Disclaimer : Naruto © Masashi Kishimoto.

Warning : Bad!Fem!Naruto, OOC, AU, typo(s).

Pastikan baca warning sebelum membaca fanfic ini. Terima kasih.

EAT :: YOU :: UP

Seluruh pegawai bengkel telah kembali bekerja seperti sedia kala. Meski tak sedikit pula dari mereka yang masih membahas tentang kehebohan yang ditimbulkan Naruto. Bagaimanapun hal ini melibatkan salah satu mekanik andalan mereka. Yang sejauh mereka tahu sangat membatasi diri terhadap kaum perempuan jika bukan dalam urusan pekerjaan atau kuliah.

"Aku tidak menyangka kau berpacaran dengan cewek kalangan atas."

"Obeng spiral."

"Kalau tidak salah dia pewaris tunggal kerajaan bisnis Namikaze 'kan?"

"..."

"Kau benar-benar beruntung Sasuke—"

"Obeng pipih."

"—Kudengar ayahnya berhasil masuk jajaran 100 milyuner paling berpengaruh versi majalah Forbes."

Sasuke menoleh pada Kiba yang berdiri di sampingnya. Tanpa mengucapkan apapun ia hanya memberikan Kiba tatapan tajam yang mampu membungkam lelaki pecinta anjing tersebut.

Kiba menelan ludah gugup. Meski terkenal cerewet bukan main, namun ia tahu kapan harus menutup mulut. Terlebih jika Sasuke sudah memberikannya tatapan mematikan seperti itu, "Oke, aku diam." Kiba melakukan gestur menutup mulut. Secepat kilat ia langsung menyerahkan obeng yang diminta Sasuke untuk mengalihkan perhatian. Dan beruntung baginya karena Sasuke langsung mengambilnya tanpa berkomentar apapun.

Kiba menghela napas lega. Yang tadi itu hampir saja. Sepertinya mulai sekarang ia benar-benar harus menjaga mulutnya. Siapa yang tahu apa yang bisa dilakukan seorang Uchiha Sasuke ketika sedang marah. Membayangkannya saja ia sudah bergidik ngeri.

Naruto memandang targetnya dari jauh sambil tersenyum. Dengan langkah pelan, bahkan hampir tak terdengar, ia berjalan mendekati Sasuke yang tengah sibuk mengutak-atik sebuah Honda Jazz. Kiba yang secara tak sengaja melihat kedatangan Naruto langsung dibuat terperangah. Terlebih saat melihat penampilan si pirang kala itu. Ia hampir saja akan buka suara, ketika Naruto sudah terlebih dulu meletakkan telunjuknya dibibir. Mengisyaratkan padanya agar tetap diam. Bagai terhipnotis, Kiba hanya bisa mengangguk. Ia baru tersadar ketika Naruto memberikannya kode untuk menyingkir. Meninggalkan ia dan Sasuke berdua saja.

"Kunci inggris." Alih-alih kunci inggris yang didapat, justru sebuah tang potong yang ada digenggamannya. Sasuke membuang napas kasar, "Serius Kiba. Kau tahu aku tidak punya waktu untuk lelucon konyolmu."

"Oh ya? Kalau waktu untukku ada tidak?"

Detik itu juga gerakan Sasuke terhenti. Sejak kapan suara Kiba jadi feminin dan jernih begini?

"Hai, tampan..." Naruto berkedip centil tatkala Sasuke mendongak dan melihatnya dari balik kap mobil yang terbuka.

Sasuke mengangkat satu alis, ekspresinya tak bisa ditebak ketika menemukan si pirang yang berdiri tak jauh darinya. Gadis itu mengenakan gaun pendek ketat berbahan kulit dengan warna oranye gelap. Potongan leher gaunnya membentuk huruf V dan terbelah hingga ke atas pusar. Memperlihatkan belahan dada serta perut ratanya yang sempurna. Terlebih dengan pose Naruto saat ini. Sebelah tangan bersandar di atap mobil, sementara sebelahnya lagi ia topangkan pada pinggulnya yang ramping.

