I Saw Him Everyday [나는매일그를보고]


Cast: Park Chanyeol, Byun Baekhyun, and other EXO member

Pairing: ChanBaek

Length: Chaptered

Genre: BL/yaoi/boyxboy, romance, fluff, angst

Warning: typo, bahasa non baku


BAGIAN 8

Chanyeol sadar betul tentang resiko yang akan ia terima begitu menikahi Baekhyun. Ia bahkan tidak berani bermimpi untuk mendapatkan kehidupan pernikahan yang sempurna jika melihat keadaan Baekhyun yang sekarang, mengetahui Baekhyun tetap hidup, itu sudah cukup menurutnya.

Chanyeol mungkin dulu pernah berkhayal bahwa suatu hari ia akan bangun dengan Baekhyun disampingnya sedang tersenyum lembut, memberikan ciuman serta ucapan selamat pagi, menyiapkan sarapan dan pakaian kerjanya, dan menunggunya pulang setiap malam dengan meja makan yang penuh dengan menu santap malam mereka. Ya, hanya sekedar berkhayal dan itu pun dulu saat Baekhyun masih dengan leluasa berlarian kesana kemari bersama Carol.

Tapi, semua yang Chanyeol sebut hanya 'khayalan' telah berubah menjadi kenyataan sejak seminggu yang lalu.

Lagi-lagi Baekhyun berbuat ulah dengan memaksa semua dokter yang menanganinya untuk mengizinkannya pulang, pulang ke apartement Chanyeol. Seperti saat Baekhyun merengek ingin berlibur, kali ini Baekhyun juga menggunakan trik yang sama, yaitu terlihat sehat dan bugar untuk bisa diizinkan pulang. Entah bagimana Baekhyun bisa melakukannya, merubah penampilannya yang mengenaska hanya dalam waktu beberapa hari, dan entah dokter disana yang bodoh atau gampang termakan omongan Baekhyun sehingga mereka juga mengizinkan Baekhyun tinggal di apartement Chanyeol selama beberapa minggu.

Chanyeol memang sudah kembali bekerja di perusahaan orang tuanya, tapi Chanyeol masih tinggal di apartementnya yang lama, apartement mungil yang hanya memiliki sebuah kamar. Sore itu Chanyeol mendapati sosok yang sangat ia kenal sedang tidur di atas kasur kesayangannya. Itu Baekhyun. Chanyeol tidak tahu apakah ia harus senang atau sedih melihatnya. Senang karena akhirnya ia bisa hidup berdua dengan Baekhyun, atau sedih karena tempat ini akan memperparah kondisi Baekhyun yang bisa remuk hanya dalam hitungan menit.

Tapi hari demi hari Baekhyun lalui di apartement Chanyeol-yang kini menjadi apartemennya juga-dengan membuktikan bahwa laki-laki itu sepenuhnya baik-baik saja berada disana. Baekhyun kadang sudah tidak membutuhkan kursi roda untuk melakukan aktifitasnya, berat badannya juga naik walaupun tidak banyak, dan Baekhyun yang semakin mentaati jadwal pengobatannya. Perkembangan yang bagus, pikir Chanyeol.

Pagi ini untuk kesekian kalinya Chanyeol seolah bangun di alam mimpi dengan Baekhyun disampingnya. Lelaki yang lebih muda akan selalu bangun lebih awal namun masih enggan meninggalkan tempat tidur sebelum memberikan kecupan selamat pagi pada lelaki yang lebih tua.

Baekhyun akan segera beranjak dari kasur dan menuju dapur begitu Chanyeol memasuki kamar mandi. Ia akan menyiapkan sarapan sederhana yang menyehatkan untuk Chanyeol, sarapan yang di dominasi oleh sayur dan buah, tak lupa segelas susu stroberry kesukaan mereka. Baekhyun tahu betul bahwa suaminya bukan seperti tipe eksekutif muda kebanyakan, suaminya tidak menyukai kopi di pagi hari dan lebih memilih untuk meminum susu atau air putih.

Baekhyun akan menunggu di meja makan, mengayun-ayunkan kaki jenjangnya yang kurus sambil terus menatap ke arah kamar hingga Chanyeol keluar dari sana. Baekhyun selalu menyukai bagaimana penampilah Chanyeol di pagi hari, dengan rambut basah dan wangi aroma sabun yang memabukkan indera penciuman Baekhyun. Chanyeol tak pernah menggunakan parfum.

Mereka akan menghabiskan banyak waktu di meja makan. Saling mengobrol satu sama lain, bercanda, dan bertingkah seolah semua masih seperti dulu dan semua masih baik-baik saja. Chanyeol bersyukur penyakit itu tidak ikut membunuh jati diri Baekhyun, lelaki mungil itu masih terlihat ceria di mata Chanyeol dengan gurauan-gurauan aneh yang selalu keluar dari bibir tipisnya.

