Chapter 15: New Beginning

.

.

[!] PLEASE READ SLOWLY

(bacanya dihayati!)

.

.

"Antarkan dokumen kontrak ke ruanganku sekarang."

"Baiklah, tuan."

Sehun masih sibuk dengan beberapa urusan diatas layar iPad. Sambil menunggu asistennya mengantarkan beberapa berkas kepadanya, Sehun meraih sebuah botol air di ujung meja. Pekerjaan ini sungguh membuatnya kehilangan oksigen. Berkali-kali Sehun mengerutkan keningnya dan melepas kacamata full-frame yang bertengger dikedua pelipisnya, dan memijat bagian itu sedikit.

"Masuk."

Seorang wanita berambut gelap dengan blouse putih berbahan satin serta rok hitam ketat yang memperlihatkan bentuk pinggulnya, melangkah mendekat pada meja Sehun dan membungkukkan tubuh sedikit untuk meletakkan beberapa file di meja yang lebih rendah dari figure tinggi rampingnya.

Sehun tidak sengaja melihat garis dadanya diantara celah pakaian yang ia kenakan, lalu mendengus acuh.

"Ini kantor. Lebih baik kau memakai pakaian yang sopan." tegur Sehun.

Wanita dengan kaki jenjang dan bibir merah delima itu hanya melemparkannya sebuah senyuman kecil sambil menggumamkan kata, "Maaf."

Sehun sangat tidak menyukai cara para wanita untuk memikat pria yang mereka sukai. Wanita dengan pakaian terbuka dan make-up berlebih sungguh bukan tipe idealnya. Bukan karena ia tidak ingin menghabiskan uang untuk membelikan itu pada kekasihnya, tapi itu terlalu berlebihan. Ia lebih memilih untuk membuang berlembar-lembar dollar untuk sesuatu yang berharga. Seperti investasi uang pada sebuah rumah ideal yang akan ditinggali oleh dirinya dan orang yang ia cintai suatu hari kelak.

Sekarang ia tidak ingin berurusan dengan hal seperti ini. Pekerjaannya belum selesai dan ia tidak punya waktu. Jangan katakan padanya kalau asistennya itu tertarik pada Sehun. Setelah mengusir dugaannya itu, Sehun kembali memakai kacamata dan melanjutkan pekerjaan. Mungkin tidak hingga wanita cantik didepannya membuka suara.

"Apakah tuan akan keluar untuk makan siang?"

Sehun mengacuhkan suaranya, iPad-nya terlihat lebih menarik daripada wanita itu.

"Tidak. Aku mempunyai banyak pekerjaan untuk diselesaikan." Sehun harap ia akan segera meninggalkan Sehun dan kembali ke ruangannya.

"Apakah anda ingin dibawakan makan siang? Aku bisa menyiapkannya."

"Tidak, terima kasih. Kau boleh kembali dan melanjutkan tugasmu."

Dalam hatinya, wanita blasteran itu mencibir dalam hati. Ia tidak mengharapkan sikap dingin seperti yang Sehun berikan padanya.

Akhirnya ia berbalik dan menciptakan suara heels dan lantai keramik yang beradu, berjalan keluar meninggalkan Sehun bersama dengan kertas-kertas penting diatas meja.

"Tunggu sebentar."

Ia berbalik, "Ya?"

"Apakah hari ini ada jadwal meeting untukku?"

"Tidak, tuan. Direktur sempat berpesan untuk mengatur jadwal pertemuannya denganmu, tapi tidak memberitahukan waktu yang pasti."

"Baiklah. Atur jadwal baru untukku."

"Mhm. Apa yang harus kulakukan?"

"Aku ingin seluruh pekerjaan yang harus dikonfirmasi hari ini di serahkan padaku sebelum jam lima sore." Sehun tampak menggeser layar touch-screen ditangannya tanpa mengalihkan pandangan, "Dan atur jadwal pertemuanku dengan Luhan." tambahnya.

"Baiklah."

Setelah wanita itu meninggalkan ruangannya, Sehun mengeluarkan selembar kertas cek dan menuliskan nominal uang untuk diserahkan pada petugas bank. Rencananya kertas cek tersebut akan diberikan kepada Gotlove agency dalam waktu dekat ini.

Sehun kembali meraih iPadnya dan menuju ke bagian email, memastikan apakah nominal uang yang ia tulis sudah benar sesuai dengan apa yang dikirimkan oleh staff base-camp tersebut. Beberapa persyaratan juga telah dilakukan olehnya. Senyum miring muncul di wajahnya, puas akan kenyataan bahwa sebentar lagi ia akan mendapatkan apa yang ia inginkan. Dan dokumen kontrak tadi, yang dibawakan oleh asistennya, Sehun hanya perlu membaca lebih lanjut untuk memeriksa apakah surat untuk Gotlove agensi tersebut sudah dibuat dengan benar. Sehun tidak ingin mengambil resiko terjadinya kecurangan dalam hal ini. Selanjutnya, ia akan membubuhkan tanda tangan dan mengajukannya kepada ketua agensi. Ia yakin permintaan sederhananya tidak akan ditolak.