She's nothing like a girl you've ever seen before

I'm tryna find the words to describe this girl without being disrespectful

The way that booty movin'

I can't take no more

Lagu Sexy Bitch yang dinyanyikan David Guetta feat Akon tiba-tiba terdengar memenuhi bengkel. Tanpa perlu berpikir dua kali Sasuke langsung tahu ini ulah siapa. Tapi ia lebih memilih untuk tak berkomentar. Setelah mengambil sendiri peralatan yang dibutuhkan, ia segera melanjutkan pekerjaannya lagi. Bahkan sekedar melirik ke arah Naruto pun tidak.

Melihat respon Sasuke yang terkesan datar, kontan saja membuat Naruto cemberut. Lagi-lagi si teme itu mengabaikannya. Tapi jangan sebut ia sebagai Namikaze kalau tak punya 1000 akal. Naruto menyeringai.

Sepertinya ia perlu melakukan 'sedikit' sentuhan.

Dengan langkah anggun Naruto menghampiri Sasuke, mempersempit jarak diantara mereka hingga tepat berdiri disisinya, "Aku suka penampilanmu, terlihat lebih... seksi," bisik si pirang mulai menggoda. Tak lupa ia membuat suaranya terdengar lebih bergairah saat menekankan kata 'seksi'. "Kenapa kau... tidak pernah seperti ini saat di kampus?" Pelan-pelan Naruto mengangkat tangannya. Menyusuri lengan atas Sasuke dengan jari telunjuknya yang ramping. Dengan sengaja membuat gerakan lambat dan terkesan sensual di atas otot bisep Sasuke yang tengah berkontraksi.

"Kalau kau tak serius bekerja, lebih baik segera angkat kaki dari sini."

"Siapa bilang aku tak serius?"

Masih dengan ekspresi datarnya, Sasuke merapikan kembali peralatan yang telah ia gunakan. Ia melepas sarung tangan, melakukan pengecekan ulang untuk terakhir kali. Setelahnya ia menutup kap mobil lalu berbalik menghadap Naruto, "Kau... gadis manja yang seumur hidupnya selalu dilayani, sekarang berbalik harus melayani orang lain," sindir Sasuke yang membuat si pirang menyipitkan mata.

"Kau pikir aku tak bisa bekerja?" Naruto membalas dengan nada sengit. Mata birunya berkilat menantang, "Dengar ya teme, kalau aku mau, aku bisa saja melakukan A-PA-PUN yang kuinginkan," tukasnya arogan.

Sambil menyibak rambut panjangnya, ia kembali melanjutkan, "Lagipula apa susahnya sih bekerja di bengkel."

Sasuke meletakkan kedua tangannya di atas kap mobil. Tubuhnya yang tinggi ia condongkan ke arah depan. Posisi ini mau tak mau mendesak Naruto untuk duduk di atas kap, membuat ia terjebak di tengahnya.

"Kalau begitu buktikan."

Naruto begitu terbuai ketika sepasang oniks yang tajam nan menawan itu menatapnya. Dari jarak sedekat ini ia mampu mencium aroma Sasuke yang maskulin. Meski pelipisnya dipenuhi oleh keringat, namun hal tersebut sama sekali tak mengurangi aroma peppermint dan teratai yang menjadi ciri khasnya. Aroma yang menurut Naruto sangat sesuai dengan kepribadian sang Uchiha yang simple dan to the point.

Perlahan tapi pasti, sebuah senyum malas terlukis indah dibibir si pirang. Dengan sensual ia mengalungkan kedua lengannya pada leher Sasuke. Mempersempit jarak antara mereka hingga nyaris membuat hidung keduanya bersentuhan.

"Kau akan menyesal teme."

...EAT...

...YOU...

...UP...