Chanyeol sudah rapi. Tubuhnya sudah di balut setelan jas kantor yang tersetrika apik dengan dasi karya Baekhyun yang mengalung di lehernya. Chanyeol berangkat ke kantor tepat pukul delapan pagi. Baekhyun akan selalu mengantarkan laki-laki tinggi itu hingga di depan pintu, memberinya sekotak bekal makan siang berwarna biru, dan sebuah kecupan selamat jalan. Chanyeol membalas kecupan itu singkat, mengusap pelan kepala Baekhyun kemudian berlalu pergi sambil berteriak 'Aku mencintaimu, aku akan segera pulang.'

Di malam hari Chanyeol masih merasa berada di dalam alam mimpi saat ia membuka pintu apartementnya dan menemukan Baekhyun sedang menunggunya di meja makan dengan senyum yang mengembang. Lelaki itu baru saja menyiapkan makan malam untuk mereka. Chanyeol akan melemparkan tas kerjanya ke sofa, melepas jas dan dasinya secara kasar kemudian langsung memeluk tubuh kurus Baekhyun dan mengatakan bagaimana ia merindukan sosok lelaki itu seharian ini. Baekhyun hanya terkekeh sambil sesekali mencubit ringan perut Chanyeol dan menyuruhnya untuk membersihkan diri agar mereka bisa segera menikmati makan malam.

Baekhyun tidak pandai memasak, hampir setiap hari laki-laki itu akan selalu memasak menu yang sama. Namun walaupun begitu Chanyeol merasa bahwa ia bisa hidup ratusan tahun hanya dengan memakan masakan Baekhyun. Chanyeol selalu menikmati apapun yang Baekhyun perbuat untuknya, dan bersyukur untuk itu.

"Biarkan aku saja yang mengangkatnya." Baekhyun segera berkata saat dering telepon menginstrupsi kegiatan makan malam mereka.

Selalu seperti itu, Baekhyun akan bersikeras untuk mengangkat semua panggilan telepon yang menyambangi apartement kecil mereka. Baekhyun segera berlari kecil menghampiri meja yang terletak di samping televisi untuk mengangkat benda berdering di atasnya.

"Halo. Kediaman keluarga Park, dengan Park Baekhyun disini."

Hati Chanyeol menghangat saat ia melihat ekspresi bangga Baekhyumn ketika mengucapkan marga barunya.

.

*O*

.

"Chanyeol, apa yang kau inginkan untuk kado ulang tahunmu?" Baekhyun sedang asyik memandangi Chanyeol yang sibuk mencuci piring bekas mereka dari arah meja makan. Hari itu tepat seminggu sebelum ulang tahun Chanyeol yang ke-27.

"Aku ingin kau selalu berada di sampingku, Baek." Jawab Chanyeol singkat.

"Sungguhan, Chanyeol. Kau tidak punya keinginan lain? Maksudku, aku akan selalu berada disampingmu tanpa kau harus memintanya."

Hati Chanyeol nyeri. Tidak, Baekhyun tidak akan selamanya berada di sisi Chanyeol, ia tahu itu. Bukannya bermaksud pesimis, hanya saja Chanyeol harus mulai bersikap realistis.

"Aku hanya ingin kau." Chanyeol kembali menjawab.

"I'm already yours. You idiot!"

Chanyeol tertawa keras mendengar respon Baekhyun, bagaimana bisa ia tidak mencintai seseorang yang begitu menggemaskan seperti Baekhyun?

.

.

.

Chanyeol sudah berjanji pada Baekhyun akan pulang cepat hari ini untuk merayakan ulang tahunnya. Chanyeol sengaja membatalkan beberapa janjinya agar bisa menikmati waktu lebih lama bersama Baekhyun hari itu. Chanyeol bergerak gelisah saat menaiki kereta bawah tanah -Chanyeol tidak menggunakan kendaraan pribadi saat berangkat atau pulang kantor. Sesampainya di gedung tua berlantai enam, ia segara berlari menyusuri tangga karena merasa pintu lift yang ia tekan tak kunjung terbuka.

Keadaan begitu gelap ketika Chanyeol membuka pintu apartementnya. Ia sedikit mengerjap kemudian meraba dinding untuk menekan tombol lampu. Namun belum sempat ia menemukan tombol tersebut, Chanyeol dapat melihat Baekhyun yang membawa sebuah kue ulang tahun lengkap dengan hiasan lilin-lilin kecil sejumlah umurnya di atasnya. Baekhyun menghampiri Chanyeol sambil menyanyikan lagu ulang tahun dengan senyum merekah di wajahnya. Lelaki tinggi itu segera menghampiri sang suami dan mengabaikan usahanya tadi yang sedang mencari tombol lampu, ia memberika sebuah kecupan singkat di dahi lelaki yang lebih kecil kemudian memejamkan mata sambil berucap,

"Semoga aku bisa merayakan ulang tahunku bersama Baekhyun tahun depan, dan berpuluh-puluh tahun depannya lagi."