1. Pembayaran dilakukan dalam bentuk cek dan dapat diproses kapanpun oleh penerima.

2. Pemutusan kontrak kerja yang telah dilakukan oleh Xi Luhan per tanggal 14 April 2012, tidak akan lagi melibatkannya dalam urusan apapun yang terdapat dalam Gotlove agensi.

3. Gotlove agensi tidak mempunyai wewenang untuk meminta pengembalian Xi Luhan ke base-camp.

Sehun merasa puas saat membaca memberapa point penting yang akan diajukan olehnya mengingat ini adalah sebuah persertujuan. Tidak boleh ada yang dirugikan disini dan ia tidak ingin mengurus masalah lain setelahnya kalau ini tidak disepakati secara jelas.

Ia meraih gagang telepon yang berada diatas meja, meminta seseorang untuk segera mengantarkan cek itu pada Gotlove agensi sekarang juga. Ia tidak bisa menunggu lebih lama lagi. Sehun ingin mendengarkan sebuah kabar gembira yang akan segera diterima olehnya.

To : Gotloveagency

Subject : Kontrak kerja

"Selamat siang,

Cek untuk penyelesaian kontrak kerja atas nama Xi Luhan telah saya kirim ke kantor anda siang ini.

Saya juga memiliki beberapa pengajuan untuk diberikan kepada Gotlove agency, tetapi akan saya berikan lebih lanjut.

Selain pembayaran kontrak tersebut, saya harap anda memberitahukan hal lain untuk dilakukan agar hal ini dapat diselesaikan dalam waktu dekat.

Best regards,

Oh Sehun"

Sehun menekan tombol send dan mengharapkan balasannya secepat mungkin. Ia meletakkan benda elektronik tersebut diatas meja dan membereskan beberapa folder sebelum kembali berkutat dengan iPadnya saat sebuah notifikasi muncul.

From : Gotloveagency

Subject : Kontrak kerja

"Selamat siang, Tuan Oh.

Saya telah menerima cek yang Anda kirimkan melalui pekerja Anda.

Kami membutuhkan tanda tangan Xi Luhan untuk dokumen kesepakatan yang telah ada.

Maka setelah itu, semua kontrak kerja yang terkait telah selesai dilakukan.

Penandatanganan juga dapat dilakukan di hari kerja pukul sepuluh pagi hingga sembilan malam.

Demikianlah keperluan yang harus dipenuhi. Senang bekerja sama dengan Anda, Tuan.

Best regards,

Gotlove agency"

Bingo.

Sehun hampir menyelesaikan tugasnya yang satu ini. Langkah terakhir yang harus ia lakukan adalah membawa Luhan ke kantor Gotlove agensi dan menyelesaikan beberapa berkas disana. Dan setelah itu, Luhan tidak akan lagi terlibat di dalam pekerjaan bodoh itu.

Pria dengan surai coklat gelap itu menyandarkan punggungnya di kursi kulit yang nyaman, yang sedang didudukinya. Ia merasa puas akan kinerjanya sendiri. Bahkan tidak habis pikir kalau dirinya bisa menyelesaikan ini begitu cepat. Dan hanya butuh waktu yang cukup singkat, ia akan membuat Luhan menjadi miliknya seorang, menjadi milik Oh Sehun seutuhnya.

Selanjutnya, Sehun kembali merapikan beberapa hal dan meminta seseorang untuk mengembalikan ini semua pada asistennya, ia membawa tubuhnya keluar dari ruangan kerja dan pergi dari kantor.

.


.

Mobil Audi A8 hitam bergerak ditengah-tengah kota yang mulai dipadati oleh mobil lain dan orang-orang di sisi jalan. Ini adalah jam pulang kerja sehingga tidak heran kalau jalanan agak sedikit tersendat. Banyak angkutan umum yang beroperasi untuk mengantar para karyawan perusahaan di distrik ini untuk kembali kerumah masing-masing. Berbeda dengan Sehun, mobilnya berbelok ke arah kanan begitu ia menemukan persimpangan jalan, ia menuju kesebuah apartemen berstandard setara kelas menengah kebawah.

Begitu ia berhenti didepan lobi yang lantainya sudah terlihat kusam dan tidak terawat, orang-orang yang berjalan keluar dari sana sesekali berbisik saat melihat ia berdiri didekat mobil mewah. Seolah membicarakan tentang 'apa yang dilakukan oleh seorang konglomerat di daerah seperti ini'. Yah, kira-kira begitulah pertanyaan mereka.

Sehun tidak ingin menunggu lebih lama disana, ia merasa risih saat tatapan orang-orang menyorotnya dengan sudut mata mereka. Ia juga sudah berkali-kali menelepon pemilik ruang apartemen bernomor 520 tetapi sama sekali tidak ada jawaban. Akhirnya ia memutuskan untuk pergi keatas dan mengetuk pintu apartemen Luhan. Tidak peduli apa yang akan pria itu pikirkan mengenai dirinya.

