The Hoard Of Mikazuki Island

Rating : T

Genre : Romance/Drama

Pairing: Sasunaru

WARNING: SHO-AI, GAJE, OOCness, Typo(s), Alur cepat(?), AU

Masashi Kishimoto©


.

.

.

.

Summary :

Uchiha Sasuke (20) adalah seorang pewaris tunggal perusahaan besar milik keluarganya. Ayah dan ibunya telah meninggal. Tinggal disebuah Mansion besar bersama para pelayan setianya. Suatu hari, Sasuke pergi berlibur di sebuah pulau menempati rumah besar mendiang kakak kandungnya yang tewas di tengah lautan. Ditengah kesedihannya merindukan seorang kakak, seorang bocah laki-laki 15 tahun hadir dalam hidupnya dan membawa kebahagian tersendiri bagi Sasuke.

Jika hidup ini laksana jalan setapak yang panjang..

Aku akan terus berjalan..

Jika cinta seperti lautan biru yang luas..

Aku akan terus berlayar..

Selagi itu bersamamu..

Aku akan terus memulai bersama mu..

...


Mikazuki adalah sebuah pulau terpencil yang terletak di perbatasan kota Kiri. Pulau yang indah, dikelilingi oleh pantai berpasir putih lembut dan deburan ombak yang terdengar bagaikan lullaby bagi siapapun yang mendengarnya. Sebuah rumah besar, dengan gerbang yang tinggi, laksana sebuah istana tak berpenghuni karena terlihat begitu sepi dari luar.

Rumah itu terletak tepat di tepi pantai, dengan dipisahkan oleh jalanan saja. suara langkah sepatu terdengar mengisi ruangan bawah tanah yang dipenuhi oleh deretan-deretan buku yang tertata apik pada beberapa rak di ruangan tersebut.

"kau disana"

Seorang pemuda yang sedang focus membaca buku tebalnya Cuma mengangguk pelan, tanpa melirik kepada pria yang memiliki rambut senada dengan rambut ravennya. Luka membekas sedikit membuat setengah dari wajah tampannya terlihat rusak, namun pria bernama Obito itu tidak terlalu mempedulikan hal itu. Luka yang ia dapatkan ketika menyelamatkan keponakan kecilnya dari pembantaian yang terjadi 10 tahun silam.

"Itachi juga sering membaca itu" kata Obito, melangkah mendekati Sasuke. Obito adalah satu-satunya keluarga yang dimiliki oleh Sasuke. Kakaknya tewas tenggelam di lautan 5 tahun yang lalu, sedangkan kedua orang tua mereka meninggal dalam pembantaian yang dilakukan oleh saingan keluarga mereka. "Jangan bicarakan dia ketika aku sedang sibuk" sahut Sasuke.

Obito tersenyum simpul, Sasuke memang menjadi pribadi yang pendiam ketika ia kehilangan kakaknya yang memilih untuk kabur dari rumah besar mereka. Dan tak lama kemudian, pembantaian dikeluarganya pun terjadi. Kehilangan keluarganya, membuat mental Sasuke menjadi sedingin es di kutub utara. Sasuke menjadi seseorang yang antisocial, tanpa seorang teman, dan seorang sahabat. Menghabiskan masa sekolah dengan jalur homeschooling.

Ini adalah hari kedua Sasuke berada di pulau Mikazuki untuk berlibur setelah menghabiskan waktunya dengan perusahaan milik keluarganya. Seharusnya Obito lah yang menggantikan kakak kandungnya yang tewas 10 tahun yang lalu. Dengan wajah yang setengah mati rasa, membuat Obito enggan untuk tampil di depan umum.

Obito menghabiskan waktunya di rumah itu bersama mendiang keponakannya yang tewas saat berusia 20 tahun. Itachi tewas, menurut berita pewaris Uchiha itu tewas tenggelam. "mungkin saja kau merasa syok atas kepergian satu-satunya keluarga kandung mu" Obito tersenyum, dan terlihat sedang memilih sebuah buku untuk dibaca.

"Paman, berhentilah bicara tentang mereka" ujar Sasuke, dikepalanya masih teringat betapa sibuknya kedua orang tuanya, serta kakak sulungnya yang lebih memilih untuk hengkang dari rumah utama mereka. Obito menoleh ke arah keponakannya, dikening Sasuke masih berbekas segaris luka jahit yang belum pernah hilang meskipun sudah lama pembantaian itu terjadi.

"kau kesini untuk liburan kan? pergilah, jangan di rumah terus. Disini banyak wanita cantik" Canda Obito.

