Tittle: Kataomoi

Disclaimer: Naruto dan High school DxD bukan punya saya

Genre: Superanatural, Romance, Comedy.

Pairing: Uzumaki Naruto x Rias Gremory(oke, mungkin bakal ada harem tapi mini harem aja.)

Rated: M

Summary: Uzumaki Naruto, seorang pemuda SMA yang kelewat baik hati harus bersedia menerima kenyataan dirinya mati karena hal itu. Namun, apakah itu akhir semuanya?

Warning: Typo,Adult theme, Miss-Typo, Sexual theme, Violence, etc.

Chapter 4 : Penyetelan

Di sebuah kafe,

Diam. Hanya itulah yang bisa dilakukan seorang Uzumaki Naruto sekarang. Kedua mata safirnya nampak sejenak mencoba untuk mencuri pandang kepada sosok dihadapannya. Namun, dia kembali mengalihkan tatapannya saat melihat orang yang duduk di depannya itu memasang sebuah senyuman lembut padanya. Pemuda ini hanya bisa mengaduk-ngaduk kopi hitamnya untuk sekedar meredakan rasa groginya terhadap gadis di depan matanya itu.

"Naruto-kun." Suara lembut dari gadis ini membuat adukan pemuda pirang ini terhenti seketika. Pandangan Naruto langsung mengarah kepada gadis ini dengan memasang wajah layaknya mahasiswa yang tengah berada dalam siding skripsi.

"Y-ya, R-Rias-senpai?"Gugup tentu dia rasakan. Walaupun sudah beberapa kali bertemu dengan gadis ini, namun inilah kali pertama dia menemui gadis itu dalam kondisi normal tanpa ada fenomena aneh terjadi diantara mereka. Mata biru langitnya seolah mendapat semacam sensasi terhipnotis ketika memandangi wajah gadis ini. 'Kuso! Kenapa aku malah bengong?!' Inilah kiranya nasib seorang anak remaja yang tidak pernah merasakan sensasi berpacaran dari sejak dia menatap dunia sampai saat ini. Ia seperti terkena efek kejut saat ada gadis cantik mau berbicara berdua dengannya.

Rias nampaknya sedikit paham dengan gelagat lawan bicaranya ini. Akhirnya dia mencoba mencairkan suasana dengan mencari sebuah topik lain. Tak perlu waktu lama bagi gadis berambut merah panjang ini untuk menemukan cara dalam menghidupkan suasana. Kedua matanya melirik pada sebuah kamera DLSR yang tergeletak di atas sebuah meja. Benda itu memberinya ide untuk mencairkan suasana. "Ano, Naruto-kun suka Fotografi ya?"

Pemuda pirang itu nampak terkejut serta sedikit kecewa. "Ya, aku menyukai segala hal yang berhubungan dengan fotografi." Namun, dalam hatinya dia kecewa karena segala prestasinya dalam bidang tersebut rupanya tak pernah sampai terhembus ketelinga Rias. 'Ya, nasiblah.' Helaan nafas lemah dikeluarkannya dari mulutnya. Akhirnya dia memilih untuk meminum sedikit kopi hitamnya sekadar melepas rasa kecewa.

"Benarkah? Sugoi! Bolehkah aku melihat hasil jepretanmu?" Sepertinya Rias mencoba membuat dirinya tertarik dengan pembicaraan yang dia buat meskipun ia sempat melihat ekspresi kecewa dari wajah Naruto.

"Oh, tentu. Tunggu sebentar." Pemuda pirang ini kemudian merogoh tas sekolahnya dan mengambil sebuah laptop dari dalamnya. Dicabutnya memory card kamera miliknya yang kemudian dia tusuk kesebuah slot memory di laptopnya. Rupanya pemuda ini tak membiarkan seorangpun menyentuh kamera tercintanya itu. ' Cukup Issei saja yang pernah melukaimu.' Naruto sejenak melirik alat potret tersebut memakai tatapan kasih seorang ayah kepada anaknya (?)

"Ah, ini." Naruto akhirnya menyodorkan layar laptopnya kepada Rias yang disambut antusias oleh gadis berambut merah ini. Matanya naik turun mengamati gambar-gambar hasil bidikan fotografer mudah itu. Hal ini membuat pemuda pirang itu sedikit merasa percaya diri karena reaksi gadis tersebut.

