Ruka dan Akashi akhirnya sampai di depan sebuah ruangan besar tujuan mereka.

"Bersiap-siaplah, Ruka," ucap Akashi, dia membuka pintu ruangan itu, dan… kosong.

"Tch…" Akashi mendecih kesal.

"Raja tidak ada disini," ucap seseorang dibelakang mereka.

"Nijimura-san…" kata Akashi saat melihat Nijimura.

"Raja menunggumu di gedung selatan, Akashi."

"Apa maksudmu?"

"Entahlah, dia hanya menitipkan pesan itu padaku."

"Baiklah, ayo, Ruka."

Tiba-tiba Nijimura menghunuskan pedangnya pada Ruka, tepat di wajahnya, "Hanya Akashi yang boleh lewat."

"Kalau begitu, aku akan mengalahkanmu dan membawanya pergi," Akashi pun menyiapkan kedua daitonya.

"Tunggu," Ruka menghentikan Akashi, "Tidak apa-apa. kausaja yang pergi. Aku akan disini."

"Kau yakin?"

Ruka mengangguk mantap, Akashi pun menghela nafasnya dan berjalan keluar dari ruangan itu, sebelumnya ia sempat beradu pandang dengan Nijimura, dan Akashi menyadari, ada hal aneh pada Nijimura.

Setelah Akashi benar-benar pergi, di ruangan itu hanya terdapat Ruka dan Nijimura, keduanya saling beradu pandang. Dan Ruka merasa bahwa 'kakak'nya terlihat berbeda, matanya terlihat dingin, tidak hangat seperti biasa, sejujurnya dia juga masih kaget, karena tadi Nijimura menghunuskan katananya padanya.

"Keluarkan katanamu," perintah Nijimura.

"Eh?"

"Keluarkan katanamu. Kita bertarung, jika kau berhasil mengalahkanku, maka kau bisa segera menyusul Akashi, jika aku yang menang, maka kau akan ikut denganku untuk di eksekusi."

"Kakak…"

.

.

.

Sins

Kuroko no Basuke – Fujimaki Tadatoshi

Rate : M

Genre : Crime, Hurt, little Romance

Warning : OC, Little OOC, AU, bahasa kasar, pairing masih belum jelas, mengandung kekerasan, dll

.

.

.

Nijimura menatap Ruka dingin, "Jangan memanggilku kakak lagi, kau sudah bukan adikku sekarang."

Ruka menarik nafas berat, tangannya mencengkram gagang katananya kuat-kuat, "Baiklah."

Keduanya sudah menarik senjatanya masing-masing dan memasang posisi menyerang, katana mereka pun saling beradu, Ruka menyerang dengan agresif sementara Nijimura selalu menangkis serangan-serangan Ruka dan mengembalikannya dengan mudah.

'Aku tidak tahu kenapa, tapi serangan kakak sedikit aneh…' batin Ruka,

"Kau melihat kemana?" ucap Nijimura, dia mengayunkan katananya tanpa ampun ke bahu Ruka.

"Kh!" Ruka memegangi bahunya yang sekarang mengeluarkan cairan berwarna merah itu sambil tetap memegang katananya.

"Kenapa? Apa hanya itu kemampuanmu?" Nijimura kembali mengayunkan katananya berniat untuk menghabisi gadis dihadapannya, namun Ruka berhasil menahannya dan kembali menyerang.

"Masih belum! Aku tidak akan kalah darimu, Nijimura Shuuzou!" teriak Ruka, ia kembali menyerang Nijimura dengan lebih kuat, mengabaikan rasa sakit dipundaknya, dan ia berhasil melukai lengan atas Nijimura.

Nijimura tersenyum kecil saat lengan atasnya terkena sayatan katana milik Ruka, "Bagus," bisiknya.

Keduanyapun saling menyerang, tidak ada yang berniat untuk bertahan ataupun mundur, mereka tidak peduli dengan luka-luka di tubuh mereka yang terus bertambah, hingga sampailah di mana stamina mereka semakin sedikit.

"Kau hebat… Ruka…" ucap Nijimura sambil mengatur nafasnya.