Sasuke beranjak dari duduknya, dan mendengus pelan. Pemuda itu pun segera meninggalkan ruang bawah tanah itu, tanpa menghiraukan pamannya yang tertawa akan tingkahnya. "dasar anak muda" gumam Obuto.

.

.

.

.

Mikazuki (Pukul 2 siang)

Sasuke berdiri di balkon tamannya yang menghadap langsung ke arah pantai. Di sana, ia bisa melihat banyak para pelancong yang sedang berjalan-jalan di pantai, serta pemuda-pemudi sebayanya sedang asyik bermain volley pantai. Mereka berteriak, memanggil kawan team nya supaya mengoper bola untuknya.

Pandangan iris onyx itu mengarah pada seorang bocah laki-laki yang jauh lebih muda darinya sedang berjalan membawa sekerenjang—entahlah, Sasuke tidak yakin apa yang sedang dibawa itu. Bocah itu memiliki rambut blonde, dengan tubuh langsingnya berbalut kulit tan senada dengan warna madu yang manis. Sasuke tidak suka madu, permen, atau pun sesuatu yang rasanya terlalu manis, tapi entah kenapa sangat sulit untuk berpaling dari bocah manis itu? Tunggu, bocah itu menyelipkan sebuah bunga sepatu di telinganya.

Sasuke berjalan keluar kamar, dan melongokan kepalanya ke bawah. Di sana, pamannya sedang berbincang sebentar dengan bocah yang menurut Sasuke itu memiliki wajah yang sangat manis seperti anak perempuan.

"Kata bibi Karin, paman kedatangan tamu, ya?" sayup-sayup, bocah itu bertanya dari ruang tamu. Paman Obito pun juga terlihat membawakan jamuan untuk bocah laki-laki berambut pirang itu. "ya, makanya paman memesan banyak susu" jawab Obito. "memangnya tamunya paman itu suka susu, ya?" Tanya nya lagi.

'sepertinya bocah itu banyak bicara' batin Sasuke. Sepertinya kau tertarik, Sasuke?

"dia bukan tamuku, tapi keponakanku, Naruto" Kata Obito—tersenyum. "namanya Naruto" gumam Sasuke. Tanpa sadar ia tersenyum, namun tiba-tiba saja Obito menoleh ke arahnya dan memanggil namanya. "Sasuke, kau sudah bangun? Ayo turun!" seru Obito. Naruto mendongak ke atas, pandangan keduanya berjumpa. Seketika waktu pun dalam mode slow, panah cupid melesat begitu saja pada keduanya. Sasuke memegang dadanya, merasakan kalau jantungnya berdetak cepat seperti drum yang ditabuh.

"Sasuke, turunlah, nak!" Obito mengulanginya lagi,

"paman dia siapa?" Naruto bertanya. Obito menoleh padanya, "dia keponakan ku. Namanya Sasuke, kau bisa temani dia sebentar Naruto?" Obito balik bertanya. Naruto mengerucutkan bibirnya, seperti anak kecil. "paman ingin mengunjungi Kakashi yang sedang mengerjakan proyek kami. Kau mau kan?" Obito berharap.

Naruto menghela nafas sebentar, "baiklah. Jangan sampai malam ya, bibi akan mencari ku nanti" kata Naruto. Obito memeluk Naruto, dan segera mengambil mantel miliknya. "baiklah, bersenang-senanglah!" Obito berlari keluar rumah tanpa peduli dengan keadaan canggung yang dirasakan oleh Naruto. "paman selalu seenaknya begini" gumam Naruto.

Bocah itu pun membawa pesanan Obito ke dapur. Bagaimana bisa ia berada satu atap dengan seseorang yang tidak ia kenal sama sekali? Pemuda tampan dengan tatapan aneh itu, pemuda yang Naruto ketahui bernama Sasuke. "tadinya kan aku mau bermain bola dengan kak Sai" Naruto memasukan botol-botol susu sapi segar ke dalam kulkas dengan sangat hati-hati.

"pasti lama" Naruto ngambek, ia ingin cepat pulang dan bermain dengan teman-temannya. "Apa kau bisa masak?" seseorang bertanya padanya. Naruto hampir saja berteriak, begitu terkejut melihat kehadiran Sasuke yang tiba-tiba saja muncul di dekat meja. "eh, a..ano" Naruto berdiri dan berkata terbata-bata.

"aku lapar, apa kau bisa masak?" Tanya Sasuke, tanpa tahu malu.