Lee menatap deretan mobil yang berjajar dihadapannya dengan takjub. Bayangkan saja, dari mulai sedan biasa hingga supercar sekelas Lamborghini kini saling berebut memenuhi bengkel mereka, "Uwaaah! Naruto-san benar-benar hebat! Baru tiga jam tapi pelanggannya sudah sebanyak ini!"

"Hey, bukannya itu Lamborghini Reventon?" Kiba bersiul takjub. Wow, Lamborghini Reventon ada di bengkel mereka. Mobil buatan tangan asal pabrikan Italia yang hanya diproduksi 21 unit. Yang harganya saja dilansir mencapai 1,6 juta dollar kini ada dihadapan mereka. "Keren! Bagaimana cara dia melakukannya?"

Tanpa banyak bicara Shino langsung menunjuk pada sebuah Koenigsegg Agera. Dapat mereka lihat Naruto tengah duduk sambil menyilangkan kakinya di atas kap mobil. Ditemani seorang pria berusia sekitar 40 tahunan yang berdiri disampingnya.

"Om~ mobilnya keren deh," puji Naruto seraya mengelus body mobil.

"Kau menyukainya?"

"Uhum. Tapi kurasa lebih bagus lagi kalau desainnya diganti."

"Oh ya? Desain seperti apa menurutmu?"

Naruto mengerling nakal, ia membuat gestur dengan telunjuknya agar pria itu mendekat, "Yang jantan dan... sedikit liar," bisiknya penuh ambiguitas. Tak lupa ia memainkan rambut pirangnya yang tergerai indah.

"Kau suka yang seperti itu?" Si pirang berkedip menggoda. Membuat pria itu terkekeh oleh responnya, "Lakukan sayang. Lakukan apapun yang kau suka."

Saking fokusnya melihat cara Naruto menjerat pelanggan, Lee dan Kiba sampai terlonjak kaget saat Gai tiba-tiba muncul dan menepuk bahu mereka, "Oke anak-anak, sudah cukup terkesimanya. Sekarang kembali bekerja. Tunjukkan pada mereka kalau bengkel tuner kita sangat layak diperhitungkan!"

"B-BAIK!" seru keduanya kompak dengan wajah merah padam. Buru-buru mereka kembali ke posisinya dan melanjutkan pekerjaan masing-masing.

Sasuke hanya mendengus ketika melihat aksi Naruto. Entah kenapa ia tidak merasa kaget sama sekali. Naruto yang tengah menggoda pria bukanlah hal yang baru baginya. Tidak di kampus atau dimanapun gadis itu tak akan pernah berubah. Selalu saja memanfaatkan kecantikan serta kekayaannya untuk mendapatkan keuntungan dari orang lain.

Baru saja Sasuke akan melanjutkan pemasangan sistem strap twin-turbo untuk Lamborghini Murcielago, ketika tanpa sengaja oniksnya bersitatap dengan safir si pirang. Dapat Sasuke lihat Naruto tengah menyunggingkan sebuah seringai kemenangan. Gadis itu mengangkat ibu jari dan telunjuknya. Membuat gestur seolah tengah meniup sebuah pistol dan menembak targetnya dengan sukses.

Sasuke mendecih.

Dasar rubah betina.

...EAT...

...YOU...

...UP...

Naruto mengetuk-ngetukkan sepatu haknya dengan tidak sabar. Baju sudah diganti, make-up sudah ia poles ulang, rambut panjangnya ia sisir rapi. Bahkan parfum aroma citrus dan vanilla kesukaannya sudah ia semprot beberapa kali. Dengan wajah kesal, Naruto melirik jam tangan Audemars Piguet-nya. Untuk kesekian kali ia kembali mengumpat Sasuke yang telah membuatnya menunggu lama. Padahal seluruh pegawai bengkel yang lain sudah pulang semuanya. Tapi lelaki yang ia tunggu belum juga kelihatan. Sebenarnya apa yang dilakukannya?