Ruka berusaha berdiri dengan bantuan katananya, "Hhh… Jangan… Bercanda…" Ruka menggertakan giginya, "Kau belum mengeluarkan seluruh kemampuanmu! Apa kau mengejekku, hah?!"

"Fuh…" Nijimura tersenyum mengejek, "Kalau begitu, bagaimana jika selanjutnya kita jadikan serangan terakhir, agar kau tahu apakah aku serius atau tidak?"

Ruka menatap tajam Nijimura, tangannya menggenggam erat katana miliknya, "Sesuai keinginanmu."

Keduanya saling berhadapan, katana mereka kembali bergesekan, dan tanpa ragu keduanya menghunuskan katana mereka ke titik vital yang sama : Jantung. Ruka menutup matanya karena gerakan katananya lebih lambat, dan bersiap menerima hunusan katana Nijimura di dadanya.

'Traang!' suara besi beradu dengan lantai, Ruka merasakan sebuah cairan mengalir di tangannya, dan… kedua tangan yang mendekapnya erat.

"Ka… kak?" hanya kata itu yang keluar saat Ruka membuka matanya. Nijimura memeluknya erat dengan katana milik sang gadis menancap di dadanya. Rupanya tadi Nijimura melempar katana miliknya dan membiarkan katana milik Ruka menusuknya, "Kenapa?" bisik Ruka dengan suara bergetar. Tubuh Ruka lemas, sehingga dia jatuh terduduk dengan tubuh Nijimura yang masih memeluknya. Segera Ruka membaringkan Nijimura dan mencabut katananya

"Kena… pa… katamu?" Nijimura berkata dengan suara yang terputus-putus, tangannya gemetar menyentuh pipi gadis itu, "Mana… mungkin… aku bisa… melukai… orang yang sangat kusayangi… kan?" lanjutnya dengan suara yang lemah.

"Bodoh!" maki gadis itu, dia menggenggam tangan Nijimura yang menyentuh pipinya, "Aku musuhmu!" ucapnya dengan tetesan bening yang tanpa disadari sudah mengalir.

"Ya… benar… kau musuhku… tapi itu tidak merubah fakta… kalau aku… tetap mencintaimu…"

Ruka terdiam, tidak bisa mengatakan apapun.

"Ruka…aku akan mengatakan… untuk yang terakhir…" Nijimura tersenyum lembut, "Aku mencintaimu…" ucapnya sebelum akhirnya kedua iris hitamnya menutup selamanya.

"Kakak?" Ruka mengguncangkan tubuh Nijimura, "Kakak! Kakak!" panggilnya, namun tubuh itu hanya diam, "Kh… Aaah!" teriak gadis itu sambil menggenggam erat tangan Nijimura.

"Kau… bodoh… kak…" bisik Ruka setelah ia berhasil menenangkan dirinya, dia mengecup singkat bibir Nijimura yang dingin, "Tunggu aku," ucapnya lembut sebelum ia meninggalkan ruangan itu.

.

.

.

"Akhirnya kau datang juga, Seijuurou,"sambut seorang pria tua dengan mahkota emas yang terdapat di kepalanya, wajahnya yang dingin menunjukkan keangkuhannya dan harga diri yang tinggi sebagai seorang raja.

Pemuda berambut merah itu menatap sang raja dengan tajam, "Maaf membuatmu menunggu," ucapnya sarkastik.

"Seperti yang kuduga, kau bisa melewati penjagaan disini dengan mudah," puji pria tua itu.

Akashi hanya tersenyum kecil mendengarnya, "Apa kau benar-benar berpikir penjaga kelas teri seperti itu bisa menghentikanku?"

"Haha, tentu saja tidak, justru malah aneh jika kau tidak bisa melewati penjagaan itu," sang raja pun mulai menuruni singgasananya dan berjalan menuju Akashi yang sudah mempersiapkan kedua daitonya, "Nah, sekarang bagaimana jika kita mulai, anakku?" raja melepaskan jubah kebesarannya dan menarik saber yang terselip di pinggangnya.

"Sebelumnya akan kupastikan dulu satu hal," Akashi menatap pria tua itu dingin, "Apa benar kau yang membunuh orang tuaku?"

Pria itu menatap pemuda itu datar, "Ya," jawabnya singkat.