"m..masak? masak apa ya—" Naruto memainkan jari-jarinya. "apa saja" sela Sasuke, mendudukan dirinya di kursi makan. "ha'i" sahut Naruto. Bocah 15 tahun itu pun mencari bahan-bahan masakan di dalam kulkas. Wajah manisnya tersenyum senang ketika melihat pasta, saus, bawang Bombay, daging giling, dan juga tomat yang sudah diiris-iris.

Butuh waktu 25 menit, Naruto sanggup membuat pasta irisan tomat untuk Sasuke. Pemuda 20 tahun itu membulatkan matanya ketika melihat topping tomat kesukaannya. "kakak tidak suka tomat?" Tanya Naruto, takut-takut. Sasuke menggeleng cepat, "aku suka. Duduklah! Kita nikmati bersama" usul Sasuke. "eh? Boleh?" Naruto bertanya. "silahkan" sahut Sasuke.

Keduanya pun menikmati makan siang mereka, dan melanjutkan aktifitas mereka bermain game. Cukup lama keduanya bermain game, hingga keduanya pun kelelahan dan terlelap hingga malam hari. Obito baru saja pulang, hujan cukup lebat malam ini. berulang kali menekan tombol, namun tak ada yang kunjung membukakan pintu. Untungnya ia membawa kunci cadangan dan berhasil masuk ke dalam.


.

.

.

.

Pagi Hari..

Sinar mentari yang masih kemerahan itu menerpa wajah dua orang yang sedang terlelap di atas karpet berbulu. Mentari pagi menelisik melalui celah jendela kamar besar Sasuke. Sasuke pertama kali membuka matanya, sedikit menggosok-gosok kedua matanya yang masih sedikit sulit untuk di buka. Cicitan burung di luar kamar terdengar seakan menyapa hari ketiganya di Mikazuki.

Iris Onyx itu membulat sempurna kala melihat sosok wajah polos nan damai sedang tertidur di sampingnya. Mereka menghabiskan malam mereka berdua dengan game yang ter-pause di layar televise flat itu? Sejak kapan Sasuke menjadi seceroboh ini? "hey, bangun! Sudah pagi!" dengan sangat hati-hati Sasuke membangunkan si pirang. "bangun, Naruto! sudah pagi!"

"nanti bi, satu Menit—APA SUDAH PAGI!" Naruto terbangun dengan wajah baru bangun tidurnya. "K..KENAPA KAU ADA DI—Ahh, aku harus pulang" sang blonde baru saja ingat, jika tadi malam ia memang berada di kamar besar milik pemuda di hadapannya itu. "HEY, KAU BELUM MANDI,DOBE!" seru Sasuke, mengikuti langkah Naruto yang keluar dari kamar Sasuke.

"Tidak perlu, Kak" sahut Naruto. Naruto menghentikan langkahnya ketika baru saja menuruni 3 anak tangga. "KAU MENYEBUTKU,DOBE? AKU NARUTO!" seru Naruto, tidak terima kala Sasuke menyebutnya dengan panggilan Dobe. "Hn, terserah" sahut Sasuke, cuek bebek. Naruto naik tangga lagi, dan berlari ke arah Sasuke. "Kau teme jahat..teme..teme..teme" Oceh Naruto—memukul dada bidang Sasuke.

Sasuke memiting leher Naruto, tidak begitu kuat. "aduuuhhh, se..sak" Naruto merintih. "aku Sasuke, bukan teme!" sahut Sasuke. Hari ini dia sudah bertindak OOC sekali di hadapan orang yang baru saja ia kenal dalam hitungan 20 Jam. "aku tidak peduli..aku tidak peduli..kakak itu teme, memanggil ku dobe!" seru Naruto, tidak mempedulikan posisinya saat ini.

"kalian sudah bangun?" Obito bertanya dari bawah sana, sambil mendongakan kepala ravennya. "Paman Obito, bantu Naru!" Pinta Naruto, Obito tersenyum simpul. "sampai kapan kau mau memeluk Naru-chan seperti itu, Sasuke-kun?" Tanya Obito. "APA?" bentak Sasuke (salah tingkah)—melepaskan pelukannya(?) dari leher Naruto.

"paman sudah mengambilkan baju Naruto dari rumah. Bibi Karin juga membolehkan kau menginap di sini, Naru-chan" ujar Obito. Omelan bibi berkacamatanya itu seketika sirna dari pikiran sang blonde, "a..apa?" Naruto menatap Obito tidak percaya. Baiklah, mungkin nanti Naruto akan membawakan 3 ikat besar rumput laut untuk dijadikan sup kesukaan sang bibi. "paman tadi malam ke rumah bibi mu ketika melihat kalian tertidur sehabis bermain game" kata Obito, berjalan hendak membuka gorden di ruang tamu.