Baekhyun terkekeh kecil mendengarnya. Chanyeol selalu mengucapkan harapan yang sama setiap tahunnya, harapan yang selalu membuat Baekhyun merasa penting dan dibutuhkan. Sebenarnya bukan hanya Chanyeol, Baekhyun juga akan menanggapi harapan itu dengan tanggapan yang sama seperti tahun-tahun sebelumnya.

"Aku berjanji akan terus menemani Chanyeol merayakan ulang tahunnya. Selamanya."

Dan mereka pun meniup lilin yang setengah habis itu bersama-sama.

Malam itu Baekhyun memasak makanan ekstra untuk merayakan hari ulang tahun Chanyeol. Lelaki itu juga menyiapkan sebuah kado berukuran besar untuk suaminya yang terkasih. Baekhyun memberikan kado tersebut setelah mereka menyelesaikan makan malamnya. Itu adalah kado kedua dari Baekhyun yang di terima Chanyeol setelah sebelumnya ia menerima pesan suara berisi nyanyian selamat ulang tahun dari Baekhyun tadi pagi. Chanyeol membuka perlahan kertas merah yang membalut benda persegi panjang tersebut, itu adalah scrapbook buatan tangan Baekhyun. Chanyeol hampir menangis saat membuka setiap halamannya. Baekhyun menatanya dengan sangat apik, dan tulisan tangan itu membuatnya semakin indah dengan kata-kata yang teruntai disana. Baekhyun menempelkan semua foto yang pernah mereka ambil bersama atau yang Baekhyun ambil sendiri semasa mereka pacaran dulu hingga sekarang setelah mereka menikah. Ada foto saat mereka berlibur di pantai Sangju, saat menonton piala dunia, saat Jongin ulang tahun, saat musikal Baekhyun, saat mereka kencan, ada juga bebrapa poster film yang pernah mereka tonton bersama, dan masih banyak lagi hal lainnya yang terekan sempurna dalam scrapbook sederhana buatan Baekhyun. Dan yang paling membuat Chanyeol tersentuh saat ia membuka beberapa halaman terakhir dan mendapati puluhan bungkus chocopai, stiker tutup eskrim, dan semua makanan ringan yang pernah Chanyeol berikan pada Baekhyun. Bahkan Baekhyun masih menyimpan hal sekecil itu.

Pada akhirnya, Chanyeol tetap tidak bisa membendung air matanya ketika membaca deretan kata-kata Baekhyun yang terletak di halaman paling akhir.

The only place I feel safe
Is in your tight embrace.
The only place I belong
Is by your side.

Nothing else matters
When I'm with you.
All my problems and fears
vanish in your presence.

I feel like a somebody
when you're with me.
I feel important and special
when I'm around you.

No one has ever made me feel this way.
Then you came along and everything changed.
Suddenly my dark world found the light.
And I finally felt like I belonged.

Even if I die, I'd still belong there

Chanyeol sudah menyelesaikan acara menangisnya malam itu. Ia telah meletakkan scrapbook berharganya di tempat paling aman yang berada di apartemntnya dan sekarang ia kembali ke meja makan untuk membantu Baekhyun merapikannya. Chanyeol mengangkat semua piring dan mangkuk ke tempat pencuci piring dan hanya membiarkan Baekhyun untuk membawa dua buah gelas. Chanyeol baru saja meletakkan barang bawaannya saat ia tiba-tiba mendengar suara benda kaca yang terjatuh dari arah meja makan.

Lelaki tinggi itu bergegas dan kemudian ia menemukan Baekhyun tergeletak di lantai dengan tangan penuh darah akibat terkena serpihan kaca gelas. Chanyeol semakin kelabakan ketika ia menyadari wajah dan mata Baekhyun yang sudah memerah seperti menahan sakit. Chanyeol segera meengkuh laki-laki mungil itu dan sebisa mungkin membersihkan darah segar yan masih setia mengalir dari pergelangan tangan Baekhyun menggunakan kemejanya.

"Chanyeol, sakit." Baekhyun mengerang tertahan dan mulai menangis.

Chanyeol tahu bahwa sakit yang dimaksud Baekhyun bukan berasal dari pergelangan tangannya yang terluka, melainkan dari sekujur tubuhnya yang terasa seperti diremas. Baekhyun kambuh lagi.

"Tenang, Baek. Kita obati lukamu dulu." Chanyeol mengatakannya sambil mengelus sayang puncak kepala Baekhyun. Ia segera mengangkat tubuh Baekhyun, merebahkannya di atas ranjang dan kemudian mengobati tangan Baekhyun yang luka.

Baekhyun menjerit sangat keras dan tangannya yang bebas mencengkeram erat seprei kasurnya saat Chanyeol menyelesaikan balutan perban di tangannya yang luka. Chanyeol segera membuka laci nakasnya untuk menemukan obat Baekhyun namun yang ia dapati hanya beberapa botol kaca yang telah kosong.

"Baekhyun, sejak kapan obatmu habis?" Chanyeol bertanya tajam saat menyadari apa yang menyebabkan Baekhyun seperti ini.

"Dua hari yang lalu." Baekhyun menjawab susah-susah.