"Baiklah kalau begitu," pemuda berambut merah itu semakin mengeratkan pegangannya pada kedua daitonya, iris heterokomnya berubah seperti hewan buas yang bersiap memangsa buruannya, "Aku tidak akan ragu untuk membunuhmu sekarang," ucapnya sambil mulai menyerang pria tua di depannya yang bisa dengan mudah ditahan oleh saber milik sang raja.

"Sayang sekali Seijuuro," raja tersenyum tipis, "Padahal jika kau tetap diam, 'permainan ayah dan anak' kita akan terus berlanjut."

.

.

.

Kagami berusaha mengatur nafasnya yang memburu sambil menahan perih luka-luka ditubuhnya yang disebabkan oleh nodachi milik pria berkacamata di depannya yang hanya memandangnya dengan senyuman di wajahnnya, "Sial…" desis pria berambut api itu.

"Hmm… Jadi hanya ini yang kau bisa? Aah, aku kecewa karena sempat berfikir kau lawan yang sepadan untukku…" ejek Imayoshi.

"…lum…"

"Hm?"

"Masih belum!" teriak Kagami sambil kembali menyerang dengan senar-senar tipis miliknya.

"Hentikan," ucap Imayoshi dingin, lalu ia menahan gerakan tangan Kagami dan menendang perut pemuda itu keras sehingga Kagami terpental dan menubruk tembok di belakangnya.

Imayoshi menghampiri pemuda itu dan menginjak dadanya, "Kau pikir kau bisa menang melawanku hanya dengan kemampuanmu itu? Bahkan Ruka-chan bisa melakukan yang lebih baik. Sekarang lebih baik kau menyerah."

"Berisik… Kau beritahu berapa kalipun, aku tetap tidak akan menyerah, kuso megane!"

Imayoshi mengerutkan alisnya tidak suka, "Oy, bocah," pria itu menarik rambut Kagami, "Kau tahu bukan, melawan raja itu sama dengan sia-sia?"

"Heh, lalu kenapa? Aku tidak peduli jika ini sia-sia, tidak melakukan apapun atau berpura-pura tidak melihat jauh lebih buruk!" Imayoshi terdiam membiarkan Kagami melanjutkan ucapannya, "Apa kau benar-benar tidak memiliki perasaan saat diperintahkan membunuh? Apa hatimu tidak sedikitpun merasa sakit?! Kau manusia, bukan benda mati! Kenapa kau tidak berusaha melawan?!"

"Kau tahu apa tentangku?" desis Imayoshi.

Kagami menatap Imayoshi tajam, "Matamu…" ucap pemuda itu pelan, "Walaupun kau selama ini bersikap seolah 'membunuh adalah hal yang biasa', tapi matamu tidak bisa berbohong. Maka dari itu kau selalu memasang topeng senyum itu untuk menutupinya kan?"

Pria berambut kelam itu membuat sebuah lekukan kecil di bibirnya mendengar jawaban Kagami, "Menarik…" ucapnya pendek, ia melepaskan cengkramannya, dan menyarungkan nodachinya, kemudian berjalan meninggalkan Kagami.

"Oy, tunggu! Pertarungan kita belum-"

"Aku sudah tidak tertarik, lakukan sesukamu. Tapi aku mengharapkan akhir yang bagus, bocah," ucap Imayoshi sebelum menghilang dari pandangan Kagami.

.

.

.

Diluar istana, para kiseki no sedai juga sedang bertarung melawan pasukan khusus yang lain.

"Oy, oy! Apa hanya ini kemampuanmu, Midorima Shintaro?!" seorang pria berwajah cantik tertawa melihat pemuda berambut hijau didepannya terengah-engah.

"Sial…" desis Midorima, namun bibirnya membuat sebuah senyum samar.

"Nah, sekarang bersiaplah-" ucapan pria berwajah cantik itu terhenti karena sebuah peluru menembus tepat di jantungnya, seketika tubuhnya ambruk.

"Mati," Midorima melanjutkan ucapan pria berwajah cantik itu sambil menatap tubuh di depannya dingin, "Kerja bagus, Kise."