"Luhan, buka pintunya."

Sudah dua kali Sehun memanggil setelah suara bel tak kunjung membuat seseorang menampakkan dirinya di balik pintu apartemen. Ia harap suaranya tidak mengganggu orang lain disekitar sana.

"Luhan." panggilnya sekali lagi. Ia sungguh akan masuk tanpa seizin Luhan kalau pria itu tidak membuka pintu.

Hal itu akhirnya dilakukan Sehun, ia berhasil menyelinap masuk kedalam menggunakan kunci cadangan yang pernah diberikan oleh Luhan. Ia berjalan dengan hati-hati, memastikan apakah Luhan ada didalam.

Di ruang tamu tidak ada siapapun, dapurnya juga kosong, tempat terakhir yang harus diperiksa adalah kamar Luhan. Sehun membuka pintu putih yang sudah terbuka sedikit, keningnya berkerut heran mengapa pria itu bahkan tidak menutup pintunya dengan benar.

Ia sengaja tidak memanggil nama Luhan lagi semenjak kedua maniknya menemukan seorang pria manis sedang duduk disana. Dengan kemeja putih –hampir transparan– longgar dan juga panjang hingga menutupi setengah pahanya yang polos –tanpa celana, rambut poni yang diikat keatas seperti kuncup bunga. Kedua alisnya saling bertautan dan sesekali ia mengetuk dagu dengan ujung pensil, mirip seperti orang yang sedang berpikir keras. Ia memajukan bibir bawahnya sebelum wajahnya berubah cerah, menandakan bahwa sebuah ide muncul diatas kepala.

"Hey."

Suara Sehun membuyarkan konsentrasinya, ia menoleh ke arah si pemilik suara.

"Se-sehun? Sedang apa kau disini?"

Luhan bangkit dari tempat duduk dan berdiri disana, buru-buru ia menarik kemejanya agar dapat menutupi kakinya yang tidak dilapisi apapun. Kedua pipi Luhan berubah menjadi lebih menggemaskan saat semburat merah muda karena malu merambat ke permukaan pipinya.

"Aku sudah menghubungi ponselmu, menekan bel pintu berkali-kali namun tidak ada siapapun yang menjawab. Jadi aku memakai ini." Sehun merogoh saku jas dan menggantungkan sebuah kunci di jari telunjuknya.

Dengan cepat Luhan mengambil ponselnya yang terbaring di atas ranjang, kemudian menyadari kalau benda itu sedang berada dalam silent mode dan bel pintu sebenarnya tidak berfungsi lagi.

"Maaf, ponselku tadi dalam silent mode. Jadi…" Ia menyengir tersipu sedangkan Sehun terus menatapnya dari ujung kepala hingga ujung kaki. Kalau saja pria itu tahu betapa Luhan sangat malu. Penampilannya benar-benar buruk saat ini. Sungguh bukan waktu yang tepat untuk Sehun datang berkunjung.

Luhan menimbang apakah ia harus mengusir Sehun keluar dari kamarnya karena ia harus berganti pakaian atau langsung bertanya mengapa Sehun datang kemari. Ia memilih yang kedua. Meminta Sehun keluar terdengar seperti bukan ide yang bagus.

"Umm.. Sehun, ada apa datang kemari?"

"Ah benar. Aku hampir lupa." Sehun berjalan mendekat. Luhan menelan ludah dengan kasar sambil mencegah matanya membulat saat Sehun berdiri terlalu dekat dengan tubuhnya.

"Aku ingin mengatakan sesuatu padamu. Apakah kau mempunyai waktu sebentar?"

Luhan mengangguk, rambut kuncup bunganya ikut bergoyang diatas kepalanya membuat wajah polos itu terlihat sangat lucu. Benar-benar seperti anak kecil.

Sehun memeluk pinggang kecil Luhan membuat pria dengan tubuh yang lebih kecil terhuyung kebelakang, secara spontan tangannya memegang lengan Sehun agar tidak terjatuh.

Sehun bersumpah pada dirinya kalau ia ingin mencium pria itu sekarang juga. Bahkan jika ada ketua agensi disini. Sehun harus menahan diri ketika menyadari betapa imutnya Luhan dengan mata doe tanpa eyeliner, serta bulu matanya yang lentik.

Sehun menatap Luhan lekat, "Kita harus ke base-camp dan bertemu dengan ketua agensi. Ada yang harus kita selesaikan disana."

Luhan mendelik, "A-apa? Menyelesaikan apa?"

"Kontrakmu. Aku sudah membereskan semuanya. Agensi membutuhkan tanda tanganmu untuk beberapa berkas."

Luhan semakin membulatkan matanya tidak percaya, "Kau bersungguh-sungguh?"

"Bukankah kau senang mendengar hal itu?"

Sehun tidak heran dengan rasa kaget yang Luhan ekspresikan melalui nada bicara dan wajahnya, ia mengingatkan pria itu tentang janjinya.

