Cast :
Park Chanyeol
Byun Baekhyun
Xi Luhan
Oh Sehun
GS (Gender Switch for uke)
T

[Play BGM]

2NE1 – It Hurts

EXO – Mirac in December
.

.

.

.


-Started-


Baekhyun POV

#Flashback

Deru nafas yang saling memburu bercampur aduk. Tidak senada dengan ritme pemilik paru-paru. Seluruh ruangan terpenuhi dengan uap-uap panas yang membuat hawa semakin pengap.

Aku mengusap peluh seseorang yang berada di atasku. Dirinya bertumpu pada lutut dengan kedua tangannya berada di sisi tubuhku. Sebuah senyuman manis merekah di bibirnya. Melihat hal itu sontak sudut bibirku itu tertarik secara refleks.

"Gomawo Jagiya…" desah Chanyeol dengan suara beratnya.

Kepalaku mengangguk pelan. Sejujurnya kepalaku masih terasa pusing akibat rasa sakit di bawah tubuhku. Ouh, aku tidak berani menatap bagaimana jadinya daerah kemaluanku nanti.

Apakah ini rasanya bercinta?

Sakit sekaligus nikmat?

Yang jelas jantungku tidak berhenti berdebar-debar ketika memandang wajah tampan kekasihku. Jemari ini terulur menyibak poninya yang bercucuran peluh. Aku sengaja melakukannya. Karena dia sebenarnya terlihat lebih menawan jika tidak memakai poni. Namun rambut basah itu menimbulkan kesan seksi lebih besar daripada dahinya.

Chanyeol meringis pelan. Kulihat sumber rasa sakit yang di alami namjaku. Ternyata lengan kirinya yang sedari tadi kucengkram sebagai tempat pelampiasan memerah dan mengeluarkan darah.

"Ya ampun Yeol. Tanganmu… Akhh…" rintihku menjerit tertahan ketika milik Chanyeol bergeser merubah posisi. Sejujurnya kami belum melepaskan kontak kami sejak tadi.

"Arghhh.. Gwenchana, Baekki" erangnya tertahan.

Uhh, kepalaku kembali pusing. Aku mengkhawatirkan lengan Chanyeol. Tapi bagian bawahku sakit ketika dia mulai bergerak kembali secara perlahan. Ohh tidak. Ini permulaan kami bercinta. Namun berapa ronde yang harus kami habiskan malam ini?

Aku dan Chanyeol bukan maniak seks seperti para sahabat tengilku—Sehun dan Luhan. Tapi sepertinya Chanyeol terbawa pengaruh buruk mereka. Gawat. Aku harus mempersiapkan hati dan fisikku mulai dari sekarang.

"Baek" panggil Chanyeol lembut.

"Hemhh?" jawabku dengan desahan yang harus tertahan.

"Aku mencintaimu dan aku tidak akan pernah meninggalkanmu" ucapnya lalu mengecup keningku dalam.

Mataku terpejam. Merasakan sensasi perih sekaligus kelembutan yang kekasihku—Park Chanyeol berikan. Tanganku terulur di lehernya. Merapatkan tubuh kami lebih dalam. Kukecup pipinya sambil berusaha menikmati momen ketika dia ada didalam diriku.

"Aku juga mencintaimu, Yeol. Jangan tinggalkan aku…"

.

.

.

From:

My Park Yeollie~

'Maaf Baekhyun-ah. Aku tidak bisa meneruskan hubungan ini'

Malam ini adalah malam setelah dua hari kami merayakan hari jadi kami yang ke setahun. Tiba-tiba pesan masuk yang tertera di layar membuat tubuhku kaku seketika. Awalnya aku mengira ini pasti gurauan Chanyeol. Mengingat pria jangkung itu memang suka sekali bercanda.

Maka dengan tangan gemetar meski tahu pesan itu hanya omong kosong belaka atau tidak. Tanganku terulur mengetik balasan pada Chanyeol. Masih dengan senyuman konyol. Berusaha mencegah perasaan buruk dalam hatiku sendiri.

To :

My Park Yeollie~

'Gurauanmu lucu sekali Yeol. Kau sudah makan?'

SEND

Jantungku berdebar menunggu balasan Chanyeol.