"Ck, si teme itu ngapain sih?!" keluhnya tak sabar. Sebuah ide untuk menyusul Sasuke dan menyeretnya paksa tiba-tiba terlintas di otaknya. Namun belum sempat idenya itu terlaksana, sosok yang ia tunggu-tunggu sudah lebih dulu muncul. "Kau lama sekali teme!"

"Kau masih di sini?"

Naruto cemberut, "Pertanyaan macam apa itu. Jadi kau tidak senang aku di sini?"

"Hn."

Sasuke memakai jaket hitamnya dan menyampirkan tas ranselnya pada bahu kanan. Sejenak ia melirik Naruto. Gadis itu tampaknya masih kesal, "Tidak pulang?"

Naruto membuang muka, "Aku mau menginap di bengkel!" jawabnya ketus.

Dengan cuek Sasuke hanya mengangkat bahu. Ia berbalik memunggungi Naruto dan mulai berjalan. Namun belum sempat ia mencapai gerbang bengkel, tiba-tiba si pirang berteriak.

"TEME TUNGGU!"

...EAT...

...YOU...

...UP...

"Aku mau pulang naik bis."

Pernyataan tegas yang terucap dari bibir si pirang membuat Sasuke menoleh. Ditatapnya Naruto dengan skeptis. Terkesan meremehkan. Seorang Namikaze Naruto naik bis umum? Tanpa bisa dicegah, sudut bibir Sasuke mulai berkedut.

"Jangan membuatku tertawa, dobe."

"Aku serius teme. Sesekali aku ingin tahu bagaimana rasanya jadi rakyat jelata sepertimu."

Sasuke mendengus geli. Sama sekali ia tak terpengaruh oleh sindiran Naruto, "Terserah kau saja," jawabnya datar.

Sepuluh menit berdiri di halte, akhirnya bis yang mereka tunggu pun tiba. Naruto yang baru pertama kali naik bis umum terlihat begitu canggung. Ia berhenti sejenak tatkala melihat mesin uang yang berada di dekat supir. Tak tahu apa yang harus dilakukan, ia kemudian menoleh ke arah Sasuke, "Aku tidak bawa uang tunai. Pakai debit bisa tidak?"

Sasuke memutar mata, tanpa berkomentar lebih lanjut, ia segera memasukkan beberapa keping uang koin untuk mereka berdua dan menggiring Naruto masuk.

"Sekarang siapa yang rakyat jelata?"

"Diam saja teme!"

Karena bis yang mereka naiki malam itu cukup penuh, akhirnya keduanya pun harus berdiri. Sasuke sih kalem-kalem saja menanggapinya. Toh masalah duduk dan berdiri di dalam bis itu sudah biasa. Tapi tidak bagi Naruto. Bertahun-tahun hidup nyaman dengan segala macam kemewahan, membuatnya begitu sebal ketika diharuskan berdiri. Hampir lima menit sekali gadis itu selalu mengeluh. Mulai dari fasilitas bis yang menurutnya kurang nyaman, tempatnya yang sempit, sampai kakinya yang pegal-pegal karena harus berdiri terlalu lama. Awalnya Sasuke masih cuek saja menanggapinya. Tapi makin lama telinganya makin panas juga ternyata. Akhirnya karena tak tahan, ia pun menyumpal kedua telinganya dengan headset. Membiarkan si pirang terus mengoceh hingga gadis itu pegal sendiri.

30 menit mereka berada di dalam bis. Dan selama itu pula Sasuke selalu waspada. Meski baginya Naruto adalah gadis yang cerewet. Tapi ia sadar betul kalau gadis itu memiliki pesona kecantikan yang luar biasa. Pesona yang mampu membius lelaki manapun untuk selalu memandangnya berlama-lama. Terlebih lagi dengan wajah blasteran dan tingginya yang di atas rata-rata gadis Jepang. Alhasil Naruto sukses menarik perhatian seluruh penumpang lelaki di dalam bis.