Pemuda berambut kuning itu keluar dari persembunyiannya dengan senyum riang sambil membentuk huruf v dengan kedua jarinya, sementara sebelah tangannya menggendong hacate kesayangannya. Tiba-tiba sebuah anak panah melewati pipi pemuda berambut kuning itu dan mengenai seseorang di belakangnya tepat di kepalanya.

"O-oy… Midorimachi…" suara Kise bergetar, "Kalau panahmu tadi mengenaiku, bagaimana-ssu?!" teriaknya kesal. Sementara Midorima tidak merubah ekspresi datarnya.

"Tidak akan," pemuda berambut hijau itu membetulkan letak kacamatanya, "Tembakanku tidak akan meleset, dan jangan melemahkan penjagaanmu. Jika aku tidak cepat tadi, kau pasti sudah mati-nanodayo."

"Ukh… Baiklah, maaf dan terima kasih-ssu," ucap Kise sambil cemberut.

"Saa, sepertinya disini sudah beres. Ayo cek keadaan yang lain," ucap Midorima, Kise mengangguk dan berjalan mengikuti Midorima. Keduanya terus berjalan sambil tetap memasang tatapan waspada dan akhirnya mereka bertemu dengan ketiga rekan lainnya.

"Kalian lama!" ucap pemuda berambut navy blue.

"Berisik. Kami sudah berusaha secepat mungkin-nanodayo."

"Aah… Aku lapar…" gerutu pemuda berambut ungu dengan tubuh yang paling besar disitu.

"Murasakichi… Bahkan disaat seperti ini kau masih memikirkan makanan…" kata Kise sweatdrop.

"Bagaimana jika kita sekarang masuk ke istana dan membantu Akashi-kun?" ucap pemuda berambut baby blue, keempat pemuda lainnya pun mengangguk setuju.

"Tu-tunggu! Kami tidak akan membiarkan kalian masuk!" kata beberapa penjaga.

"Haaah?" Aomine menatap mereka dengan tatapan tajam.

"Maaf, tapi tolong kalian jangan menghalangi kami lagi," ucap Kuroko sopan, "Kecuali kalian sudah bersiap mati sekarang," lanjutnya dengan tatapan datar dan dingin, sehingga membuat para penjaga itu ketakutan dan membiarkan para kiseki no sedai lewat.

"Tunggu, kalian semua!" perintah sebuah suara.

"Kali ini ap-" ucapan Aomine terhenti melihat siapa yang memerintahkan mereka berhenti.

"Panglima dan para jendral…"

.

.

.

Akashi mendesis menahan perih, darah terus mengalir dari lengan kanannya karena tebasan saber milik raja, sekarang lengannya itu tidak bisa digerakkan lagi, dan itu cukup membuatnya kesulitan bertarung dengan pria tua di depannya.

"Kenapa Seijuurou? Sepertinya lengan kananmu tidak bisa digerakkan lagi ya…" ucap sang raja dengan senyum mengejek, Akashi hanya menatap pria itu tajam.

"Aku masih bisa melawanmu dengan tangan kiriku, pak tua…" ucap pemuda berambut merah itu.

"Oh? Kepercayaan diri yang hebat, bagaimana jika aku tes apa kau sanggup bertahan hanya dengan tangan kirimu?" sang raja kembali menyerang. Akashi pun mencoba menahannya dengan daitonya, namun serangan raja tadi terlalu kuat sehingga ia tersungkur dan daitonya terlepas dari tangannya, "Bersiaplah untuk menyusul kedua orangtuamu!" raja mengangkat sabernya dan bersiap untuk menebas Akashi. Pemuda itupun bersiap menerima serangan itu, namun tiba-tiba seseorang memeluknya dan sebagai gantinya, punggung orang itu yang terkena tebasan saber milik raja.

"Ukh-!" ringis orang itu pelan.

Mata Akashi melebar melihat siapa yang melindunginya tadi, "Ruka!"

Ruka berusaha menahan rasa sakitnya dan mencoba menyerang raja yang saat itu masih terkejut karena kehadirannya.

"Tch…" decih raja sambil berusaha menghindari serangan Ruka.