Ayolah Yeol…

Kau pasti bercanda bukan? Itu memang ciri khasmu. Pasti saat ini kau sedang tertawa keras di sebrang sana membayangkan ekspresi kaku di wajahku. Tapi tidak apa. Aku tidak perduli sekarang kau mentertawakanku yang penting ucapanmu hanya bohong belaka.

From:

My Park Yeollie~

'Tidak Baekhyun. Aku serius'

DEG!

Bagaikan tertusuk dengan beribu jarum setelah membaca pesan masuk yang di kirimnya. Sekujur badanku membeku tidak dapat bergerak. Otakku terasa berdenyut sakit dan berhenti berkerja. Urat-uratku juga merasa menegang. Entah kenapa paru-paruku sulit mengambil oksigen di saat seperti ini.

Kenapa?

Aku tidak bertanya lebih lanjut.

Tangan ini sudah gemetar menekan dial nomor ponselnya. Nada sambung yang terus berdengung membuat sekujur tubuhku melemas. Terasa sangat lama ketika pihak disana belum mau mengangkat teleponnya.

Sang nada sambung berhenti. Hatiku sedikit lega meskipun harus menahan tangis saat mendengar suara berat yang menyapa rongga telingaku.

'Yeoboseo'

Apa?

Tidak ada panggilan manis lagi darinya…

Tidakkah kau tahu bahwa ini aku, Yeol? Ini aku Baekhyun yang menelponmu. Kenapa kau bertindak seolah-olah aku orang asing di ponselmu?

Kutahan isakkanku sejenak. "Chanyeol-ah.." ucapku dengan suara bergetar.

'Hem?'

"Kau—" belum sempat aku meneruskan kalimatku air mata ini sudah jatuh.

Bibirku sudah nyaris berdarah karena kugigit dengan cukup keras agar isak tangis ini tidak keluar. Hatiku sangat sakit. Ada apa denganmu Yeol? Kenapa sikapmu sangat dingin kepadaku?

"Apa kau sudah makan?" entah kenapa aku merasa bodoh. Pikiranku kalut ingin membicarakan apa dengannya.

'Sudah' balasnya singkat.

"Sudah mandi?"

'Belum. Baru saja'

"Ohh, begitu"

Dan hening.

Dia tidak menanyakan kabarku sebaliknya... Yeol, apakah kau bersungguh-sungguh dengan ucapanmu?

'Baekhyun'

"Ya?"

'Apa pernyataanku kurang jelas'

DEG!

Isakkanku nyaris lolos ketika Chanyeol mengatakan hal itu. Kepalaku mengangguk tanpa bisa dilihat olehnya. "Kurasa begitu" paparku tersenyum getir.

'Iya… Kurasa aku sudah tidak bisa meneruskan hubungan kita' tuturnya dengan nada berat.

"Kenapa?" dengan sedikit sahutan aku berucap.

Chanyeol menghela nafas. 'Tidak ada alasan. Hanya saja… Aku hanya ingin mengakhirinya'

Sudah. Aku sudah tidak kuat. Akhirnya aku menangis. Menangis sekeras kerasnya tanpa peduli Chanyeol mendengar di sebrang sana atau tidak. Bahkan kepalaku sudah kubenamkan pada bantal namun tetap saja isakkan menyedihkan ini tidak kunjung reda.

"Kenapa tiba-tiba?" tanyaku terputus-putus.

'Sudah kubilang tidak ada alasan, Baekhyun-ah. Uljima…'

Kepalaku menggeleng. "Kumohon jelaskan padaku"

'Aku tidak bisa sekarang. Yang jelas ada wanita lain'

DEG!

"Apa maksudmu wanita lain? Kau selingkuh?"

'Bukan selingkuh. Aku tidak bisa menjelaskannya disini'

"Kalau begitu ayo bertemu. Aku ingin mendengar penjelasan darimu, Yeol"

'Tidak bisa, Baek ini sudah malam'

"Tapi—"

'Yeollie? Siapa yang menelponmu?' terdengar suara lain disana.

'Bukan siapa-siapa' jawab Chanyeol dan sontak hatiku terasa nyeri. Chanyeol berbohong?

"Chanyeol? Apakah dia…. Yeoja yang kau maksud?" terka-ku dengan tatapan nanar.

Pria itu menghela nafas berat.

'Ya. Begitulah'

'Maaf aku sudah harus pergi. Kututup telponnya. Kita bisa bicarakan lain kali. Jaga dirimu Baekhyun-ah. Bye' paparnya dan memutuskan sambungan.