"Demi Tuhan, Baekhyun! Apa yang kau lakukan pada dirimu sendiri?!"

Chanyeol cepat-cepat meraih telpon genggamnya dan menelpon ambulance agar segera datang menjemput Baekhyun. Selagi menunggu, Chanyeol memeluk lembut tubuh Baekhyun, mengelus punggung laki-laki itu dan berharap apa yang ia lakukan bisa sedikit mengurangi rasa sakitnya.

Baekhyun balas memeluk Chanyeol dengan kasar. Tangannya mencengkeram erat kemeja Chanyeol, kepalanya ia benamkan pada dada bidang laki-laki tersebut agar bisa meredam suara erangannya dan kaki kurusnya yang bebas menendang-nendang di udara. Baekhyun benar-benar kesakitan malam itu.

Chanyeol mendengus kasar, tidak percaya bahwa akan berakhir seperti ini. Hari itu adalah ulang tahun terburuk yang pernah Chanyeol lalui.

.

.

.

Lima hari setelah ulang tahun Chanyeol dan keadaan Baekhyun tak sedikitpun menunjukkan tanda-tanda untuk membaik. Baekhyun masih tidak sadarkan diri dan di rawat di ruang ICU. Chanyeol mondar-mandir lama di depan pintu ruang ICU dengan pikiran gusar tentang Baekhyun dan mengabaikan keluarga Baekhyun yang sedari tadi memandanginya khawatir, ia bahkan sudah tidak masuk kantor selama dua hari karena tidak sanggup memikirkan hal lain selain Baekhyun. Sesaat kemudian pintu tersebut terbuka menampilkan sosok-sosok tim dokter yang menangani Baekhyun.

"Bagaimana keadaannya?" Chanyeol bertanya tidak sabaran.

Dokter itu menggeleng, menunjukkan bahwa Baekhyun tidak mengalami perubahan yang berarti. "Baekhyun sudah mencapai batas akhirnya, Chanyeol."

Chanyeol mendelik tajam tidak terima, tangannya mencengkeram kasar kerah baju dokter tersebut. "Apa maksudmu, hah!?" Chanyeol makin meninggikan suaranya, "Lakukan apapun dan aku akan membayar berapapun harga yang kau minta asal kau bisa membuat Baekhyun tetap hidup! Bukankah kau seorang dokter dan itu sudah menjadi tugasmu untuk menyembuhkan pasienmu."

"Kami sudah melakukan semuanya."

"Kau bahkan belum melakukan apapun, brengsek." Chanyeol menghempaskan cengkraman tangannya kesal dan berlalu pergi meninggalkan keributan yang ia buat sendiri.

Tidak, Baekhyunnya tidak selemah ini. Pasti ada cara lain yang bisa membuat Baekhyun bertahan. Chanyeol percaya itu.

.

.

.

Chanyeol sudah terbiasa menuruti semua permintaan Baekhyun namun tidak untuk yang satu ini, ketika Baekhyun meminta agar melepas semua alat bantu kesehatan yang melekat di tubuhnya.

Saat itu Chanyeol sedang mengunjungi Baekhyun di rumah sakit bersama dengan Jongin, Luhan, Kyungsoo, dan Sehun. Baekhyun sedang tertidur di ranjangnya dengan berbagai macam selang dan entah kabel apa yang melekat di tubuhnya. Chanyeol sesungguhnya tidak tega melihat keadaan Baekhyun seperti itu, tapi mau bagaimana lagi, hanya ini yang bisa membantu Baekhyunnya.

Keadaan Baekhyun semakin memburuk selama tiga bulan terakhir. Bahkan untuk bernafas Baekhyun harus menggunakan alat bantu. Lelaki itu lebih banyak menghabiskan waktunya untuk tidur dan sesekali akan sadar hanya untuk menyebutkan nama Chanyeol.

Chanyeol duduk di kursi di samping ranjang Baekhyun, tangan besarnya terulur ntuk mengusap punggung tangan Baekhyun. Sedangkan laki-laki lainnya duduk diam di sofa sambil memperhatikannya, mereka tidak berani sedikitpun bersuara agar tidak mengganggu istirahat Baekhyun.

"Pagi, Baekhyun." Chanyeol sedikit berbisik ketika ia menyadari ada sedikit pergeakan di jemari Baekhyun.

Luhan bangkit dari duduknya dan berjalan mendekat ke arah ranjang Baekhyun saat menyadari temannya mulai berbicara sendiri.

"Ada apa?" Luhan bertanya pelan.

"Baekhyun bangun, dia ingin menyapa kalian."

Luhan mengernyitkan dahinya heran, ia bisa dengan jelas melihat Baekhyun masih memejamkan matanya. Luhan sempat berpikir bahwa temannya ini mulai gila, namun beberapa saat kemudian Luhan menyadari Baekhyun benar-benar bangun. Lelaki yang terbaring di ranjang itu sedikit menampilkan senyumannya sebelum akhirnya benar-benar membuka mata untuk memandang Luhan.

Semua yang ada disana mulai beranjak dan ganti berdiri mengelilingi Baekhyun.