Tiba-tiba gadis itu jatuh terduduk, luka di punggungnya dan luka lain karena bertarung dengan Nijimura tadi terasa perih.

"Ruka!" Akashi menghampiri gadis itu dan menatapnya khawatir.

"Tenanglah, aku masih bisa bertarung. Kau juga kan, Seijuurou-sama?" ucap Ruka sambil membalas tatapan Akashi.

Akashi menarik nafasnya, "Ya," dia menatap raja dengan pandangan yang kembali menajam, "Ayo kalahkan dia secepatnya."

"Menarik, aku akan menghabisi kalian berdua!" ucap sang raja.

Ruka dan Akashi menatap waspada, keduanya berpencar, mereka mencoba menyerang raja dari arah yang berlawanan. Akashi menyerang raja dari depan, namun lagi-lagi serangannya ditahan.

"Kalian pikir, hanya dengan ini, kalian mampu mengalahkanku?!"

"Heh," senyuman muncul di wajah Akashi, dan raja menyadari bahwa Ruka sudah berada di belakangnya untuk menusuknya. Raja berhasil menghindar, namun dia mengorbankan lengan kirinya yang berhasil tertebas.

"Sekarang sebelah lenganmu tidak bisa lagi digunakan," ucap Akashi.

"Hahaha!" raja tertawa keras, pandangan matanya berubah, "Kalian memilih lawan yang salah!" teriaknya, dia bergerak dengan sangat cepat, sehingga Akashi dan Ruka tidak bisa melihatnya, "Pertama kau!" pria tua itu mendadak muncul dihadapan Akashi dan menendang perutnya keras.

"Argh!"

"Seijuurou-sama!"

Pandangan raja beralih pada Ruka, "Dan selanjutnya, kau!" ucapnya lagi, dia menyerang Ruka dengan sabernya.

'Ukh… Serangannya berat!' batin Ruka, dia mati-matian menahan serangan raja.

"Kau tidak akan menang jika tetap bertahan seperti itu!" raja kembali menebaskan sabernya lebih kuat, Ruka berhasil menghindarinya, lalu dia mendekati Akashi yang tengah mengatur nafasnya.

"Hhh… Ruka…" panggil Akashi

"Sepertinya… Aku sudah mencapai batasku…" ucap Ruka dengan nafas memburu, "Dia benar-benar monster…"

"Akupun sepertinya begitu…"

"Seijuurou-sama, aku akan menjadi umpan, saat raja lengah, segera habisi dia."

"Apa?! Itu berbahaya! Kau bisa mati!"

"Tidak ada pertarungan yang tidak berbahaya, kau juga tahu itu kan?!"

"Ruka…" Akashi menatap gadis itu ragu.

"Seijuuro-sama, kau yang akan menjadi raja selanjutnya, maka dari itu, aku tidak bisa membiarkanmu mati, mengertilah!"

Akashi kembali menarik nafasnya, "Baiklah. Ayo lakukan itu," ucapnya dengan berat hati.

Ruka mengangguk, "Berjanjilah untuk memperbaiki negara ini," ucapnya sebelum kembali berhadapan dengan raja.

"Ya," jawab Akashi sambil mengeratkan kepalan tangannya.

"Hanya kau sendiri yang berusaha melawanku? Apa kau sudah siap mati, gadis kecil?" ucap sang raja angkuh.

"Ya," Ruka menatap raja, "Bersama denganmu!" kembali saber milik raja, dan katana milik Ruka beradu, 'Aku akan mengerahkan seluruh kemampuanku untuk yang terakahir kalinya,' tekad gadis itu. Senjata mereka terus beradu, sehingga akhirnya Ruka berhasil melukai dada sang raja.

"Kau hebat juga, gadis kecil, tapi…" sang raja menusukkan sabernya pada perut Ruka.

"Akh!"

"Kau sudah tidak bisa melawanku!"

Gadis itu tersenyum tipis, "Apa benar begitu?" dibelakang sang raja, Akashi sudah mengacungkan daitonya, "Kau tidak bisa kabur lagi…" bisik Ruka.

"Sial…" desis sang raja, dia tidak bisa melawan atau menghindar. Dengan kekuatan terakhirnya Ruka menusukkan katananya di dada sang raja, sementara Akashi menebas leher sang raja.