Naruto menutup mulutnya dengan punggung tangan saat menguap. Ia tak menyangka kalau bekerja itu ternyata sepegal ini. Ditambah lagi harus pulang naik bis sambil berdiri. Tahu begini ia tadi minta jemput saja pakai mobil. Tapi kalau begitu ia jadi tidak bisa berduaan dengan Sasuke 'kan? Naruto menguap lagi. Mau pendekatan dengan rakyat jelata saja kenapa sulitnya minta ampun?

Rasa kantuk yang teramat sangat lagi-lagi menyerang. Naruto hampir memejamkan mata kalau saja Sasuke tak menarik bahunya secara mendadak, "Aduuh, apaan sih teme!" Naruto mengumpat. Ia mengusap dahinya yang terbentur dada bidang Sasuke akibat tarikan sang Uchiha yang tidak bisa dikatakan lembut.

Untuk sesaat Sasuke tak menggubris umpatan Naruto. Mata oniksnya terus mengikuti seorang pria yang turun dengan terburu-buru sebelum pintu bis hampir menutup. Tatapannya yang begitu tajam dan dingin, tak pelak membuat para penumpang lelaki yang sejak tadi melihat ke arah tubuh Naruto langsung mengalihkan pandangan.

Gemas karena tak kunjung mendapat respon, akhirnya Naruto mencabut headset Sasuke dengan kasar.

"Apa?"

Naruto mendengus tak percaya. Hei, bukankah itu harusnya dialognya?

"Itu kalimatku teme. Lagipula apa maksudmu menarikku begitu?"

Sasuke mendesah pendek. Kalau saja tadi ia lengah, mungkin pria itu berhasil mengambil kesempatan dari Naruto, "Lain kali pakailah baju yang lebih tertutup," katanya tegas. Terkesan memerintah.

Naruto berkedip beberapa kali. Wajah cantiknya seketika berubah heran. Kenapa tiba-tiba jadi membahas soal baju? Tapi belum sempat ia bertanya lebih jauh, tiba-tiba jaket Sasuke sudah melayang ke wajahnya, "HEY!" protesnya tidak terima.

"Pakai."

Satu kata singkat beserta pelototan tajam ala Uchiha Sasuke sukses membuat Naruto bungkam. Disertai tatapan sinis dan wajah yang cemberut, akhirnya ia memakai jaket Sasuke yang terlihat begitu besar dibadannya.

"Teme, kakiku pegal."

"..."

"Teme, kubilang kakiku pegal!"

"..."

"TEME, KAU TULI YA?!"

Langkah Sasuke terhenti. Setelah satu tarikan napas panjang ia berbalik. Menghampiri Naruto yang terpisah beberapa meter di belakangnya. Gadis itu tengah berdiri merajuk, tepat di bawah sinar lampu jalan, "Sebentar lagi juga sampai, dobe," ujarnya mencoba sabar.

Usai turun dari bis, mereka berdua melanjutkan perjalanan dengan berjalan kaki. Letak kediaman Senju-Namikaze yang berada di kawasan perumahan elit yang cukup terasing, membuat keduanya harus berjalan jauh. Ditambah lagi dengan medan yang semakin menanjak.

"Tapi aku sudah tidak kuat lagi, teme!" Naruto bersikukuh. Dengan kesal ia menunjuk pada kakinya, "Lihat, bahkan kakiku sampai lecet!"

Sasuke memutar mata. Sebenarnya yang dimaksud 'lecet' oleh Naruto cuma segaris ruam berwarna merah muda. Itupun sangat tipis sekali, nyaris tak terlihat kalau kau tidak mengamatinya dengan jeli.

"Apa yang kau lakukan?" tanya Naruto heran ketika melihat Sasuke yang berjongkok membelakanginya.

"Cepat naik sebelum aku berubah pikiran."