"cih, dasar dobe" ujar Sasuke—masuk ke dalam kamar.

"APA? DASAR TEME"


.

.

.

.

Satu hal yang Naruto benci dari kehidupan ini adalah, ketika dia merasa sendiri dan diabaikan. Mungkin untuk dibohongi, ia masih bisa terima. Karena dia sendiri pun juga pernah membohongi bibinya ketika ia pernah telat pulang ke rumah sepulang dari sekolah. Maka dari itu, wajar saja jika ada orang yang berbohong padanya. Karena bagi Naruto, terkadang berbohong itu sudah dijadikan tradisi oleh seluruh orang di dunia ini.

"Naru-chan apa benar kau di terima di Kiri Internasional School?" Tanya seorang pemuda berkulit pucat, dengan pakaian ala penjaga pantai. Dia adalah Shimura Sai, putra angkat Pak Danzou, pemilik bungalow-bungalow yang ada di pantai Mikazuki. Naruto sangat mengidolakan Sai, karena pemuda 21 tahun itu sangat handal sekali berselancar, menyelam, dan juga pandai melukis pemandangan. Seandainya Naruto tahu, bahwa selama ini dialah inspirasi dari pemuda berkulit pucat ini.

Keduanya kini sedang duduk di bebatuan besar di pantai. Siang ini, Sai meminta Izin pada bibi Karin untuk mengajari Naruto berselancar, padahal sebenarnya Sai hanya ingin bertemu dengan inspirasi hidupnya itu. "kak Sai tahu dari mana?" Naruto balik bertanya, sambil mencipratkan air laut dengan kedua kakinya. Sai tersenyum, "semua orang membicarakan Naru-chan. Hebat ya, Naru-chan diam-diam pintar juga" puji Sai. Naruto mengadahkan kepalanya ke langit, "itu hanya keberuntungan saja. soal hebat sih, kayaknya masih kak Sai" Sahut Naruto, menoleh ke arah Sai.

Naruto sudah menganggap Sai sebagai kakaknya, karena memang hanya Sai lah yang mau berteman dengannya ketika tak ada satu pun yang mau berteman dengannya. Karena Sai, Naruto pun bisa memiliki banyak teman, Sai adalah pemuda kaya raya, jadi, tak ada yang mau menolak untuk bermain dengannya. Namun, Cuma Naruto sajalah yang berteman dengan Sai tanpa peduli dengan kekayaan tuan Danzou yang saat ini sedang dalam masa koma-nya.

"kita jadi tidak bisa bertemu lagi" kata Sai, suara deburan ombak terdengar seolah menjadi back sound kisah kedua anak manusia ini. "aku kan pulang kalau liburan tiba, lagi pula aku hanya tiga tahun saja kau sekolah di Kiri" Hibur Naruto. Sai tertawa pelan, "kau benar. Mungkin karena aku takut kau kenapa-kenapa, Naru-chan" Sai berkata lagi. "aku paham kok. Aku kan sudah menganggap kakak sebagai kakak ku, mungkin kakak juga sudah menganggap ku sebagai adik kakak juga kan" sahut Naruto, dan membuat perasaan Sai bagai tertancap ribuan tombak. Sai tersenyum miris, Naruto menyayanginya hanya sebagai kakak, dan rasanya mustahil untuk mendapatkan hati si blonde.

.

.

.

Menatap kosong pada suasana pantai yang tersaji di depan kedua mata onyx-nya. Duduk di atas sofa berbentuk ayunan yang memang sengaja disediakan di balkon kamarnya itu. Petikan gitar yang ia mainkan, mengisi waktu kosongnya.

"Sasu-teme!"

Suara cempreng dari bawah sana menghentikan aktifitasnya. Sasuke menoleh ke bawah, di sana Naruto sedang melambaikan tangan ke arahnya. Senyum 3 jari di bibirnya itu, menambah kesan manis pada wajah bertanda lahir 3 garis di kedua pipinya. Seperti kucing, atau malah seperti rubah. Sasuke meletakan gitarnya, dan bergegas untuk turun ke bawah untuk menemui sang blonde.

Naruto segera masuk ke dalam gerbang ketika gerbang itu terbuka otomatis. Inilah yang disukai Naruto, gerbang ajaib milik keluarga Uchiha yang selalu membuatnya bertanya-tanya; bagaimana cara memasangnya?