Sakit..

Sesak…

Airmata ini tidak bisa berhenti.

Aku hanya bisa terdiam.

Diam dan diam dalam tangisanku yang pecah kembali. Sakit. Rasanya sangat sakit. Tanpa alasan yang jelas dan juga kehadiran wanita yang tidak diduga. Chanyeol dengan mudahnya memutuskan hubungan kami yang baru saja setahun.

Kemana kekasihku yang sangat kucintai yang berjanji akan selalu mencintaiku dan tidak akan pergi meninggalkanku?

Kemana dia?

Park Chanyeol…

Baru beberapa menit kau memutuskan hubungan ini. Tapi kenapa aku sudah sangat merindukanmu?

.

.

Sejak saat itu aku tidak pernah bertemu lagi dengannya. Dia memang teman baiknya Sehun. Juga akrab dengan teman-teman sekelasku. Namun tidak pernah sekalipun kami bertukar sapa ketika berpapasan.

Semua menjadi seperti dahulu. Kami kembali menjadi orang asing.

Sebelum kelulusan Chanyeol sempat memintaku untuk menemuinya—kata Sehun. Namun yang kudapat adalah dirinya sedang berciuman di kelas bersama dengan kekasih barunya—Jung Krystal.

Hatiku semakin sakit. Kakiku melangkah cepat setelah matanya melihatku menangis di depan pintu kelas. Sulit bagiku untuk melupakannya jika memori bersama Chanyeol masih berada di sekitarku.

Maka dari itu aku berusaha belajar dan mendapatkan universitas di luar negeri. Demi kebaikanku dan dirinya juga. Janjimu adalah untaian kalimat palsu Chanyeol. Aku akan memulai kembali hidupku dari awal meskipun itu sangat sulit. Aku akan menjauh darimu.

Karena bagaimanapun caranya. Perasaanku tidak akan pernah berkurang jika itu tentang 'kau'.

#Flashback end

Terlalu banyak kekecewaan yang menjalar di sekujur tubuhku. Merasa di sakiti secara luar dan dalam. Semua kenangan itu akhirnya membuatku tersadar. Bahwa cinta bahkan terasa sangat menyedihkan bahkan pada saat yang tidak terduga. Kebahagiaanku di cabut dengan mudahnya. Perasaanku di buang dengan mudah seperti sampah.

Kecewa? Sudah pasti.

Tersakiti? Jangan bertanya lagi.

Setiap orang yang mengerti pasti tahu. Semua janjinya hanya omong kosong belaka. Sungguh aku berusaha membencinya di setiap pagi kubuka mata.

Dan juga berusaha melupakannya dengan segenap usahaku. Tapi hasilnya memang nihil. Terasa begitu cepat bagiku untuk melihatnya bersama orang lain setelah hubungan kami berakhir.

Bisakah kau merelakan orang yang kau cintai ketika dia sudah ada di genggaman orang lain? Yeoja lain? Yang ternyata kuketahui saat itu dia mulai menjalin hubungan dengan Jung Krystal dua minggu setelah ketika kami putus.

Sesampai dirumah seperti biasa. Eomma menyapaku hangat. Namun aku hanya balas tersenyum lelah. Sudah beberapa hari ini aku terus bertemu muka dengan namja brengsek itu dan lama-lama aku bisa gila karenanya.

"Hahhhh" kurebahkan tubuh ini di kasur kamarku.

Baunya masih sama seperti saat aku meninggalkannya. Aku menghirupnya dalam-dalam. Merasakan kenikmatan damai yang bisa kuambil sekarang. Setidaknya aku tidak perlu capek-capek menangis lagi.

Untuk apa? Membiarkan Chanyeol bahagia mungkin bukan hal yang buruk. Terlalu bodoh kalau aku sering mengingatnya. Aku hanya ingin dia menjauhi kehidupanku agar aku bisa dengan mudah melupakannya. Namun dia malah semakin mendekat. Benar-benar sial bagiku.

Suasana di kamarku sangat tenang. Membuatku selalu menutup mata saat alunan musik Miracle in December terputar di tape—ku. Lagunya sungguh indah. Bagaikan obat penenangku saat sedang susah.

Aku terlalu terlarut dalam lagu damai itu. Sampai akhirnya kusadari sesuatu keluar dari hidungku. Membasahi kasur yang berwarna ungu lavender.