Luhan menatapnya lurus, kemudian mengangguk. Senyuman kecil merangkak naik di bibir merahnya.

Dan bukan Sehun namanya kalau ia bisa tahan untuk tidak mencium Luhan. Sehun menarik tengkuk Luhan kedalam ciuman singkat sebelum memutuskan tautan mereka.

"Aku juga memiliki sebuah penawaran untukmu." ucapnya sambil melingkarkan kaki Luhan di pinggulnya, lalu meremas bokong Luhan sambil menggendong pria manis itu, membawanya duduk diranjang diatas pangkuan Sehun. Luhan secara tidak sadar, mengalungkan tangannya disekitar leher Sehun.

"Penawaran apa?" tanya Luhan penasaran.

"Aku berencana untuk memberikanmu pekerjaan lain, mengingat aku telah membuatmu 'dipecat' dari pekerjaanmu yang sekarang."

"U-uh benarkah?"

"Ya. Aku telah mendapatkan jabatan sekretaris untukmu. Kau bisa apply di bagian itu dan mulai bekerja dalam waktu dekat ini."

Luhan nyaris berteriak senang setelah mendengar kabar gembira dari Sehun, namun masih ada satu hal yang tiba-tiba melintas di pikirannya, "Tapi Sehun, pekerjaan sekretaris harus dilakukan selama dua puluh empat jam bukan? Aku harus menyelesaikan beberapa tugas kuliah dan.. aku takut aku tidak bisa bekerja dengan baik."

Sehun terkekeh pelan, tangannya mengusap punggung Luhan di balik pakaian tipis itu, "Aku bisa pastikan pekerjaan itu tidak akan mengganggu tugas kuliahmu dan yang lainnya. Aku juga akan mempermudah segala hal yang kau butuhkan."

"Mm? Mempermudah segala hal yang kubutuhkan?"

Sehun mengangguk singkat, "Aku akan membawamu tinggal bersamaku, sehingga kau bisa melakukan pekerjaanmu sebagai sekretarisku tanpa harus mengorbankan urusan kuliah."

"Tunggu sebentar, Sehun. Sekretarismu?"

"Ya. Memangnya siapa lagi?"

"A–aku.." Luhan tampak kehabisan kata-kata, antara ia harus senang atau menganggap ini adalah sebuah kutukan karena ia dan Sehun akan tinggal bersama. Masalahnya, Sehun selalu berhasil menggodanya dan– ya ampun, cukup untuk pikiran dewasa itu, Luhan.

Pria yang lebih tua menggelengkan kepalanya, membuat Sehun bertanya, "Kenapa? Kau keberatan?"

"B-bukan begitu, Sehun. Itu semua terlalu berlebihan. Kau bisa membayarku sebagai sekretaris yang bekerja paruh waktu tanpa harus menampungku di rumahmu. Aku tidak ingin merepotkanmu saat kau sudah banyak membantuku," Luhan menjeda, menggigit bibirnya sebentar, "Atau kau bisa menempatkanku di posisi yang lebih rendah sehingga aku bisa bekerja freelance, aku akan menggunakan sisa waktu untuk bekerja di tempat lain."

"Tidak, Luhan. Aku tidak merasa direpotkan atau keberatan untuk melakukan ini. Aku ingin melakukan ini hanya demi kau. Kecuali kau menolak kebaikanku."

Luhan mengerucutkan bibirnya, mengeratkan pelukannya pada leher Sehun, lalu segera menggeleng, "Tidak, tidak. Bukannya begitu.. A-aku–"

"Aku hanya menginginkan jawaban iya atau tidak. Jadi berikan aku salah satu dari itu."

Luhan menggigit bibir bawahnya lagi, mempertimbangkan yang mana yang harus ia ambil.

"Diam berarti iya."

"Yak, Sehun! Aku belum menjawabnya."

"Aku tidak memiliki cukup kesabaran untuk menunggu. Jadi kupikir jawabannya adalah iya."

"Tsk. Kau ini s–"

Belum sempat Luhan selesai berbicara, Sehun sudah menempelkan bibirnya dengan bibir Luhan. Menyesap benda kenyal itu dan mengulum bibir bawahnya, menjilat garis luar bibir Luhan. Nafas mereka beradu sembari Sehun memperdalam ciuman mereka dengan memiringkan kepalanya.

"Ayo kita pergi ke base-camp sekarang, sebelum jam sembilan. Aku tidak ingin mengulur waktu lagi. Sekarang ganti pakaianmu, kutunggu diluar. Okay?"

Luhan mengangguk mengikuti apa yang dikatakan Sehun. Wajahnya terlihat berseri, sudah siap dengan kehidupan baru yang akan Sehun berikan padanya.

.


.