"Sugoi. Rupanya Naruto-kun seorang fotografer professional!" Ucapan gadis ini membuat semacam rona sukses muncul di kedua pipi milik Naruto yang akhirnya membuat pemuda pirang itu hanya menggaruk-garuk tengkuknya walaupun tidak gatal.

"Tidak-tidak. Aku masih jauh dari kata Pro. Aku masih pemula dalam hal ini. Seorang yang sudah ahli memiliki jiwa dalam setiap hasil bidikannya. Sementara hasil jepretanku belum memiliki itu. Gambarku belum dapat menceritakan apapun." Pemuda ini kembali menenggak kopi hitamnya seraya melepas sedikit rasa kecewanya kepada dirinya sendiri. Namun, mata safirnya sukses membulat lebar saat Rias memutar layar laptopnya dan memamerkan sebuah gambar yang membuatnya tersedak.

"Uhuk!" Naruto segera memukul pelan dadanya dan mencoba menetralisir rasa panas membakar dilidahnya akibat tegukan kopi panas tadi. Dirinya mencoba menutupi kegugupan di wajahnya namun seluruh syaraf wajahnya telah bersekutu untuk mengkhianatinya sehingga memunculkan sepasang rona merah diwajahnya.

"Naruto-kun, kupikir foto ini memiliki cerita dan juga jiwa." Telunjuk Rias menyentuh pelan layar LCD laptop Naruto dimana dia mengarahkannya kepada sebuah gambar seorang gadis berambut merah panjang yang sedang duduk di bawah kursi taman sembari membaca buku. "Benarkan?" Gadis ini tersenyum senang meskipun dia tak tahu lawan bicaranya sudah merasa ingin mati saja saat itu.

'Kami-sama, kenapa kau begitu kejam.' Memory otak Naruto baru ingat kalau hari ini dia membawa Memory Card yang berisi foto lomba serta beberapa foto dari pujaan hatinya, Rias Gremory yang dia ambil diam-diam dari kejauhan. 'Sial! Sial! Sial! Kenapa aku sampai salah bawa Memory?!' Tentu dirinya tahu tindakan semacam ini sudah mencapai istilah Stalker dimana jepang jelas memberikan hukuman tegas bagi para pelakunya. "E,eto" Otaknya ssudaah kehabisan kata untuk memberikan alasan kenapa gambar itu ada di laptopnya karena memang dia Stalker!

"Pfftt." Rias mengembungkan pipinya seperti menahan sebuah gelak tawa melihat wajah panik Naruto. Tentu dirinya sedikit terkejut melihat ada banyak gambarnya tersimpan di dalam Memory Card itu meskipun dia tidak merasa marah melainkan merasa kagum karena hasil bidikan pemuda pirang ini dirasanya lebih indah di banding aslinya. "Tak apa-apa Naruto-kun. Aku merasa tersanjung kau dapat membuat potret diriku seindah ini." Ucapan gadis ini benar-benar membuat lega perasaan lawan bicaranya.

"B-benarkah? Kalau begitu aku merasa lebih senang lagi." Dirinya kembali mengaduk-ngaduk kopi hitamnya untuk memberikan rasa hangat akibat angin dari pendingin ruangan yang berada di belakangnya tanpa ampun menerpanya serta ditambah juga keringat paniknya tadi hingga membuat basah bagian belakang seragam sekolahnya yang pada akhirnya menambah sensasi dingin di punggung saat angin dari mesin itu menerpa punggungnya.

"Tapi-" Pemuda ini kembali tergelak mendengar omongan gadis ini. Mata birunya tak berkedip melihat wajah serta senyum iseng Rias yang begitu 'erotis' dimatanya. Jakunnyan naik turun melihat pemandangan ini ditambah bibir mungil yang masih basah akibat memakan creeps tadi. "Tapi kenapa harus aku yang menjadi modelmu?" Ucapannya membuat pemuda itu membeku ditempat.