Darah.

Darah segar mulai keluar dari hidungku. Oh, tidak… Kenapa di saat seperti ini mesti terjadi kembali?

"Eom….ma…" ucapku tertahan dengan sekuat tenaga memanggil ibuku.

Berharap dia bisa mengambilkanku obat yang kusimpan diam-diam di lemari bawah kemarin. Bukannya aku manja. Hanya saja aku selalu tahu. Setiap aku mengeluarkan darah dari hidungku aku selalu berakhir pingsan.

Benar saja.

Sekelilingku perlahan menjadi buram. Pandanganku mulai kabur.

Ohh Tuhan…. Kenapa malah sekarang kau mendatangkan penyakit ini lagi? Padahal aku sudah berobat teratur di Jerman. Sial.. Nafasku mulai tidak beraturan. Badanku terlalu lemas saat berjalan menuju pintu kamarku. Sedikit terseok-seok. Badanku mulai tidak kuat.

BRUK!

Saat pandanganku seluruhnya berubah menghitam. Aku pun tidak sadarkan diri.

.

.

.

Chanyeol POV

Tahu apa yang membuat hatiku kembali berdebar-debar?

Byun Baekhyun. Si yeoja manis berambut chesnut blone—Ah! Salah besar! Sekarang rambutnya sudah berubah menjadi hitam pekat. Dan dia nampak sangat menawan juga lebih dewasa.

Yap!

Byun Baekhyun-ku (dulunya) telah kembali.

Selama empat tahun ini aku mencoba menghubunginya kembali. Namun dia sudah pergi jauh ke Jerman. Kuakui dia sangat hebat. Itulah daya tariknya. Dia cerdas dan juga manis. Dirinya yang selalu terfokus pada sesuatu membuatku jatuh cinta berkali-kali padanya.

Meski sekarang Baekhyun berubah dingin setelah pertemuan kami di bar malam itu.

Well, semenjak hubungan kami yang kandas saat kelas tiga sekolah menengah. Baekhyun berubah. Memang itu salahku. Tapi aku mempunyai alasan yang tidak bisa kukatakan padanya saat itu.

Jujur, aku masih sangat mencintainya sampai sekarang. Apakah jika masih ada kesempatan aku bisa mendapatkannya kembali? Ouh, sebut saja aku makhluk bodoh dan pecundang terbesar didunia karena telah menyakitinya bertubi-tubi.

Tapi demi Tuhan! Rasa cintaku tidak pernah berubah padanya. Hanya dia yeoja yang kucintai dengan tulus. Dan rasa cintaku semakin bertambah saat kembali bertemu dengannya.

Byun Baekhyun.. Maukah kau mencintaiku sekali lagi meskipun sikapku terkesan sangat brengsek serta bajingan tidak tahu diri?

Sebuah tangan melingkar sempurna di perutku. Kepalaku menoleh malas. Benar saja. Dia ada dibelakangku.

"Yeol. Apa kau sudah siap dengan upacara besok?" tanya Jung Krystal—calon istriku.

Aku tidak menjawab dan terus memandang keluar jendela. Bisa kurasakan hembusan nafas kasarnya seperti badak marah. Dia melepaskan pelukannya dan berjalan menuju pintu.

"Kau selalu saja begitu! Lebih baik kita tidak usah menikah jika sikapmu selama tiga tahun ini selalu saja dingin padaku! Aku membenci perjodohan ini dan aku sangat membencimu Park Chanyeol!" jeritnya histeris lalu menutup pintu kantorku dengan cukup keras.

Aku hanya tersenyum miring. Sudah berkali-kali dia mengatakan hal itu dan aku pun merasakan hal yang sama. Perjodohan konyol ini sejak dulu memang tidak akan pernah berhasil dan aku membencinya.

Karena hanya Byun Baekhyun yang kucintai.

.

.

Diriku sudah berada di altar menunggu mempelai wanitaku. Krystal berjalan perlahan dengan senyuman merekah dibibirnya. Seandainya itu adalah Baekhyun. Seandainya malaikat yang memakai gaun pengantin berwarna putih itu adalah dia. Aku pasti sudah mati berdiri disini saking gugupnya.

Namun wajahku berubah seketika melihatnya tersenyum mengangkat tangannya. Dengan enggan kusambut tangan Krystal. Lalu bersiap mengucapkan janji suci.