"Selamat tinggal, ayah," ucap Akashi dingin, setelah itu, ia membantu melepaskan saber yang menancap di perut Ruka.

"Uhuk!" gadis itu mengeluarkan darah dari mulutnya.

"Ruka! Aku akan mencari bantuan medis, bertahanlah!"

"Tidak usah, aku tidak apa-apa," Ruka menahan lengan Akashi.

"Tapi-"

Ruka menggelengkan kepalanya sehingga Akashi menyerah, "Akhirnya semuanya selesai…" ucapnya lemah.

Akashi menatap gadis itu, "Ya. Berkatmu," pemuda itu tersenyum lembut. "Ruka, setelah ini-"

"Akashi!" suara Aomine menggelegar di ruangan itu. Dia dan kiseki no sedai yang lain berlari memasuki ruangan itu.

"Kalian terlambat," ucap Akashi.

"Maaf, kami harus 'bernegoisasi' dengan panglima dan jendral lainnya dulu tadi…"

"Dan hasilnya?"

"Mereka akan bergabung dengan kita, dan hukuman untuk para pemberontak dihapuskan," kali ini Midorima yang menjawab.

"Bagus," Akashi tersenyum puas. Lalu kembali berbincang-bincang dengan kiseki no sedai yang lain.

"Oy, Ruka!" panggil Kagami sambil menghampiri gadis itu.

"Syukurlah, kau baik-baik saja, Taiga…" ucap Ruka lega.

"Ya, bagaimana denganmu?"

"Aku juga baik-baik saja, hanya beberapa luka kecil," jawab gadis itu sambil menutupi luka di perutnya dengan jubahnya.

"Benarkah?" Kagami menatap Ruka ragu, dan melihat beberapa tetesan darah mengalir dari balik jubah gadis itu, "Lukamu…"

Ruka memotong ucapan Kagami dengan gelengan,"Aku tidak apa-apa."

Kagami hanya memejamkan matanya sedikit paham apa maksud Ruka itu, "Baiklah kalau kau bilang begitu, aku akan menemui pemberontak lainnya," ucap Kagami, dia meninggalkan ruangan itu, dengan tangan yang perlahan dikepalkan kuat-kuat.

Ruka tersenyum menatap Kagami, "Terima kasih, Taiga…" bisiknya, tiba-tiba luka-lukanya kembali terasa perih, "Kh…" desisnya pelan, darah yang terus mengalir dari luka di perutnya tidak bisa ditahan lagi.

'Sudah mencapai batas, kah?' gadis itu melihat kearah Akashi yang masih berbincang dengan para kiseki no sedai, diapun kembali tersenyum, 'Selanjutnya kupercayakan padamu, Seijuurou-sama,' ucapnya dalam hati, lalu ia meninggalkan ruangan itu tanpa disadari siapapun.

.

.

.

Gadis itu terbaring disebuah hamparan padang bunga putih, sepasang iris madu miliknya menatap langit biru kosong, bunga-bunga putih disekitarnya sedikit terkotori oleh warna merah yang mengalir dari tubuhnya. Seulas senyum tersungging di wajahnya.

"Tatsuya… Kakak… Ibu… Akhirnya kita bisa bertemu lagi…" bisiknya sebelum akhirnya kedua iris madunya menutup untuk selamanya. Kelopak bunga disekitarnya bertebaran seolah menyelimuti tubuh pucatnya yang sudah tidak bisa bergerak lagi.

.

.

.

Seorang pemuda berambut merah tersenyum menatap nisan putih di depannya, dia berjongkok untuk mengelus nisan itu lembut, dan memejamkan matanya, 'Ruka, sudah setahun lebih kau meninggalkanku… Sekarang aku berusaha untuk memperbaiki negara ini seperti janjiku padamu. Divisi khusus sudah tidak ada lagi, aku merombak struktur pemerintahan besar-besarran, Imayoshi-san menghilang, tapi kudengar dia menjadi pembuat pedang disuatu tempat. Sahabatmu, Kagami, dia selalu bepergian ke berbagai tempat, dan saat kembali dia selalu membawa barang-barang aneh. Para mantan pemberontak juga sekarang ada yang bekerja sebagai prajurit, pedagang, dan sebagainya, setidaknya menjadi lebih baik daripada dulu. Para kiseki no sedai, seperti biasa, mereka tetap bersamaku dan membantuku. Memang tidak mudah untuk memperbaiki seluruhnya, tapi aku akan berusaha. Dan aku… Aku tidak bisa melupakanmu seharipun… Kau tahu apa yang ingin kuucapkan padamu hari itu sebelum Daiki datang mengganggu?'