"A-ano…" Otaknya segera mencari beragam alasan agar bisa mengelak dari rasa malu. Naruto sadar bahwa dirinya adalah pecundang dalam cinta. Dia tidak pernah berani mengungkapkan perasaannya kepada orang yang dia suka. Dirinya terlalu takut melihat nasib teman-temannya yang sering datang kerumahnya sambil menangis karena ditolak.

Akhirnya setelah sekian detik mencari alasan, dirinya menemukan sebuah alasan yang masuk akal baginya. "Ano, aku menyukai rambut merah Rias-senpai. Rambut itu mengingatkanku kepada ibuku di rumah. Kupikir kepribadian Rias-senpai yang lembut menjadikanmu semakin ideal sebagai objek jepretan kameraku." Alasan yang dianggap logis oleh Naruto akhirnya dia coba pakai meskipun sebenarnya alasannya itu mengangung kesan romantis.

"B-benarkah?" Rias memasang ekspresi terkejut dengan sedikit raut tersipu mendengarnya. Ini mungkin akibat dari hobinya yang terlalu banyak menonton drama serta membaca cerita romantics sehingga semua kalimat tadi bermakna romantis di telinganya.

"Iya, benar." Naruto tersenyum lebar seolah memberi semacam pembenaran pada katanya tadi. "Tapi, aku menjadi marah sendiri saat ada orang yang berani mempermainkan perasaanmu." Tangan kiri pemuda pirang ini mengepal kuat mengingat wajah serta tawa sinis Euclid yang masih berdengung ditelinganya sampai sekarang.

"Naruto…" Wajah Rias seketika itu pula menjadi redup karena mendengar nama itu lagi. Sudah seminggu ini dia mencoba menerima kenyataan bahwa pria itu adalah bajingan dan bukan pangeran berkuda dalam khayalannya. Namun, rasa cinta itu masih membekas di relung hatinya. Dia mengingat setiap kata dan juga sentuhan kasih sayang dari Euclid. Tanpa sadar, air matanya mengalir sedikit hingga membuat Naruto gelagapan.

'G-gomen! Aku tak bermaksud mengungkit-ungkit hal yang sudah berlalu. Aku benar-benar minta maaf." Naruto segera mengambil sapu tangan yang selalu dia bawa di dalam tasnya untuk menyeka air mata Rias.

"Tak apa-apa, Naruto-kun. Aku seperti ini karena memang aku lemah dan tidak berguna…" Lirihan gadis ini membuat hati Naruto terenyuh akibat mendengarnya. Namun, pemuda ini kemudian melakukan sebuah aksi tak terduga. Tangannya menggengam kedua telapak tangan Rias. Hal ini membuatnya menatap mata biru langit milik pemuda pirang tersebut.

'Rias-senpai, anda tidaklah lemah. Anda adalah perempuan yang tegar di mataku dan semangat hidupmu melebihi siapapun yang kukenal. Bahkan anda memberikanku kehidupan seperti sekarang ini." Sebuah tato bersinar di pergelangan tangan Naruto seolah memberikan respon emosi terhadap ucapan tuannya itu.

"Naruto-kun…" Rias terhenyak mendengar omongan pemuda ini. Namun, perlahan semacam rasa nyaman muncul dari dalam hatinya sehingga dia enggan melepas genggaman Naruto.

"Aku tahu aku tak pantas mengatakan ini. Tapi, kalau kau mau aku akan membantumu melupakannya." Seolah mendapat dorongan keberanian entah dari mana, Naruto akhirnya meyakinkan dirinya sendiri dan juga Rias bahwa dia bisa membuat hidup gadis ini kembali kedalam kondisi bahagia tanpa ada hal seperti dulu.

Kedua mata Rias membulat mendengar penawaran atau lebih tepatnta sebuah permohonan dari orang yang baru dia kenal beberapa hari ini. Tentu sebagai orang normal lazimnya mereka akan menampar orang seperti ini karena terlalu mencampuri urusan pribadi orang lain. Namun, setelah semua hal yang telah mereka alami selama jangka waktu pendek ini membuat kata 'normal' tidaklah cocok bagi mereka sekarang. Gadis ini tentu ingat bahwa darah Euclid menyembur keluar dari tubuhnya karena sabetan senjatanya. Ia masih ingat betul nyawanya hampir lunas karena ulah makhluk-makhluk aneh. Hal inilah yang membuat pemilik rambut merah ini memberikan jawaban berbeda untuk permintaan Naruto.