"Hai, Baek." Sapa Kyungsoo, "Bagaimana keadaanmu?"

Baekhyun tersenyum kecil, "Baik."

Semuanya balas tersenyum walaupun mereka tahu bahwa Baekhyun sesungguhnya tidak baik-baik saja.

Mereka berbincang sedikit lebih lama walaupun Baekhyun lebih banyak diam dan hanya tersenyum, setelah itu mereka memutuskan untuk pulang dan hanya menyisakan Chanyeol dan Luhan disana.

"Chanyeol.." Baekhyun memanggil lelaki yang dicintainya dengan lembut. Sedangkan Chanyeol hanya bergumam untuk membalasnya.

"Aku lelah."

"Istirahatlah, aku akan menungguimu disini."

"Bukan itu maksudku." Baekhyun berkata takut-takut, "Hentikan semua ini, Chanyeol. Semua pengobatannya. Aku siap."

"Baekhyun, kau hanya lelah. Jangan berpikir yang macam-macam."

"Tapi Chanyeol- " Baekhyun belum sempat menyelesaikan kalimatnya namun Chanyeol segera memotongnya,

"Hentikan semua omong kosong bodohmu ini, Baekhyun!" Chanyeol meinggikan suaranya, entah kenapa akhir-akhir ini emosi Chanyeol gampang sekali tersulut.

Baekhyun memandang Chanyeol seakan ingin menangis, lelaki itu merasa bahwa ia kehilangan Chanyeol yang dulu. Chanyeol yang menyadari hal itu segera mengusap kepala Baekhyun untuk menenangkannya.

"Hussh.. maafkan aku, oke? Jangan menangis."

Chanyeol mengantarkan kepergian Luhan sampai depan pintu rumah sakit setelah ia memastikan bahwa Baekhun sudah kembali tidur. Mereka berdua berjalan dalam diam dan sibuk dengan pikiran masing-masing, tapi sepertinya apa yang mereka pikirkan sama karena keduanya sama-sama memikirkan apa yang Baekhyun barusan katakan.

"Kau tahu," Luhan memulai pembicaraan. "Aku rasa Baekhyun benar-benar lelah, Chanyeol."

"Ya. Dia lelah karena kalian terlalu lama berkunjung." Chanyeol menjawab dengan dingin.

"Aku serius, Yeol. Bukalah matamu!"

Mereka berdua berhenti berjalan dan menatap tajam mata satu sama lain. "Sebegitu inginkah kau melihat Baekhyun mati?"

Luhan tercekat, "Tentu tidak! Tapi membiarkannya tenang kurasa jauh lebih baik dibanding terus saja menyiksanya seperti apa yang kau lakukan beberapa tahun belakangan ini."

"Aku tidak menyiksanya. Dan Baekhyun sama sekali tidak merasa tersiksa dengan semua usaha yang kulakukan karena itu memang demi kesembuhannya!"

"Tentu saja dia tidak akan bilang terang-terangan jika kau menyiksanya." Luhan memberi sedikit jeda sebelum melanjutkan kalimatnya, "Maksudku, pernah kah kau menghitung sudah berapa ribu jarum suntik yang menembus kulit Baekhyun? Berapa puluh ribu butir obat yang Baekhyun konsumsi? Berapa kali pisau bedah membelah kulitnya? Berapa kali ia harus di oprasi? Dan satu lagi, menjalani kemo itu jauh lebih sakit dari pada menahan kanker itu sendiri."

Chanyeol tertegun. Ia tahu itu, bayangan tentang Baekhyun yang tersiksa karena pengobatannya selalu berputar-putar di kepala Chanyeol. Chanyeol ingin menggantikan posisi Baekhyun jika saja ia bisa, namun hanya dengan seperti itu ia dapat membuat Baekhyun selalu tetap berada disisinya. Tidak bolehkah Chanyeol egois sekali ini saja?

.

.

.

Baekhyun terus saja berkata bahwa ia lelah dan ia sudah siap. Chanyeol merasa baru beberapa hari yang lalu Baekhyun mengatakan bahwa ia takut untuk tidur dan sekarang laki-laki itu malah berkata sebaliknya. Ditambah lagi kali ini bukan hanya Baekhyun yang mengatakannya, tim dokter yang menangani Baekhyun juga beranggapan bahwa Baekhyun bisa bertahan selama ini adalah sebuah keajaiban dan memaparkan fakta bahwa Baekhyun tidak akan dapat bertahan jauh lebih lama. Belum lagi sikap keluarga Baekhyun yang seolah baik-baik saja jika melihat anggota keluarga termuda mereka meninggal, itu membuat Chanyeol semakin tertekan.

"Bukannya kami tidak sayang, melainkan kami sudah mencoba untuk ikhlas. Mempertahankan Baekhyun lebih lama tidak berarti dapat membuatnya lebih bahagia, Chanyeol." Itulah yang dikatakan ibu Baekhyun sesaat setelah Chanyeol menanyakan alasan mengapa mereka menyetujui keinginan Baekhyun untuk mengakhiri semua pengobatannya.