Sasuke menatap datar tingkah norak Naruto. padahal dengan remote saja Sasuke bisa membuka gerbang otomatisnya itu. "Lakukan lagi..lakukan lagi" celoteh Naruto, bertingkah seperti gadis kecil berkerudung merah jambu, bergigi dua, dan hidup bersama seekor beruang pensiunan sebuah sirkus. Sasuke menggeleng pelan. "gunakan ini" ujar Sasuke, memberikan remote itu ke tangan Naruto. "bagaimana cara menggunakannya?" Tanya Naruto, tidak mengerti. Sasuke berdiri tepat di belakang Naruto, dan mengarahkan remote itu ke arah gerbang. "seperti ini" kata Sasuke, tepat di telinga Naruto.

Dada Sasuke menempel pada punggung kecil Naruto. posisi keduanya saat ini, seperti sedang berpelukan. "wahh, keren" puji Naruto. si blonde pun dengan seenaknya berbalik badan, sehingga Sasuke bisa melihat langsung kedua maniks blue sapphire milik Naruto. keduanya saling memandang dalam diam.

Iris blue sapphire bertemu dengan iris Onyx, dua iris yang terlihat begitu kontradiktif itu saling menganggumi satu sama lain. "indah sekali" gumam Naruto, tanpa sadar. "kau jauh lebih indah" Sahut Sasuke.

"kenapa gerbang mu terbuka Obit—ASTAGA" pekik seorang pria dengan luka garis melintang pada hidungnya. "NARU-CHAN!" seru orang itu. "PAMAN IRUKA" Naruto menoleh dan segera berlari memeluk pria bernama Iruka itu. Sasuke kembali dalam mode awalnya, "paman sudah pulang..paman sudah pulang" Naruto melompat girang. Sasuke berusaha menghilangkan kejadian itu, ia tidak boleh jatuh cinta pada seorang bocah 5 tahun dibawahnya itu.


.

.

.

.

Skip time..

Sasuke menyandarkan tubuhnya pada headbed ranjang king size-nya. ia menghela nafas sejenak, sebuah album foto berada di pangkuannya. Album berjudul 'me and brother Advanture' berisi foto-foto dimana hanya dia dan Itachi saja. dulu, Sasuke dan Itachi sangat suka bermain bersama, dan menyempatkan diri untuk berfoto bersama kemana pun , dan kapan pun. Mereka anak yang narsis, dan menyimpannya di sebuah album. Itachi pun juga memiliki album yang sama dengan Sasuke. Sasuke menghela nafas lagi, disentuhnya foto sang kakak. "kau tahu? meskipun kau telah tiada, namun aku yakin kau ada, kak" gumam Sasuke. Dia merindukan sosok Itachi, Sasuke ingin kakaknya bersama dengannya lagi. Membantu dirinya menghadapi musuh-musuh perusahaan bersama, seperti saat ketika Itachi membantu Sasuke menghadapi musuhnya ketika kecil.

Tapi sekarang, kenyataan itu berbeda. Sasuke harus kehilangan segalanya. Keluarganya dan juga kakaknya. Memang dulu mereka bukanlah keluarga bahagia, ibu dan ayahnya sangat sibuk. Hanya ada dirinya, Itachi, dan juga paman Obito saja. mungkin kalau kakeknya masih hidup, Sasuke dan Itachi masih bisa mendapatkan kasih sayang yang lebih.

Diam-diam Obito mengintip dari celah pintu Sasuke yang terbuka. Melihat keponakan sekaligus satu-satunya keluarga yang masih bersamanya terlihat begitu rapuh di dalam kamar itu. Bulir-bulir air mata mulai turun membasahi wajah tampannya. Ingatannya dimana, rumah kakak kandungnya Fugaku terbakar habis, tangisan si kecil Sasuke, serta darah kedua orang tua Sasuke kecil membasahi lantai. Saat itu Obito memberanikan diri memasuki rumah yang setengahnya terbakar itu dan hendak menyelamatkan satu-satunya harta berharga Uchiha. Dengan keberaniannya itu, Obito berhasil menyelamatkan Sasuke yang saat itu sedang menangis di hadapan kedua jasad orang tuanya tanpa menghiraukan api yang mulai menjalar. Obito menyelamatkan Sasuke, tak peduli dengan balok api yang membakar sebagian wajah tampannya.


.

.

.

.

Siang ini, Obito meminta Sasuke untuk membeli keperluan di toserba milik Uzumaki Karin. Dengan sedikit tidak suka, Sasuke akhirnya berangkat juga. Pamannya itu sepertinya hendak berangkat ke Kiri selama beberapa hari. Tidak terlalu jauh dari kediamannya, membutuhkan waktu 15 menit untuk sampai ke toserba itu.