"Ya, bantu aku. Bantu aku untuk melupakannya." Matanya berkaca-kaca lagi karena mengingat kembali sosok Euclid yang selalu menjaganya. Namun perlahan muncul pula sosok Naruto yang menjadi orang baru dalam hidupnya meskipun dia belum tahu harus menyebut pemuda pirang ini sebagai siapa baginya.

"Anggap saja aku temanmu." Tak banyak berharap. Itulah kiranya isi pikiran Naruto saat ini. Baginya, terlalu banyak berharap akan membuat sebuah mimpi semu yang akan berakhir pada rasa sakit mendalam ketika dihadapkan lagi kepada kenyataan dunia ini.

"Eh?!" Ekspresi Rias langsung menampakkan sebuah raut terkejut mendengarnya. Tema. Mungkin terkesan terlalu intim bila sekarang mereka disebut sebagai teman. Namun juga tidaklah pas jika mereka harus disebut sebagai sahabat apalagi kekasih. Dirinya menyadari kalau Naruto memilih pilihan 'cari aman' dalam hal ini. Namun, dia tidak menyalahkan sikap tidak berani pemuda pirang ini. Baginya sikap ini lebih baik ketimbang sikap flamboyant para laki-laki sekolah yang sering mengajaknya berkencan.

"Baiklah, mulai sekarang kita teman." Rias melepas genggaman Naruto dan membuat jari kelingking kirinya bertaut dengan jari kelingking kanan Naruto.

"Ya, kita teman sekarang. Lagipula, kau juga adalah penyelamatku." Naruto memberikan senyuman tulusnya sambil memamerkan deretan gigi putihnya sebagai tanda rasa senang dalam hatinya. Setidaknya dia merasa bahwa dirinya lebih dekat selangkah sekarang ketimbang dulu. Bagian kecil hatinya juga bersyukur kepada Azazel karena sudah membantunya sampai sejauh ini.

' Ya, setidaknya sekarang sudah lebih dari cukup.'

XXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXX

Brukh!

Naruto menutup matanya sejenak dan menikmati lembutnya sensasi yang ditawarkan oleh kasur busanya. Kelihatannya dia terlalu asyik menghabiskan waktu untuk berbicara dengan Rias sampai-sampai dirinya lupa kalau hari sudah malam dan membuatnya harus pulang kerumah mengingat ibunya akan mengamuk kalau dia pulang telat. Namun, tampaknya malam ini berbeda. Saat dirinya baru menginjakan kakinya kedalam rumah, tak ada siapapun diruang keluarga dan juga ruang makan. Dia hanya menemukan secarik kertas diatas meja makannya yang ternyata berisi pesan bahwa ketiga anggota keluarganya pergi keacara pesta rekan mereka. Merasa bahwa tubuhnya telah lelah, Naruto lebih memilih merebahkan tubuhnya di kasur. Perlahan pula dirinya terbawa masuk menuju alam mimpi.

XXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXX

Sekian jam tertidur akhirnya membuat Naruto terbangun. Bukan karena dia sudah cukup tidur namun karena merasakan bahwa tubuhnya sedang mengalami semacam tindihan yang membuat seluruh anggota geraknya terasa kaku serta kesemutan.

'Kanashibari?' Pemuda pirang ini mencoba membuka kedua matanya perlahan dan itu berhasil meskipun tubuhnya masih susah bergerak. Perlahan indera penglihatannya menangkap suatu pemandangan yang akan membuat semua laki-laki mengutuk iri padanya.

"Ah, kau sudah bangun ya? Maaf aku tiba-tiba datang kesini." Sebuah suara lembut dari mulut seorang gadis berambut hitam panjang membuat mata Naruto membulat sempurna. Dia tidak bisa menahan rasa terkejutnya saat melihat gadis ini sedang menindihnya dalam keadaan tanpa sehelai benang alias bugil.

'R-Raynare?!' Mau bicarapun percuma baginya. Seluruh ototnya selain mata serta pendengarannya terasa kaku. Namun, matanya masih bisa melihat bahwa semacam tato menjalar dari tubuh gadis tersebut dan perlahan merayap keseluruh permukaan kulitnya.