Chanyeol memandang mata Baekhyun lekat-lekat. Lagi, sore ini Baekhyun kembali meminta Chanyeol untuk melepas semua alat bantu pengobatannya.

"Berikan aku satu alasan yang kuat mengapa aku harus mau menuruti permintaanmu kali ini, Baekhyun."

Baekhyun tersenyum dan berkata lirih, "Bukankah kau pernah bilang bahwa tidak perlu ada alasan untuk membuat orang yang kau cintai bahagia?"

Chanyeol kembali tertegun. Ia memang menginginkan Baekhyun bahagia, tapi bukan dengan cara yang seperti ini.

"Aku tidak apa-apa jika penyakit ini hanya membunuhku." Baekhyun kembali berkata lirih. "Tapi entah sejak kapan penyakit ini mulai membunuh keluargaku, dan sekarang dia juga mulai membunuhmu."

Baekhyun memeluk tangan Chanyeol, dia menangis. "Ku mohon, Chanyeol."

Chanyeol membutuhkan setidaknya waktu tiga hari untuk berpikir. Dan pada hari Rabu malam, laki-laki tinggi itu kembali datang ke rumah sakit dengan senyum di wajahnya, ia mencoba untuk ikhlas.

Chanyeol sedang berada di ruang inap Baekhyun bersama keluarganya dan beberapa dokter dan perawat yang sibuk melepaskan alat bantu pengobatan Baekhyun. Laki-laki yang lebih muda terlihat tersenyum bahagia saat semua orang mau menuruti permintaan terakhirnya.

Semua orang memutuskan untuk pergi dan hanya meninggalkan Chanyeol dan Baekhyun disana. Baekhyun tersenyum ke arah Chanyeol dan dibalas dengan senyuman juga oleh lelaki yang lebih tua. Baekhyun menyuruh Chanyeol untuk mendekat, ia menggeser sedikit tubuhnya agar bisa memberikan sedikit ruang bagi Chanyeol untuk berbaring di sampingnya. Chanyeol menurut dan mulai menaiki ranjang inap Baekhyun hingga benda tersebut sedikit berderit.

Mereka berbaring berhadap-hadapan, saling berbagi pelukan hangat, dan memandangi wajah masing-masing orang yang mereka kasihi.

"Bagaimana perasaanmu?" Chanyeol bertanya.

Baekhyun menjawabnya dengan mata berbinar. "Sempurna."

"Masih belum terlambat untuk menarik kembali permintaanmu, Park Baekhyun."

Baekhyun terkekeh dan menggeleng. "Kau tahu. Jika aku diberi kesempatan sekali lagi untuk memilih, aku akan tetap lebih memilih menggunakan keajaiban terakhirku untuk bertemu denganmu dibandingkan untuk sembuh."

"Terima kasih." Chanyeol tidak bisa menjawab apa-apa dan hanya bisa mengatakan dua kata barusan.

"Chanyeol.."

"Apa?"

"Aku mencintaimu."

"Aku jauh lebih mencintaimu, Baekhyun" Chanyeol mengecup singkat bibir lelaki yang berada didekapannya.

Baekhyun tersenyum dan kembali memanggil nama suaminya, "Chanyeol.."

"Ya?" Chanyeol menjawab dengan lembut.

"Berhati-hatilah saat aku pergi. Karena dunia itu kejam." Baekhyun berhenti sejenak karena ia merasa kesusahan untuk bernafas. "Dunia bahkan membiarkan dua orang saling jatuh cinta tapi dia tidak membiarkan mereka berjodoh."

"Kau jodohku, Baekhyun."

"Kau akan menemukan orang yang lebih baik."

Chanyeol lebih memilih diam dan tidak menanggapi perkataan Baekhyun barusan. Ia mengeratkan pelukannya saat merasa bahwa tubuh Baekhyun sedikit bergetar, sedangkan lelaki yang lebih muda membenamkan wajahnya di dada bidang Chanyeol dan kembali memanggil namanya.

"Yeolli.."

"Ada apa, Baekki?"

"Nyanyikan aku sebuah lullaby."

Chanyeol berfikir untuk beberapa detik sebelum akhirnya mengiyakan, "Baiklah. Tapi kau jangan tertawa karena suaraku tak sebagus suaramu."

Baekhyun mengangguk dan Chanyeol mulai mengucapkan baris lirik pertamanya. Chanyeol menyanyikan sebuah lullaby yang dulu sering Baekhyun nyanyikan untuknya sebelum tidur.

Lullaby and good night
With pink roses bedight
With lilies o'erspread
Is my baby's sweet head

Chanyeol bernyanyi sambil mengusap lembut punggung dan pucuk kepala Baekhyun selayaknya ibu yang hendak menidurkan anaknya. Chanyeol dapat merasakan Baekhyun makin mempererat pelukannya dan makin membenamkan kepalanya di dada Chanyeol.