Naruto tak bisa lagi menyembunyikan senyum gelinya. Biasanya para lelaki selalu menggendongnya ala tuan puteri. Tapi sekarang? Astaga, seumur hidupnya baru kali ini ada lelaki yang menggendongnya di punggung.

Uchiha Sasuke, kau tak pernah membuatku bosan.

"Kau tahu teme? Kau benar-benar tidak romantis." Naruto berkomentar sambil menumpukan dagunya di belakang kepala Sasuke. Sementara kedua tangannya ia lingkarkan pada leher sang Uchiha untuk berpegangan, "Tapi aku tidak heran sih, kau 'kan memang tipe cowok aneh," lanjutnya menambahkan.

Alih-alih merasa tersinggung atau marah, Sasuke justru hanya mendengus kecil. Dapat ia rasakan pelukan Naruto dilehernya semakin mengerat. Diikuti oleh hembusan napas hangat si pirang yang menerpa telinganya. Sadar Naruto mulai tertidur, Sasuke pun menggeleng pasrah.

Dia yang mau jadi rakyat jelata, kenapa jadi Sasuke yang direpotkan begini?

...EAT...

...YOU...

...UP...

"Hei, bangun."

Naruto menggumam tak jelas. Bukannya bangun, ia justru semakin menyamankan dirinya di punggung Sasuke.

"Kalau kau tak mau bangun, aku akan menurunkanmu sekarang juga."

"..."

Tanpa aba-aba Sasuke langsung melonggarkan gendongannya. Hal tersebut kontan saja membuat si pirang memekik kaget dan langsung membuka mata, "Apa-apaan sih teme!"

"Cepat turun."

"Turun? Memangnya kita sudah—oh, sudah sampai ya," Naruto segera tersadar begitu melihat dinding tinggi beserta pagar besi kokoh yang mengelilingi kediamannya. Saking pulasnya tertidur ia sampai tidak sadar kalau sudah sampai.

"Nona muda, Anda sudah pulang," sapa Kotetsu saat membukakan pintu gerbang untuknya. Sedikit banyak ia merasakan keanehan karena Naruto tak pulang diantar mobil. Tapi tentu saja ia tak berani bertanya.

Naruto membalas sapaan Kotetsu dengan sebuah anggukan kecil. Setelahnya ia kembali mengalihkan perhatiannya kepada Sasuke, "Kau tidak mau mampir?" Sasuke menggeleng, "Terus kau pulang naik apa?"

"Bis," jawab Sasuke singkat seraya berbalik.

Tak rela Sasuke pergi begitu saja, Naruto kembali merayu, "Aku bisa meminta Izumo untuk mengantarmu pulang."

"Tidak perlu."

"Kalau ciuman selamat malam untukku?"

Langkah Sasuke terhenti. Lewat bahunya ia melirik Naruto sepintas, "Selamat malam."

Singkat. Datar. Kaku.

Benar-benar tidak romantis.

"Hmph, baiklah!" Naruto cemberut. Dengan dagu yang diangkat tinggi ia langsung berjalan memunggungi Sasuke. Berlagak layaknya anak umur 5 tahun yang sedang ngambek. Tapi sebelum ia berhasil melewati pintu gerbang kediamannya, sang Uchiha tiba-tiba memanggil.

"Apalagi teme?!" balasnya galak. Meski dalam hati ia bersorak girang ketika mendengar Sasuke menghampirinya. Naruto berbalik. Sambil memasang ekspresi jengkel ia menatap Sasuke sesinis mungkin. Berusaha membuat sang Uchiha sadar kalau dirinya sedang marah. Tapi sayang hal tersebut tak berlangsung lama. Terlebih ketika oniks kelam yang memabukkan itu menatapnya intens. Seolah ingin menyedotnya masuk dalam kegelapan tak berujung.