"Tenanglah, Aku sedang melakukan 'penyetelan' padamu. Ingatlah, sebagai sebuah mahakarya dari Azazel-sama maka kau harus selalu mendapatkan 'servis'." Kata-kata Raynare yang terkesan 'provokatif' membuat naluri laki-laki Naruto berdesir sesaat. Namun, dia harus bisa menahannya mengingat bahwa dia bukanlah pria brengsek yang suka meniduri wanita sesuka hatinya.

Akan tetapi, Naruto nampaknya harus berjuang lebih keras lagi karena Raynare kini mulai membuka baju miliknya dan perlahan membelai tubuh pemuda pirang ini. Namun, setiap belaian itu memberinya semacam tenaga tambahan serta rasa kaku dalam tubuhnya perlahan menghilang meskipun sedikit.

"Hmmp!" Meskipun dalam keadaan lumpuh, Naruto masih bisa merasakan sensasi geli saat kulit mulus Raynare membelai setiap inchi perutnya sembari membiarkan tato-tato aneh itu merayap kedalam tubuhnya. 'Kami-sama, kenapa kau memberikanku cobaan sehebat in?' Naruto merutuk dalam hatinya saat merasakan sensasi sentuhan magis itu seolah memainkan naluri lelaki miliknya layaknya orang memati-hidupkan stop kontak lampu.

Akhirnya setelah siksaan Batin serta Biologis tersebut berjalan lebih dari setengah jam, Naruto dapat menarik nafas lega setelah Raynare melepas tindihannya dan membiarkannya bergerak bebas. " Uhh, Apa maksudnya tadi? Kenapa harus lewat sentuhan seperti tadi?" Pemuda pirang ini memegangi dadanya sambil mencoba menenangkan dirinya karena baru saja mendapatkan semacam 'kejutan' tak terlupakan dari teman sekelasnya ini.

Raynare yang masih dalam keadaan polospun menoleh kearah Naruto karena mendengar pertanyaannya. Namun, sinar bulan malam itu menembus jendela kamar pemuda pirang ini yang terbuka lebar sehingga membuat tubuh indah gadis ini terekspos dengan sempurna dan indah. Hal tersebut mau tak mau membuat pemuda bermata safir ini merasa 'Excited' sehingga muncullah sedikit darah dari lubang hidungnya. "A-ano, bisakah kau tutupi tubuhmu?" Pemuda ini menawarkan sehelai selimut tebal milikny sekadar untuk menutupi tubuh polos sang gadis.

"Fu, fu, fu. Ternyata kau ini cabul juga ya?" Raynare masih sempat menggoda Naruto meskipun dia menyambar selimut dari pemuda itu. Dia akhirnya membebat tubuhnya dengan selimut tersebut meskipun masih saja membuat kesan seksi semakin kuat karena gadis ini sengaja membuat belahan dadanya menonjol. Namun, pemuda pirang ini mencoba tetap fokus meskipun sesekali matanya mencoba mencuri pandang kearah tempat 'istimewa' itu.

"Jadi, kau datang kesini hanya untuk penyetelan? Dan kenapa harus seperti tadi?" Sambil mengenakan kembali pakaiannya, Naruto tak henti-hentinya bertanya kepada Raynare mengenai hal tadi yang hanya dibalas senyuman oleh malaikat jatuh muda ini.

"Hmm, Kenapa memangnya? Apakah kau tidak suka? Padahal sebenarnya tadi itu sungguh 'menyenangkan' bukan?" Setiap kata dari bibir mungil gadis ini sungguh provokatif ditelinganya dalam konteks negatif tentunya. Dia bisa dengan muda membuat setiap laki-laki menjadi budaknya hanya dengan beberapa untai kata-kata menggoda darinya. Hal ini membuat Naruto menjadi ngeri sendiri karenanya.