Baru saja membuka pintu toko tersebut, seorang wanita berkacamata menyambut kedatangannya. Wanita bertampang judes itu tersenyum ramah padanya. "kau pasti keponakannya Obito, ya? Masuklah, kami sudah menyiapkan keperluan kalian" sambutnya. 3 orang pekerja, masing-masing masih terlihat muda, mungkin saja mereka masih sebaya dengannya.

"Lee, tolong ambilkan keperluan Obito!" titah si wanita.

"Ha'i" sahut pemuda berambut seperti kappa itu.

"duduklah, apa kau mau kopi?" Karin membawa Sasuke menuju sebuah meja dimana sudah tersedia 2 buah kursi. Sasuke mendudukan dirinya pada salah satu kursi itu. "tunggu di sini!" seru Karin, Sasuke menoleh pada wanita yang mungkin saja seusia dengan paman Obito. Wanita itu baik, namun wajahnya saja yang terlihat judes. Tak lama kemudian, Karin tiba dengan sebuah nampan berisi segelas limun dan beberapa jamuan yang ia buat bersama keponakan kesayangannya.

"Obito pergi ke Kiri, dia menitipkan mu pada kami" Karin mengulas senyum. "apa ini roti kering madu?" Tanya Sasuke. "tentu saja, aku tidak tahu apa kesukaan mu. Kebetulan keponakan ku suka sekali memasak" kata Karin. "hm, enak" puji Sasuke, tanpa sadar. "terimakasih, jika kau bosan kau bisa mengajak Naruto-chan bermain. Dia punya banyak teman" kata Karin.

"uhukk..uhuk"

Sasuke batuk-batuk ketika mendengar Karin mengatakan perihal keponakannya yang ternyata adalah Naruto. "minumlah" Karin menyodorkan segelas limun squash pada pemuda itu. "terimakasih" Ucap Sasuke.

"Apa dobe itu keponakan mu?" Tanya Sasuke.

"dobe?" beo Karin.

"ano, maaf. Maksud ku, Naruto" koreksi Sasuke, Karin tertawa maklum. Keponakannya yang polos itu memang kadang bertingkah layaknya orang bodoh. Tapi, dia percaya, kalau Naruto bukanlah anak yang bodoh, karena Naruto sendiri pun mampu masuk sekolah Bahari bertaraf Internasional di Kiri. "kau bisa menemuinya, di atas" kata Karin, seraya mengacungkan tangannya ke atas. "Juugo, bisakah kau antarkan paket di sana ke rumah Iruka-san?" Tanya Karin, pada seorang pria bertubuh kekar yang baru saja turun dari tangga.

"tentu saja" jawab Juugo.

"dia adalah kakak angkat ku, dia memang besar dan menakutkan. Tapi, dia sangat baik dan protektif pada Naruto. dia laki-laki yang ramah" Jelas Karin, ketika melihat raut wajah Sasuke yang dipenuh tanda Tanya begitu melihat Juugo.

"KARIN, YO!" Tiba-tiba saja seorang bertubuh besar dan berkulit coklat datang membuka pintu Ruko serba ada milik Karin. "BEE, PELAN-PELAN!" seru Karin, bertolak pinggang. "bagaimana kalau toko ku hancur?" Tanya Karin, wajahnya terlihat kesal. "wahh, jadi ini si tampan itu ya, yo" Bee berjalan mendekat ke arah Sasuke. "kau mau berselancar?" Tanya Bee, menggoyangkan papan selancar miliknya.

"tidak, terimakasih" Sasuke menolak halus.

"si tampan? Apa maksud mu?" Tanya Karin. "dia jadi bahan pembicaraan sekitar pantai Mikazuki. Sepertinya Sai punya saingan" jawab Bee, mengelus-elus dagunya. "baiklah, aku butuh minuman soda" ujar Bee.

"ambil saja sendiri, dan lekaslah pergi" Omel Karin. Karin kembali menoleh pada Sasuke, dengan seyum ramah andalannya. "dasar wanita, melihat cowok cakep saja langsung mesem-mesem" cibir Bee.

"dia adalah Bee, Penjaga Pantai dibagian Barat" Karin kembali menjelaskan.


.

.

.

.

Setting kembali berubah, dimana hamparan pasir putih memantulkan cahaya mentari di siang hari membatasi deburan ombak di pesisir barat, pantai Mikazuki. Burung-burung laut terlihat sedang memangsa makanan di bawah air. Serta suara sorak sorai anak-anak pantai sedang asyik bermain dengan kawan-kawannya.