Krystal tentu saja dengan mudah mengatakan 'aku bersedia'. Wajar. Karena dia memang sangat mencintaiku sejak kami masih sekolah menengah. Dialah yang mempersulit hubunganku dengan Baekhyun. Saat itu juga aku sangat terpaksa mengatakan untuk memutuskan hubungan kami. Aku tidak tahan melihat diri Baekhyun yang selalu menangisi sikap pengecutku. Seharusnya aku bisa menolak dengan tegas. Tapi apa daya bagiku yang baru menginjak usia delapan belas dan buta akan masalah pernikahan bisnis?

Aku benar-benar bodoh.

"Chanyeol!" bisik Krystal cukup keras membangunkan lamunanku.

Kepalaku menoleh padanya. Dia menggumamkan sesuatu. Berharap aku segera menjawab hal yang sama dengannya. Namun bibirku kelu saat bayangan wajah Baekhyun melintas di benakku.

"Maaf Krys. Aku tidak bisa" ucapku sambil tersenyum.

Krystal melongo tidak percaya dan tanpa perlu banyak bicara kakiku melangkah keluar. Menjauh dari calon pengantinku. Mengabaikan teriakan histerisnya dan bersiap menuju gadis yang selama ini aku cintai—Byun Baekhyun.

.

.

Baekhyun POV

Saat tersadar yang pertama kali kulihat adalah wajah Yixing—eommaku yang duduk di sebelah ranjang rawat. Wajahnya menyiratkan kesan penuh amarah. Alisku berkerut. Kutatap ruangan sekitarku. Ada Luhan yang sudah menangis dan Sehun yang terus mengusap pelan pundaknya.

Ada apa dengan mereka?

Tidak berapa lama eomma menunduk dan terisak. Mataku membulat melihat eomma menangis. Namun sebelum sempat aku menyentuh pundaknya dia menepis tanganku dengan kasar.

"Baekhyun! Kenapa kau jahat sekali pada eomma?!" jeritnya di hadapanku.

Aku tercengang. Ada apa ini? Aku baru saja sadar dan eomma langsung marah-marah sebenarnya ada apa?

"Eomma apa yang kau bica—"

PLAK!

Sebuah tamparan keras mengenai pipiku. Aku meringis dan menatap eomma dengan tatapan tidak percaya. Tanpa sadar airmata ini jatuh.

"Eomma.. kenapa kau menampar—" belum sempat kalimat ini terselesaikan aku mengerti.

Mereka sudah tahu mengenai alasan kenapa aku pingsan dan baru sadarkan diri tiga hari yang lalu (setelah dokter selesai memeriksaku tadi). Kepalaku menunduk dalam. Sementara isakkan wanita tua itu mulai mereda.

"Eomma.. mianhae" lirihku pilu.

Ibuku mengangkat wajahnya. "Kau sakit kanker otak? Kenapa kau tidak mengatakan hal ini pada eomma Baekhyun?! Kau mau meninggalkan eomma seperti appamu?! Kau ingin meninggalkan eomma sendirian hah?!" pekik Yixing kalap.

Luhan berjalan dan memeluk ibuku erat. "Sabar eomoni… Ini semua bukan kesalahan Baekhyun"

"Tapi dia menutupinya dariku Luhan…" isak ibuku.

Air mata ini semakin jatuh.

Ya, aku mengidap penyakit kanker otak. Sudah hampir dua tahun aku merahasiakan penyakitku sebaik mungkin. Namun sia-sia. Karena semua sudah menjadi bubur. Eomma, Luhan, dan Sehun sudah tahu. Dan sekarang aku hanya bisa pasrah menerima semua umpatan mereka.

Sebenarnya aku berjuang untuk hidup meski aku lebih suka mati dan melupakan Chanyeol. Tapi bayang-bayang orang yang kusayangi tidak membuatku menyerah. Aku memang selalu berobat rutin di Jerman. Berusaha menghilangkan kanker ini dengan pengobatan canggih di sana. Namun ada kalanya manusia mencapai batasnya dan kurasa inilah batasku.

Yixing masih menangis. Luhan juga memeluk Sehun lebih erat. Wajah mereka benar-benar meremukkan hatiku. Seperti inikah wajahku ketika aku tersakiti juga oleh kebohongan janji Chanyeol. Kurasa ini adalah hukuman bagiku karena aku juga berbohong pada ibuku dan sahabatku.