Sebenarnya sudah cukup malam untuk datang berkunjung, namun lampu-lampu sebuah rumah yang cukup besar di daerah elit ini belum padam. Dan juga beberapa rumah disebelahnya yang masih menunjukkan aktivitas malam hari seperti keluarga yang berkumpul di beranda depan dengan beberapa anak kecil yang bermain bola kaki. Suasana cukup ramai di sepanjang jalan, mungkin karena hari ini adalah Sabtu dan besok adalah hari libur bagi hampir semua orang, yaitu hari Minggu. Ada juga sepasang kekasih yang melewati mobil mereka ketika lampu merah tidak menginjinkannya terus berjalan.

Luhan menatapnya dengan seksama. Bagaimanapun, hal itu sudah menarik perhatiannya.

"Apa yang kau lihat?"

"Mm.. Tidak, bukan apa-apa." jawabnya sembari memilin ujung bajunya, juga bermain dengan jemari sendiri saat pria di tempat duduk supir sibuk mengendarai Audi A8 keluaran terbaru.

"Kau ingin seperti mereka?"

Ucapannya mengagetkan Luhan. Pria cantik disebelahnya segera menoleh, menuntut penjelasan mengapa Sehun tiba-tiba menanyakannya hal semacam itu.

"Apakah kau juga akan melakukan itu?" Luhan balik bertanya.

Sehun segera menjawab tanpa mengalihkan pandangan, "Tidak," Luhan tahu. Ia menghela nafas pelan. "Mungkin aku lebih memilih membawamu kemana saja dengan mobil, atau minimal bus umum daripada jalan kaki."

"Kenapa?"

"Jawabannya sederhana, aku bukan pria itu." Sehun menoleh sambil tersenyum kecil, Luhan hanya mengangguk singkat.

"Terima kasih. Untuk semuanya."

Sehun sedang mencerna kata-kata itu dibelakang kepalanya, "Aku akan membawamu ke tempat yang jauh lebih indah, yang tidak bisa dijangkau hanya dengan jalan kaki. Jadi aku memilih untuk naik bus atau mobil. Apakah itu cukup masuk akal?"

Luhan mendaratkan sebuah pukulan ringan pada lengan Sehun. "Kau sangat cheesy, Sehun."

Luhan teringat saat pertama kali dimana Sehun membawanya ke water-park. Waktu itu Sehun bersikap sangat innocent dan ia juga ingat kalau Sehun suka mengerjainya. Luhan menggeleng singkat ketika senyuman aneh itu mengundang pertanyaan dari Sehun, "Kau kenapa?" Sementara yang ditanya berusaha menyembunyikan pipi blushed-nya itu. Luhan tidak bisa menahan diri untuk tidak tertawa ketika mengingat hari pertama mereka berkencan, mereka harus mandi bersama karena takut ketinggalan bus. Itu sangat konyol, tapi menyenangkan.

Selain itu juga, saat dimana dirinya kewalahan karena ciuman pertama Luhan dicuri oleh kliennya sendiri.

Tapi lihatlah mereka sekarang. Luhan tidak menyangka bahwa di akhir cerita ia akan termakan oleh umpannya sendiri. Ia telah melabuhkan hatinya untuk salah seorang klien. Sejak pertama kali mereka bertemu, mungkin Luhan sudah menyukai Sehun. Maksudnya adalah, menyukai Sehun karena ketampanan yang pria itu miliki. Tapi ia tidak menduga bahwa permulaan itu bisa menjadi hingga seperti ini. Sehun menjaganya dengan sangat baik. Bahkan mereka akan menyelesaikan sesuatu yang tidak pernah terpikirkan oleh Luhan.

Waktu dimana Luhan memutuskan untuk masuk dan bekerja di agensi sewa pacar demi mendapatkan uang saku karena biaya yang dikirim oleh orangtuanya di China hanya boleh digunakan untuk kehidupan sehari-hari. Dan hari ini semua itu akan berakhir, lebih cepat dari yang diperkirakan. Dan semua itu dilakukan oleh pria yang sedang membukakan pintu mobil untuknya, memperlakukannya bagaikan bunga dengan kelopak yang indah, namun rapuh.

"Terima kasih." kata Luhan.

Sehun merangkul pinggang Luhan, pria cantik disebelahnya mendongak untuk menangkap manik mata pria yang lebih tinggi.

"Kau melanggar peraturan lagi, Sehun."

Sehun meloloskan gelak tawa diikuti oleh Luhan, "Benar juga. Setelah dua bulan aku tidak pernah menaati peraturan, mungkin ini waktunya bagiku untuk tidak melanggarnya."

Ya, benar. Tidak melanggarnya lagi karena mereka akan bergandengan tangan bersama, berpelukan, atau bahkan memberikan ciuman hangat satu sama lain setiap harinya setelah hari ini. Tidak akan ada lagi peraturan sialan yang akan membuat Luhan menggerutu mengenai Sehun yang tidak tahu aturan.

Mereka memutuskan untuk bergandengan tangan, sebuah bentuk sentuhan ringan sesuai dengan peraturan yang tertulis. Orang-orang pikir Luhan dan Sehun sedang melakukan sebuah lelucon. Mungkin karena terlalu bahagia.