Terlihat Sasuke dan Naruto sedang asyik berjalan berdampingan di atas pasir. Naruto memang memaksa Sasuke untuk bermain di pantai, melepas rasa jet lag berada di dalam rumah. Udara sejuk memanjakan mereka, dan memaksa Sasuke untuk tidak berkhianat, karena suasana ini lebih indah dibandingkan berdiam diri di atas balkon dan hanya memperhatikannya saja.

"Indah kan" Naruto menjatuhkan dirinya tepat di bibir pantai. Sasuke ikut mendudukan dirinya di samping Naruto yang sedang merentangkan tangannya menikmati angin laut. "kak Sasu, apa kau pernah pergi ke pantai sebelumnya?" Tanya Naruto, seraya merebahkan tubuhnya di atas pasir putih. "belum pernah" jawab Sasuke, ia melirik Naruto yang sedang menutup matanya menikmati hembusan angin.

"sungguh? Apa ini pertama kalinya? Aku tidak yakin kalau kak Sasu itu pewaris tunggal Uchiha Corps" meskipun tak bermaksud menghina Sasuke, tapi dengan kata-kata polosnya itu Naruto telah menghina status sosialnya itu. "aku tidak suka sesuatu yang berbau lautan" sahut Sasuke, berbohong. Naruto membuka matanya, terkejut mendengar ucapan Sasuke. "sesuatu membuat ku trauma akan lautan" lanjut Sasuke. "tapi kita kan di pantai, bukan di laut" ujar Naruto. "apa kau selalu seperti ini?" Sasuke bertanya seraya ikut merebahkan tubuhnya disamping Naruto.

"Tentu saja. hidup dengan pasir, selalu membuat hati ku nyaman. Tidak melihat Pasir, bisa membuat hati ku tak tenang" kata Naruto, mengingat ia sudah menginjak pasir sejak baru bisa jalan. Sasuke mengangguk mengerti, "kalau begitu kau bisa hidup di Suna" ujar Sasuke. "Suna? Itu lain lagi, mana bisa aku hidup di kota gurun itu" kata Naruto, tidak terima. "hahaha, kau bilang kau suka pasir" tawa Sasuke.

"maksud ku itu pasir putih seperti ini" sahut Naruto, mengambil posisi duduk dan mengenggam pasir putih dengan tangan kanannya.

"eh" Naruto sedikit terkejut ketika melihat sebuah bula volley mengenai kakinya.

"Oh, Naru-chan. Mau ikut main?" Tanya seorang pemuda bersurai raven kepada Naruto. "Kak Sai" sapa Naruto. bocah pirang itu menoleh ke arah Sasuke, dimana Sasuke sedikit tak suka pada pemuda bernama Sai itu. "tidak, aku ada janji dengan Sasuke. Lain kali saja ya" ucap Naruto, melempar bola itu ke arah Sai. "kita bisa mengajak Sasuke untuk bermain" usul Sai.

"kau mau ikut, kak teme?" Tanya Naruto.

"tidak terimakasih" sahut Sasuke, beranjak pergi menuju pantai.

"lain kali ya" teriak Naruto. Sai dan temannya pun pergi, Naruto langsung menyusul Sasuke. "kak teme, kenapa kau tak suka bermain volley?" Tanya Naruto, memasukan kakinya ke air. "kau mau aku menjadi hitam terjemur matahari?" Sasuke berbalik Tanya. "Kak Sai saja sering bermain di pantai tidak hitam, lihat! Bahkan kulitnya jauh lebih putih dari mu" kata Naruto. "itu bukan putih dobe! Itu PUCAT!" seru Sasuke, tidak terima kulit ala blasternya disamakan dengan kulit pucat Sai. "heheheh, gomen.." tawa Naruto.

"rasakan ini!" seru Sasuke, menyipratkan air laut ke arah Naruto. "oh, jadi kau mau melawan ku, ya" Naruto merasa tertantang. Keduanya pun akhirnya bermain dengan air laut dan saling menyipratkan ke tubuh lawan masing-masing. Mereka tampak bahagia, mengabaikan sosok Sai yang memandang cemburu ke arah mereka. Ia mengepalkan tangannya erat-erat, panas, seperti terbakar rasanya. Naruto bahkan mengabaikan dirinya dan lebih memilih bersama dengan orang lain.

.

.

.

.