"Tidak, aku cuma bingung saja kenapa tubuhku bisa kaku seperti tadi." Pemuda pirang ini mencoba kembali fokus pada pokok permasalahan meskipun matanya masih juga curi-curi pandang kearah belahan dada Raynare. Sungguh pemuda perjaka…

"Oh, soal itu. Azazel-sama berpesan padaku kalau hari ini adalah jadwal pertama penyetelanmu. Maka dari itu, aku sebagai Link Tunermu akan melakukan beberapa penyetelan rutin mengingat komposisi jiwamu masih belum stabil sehingga diperlukan penyesuaian secara berkala." Raynare terus menjelaskan sembari mendudukkan dirinya kesebuah meja belajar tak jauh dari Naruto. Dia menyilangkan kakinya seolah memamerkan paha putihnya yang membuat jiwa perjaka Naruto menjadi merontah-rontah. Namun, pemuda pirang ini lebih tertarik mendengar kata 'Link Tuner' tadi.

"Raynare, apa itu Link Tuner?" Asing sekali kata tersebut bagi Naruto. Telinganya baru kali itulah menangkap istilah tersebut. Namun, setidaknya rasa penasaran ini mampu mengalihkan pikiran cabulnya sesaat.

Raynare yang mendengar pertanyaan itu hanya bisa mengurut kepalanya seolah melupakan sesuatu. "Seperti inilah Link Tuner. Aku sudah pernah bilang aku akan menjadi perawatmu. Tentu saja aku akan memberikanmu 'Servis' meskipun kita tidak perlu sampai 'Terhubung'. " Ah, setiap kata dari mulutnya selalu membuat Naruto berfikiran negative. Jangan salahkan dirinya bila dia berpikiran aneh sekarang. Semua perkataan dari bibir gadis itu ditambah dengan gerak tubuhnya tentu akan membuatmu berpikiran negatif.

"O-oh, Sokka. Jadi kau kesini hanya untuk itu kan?" Naruto berharap agar gadis ini segera pulang saja karena dia tidak kuat iman bila harus berlama-lama dengannya.

"Oh, sayangnya tidak. Mala mini kau harus ikut bersamaku untuk mengetes hasil penyetelanmu." Naruto hendak bertanya tentang hal ini namun sebelum itu terjadi, sebuah lingkaran sihir berpendar dari belakang punggungnya dan mengirimkannya ke tempat lain.

XXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXX

Bruk!

Naruto mendarat seperti durian jatuh dari pohon ketanah gersang serta kasar di bawahnya sedangkan diatasnya, Raynare mengepakkan sayap hitamnya sembari sekilas tertawa tipis menyaksikan pendaratan tidak elit tadi.

"Ukh!" Naruto perlahan berdiri dari jatuhnya sambil mengelus bokongnya yang berasa remuk karena mencium tanah sekeras batu tadi. "Di mana ini?" Pemuda pirang ini menatap kebingungan melihat beberapa puing bangunan dengan langit malam menyelimutinya.

"Ya, bisa dibilang ini adalah sebuah tempat dimana pernah ada peradaban manusia namun sekarang hal itu sudah tidak ada lagi karena musnah akibat ulah mereka sendiri." Raynare perlahan turun ke tanah sambil menunjuk kesebuah tempat dengan telunjuk kanannya.

Naruto sendiri juga mengikuti arah jari gadis itu mengarah. Dilihatnya seekor makhluk berbentuk seperti naga namun tidak memiliki tangan sedang terbang melayang diudara sambil menyemburkan api berwarna hitam. Seketika itulah keringat dingin mengalir dari dahi pemuda pirang ini karena kengerian kini merasuk secara cepat kedalam setiap inchi bagian tubuhnya sampai-sampai membuat bulu kuduknya berdiri. "R-Raynare, jangan bilang kalau ini merupakan bagian dari penyetelanku…" Dia berharap gadis itu menggeleng dan berkata bahwa mereka hanya akan melihat makhluk itu sepanjang malam menyemburkan api secara tak jelas.

Namun, Raynare mengkhianati ekspetasi Naruto. "Tentu saja ini bagian dari penyetelan awal. Kau harus membunuhnya. Azazel-sama ingin melihat sejauh mana kau bisa mengontrol kekuatan pedang suci didalam tubuhmu. Lagipula kau ingin melindungi gadis Gremory itu kan?" Ucapan Raynare sepertinya berhasil membuat mentak tempe Naruto menjadi mental seliat tembaga.