Langkah mereka memasuki pintu lebar dimana Jongdae dan Suho ada diruang tengah. Baekhyun sedang memasukkan sesendok Häagen-Dazs kedalam mulutnya dan Jongin asik berbicara di ponsel. Semua aktivitas yang mereka lakukan tiba-tiba saja terhenti saat dua orang yang sedang jatuh cinta itu masuk kedalam.

"Jongin!" seru Luhan membuat Jongin buru-buru memutuskan sambungan teleponnya –terdengar suara jeritan dari kliennya yang bernama Kyungsoo disebrang sana.

"Luhan!" Jongin berhamburan memeluknya. Tentu Sehun sudah melepaskan gandengan tangannya dengan Luhan sejak tadi.

"Tumben sekali kau berada disini, apakah tugasmu sudah selesai?" tanya Jongin sembari melirik pria disamping Luhan.

"Mungkin sudah. Entahlah, kau tidak bisa mengatakan itu selesai selama kau belum lulus." jawabnya disela gelak tawa kecil, "Aku ada sedikit urusan. Ketua agensi ada didalam kan?"

"Mhm. Dia didalam."

"Ah baiklah. Aku masuk dulu."

Kemudian Luhan masuk diikuti dengan Sehun disisinya. Bau Eucalyptus memenuhi aroma ruangan. Seorang wanita berperawakan tidak asing menyambut mereka.

"Oh, hai, Luhan, dan juga Sehun. Senang bertemu kalian kembali. Silakan duduk." sapanya ramah.

Luhan mengangguk kecil sambil mengambil posisi didepan wanita itu.

Tanpa basa-basi lebih lanjut, Sehun langsung mengatakan to-the-point maksud dari kedatangannya. "Aku ingin menyelesaikan beberapa berkas yang membutuhkan tanda tangan Luhan. Apakah bisa dilakukan sekarang?"

"Oh, tentu. Kau terdengar terburu-buru, Tuan Oh." jawabnya sarkastik sambil menarik laci, mengeluarkan sekitar dua atau tiga file folder dan meletakkannya diatas meja, menyusunnya berjejer diatas meja, jari telunjuk dengan kuku yang dilukis French-nail mengarahkan pandangan Luhan pada bagian-bagian yang harus dibubuhkan tanda tangan.

"Kau bisa membacanya terlebih dulu atau langsung menandatanginya disini."

Luhan menatap Sehun sejenak sebelum beralih pada kertas dihadapannya. Ia memutuskan untuk membaca sekilas andai saja ada kesalahan dalam penulisan. Sehun membaca lembar kertas yang lainnya secara intensif.

Setelah yakin dengan isi dari kesepakatan itu, Luhan menandatangi tiga lembar kertas putih. Sehun mengeluarkan map yang dibawanya dari mobil tadi.

"Kalau kau tidak keberatan, aku juga membutuhkan tanda tanganmu untuk yang satu ini." katanya sambil menyodorkan sebuah map biru muda kepada ketua agensi. Wanita itu menautkan alisnya sebentar sebelum menerima, pandangannya beralih kepada Sehun sebelum ia memutuskan untuk mengambil sebuah pen di ujung meja.

"Kau sungguh menginginkan penyelesaian yang adil, huh, Tuan Oh?" kekehan ringan lolos dari mulutnya. Sehun mengendikkan bahunya acuh. Tidak kalah sarkastik, Sehun kemudian menjawab, "Untuk menghindari kesalahpahaman dan pemanipulasian."

Luhan telah memegang tangan Sehun dibawah meja, memohon pada Sehun agar berhenti. Luhan sudah mengenal baik ketua agensinya itu, ucapannya memang penuh dengan sindiran dan sarkastik, tetapi ia selalu bersikap adil dalam sebuah kesepakatan.

Luhan menatap Sehun dengan pandangan 'sudahlah-sehun-tolong-hentikan'.

Untungnya Sehun mengerti. Pria yang lebih muda mengambil mapnya kembali dan berjalan keluar setelah mengatakan selamat tinggal pada wanita muda itu.

"Semua sudah selesai." bisik Sehun dengan senyuman penuh arti begitu mereka keluar. Luhan tidak mampu menahan matanya yang berair. Ia berhamburan memeluk Sehun disana, saat itu juga.

Sehun pikir Luhan membutuhkan seseorang untuk menopang tubuhnya karena lihatlah, Luhan tidak bisa berhenti mengucapkan terima kasih pada dirinya. Suara isakan kecil memenuhi telinga Sehun. Sebenarnya bukan itu yang Sehun inginkan, tetapi ia menginginkan senyuman Luhan. Asalkan ia bisa bersama pria itu, ia akan melakukan segala hal yang ia bisa.

Sehun menepuk-nepuk punggung Luhan dengan lembut, "Sudahlah, tidak perlu berterima kasih seperti itu. Kau berlebihan."

Luhan menggeleng, tangannya yang melingkar di leher Sehun mendaratkan pukulan kecil disana. "Aku tidak berlebihan!"