Konoha (pukul 8 malam)

"Uchiha kembali mengalahkan kita" ujar seorang pria berkacamata, dengan sebuah name tag di dadanya bertuliskan nama 'Yakushi Kabuto'. Seorang pria lainnya terlihat sedang duduk di atas kursi roda, memandang ke arah luar jendela. Butler berambut abu-abu pucat itu menyipitkan mata liciknya. "Karena kita belum membunuh putra bungsu mereka" sahut pria itul. Kabuto menjilat bibir bawahnya yang terasa kering.

"bagaimana, apa kita harus membunuhnya, tuan Orochimaru?" Tanya Kabuto. Pria berwajah pucat menyeramkan itu bernama Orochimaru, musuh bebuyutan keluarga Uchiha yang selalu bisa mengalahkan usahanya. "anak itu sangat kuat, kita tidak akan bisa membunuhnya dengan mudah" sahut Orochimaru,

"lalu apa yang harus kita lakukan?" Kabuto terlihat was-was. "kita cari tahu apa kelemahannya" ujar Orochimaru. "tapi, bagaimana kita tahu? Kalau saja Uchiha Sasuke tidak pernah memiliki seorang kekasih, sepertinya hilang sudah harapan cinta untuknya" Sahut Kabuto, merasa tidak yakin mengingat bocah Uchiha itu tipikal orang yang dingin dan antisocial.

"begitukah? Lihat saja nanti" Ujar Orochimaru, tersenyum licik.

.

.


Jika hidup ini laksana jalan setapak yang panjang..

Aku akan terus berjalan..

Jika cinta seperti lautan biru yang luas..

Aku akan terus berlayar..

Selagi itu bersamamu..

Aku akan terus memulai bersama mu..

"Sasuteme, puisi ini terlalu pendek" komentar Naruto, setelah membaca puisi cinta buatan Sasuke. "tapi ini indah" lanjut Naruto—kemudian memakan kue kukisnya. "terimakasih" sahut Sasuke. Naruto menoleh ke arah Sasuke yang sedang memainkan laptop miliknya. "kau sedang apa?" Tanya Naruto—berjalan menghampiri Sasuke.

"itu susunan keuangan, ya?" Tanya Naruto, matanya sakit ketika melihat banyaknya susunan angka di layar laptop Sasuke. "aku harus memantau keuangan perusahaan ku setiap 5 jam sekali" ujar Sasuke, mulai men-scroll kursor ke bagian bawah. "banyak sekali uangnya. Itu uang semua" Naruto menatap tak percaya. "tentu saja"

"apa dengan uang itu bisa dibuat untuk berlayar?" Naruto bertanya lagi. Sasuke tertawa pelan, "apapun, tapi aku tidak akan menghabiskan uang ku untuk berlayar" jawab Sasuke.

'Sasu, apa keinginan mu kalau sudah besar nanti?'

'aku ingin berlayar, kak'

Suara dua anak kecil berputar di kepalanya. Memori menyakitkan kembali teringat dalam pikirannya, impian besarnya yang harus pupus begitu saja. siapa yang tidak ingin berlayar? Bahkan, Sasuke kecil sudah memiliki impian untuk berlayar mencari sebuah harta karun berharga yang hanya dirinya sajalah yang bisa memilikinya.

'harta karun..harta karun'

Teriakan dua anak kecil muncul lagi dikepalanya, hingga mengakibatkan Sasuke menjambak surai ravennya. "Kak Sasu" Naruto menghentikan tangan Sasuke, dan menatap Sasuke dengan pandangan khawatir. "kau kenapa?" Tanya Naruto, khawatir. Sasuke tersadar akan keberadaan Naruto, dengan lembut ia menyentuh wajah Naruto. "apa kau lapar? Ayo, kita cari makanan untuk makan malam" ajak Sasuke—seolah melupakan apa yang baru saja terjadi. Setelah mematikan laptopnya, Sasuke pergi ke kamar mandi dan membiarkan Naruto yang tidak mengerti dengan apa yang terjadi padanya.

"Kak Sasuke" lirih Naruto.

.

.

.

TBC

.

.

.

(a/n: hey, readers. AI back!.. setelah bergalau ria melanjutkan fic yang ketiga dan keempat. Kayaknya, AI memutuskan buat Hiatus dulu melanjutkan kedua fic itu. Lagi mencari ide buat itu fic. Yasudah, yang kemarin sempat kecewa sama kedua fic aneh AI, I was release my new Fic. So, bagaimana pendapat kalian? Lanjutkah? Oh, iya yang sempat nanya Blog AI, hueheheheh. Bukannya gak mau ngasih tau, tapi di sini gabisa nge-share alamat weblog tau-.-

But, here is it: fujodanshisunarutakyu~(blogspot)~com

Review?(did you mind?)