Lay you down now and rest
May your slumber be blessed

Soft and warm is your bed
Close your eyes and rest your
head

Chanyeol masih mengelus punggung Baekhyun. Sebisa mungkin ia menahan agar air matanya tidak keluar dan mengontrol suaranya agak tidak bergetar.

Sleepyhead, close your eyes
I am right here beside you
I'll protect you from harm
You will wake in my arms

Chanyeol kali ini sudah tidak sanggup. Air mata sudah turun dengan deras dari kelopak matanya, suaranya makin bergetar namun ia tetap berusaha menyelesaikan lagunya. Chanyeol mempereart pelukannya terhadap tubuh Baekhyun seiring ia merasakan pelukan Baekhyun yang semakin melemah.

Lullaby and sleep tight
Hush, my darling is sleeping
On his sheets white as cream
With his head full of dreams

Chanyeol menyelasikan lirik terakhirnya dan disusul dengan tangis pilu tanpa suara maupun isakan. Chanyeol masih memeluk Baekhyun dan masih membelai punggung lelaki itu walaupun sesungguhnya ia tahu bahwa Baekhyun sudah tertidur. Baekhyunnya sudah tertidur dengan pulas, dan mungkin sekarang dia sedang bermimpi indah karena Chanyeol bisa melihat senyum terlukis di wajah damainya.

.

.

*O*

.

Epilogue

Sudah tiga tahun semenjak kepergian Baekhyun dan Chanyeol harus membiasakan diri untuk hidup dengan kebiasaan-kebiasaan baru.

Chanyeol harus terbiasa bangun pagi seorang diri dan memasak sarapannya sendiri. Chanyeol masih meminum dan memakan susu dan es krim stroberry kesukan Baekhyun, ia bahkan mempunya persediaan yang banyak di lemari pendinginnya. Chanyeol juga masih memutar pesan suara Baekhyun dan ia juga membaca scrapbook buatan tangan Baekhyun sebelum tidur.

Chanyeol masih menempati apartemntnya yang lama walaupun sekarang ia sudah menjadi CEO di perusahaan milik ayahnya. Chanyeol menggunakan gaji pertamanya saat menjadi CEO untuk membeli minimarket tempat ia bekerja dulu dan sekarang ia menjadi donatur terbesar di yayasan anak penderita kanker. Chanyeol sebisa mungkin merawat dan menjaga minimarket tersebut agar tetap bagus, ia juga mempekerjakan beberapa orang disana namun itu bukan Luhan dan Jongin karena keduanya sudah memiliki pekerjaan yang jauh lebih layak dibanding hanya menjadi pegawai minimarket.

Chanyeol masih mengunjungi musikal yang dulu pernah dibintangi Baekhyun pada hari Rabu dan Kamis. Saat ini posisi Baekhyun telah digantikan ole pemuda berwajah kotak yang belakangan Chanyeol ketahui bernama Jongdae. Chanyeol sedikit lega karena pengganti Baekhyun ternyata juga memiliki suara yang indah seperti Baekhyun.

Sampai sekarang Chanyeol masih merayakan hari ulang tahun Baekhyun. Di pagi hari ia akan mengunjungi makam Baekhyun dan memberinya seikat bunga. Chanyeol akan betah belama-lama disana, biasanya ia akan berbicara sendiri menceritakan kehidupannya sambil memakan es krim strobery yang tadi ia beli dalam perjalanan. Dan pada malam hari, Chanyeol akan mendatangi rumah keluarga Byun untuk mengikuti jamuan makan malam yang setiap tahun mereka adakan untuk merayakan hari ulang tahun Baekhyun.

Chanyeol akan berkunjung kembali ke makam Baekhyun di hari jadi pernikahan mereka. Namun saat hari ulang tahun Chanyeol, ia lebih memilih untuk menghabiskan waktunya di rumah karena ia tahu saat itu giliran Baekhyun yang mengunjunginya. Ia akan membeli kue ulang tahun berukuran sedang dengan hiasan lilin sejumlah umurnya di atasnya. Ia juga akan memasak makanan ekstra pada hari itu. Carol akan menggonggong begitu angin tidak sengaja membuka jendela apartementnya, Baekhyun datang.

Chanyeol duduk di salah satu kursi ruang makannya. Ia meletakkan kue ulang tahunnya di tengah-tengah meja. Ia perlahan memejamkan mata untuk berharap dan berdoa, kemuadian ia sedikit memajukan tubuhnya untuk meniup lilin ulang tahunnya seiring dengan angin yang berhembus dari jendela apartementnya yang terbuka, seolah Baekhyun ada disana untuk meniupnya bersama-sama.

"Selamat ulang tahun, Chanyeol."

Chanyeol tersenyum menikmati angin malam hari yang berhembus memasuki apartementnya. Carol tak henti-henti mengonggong namun itu terdengar seperti ia berusaha menyanyikan lagu ulang tahun untuk Chanyeol. Lelaki itu memanatap kursi dihadapannya penuh arti, ia kembali tesenyum.

"Baekhyun.." Chanyeol sedikit bergumam.