"Okay, okay. Aku tahu. Maka dari itu berhentilah menangis." Sehun terkekeh ringan, "Hey, Lu. Lihatlah, semua orang memperhatikan kita." tambahnya berbohong.

Luhan buru-buru melepas pelukannya dan menghapus bekas air mata di pipi, mengedarkan pandangan ke sekeliling kemudian kembali pada pria yang berdiri didekatnya.

"Mereka semua kemana, Sehun?"

Luhan tidak menemukan siapapun disana. Bahkan kotak Häagen-Dazs Baekhyun juga menghilang. Sehun mengangkat bahunya sebentar ikut merasa –berpura-pura– bingung, "Tidak tahu. Barangkali mereka sudah pulang. Entahlah."

Antara Luhan menjadi semakin bodoh karena telalu senang atau apa, ia percaya begitu saja pada Sehun padahal dirinya sendiri sudah tahu kalau mereka –Baekhyun, Jongdae, Jongin, dan Suho– tidak pernah pulang di waktu yang bersamaan. Tidak pernah. Coret, tidak pernah sekalipun.

Harusnya ini semua terlihat aneh dan ganjil. Tetapi Luhan –dengan bodohnya– ikut saja pada Sehun yang mengarahkan stir berbelok ke arah kiri. Padahal harusnya lurus menuju apartemen tua itu.

"Kita kemana, Sehun?"

Sehun tidak menjawab, hanya melemparkan pandangan kearah Luhan dan mengedipkan sebelah mata.

"Nanti kau akan tahu."

Lima menit.

Lima belas menit.

Baiklah, ini sudah dua puluh menit.

Mereka berhenti di sebuah komplek perumahan yang terlihat familiar. Luhan seperti pernah datang ke tempat ini atau mungkin hanya deja vu. Matanya menerawang ke sekitar lingkungan perumahan itu sebelum Sehun mengaitkan jemari mereka dan membawa Luhan ke suatu tempat.

Butuh sekitar tujuh menit untuk sampai di lokasi yang ingin Sehun tunjukkan. Sehun meminta Luhan untuk menutup mata sebelum mereka sampai.

"Kita akan kemana, Sehun? Apakah masih jauh?" tanya Luhan penasaran. Sehun menuntunnya berjalan sementara Luhan mulai paranoid, takut-takut kalau Sehun tiba-tiba menghilang. Siapa yang tahu.

Kemudian suara engsel pagar terdengar, Luhan melangkah masuk secara perlahan. Semilir angin tiba-tiba ikut berhembus mengiringi dirinya yang dituntun Sehun.

Mereka berhenti di sebuah halaman rumah dengan rumput hijau dan beberapa tanaman bunga di samping tempat mereka berdiri. Sehun masih belum mengijinkannya untuk membuka mata. Ia membiarkan Luhan menebak dimana mereka sekarang. Tidak begitu banyak suara disana, hanya degup jantung Sehun.

"Sehun?" panggil Luhan saat tidak ada suara yang terdengar.

"Sehun apakah kau masih disini?" ulangnya sekali lagi. Wajahnya mulai panik takut Sehun meninggalkannya sendiri.

"Sehun? Apakah aku boleh membuka mata?"

Dan ini adalah waktu yang tepat. Sehun menarik nafas dalam mengatur detak jantung, "Ya, bukalah matamu."

Perlahan kelopak doe itu membuka. Yang ia lihat pertama kali adalah sebuah rumah yang cukup besar, tapi terlihat sederhana. Sama sekali tidak menggambarkan kemewahan tapi kenyamanan dan hangat. Warna peach pada dinding terlihat bersih dan gorden biru muda berada di balik jendela. Balkon yang cukup luas di lantai atas dibatasi oleh railing coklat emas, senada dengan warna pintu yang dijangkau oleh manik matanya, berada tepat didepan, seolah menyambutnya untuk datang. Entah mengapa detik ini Luhan merasa jantungnya berdebar. Ia menoleh pada pria disampingnya.

"Kita? Maksudmu..? Rumah ini..? Dimana?"

Tidak tahu pertanyaan apa yang sedang diucapkan, Luhan berusaha bertanya sesuatu pada Sehun. Ia tidak mengerti. Sehun menatap Luhan lekat sebelum merangkul pinggangnya dan menghadap ke arah pintu coklat yang tertutup rapat.

"Kita akan tinggal disini."

Luhan menoleh pada Sehun dengan mulut setengah terbuka, menatap pria disebelahnya dengan tatapan tidak percaya.

Tidak, kalimat yang diucapkan Sehun tidak mungkin sesederhana itu.

Sementara Sehun hanya membalas dengan anggukan kecil. "Kau tidak percaya? Ini adalah rumah kita."

Luhan tidak tahu apa yang sedang dikatakan Sehun. Tapi dirinya berusaha sadar bahwa apapun yang terjadi ini, ia tidak sedang bermimpi. Keharuan tiba-tiba mengisi langit malam dan masuk kedalam relung hatinya. Perasaan bahagia menghujam dadanya dan air mata memenuhi pelupuk mata. Luhan menggigit bibir bawahnya cukup keras untuk menahan perasaan bergejolak karena kupu-kupu memenuhi seisi perutnya.

