itu awal dari kedekatan kita sebagai teman di Fanfiction ini *cieelah*. Dan monggo mampir pada cerita saya yang lain, hehe. Saya juga paling khawatir sama alur cerita saya sendiri, apakah kecepatan atau gimana?

So, gimana nih tanggapan kalian? Kirim lewat review yaaa jangan lupa ;)

Mind to RnR, Please?