"Baiklah, akan kucoba melawannya. Tapi bagaimana caranya?" Pemuda ini kebingungan karena dia hanya bisa bertarung bila sudah berubah jadi pedang. Baginya perkelahian ataupun acara bunuh-bunuhan seperti ini masih asing baginya mengingat dia memang tak pernah bertarung.

"Tenang saja, ikuti instingmu kali ini. Aku akan memperhatikanmu dari jauh. Lagipula itu cuma Wyvern muda kok. Tak perlu khawatir dengannya. Paling kau sekarat saja." Ucapan itu tak sedikitpun membesarkan hatinya. Perkataan gadis itu seperti mengangkatnya lalu menjatuhkannya lagi secara keras. Namun, sepertinya sudah terlanjur sulit baginya untuk mundur setelah semua yang ia katakan kepada Rias. Naruto kemudian memejamkan matanya dan mencoba mencari semacam kekuatan dari dalam tubuhnya.

"!" Matanya terbuka dan menampakkan irisnya berubah menjadi biru muda bercahaya dengan aura suci menguar dari badannya. Kaki kanannya mundur kebelakang seolah memberikan semacam dorongan agar bisa berakselerasi.

Bum!

Sebuah gelombang kejut tercipta dan membuat pemuda ini menghilang dari pandangan Raynare. Gadis ini menoleh keatas dan melihat pemuda tersebut telah berada di atas badan Wyvern tadi sambil mencoba memberikan semacam Drop Kick padanya. "[Excalibur Rapidly] bekerja dengan baik." Gadis berambut hitam ini mengeluarkan semacam check list dan mencentangnya sambil mengobservasi pertempuran itu.

"Grooar!" Ekor makhluk itu menyambar tubuh Naruto dan membuatnya gagal mendaratkan tendangan hingga berakhir dengan mendarat keras ketanah. Wyvern tadi menjadikan pemuda pirang itu sebagai mangsanya. Dari mulunya terlontar beberapa bola api besar yang siap mengahanguskan petarung muda ini.

Naruto tak ingin berpasrah saja saat ini. Dirinya mencari lagi kekuatan tersembunyi dalam tubuhnya dan menemukannya mengalir secara alami kini. Tangannya mengepal kuat sambil melompat kearah bola api tadi.

Duar!

Bola api tersebut meledak hancur saat pukulan pemuda itu mengenainya. Makhluk itu tak menyadari kalau lawannya sudah berada di depan matanya hingga dia hanyabisa terdiam saat sebuah pukulan keras menghantam wajahnya dan membuatnya mendarat ketanah dengan keras membuatnya pingsan.

"Excalibur Destruction belum sempurna." Raynare memberikan tanda silang pada sebuah kolom check listnya sembari tersenyum kecut melihatnya. 'Mungkin, inilah yang disebut berkembang dari nol.' Namun, saat melihat pemuda itu berjalan kearahnya sambil tergopoh-gopoh karena kelelahan dirinya hanya bisa tersenyum. "Ya, sepertinya Sacred Gear hidup ini masih butuh banyak penyetelan agar bisa berguna bagi tuannya."

TBC

Kanashibari : Bahasa inggrisnya disebut Sleep Paralysis atau dalam bahasa simpelnya ketindihan. Sebuah fenomena seseorang tidak bisa menggerakkan anggota badannya pada saat tidur. Hal ini terjadi ketika dalam keadaan setengah tidur dan ditandai dengan tubuh terasa kaku serta leher dicekik. Penyebabnya ada banyak tapi yang paling sering karena tidak teraturnya jadwal tidur. Sleep Paralysis juga merupakan cara utama agar meraih Lucid Dream, yakni suatu kondisi dimana kita bisa mengontrol mimpi kita. (Ah, ini hobiku hahaha)

Oke, sekian dulu chapterempatnya, seperti biasa. Silahkan berikan koreksi, saran, ataupun ide bagi fic ini. Terima kasih buat yang mau Review, fav, ataupun follow fic ini. Review kalian merupakan sumber inspirasi dan pembangkit semangat bagi author untuk melanjutkan cerita. Mind to review?. Sekian dan terima kasih ^_^.