Wajah Naruto perlahan memanas. Ia yakin kalau pipinya tengah memerah. Dalam hati ia mulai mengumpat Sasuke karena telah membuatnya seperti ini. Semoga saja si teme itu tidak sadar. Kalau sampai ia tahu Naruto pasti akan malu sekali.

Tangan Sasuke terulur ke arah Naruto. Gestur familiar ini kontan saja membuat jantung si pirang kian berdebar kencang. Tanpa sadar mata birunya mulai terpejam, bersiap untuk menyambut sesuatu yang memang ia harapkan.

"..."

"?"

"Apa yang kau lakukan?"

Naruto membuka mata, ia lihat Sasuke masih juga tak bergerak dari posisinya semula. Satu tangan terulur ke depan. Menengadah. Tepat dihadapan wajahnya, "Kau sendiri sedang apa?" tanyanya tak mau kalah.

"Jaket."

Hah? Jaket?

Naruto terdiam. Berusaha memperoses kejadian yang tengah berlangsung.

Tunggu, maksudnya...

"Kau ke sini cuma untuk mengambil jaketmu?"

"Hn." Sasuke bergumam singkat. Terkesan cuek malah. Dan entah kenapa dua huruf sialan itu membuat Naruto jadi sebal. Seketika itu juga ia langsung melepas jaket Sasuke. Melemparkannya dengan marah ke wajah sang Uchiha yang sayangnya keburu ditangkap. Sambil menghentak-hentakkan kakinya, ia berjalan memasuki rumah. Menggerutu dan mengumpat sepanjang jalan dengan kata-kata kasar.

"Stupid, insensitive, jerk!"

Sasuke terdiam dengan satu alis terangkat. Tak mau ambil pusing, ia pun hanya mengangkat bahu cuek, "Dasar cewek aneh," gumamnya sambil berlalu pergi.

...EAT...

...YOU...

...UP...

"Mau kencan sama nerd tampan itu lagi?"

Kedipan nakal Naruto seakan menjawab pertanyaan Ino. Dilihatnya gadis itu menyampirkan tas Louis Vuitton miliknya di bahu kiri, sementara tangan kanannya mendekap buku tebal Statistika. Usai bercipika-cipiki ria, segera saja Naruto melesat pergi. Meninggalkan ia dan Sakura serta beberapa mahasiswa yang masih berada di kelas.

"Eh Sakura, Naru-chan banyak berubah ya." Ino mulai berkomentar ketika sosok Naruto tak lagi terlihat. Pipi kirinya ia topangkan pada sebelah tangan. Sementara buku-bukunya masih berserakan di atas meja.

"Berubah bagaimana?"

"Jadi lebih rajin."

Sakura tertawa kecil. Ia membalas lambaian tangan beberapa teman sekelas mereka yang keluar lebih dulu, "Bukannya itu bagus?"

"Iya sih, tapi masalahnya sekarang aku terus yang diincar Profesor Orochimaru," keluh Ino dengan wajah masam. Ia mengingat bagaimana Naruto yang awalnya begitu malas dan benci terhadap mata kuliah yang berbau hitungan, sekarang malah sebaliknya. Bahkan setiap kali Profesor Orochimaru memberinya pertanyaan, ia selalu bisa menjawabnya dengan benar. Soal membolos juga sudah jarang ia lakukan. Tapi yang membuat Ino tak habis pikir adalah ketika Naruto menolak tiap kali diajak belanja mingguan. Bayangkan, tiga kali berturut-turut gadis itu menolak. Padahal diantara mereka bertiga, justru Naruto-lah yang paling gila belanja. Saat Ino memberitahukan Prada tengah meluncurkan busana terbaru saja ia hanya menanggapinya biasa. Terakhir, dan yang paling membuat Ino terkejut, adalah saat tahu kalau Naruto lebih sering membawa mobil sendiri.

Namikaze Naruto, yang hampir tak pernah bisa lepas dari supir pribadi. Sekarang lebih memilih menyetir sendirian.

Hmm... benar-benar mencurigakan.