"Mianhae eomma…" lirihku memeluknya lebih erat.

Entah kenapa isakkan yang keluar memenuhi ruangan ini terasa lebih menyedihkan daripada perasaanku yang di campakkan oleh Chanyeol empat tahun yang lalu.

Setelah selesai menangis eomma pulang untuk membawakan baju ganti. Sedangkan aku dibawa keluar kamar. Langit berubah sejuk dengan mentari yang tertutup awan. Suster yang tadi mengantarku berjalan-jalan memberhentikan kursi rodaku disekitar taman rumah sakit. Aku mengatakan padanya aku ingin menikmati pemandangan ini. Setidaknya sebelum aku mati. Atau mungkin akan ada kesempatan lain nanti? Entahlah. Aku bukan seseorang yang dapat menentukan garis hidupku sendiri.

Udara disini terasa begitu sejuk. Angin bulan Desember yang dingin mulai berhembus menerpa rambut panjangku. Asal kalian tahu saja. Rambutku tidak botak. Kalian tahu kan pasti orang sakit kanker pasti botak atau bahkan pakai rambut palsu?

Tapi aku bukan salah satu manusia yang seperti itu. Aku tidak mengharapkan kemo. Obat yang di berikan dokter dari Jerman terlalu canggih sehingga membuatku bertahan hidup lama.

Tapi yah… Sepertinya badanku mencapai puncak maksimalnya. Tubuhku sudah mulai melemah setiap harinya. Kurasa aku memang harus mempertimbangkan operasi pengangkatan kanker otak ini lebih lanjut. Lagipula hal ini demi kesehatanku dan kebaikan eomma juga.

Mataku terpejam mengingat perkataan Luhan. Setelah suasana mereda tadi aku mendapat berita bahwa si brengsek hari ini akan menikah. Seharusnya aku bersikap biasa saja. Tapi sayang… hatiku berkata lain. Kenapa masih saja sakit ketika mendengarnya akan menjadi milik orang lain seutuhnya?

Tiba-tiba sebutir airmata jatuh kepipiku dengan senyuman miris. Ternyata seseorang yang ku cintai memang tidak di takdirkan untukku. Lebih baik sekarang aku harus berjalan kedepan dan melupakan segalanya meski menentang hati ini.

Kenapa aku tidak bisa melupakanmu, Yeol? Katakan aku bodoh di usiaku yang hampir usai ini…

"Baekhyun" panggil seseorang di belakangku.

Aku hendak menoleh. Tapi tertahan karena merasa ragu.

Tunggu! Dia memanggil Baekhyun aku kan? Bukan Baekhyun yang lain? Ya, mungkin saja nama nenek-nenek yang sedang di suapi bubur di depanku oleh suster namanya adalah Baekhyun.

Benar saja otakku sudah mulai menggila. Entah kenapa suaranya mirip dengan si brengsek itu. Suara berat itu semakin menggema di telingaku.

"Ya! Babo aku memanggilmu!"

Kepalaku menoleh. Ternyata memang ada yang mengataiku bodoh pada akhirnya. Tapi merasa sial seperti waktu itu sekali lagi. Aku mendapati sosok yang baru saja ingin kubuang mukanya jauh-jauh dari hadapanku.

"Chanyeol?" tanyaku tercengang.

Chanyeol tidak menjawab. Dadanya naik turun. Kemejanya basah dan dia memegang sebuah jas hitam. Aku tahu kalau itu tuksedo khusus pengantin dengan bunga mawar layu terjepit di saku jasnya. Tataan rambut Chanyeol juga berbeda dari biasanya. Lebih rapih dan terkesan tampan meski sekarang sedikit lepek oleh keringat. Oke sudah cukup kau memujinya Baek. Lupakan perasaan kagummu padanya!

"Kenapa kau disini?" sinisku sesekali mengusap airmata ini.

Chanyeol menghela nafas lelah. Lalu dia menurunkan satu kakinya. Berlutut di hadapan kursi rodaku. Alisku berkerut melihat ekspresi sendunya.

"Kenapa kau disini? Cepatlah pergi! Aku tahu kau sedang melakukan sesi upacara pernikahanmu kan? Biarkan aku sendiri" ucapku dan mulai menggerakkan roda di kursi, hendak pergi meninggalkannya. Namun tangan besar itu menahan kursiku.