Akashi membuka matanya perlahan, "'Menikahlah denganku' itu yang ingin kuucapkan…" lirih pemuda itu, lalu ia kembali berdiri setelah menaruh seikat bunga lily putih di nisan itu. Tiba-tiba angin berhembus di tempat itu, dan mata Akashi menangkap sebuah bayangan perempuan beriris madu dengan rambut coklatnya tersenyum ke arahnya, namun sedetik kemudian bayangan itu menghilang.

Akashi pun tersenyum lembut pada langit yang membentang luas, "Syukurlah, akhirnya kau tersenyum…" ucapnya pada udara disekitarnya.

END

Author's note :

Aah… Akhirnya ini fic kelar jugaaa! X'D

Maaf kalau adegan tarungnya gak greget dan jadi bad end begini… :')

Sedikit penjelasan sebelum menutup ini fic ini :

Senjata Kise hacate itu sejenis pistol(?) jarak jauh, mungkin yang nonton GGO tau senjatanya Sinon, nah, kaya gitu senjatanya. Buat senjata raja, saber sejenis pedang yang pelindung tangannya gede, kalau mau tau lebih jelas silahkan cari di mbah google xD

Saa, bales review dulu~

Silvia-KI chan : Raja itu sebenernya pamannya Akashi, cuma karena dia pengen jadi raja dulu, dia ngebunuh bapanya Akashi yang waktu itu seorang raja xDd #plakk

Aoi Yukari : Tuh udah, menang yeiyy! Walaupun… #ditavok

Niechan Seicchi : Yah, beginilah akhirnya, maaf kalau mengecewakan :'D

Ayanoshida : A haha… Ruka sama Nijimura ya? Mungkin di alam sana mereka bersama x'D #tavoked Maaf kalau lanjutannya mengecewakan x'D

Sania Rinka Kagamine : Akame ga kill? Sejujurnya, author sendiri baru nonton Akame ga kill setelah dulu ada reader juga yang bilang ini mirip Akame ga Kill, dan author cengong, 'iya ya mirip' #pletak x'D Sipp, ini udah update! Maaf kalau mengecewakan :'D

Crystal Sheen : Wkakakak~ xD Ini sudah update, maaf kalau mengecewakan~ x'D

Mell Hinaga Kuran : Wakakak~ sama, author juga pengen dicium sama 2 cowo tmvan ituh~ #buagh

WhiteIceCream : Hehe, maaf updatenya gabisa cepet, dan endingnya seperti ini :'D

Yuzu Nishikawa : Hehehe xD Iya, hacate itu semacam pistol jarak jauh, maaf di chap kemaren lupa ngejelasin :'D Dan kalau nodachi itu sejenis pedang yang panjangnya 150cm-an, dan katanya pisaunya itu tajem banget :3 Makasih, ini udah update, tapi maaf kalau mengecewakan :'3

Guest : Makasih, maaf kalau updatenya lama dan malah mengecewakan gini :'D

Creamokoucchi : hehehe, menang ko' xD tapi maaf kalau endingnya mengecewakan :'D

Yuzie Aka : Sudah lanjut, tapi maaf kalau lama :'D

Yosh! Sudah semua dibales reviewnyaaa xD

Makasiiiiiihhh banget buat semua reader, reviewer, dan yang udah follow/fave fic ini (yang gabisa disebutin satu-satu), tanpa kalian, mungkin fic ini udah mandeg(?) lama :'D

Dan mohon maaf sekali lagi kalau endingnya mengecewakan reader-tachi :'D

Sekali lagi, terima kasih banyak~! Ditunggu reviewnya~ xDD

See you in other fic!

Sign, Kaito Akahime.