Sakura memutar mata. Ia lanjut memasukkan buku-bukunya ke dalam tas, "Makanya belajar yang rajin," ujarnya menasehati.

Mendesah panjang, Ino menjawab asal, "Kalau diajari tutor setampan Uchiha Sasuke sih aku mau saja."

Ino mengaduh ketika Sakura memukul lengannya dengan buku, "Kau ini. Sudah punya Sai masih saja jelalatan." Mendengar itu Ino mendengus. Poninya yang panjang ia sibak dengan elegan, "Waktu aku jalan dengan mantanku saja dia tidak protes."

Sakura melihat Ino dengan tatapan aneh. Tak lama gadis bersurai merah muda itu menggeleng tak percaya. Entah kenapa ia tidak pernah mengerti cara berpikir dua sahabatnya ini.

...EAT...

...YOU...

...UP...

Sepanjang jalan menuju laboratorium Fisika diisi Naruto sambil bersenandung. Tak lupa ia menebar senyuman manis tiap kali ada mahasiswa yang berusaha merayunya. Halterneck dress berwarna krem yang ia pakai membuat pinggangnya terlihat semakin ramping. Ditambah lagi dengan rambut pirangnya yang disibak ke arah kiri. Seolah sengaja mempertontonkan punggung putihnya yang mulus kepada para lelaki.

"Hai, sayang. Mau kencan malam ini?"

Naruto tertawa kecil ketika seorang mahasiswa yang cukup tampan sedang berusaha merayunya, "Sorry boy, maybe later," ujarnya seraya melakukan kecupan jauh. Walau nampak kecewa, tapi lelaki itu masih membalas Naruto dengan sebuah kedipan.

Sebelum memasuki gedung fakultas Teknik, Naruto memeriksa penampilannya sekali lagi. Dari tas yang ia bawa, ia mengeluarkan sebuah kaca kecil. Sekedar memastikan kalau make-up yang ia pakai terlihat sempurna. Begitu puas dengan penampilannya, si pirang bergegas memasuki gedung fakultas. Tapi mendadak langkahnya terhenti ketika mata birunya menangkap sosok familiar yang berdiri di koridor.

Sosok lelaki yang seharusnya ia temui di laboratorium.

Kini tengah berbincang akrab dengan seorang perempuan.

Mata Naruto berkilat tajam. Ia memandang kedua sosok itu dengan ekspresi tak suka yang kentara. Hatinya terasa panas ketika melihat Sasuke yang tengah tersenyum hangat. Senyum yang sangat jarang lelaki itu perlihatkan. Tanpa sadar Naruto mengeratkan pegangannya terhadap buku yang ia bawa. Seakan ingin merobeknya menjadi dua bagian.

Siapa gadis itu?

TBC

A/N: Pasbaca review, kayaknya makin banyak yang sebel sama Naruto ya? Harap dimaklumi ya, doi memang sengaja saya buat begitu untuk keperluan cerita. Nanti ada kok saatnya dia nggak nyebelin. Untuk beberapa chapter ke depan memang sengaja saya fokuskan ngebuat Sasufem!Naru deket dulu. Nanti baru deh konflik-konfliknya.

Super Thanks To:

| Hyull | Guest1 | Habibah794 | hyuashiya | Arevi are vikink | kazekageashainuzukaasharoyani | Tya | choikim1310 | Aiko Vallery | scorpionaruka | Mtomatjeruk | tora-chan | L casei shirota strain | Arum Junnie | fara | HiNa devilujoshi | Lady Spain | Chosaku-Ken | shanzec | Guest2 | 754 | A-Drei Karlstein | NamikaNaru | kaiLa wu | Bluebird89 | Yu Ciel | MaokoKyu | Kyutiesung | fuyu cassiopeia | ilma | Haehyuk931 | black flash | Name Pipifr97 | Sarubatte | tiaPriFree | Sora Mizuhito |

Mind to Review?