"Baekhyun"

Tubuhku bergetar ketika mendengar suaranya. Namun aku tidak menoleh. Tiba-tiba saja tangan besarnya terangkat dan menyentuh pipiku. Sontak kepalaku berputar dan menatap ekspresinya.

Chanyeol berwajah… Terluka?

Kenapa begitu?

"Chan—"

"—Maafkan aku Baekki" bisiknya lalu menarikku kedalam pelukannya.

Aku masih bingung dengan sikap anehnya. Apa-apaan ini? Kenapa tiba-tiba dia memelukku? Bukankah dia mengatakan kalau dulu dia ingin mengakhiri hubungan kami? Kenapa dia malah membuatku semakin berharap? Apa dia sudah tahu mengenai penyakitku?

"Lepaskan aku Chanyeol!"

"Tidak"

"Lepaskan aku! Pergilah! Kau tidak seharusnya disini! Mempelaimu pasti sedang menunggumu" tolakku mendorong-dorong tubuhnya.

"Mianhae…"

Suara Chanyeol terdengar begitu sedih dan pilu. Dadaku sesak. Jujur, aku merindukannya. Sebenarnya aku tidak ingin melepas pelukkan hangat ini. Namun, aku harus.

"Kumohon lepaskan aku.." pintaku mulai terisak.

Chanyeol melepaskan pelukkannya. Dia menatap mataku dalam. Sebutir airmata jatuh membasahi pipinya. Chanyeol menangis?

"Mianhae Baekhyun. Atas semua perlakuanku dulu. Mianhae…" lirihnya lalu mengusap jejak airmataku.

"Aku tidak pernah bisa menjelaskan semuanya saat itu. Aku tidak pernah menyukai Krystal. Kami di jodohkan atas kemauannya. Sebenarnya saat hari kelulusan aku berniat memberitahumu mengenai itu. Tapi Krystal datang terlebih dahulu dan mengacaukan segalanya. Lalu aku melihatmu menangis didepan pintu. Belum sempat aku meminta maaf kau sudah pergi ke Jerman. Aku… aku benar-benar menyesal sekarang. Maafkan aku Baekhyun. Ketahuilah.. Hanya kau wanita yang aku cintai seumur hidupku. Sampai sekarang pun. Kaulah yang aku cintai Byun Baekhyun.." jelas Chanyeol menunduk dalam.

Aku tidak bisa mengatakan apa-apa. Diriku hanya terdiam kaku mendengar segala penuturan pria di hadapanku. Aku tidak pernah menduga hal ini sebelumnya. Kukira Chanyeol benar-benar sudah melupakanku. Ternyata..

"Chanyeol-ah" panggilku.

Chanyeol mengangkat wajahnya. Kutangkupkan kedua pipinya dengan tanganku dan kupertemukan kedua belah bibir kami dengan tergesa-gesa. Chanyeol merespon ciumanku. Dia mendekapku erat, sementara tanganku sudah melingkar di lehernya. Menarik pagutan kami lebih dalam.

Aku tidak peduli dengan pandangan pasien maupun orang-orang disini. Yang jelas hatiku sangat bahagia. Ternyata kisah cintaku memang belum berakhir. Namun satu hal yang membuatku terbangun dari mimpi indah sementara ini.

Yaitu penyakit yang kuderita.

Kulepaskan pagutan kami dengan cepat. Chanyeol terheran dengan perubahan sikapku. Air mata ini kembali mengalir deras. Kepalaku menggeleng seraya kututupi mulut ini agar isakkanku tidak keluar.

Tuhan, aku baru saja mendapatkan cintaku kembali. Kenapa kau ingin merenggutnya lagi dengan kondisiku yang tidak memungkinkan aku untuk berada disisinya? Apa takdir kami memang harus berakhir seperti ini tanpa kami bisa memulai kembali semuanya layak dahulu?

"Chanyeol, mianhae…"

"Baek—" Chanyeol hendak menyentuhku. Namun kutepis pelan tangannya.

"Aku… tidak bisa bersamamu… Maaf"

Karena aku memang tidak akan lama lagi berada di dunia ini.

.

.

.

.


TBC or END?

Kalau mau end ya segini aja. Kalau masih penasaran gimana lanjutannya. Pilih salah satu yahh. ^_^

Review?