Ia menahan nafas sebentar, mendengar lebih jelas apa yang diucapkan Sehun karena yang bisa ia rasakan sekarang adalah detak jantung yang merusak logika. Luhan membisu, menyimpan seribu kata diujung lidahnya yang kelu. Matanya memandangi rumah itu bergantian kearah Sehun.

Lama mereka bertatapan, Luhan memutuskan untuk menyandarkan tubuhnya ke dada Sehun, memeluk pria itu dengan sangat erat. Ia tidak sanggup lagi menahan kebahagiaan yang diberikan Sehun bertubi-tubi dalam satu hari penuh. Ia terisak, membenamkan wajahnya kedalam ceruk leher pria dengan bau maskulin menguar dari tubuhnya, Luhan menyembunyikan wajahnya yang sangat lucu ketika menangis.

"Kau menyukainya?" Sehun setengah berbisik. Luhan mengangguk.

"Aku sungguh tidak tahu harus berkata apa, Sehun."

"Kalau begitu kau harus tinggal bersamaku disini." Sehun mengelus surai coklat gelap kekasihnya, "Dan kita akan menghabiskan waktu bersama dirumah ini."

Luhan mempererat dekapannya, tubuhnya mungkin akan jatuh terkulai jika Sehun tidak memeluknya kembali. Air mata mengalir bebas menelusuri kedua pipi merah muda itu.

Suasana penuh keharuan, tidak hingga suara ramai membuat pria cantik itu melepaskan pelukannya pada tubuh Sehun.

"Luhan!"

Suara itu tidak asing di telinga. Luhan menghapus air mata yang tertinggal agar bisa melihat lebih jelas siapa yang berada di depan pintu coklat.

Itu Baekhyun.

Tunggu, masih ada orang yang lain lagi. Figur tinggi disebelahnya adalah Chanyeol. Pria itu berjalan mendekat disusul dengan beberapa orang dibelakang. Bukankah itu Jongin?

Jongdae berdiri berdampingan dengan Suho, melambaikan tangan ke arahnya.

Seorang figur giant berhenti didepan mereka, ia menyerahkan sebuah kotak kecil pada Sehun.

Kemudian Chanyeol melangkah mundur, memberikan jarak lebih lebar bagi Sehun dan Luhan. Suara merdu tiba-tiba mengalun membentuk atmosfir hangat diantara mereka berdua. Baekhyun menyanyikan sebuah lagu berjudul 'The Way You Look At Me'.

Luhan mencengkram ujung bajunya hingga meninggalkan kusut, jantungnya berdentum keras. Hal paling sempurna telah terjadi pada dirinya. Hatinya tidak bisa lagi membendung perasaan bahagia, Luhan tidak bisa menghentikan air matanya.

You make me believe

That there's nothing in this world I can't be

I never know what you see

But there's somethin' in the way you look at me

Baekhyun hampir menyelesaikan lagunya, Sehun perlahan membuka kotak kecil itu dihadapan Luhan, memperlihatkan benda berkilau yang tersimpan didalam. Bibirnya masih bungkam. Keheningan ini membuat perasaannya semakin luluh. Ia jatuh cinta lagi.

The way you look at me

Bait terakhir telah dinyanyikan, kemudian berganti dengan suara berat Sehun.

"Will you marry me, Luhan?"

Semua orang menunggu jawabannya. Luhan sibuk dengan pikiran dan hatinya hingga ia lupa untuk mengatakan sesuatu. Sehun membantunya. Pria itu berdiri dan menyematkan sebuah cincin emas berwarna silver pada jari manis Luhan.

Suara sorak Jongdae dan Baekhyun memenuhi suasana yang penuh dengan keharuan, Jongin ikut bersiul, dan Suho bertepuk tangan.

Sehun menenggelamkan tubuh pria yang lebih kecil ke dalam pelukannya. Luhan berbicara ditengah suara isakkan,

"I will."

.

"Aku mencintaimu, Luhan hyung. Aku ingin kita menghabiskan waktu bersama di rumah ini, selamanya."

.

"Kau telah melanggar peraturan, Sehun!"

.

.

.

.

.

The End.


Chingchongs:

TAMAT DENGAN AKHIR YANG BAHAGIAAAAA~

TERIMA KASIH BANYAK ATAS WAKTU KALIAN SELAMA INI UNTUK BACA FF INI T.T IM VERY THANKFUL!

TERIMA KASIH ATAS REVIEW KALIAN, REVIEW KALIAN ADALAH TANDA KALIAN MENGHARGAI HASIL KARYA INI! KALIAN MOTIVASI KAMI ;;;

TERIMA KASIH BANYAK.

.

PLEASE LET ME KNOW YOUR MOST FAV SCENE IN THIS FIC !

.

saranghaja,

exoblackpepper