"Hai, Chanyeol."

"Aku merindukanmu."

"Aku mencintaimu."

.

.

.

*O*

.

.

Baekhyun benci dingin, oleh karena itu ia tidak suka memakan eskrim. Namun cinta pertamanya memberinya sebuah eskrim stroberry dan sekotak papero stick di hari pertama mereka bertemu. Saat itu Baekhyun masih duduk dibangku tingakat pertama di SMP, ia sedang diundang untuk menghadiri seminar yang diadakan pemerintah dan tahun ini terletak di salah satu gedung milik SNU.

Baekhyun datang terlambat pagi itu, dan parahnya ia tidak tahu di gedung apa seminar itu diadakan. Baekhyun berlari kesan-kemari mengitari daerah SNU namun tak kunjung menemukannya. Kebanyakan mahasiswa disana menatap Baekhyun aneh, karena tak biasanya ada siswa SMP yang berlarian di wilayah kampus mereka. Tapi tidak dengan seorang mahasiswa tinggi berkaca mata.

"Kau perlu bantuan?" pemuda bersuara berat itu bertanya kepada Baekhyun.

Baekhyun mengangguk, "Aku sedang menghadiri seminar, tapi aku tidak tahu di gedung apa seminar itu diadakan."

Pemuda itu diam sebentar, "Maaf, aku juga tidak tahu di gedung mana seminar yang kau maksud itu di adakan. Tapi aku bisa menemanimu mencari jika kau mau."

Mereka mencari berkeliling SNU. Ternyata kampus ini jauh lebih besar dan memiliki lebih banyak gedung dari yang Baekhyun kira.

"Ini." Laki-laki berkaca mata itu memberikan sebuah kantong plastik berisi es krim stroberry dan sekotak papero stick. "Kau pasti lapar setelah berlarian kesana kemari tadi."

Baekhyun menerimanya tanpa sungkan karena ia benar-benar kelelahan dan lapar. Hari itu Baekhyun baru tahu bahwa rasa eskrim stroberry bisa semanis dan selezat ini.

Mereka sampai di gedung yang Baekhyun maksud. Baekhyun sangat berterima kasih pada mahasiswa tersebut karena disamping mengantarnya mencari, ia juga menjelaskan alasan mengapa Baekhyun bisa terlambat pada panitia seminar. Setelah selesai menjelaskan, laki-laki itu pergi namun sebelumnya ia memberikan sebuah senyuman yang membuat jantung Baekhyun seakan melompat dari tempatnya. Baekhyun jatuh cinta untuk pertama kalinya.

.

.

.

Baekhyun tidak pernah minum susu, itulah yang menyebabkan mengapa pertumbuhannya sedikit terganggu. Namun cinta pertamanya membikannya sekotak susu stroberry di pertemuan kedua mereka.

Saat itu Baekhyun sedang berjalan-jalan di daerah pusat perbelanjaan bersama Kyungsoo. Namun tiba-tiba seseorang tidak sengaja menubruknya hingga jatuh. Baekhyun bangkit dari posisinya yang tersungkur berniat memarahi orang tersebut, namun kata-katanya tercekat ditenggorokan saat menyadari siapa yang menabraknya barusan. Itu mahasiswa yang tempo hari menolongnya.

"Maafkan aku." Laki-laki itu membungkuk berulang kali di hadapan Baekhyun.

"Ti-tidak apa-apa." Baekhyun hanya tersenyum kikuk.

Dan detik berikutnya lelaki itu menyerahkan sekotak susu stroberry sebagai tanda permintaan maafnya dan segera berlalu pergi. Sepertinya laki-laki itu lupa dengan Baekhyun.

Baekhyun benar-benar jatuh pada pesona laki-laki pemilik suara bass itu. Baekhyun rela memilih jalan memutar untuk menuju sekolahnya demi melihat lelaki pujaanya yang setiap hari akan sarapan di sebuah kedai tak jauh dari SNU. Baekhyun bahkan berperilaku seperti penguntit yang handal, ia bahkan mengikuti laki-laki itu ke perpustakaan kota, ke supermarket, ke toko baju, ke sauna, dan masih banyak tempat lainnya. Dan herannya laki-laki itu seolah tidak sadar akan gerak-gerik aneh yang ditimbulkan Baekhyun.

Baekhyun semakin percaya bahwa lelaki itu adalah jodohnya saat ia mlihatnya bekerja di salah satu minimarket dekat rumahnya. Itu lebih memudahkannya karena ia tak harus mengambil jalan memutar agar bisa melihat wajahnya. Baekhyun senang saat mengetahu nama lelaki itu, ia kini bahkan bisa menghirup aroma tubuhnya walaupun dalam jarak tak lebih dari dua meter.

Dan benar saja, Park Chanyeol-nama cinta pertama Baekhyun-memang benar-benar jodohnya. Baekhyun tak bisa lebih bahagia saat Chanyeol melamarnya. Namun disisi lain ia menahan perih dengan fakta bahwa yang akan menjadi jodoh Park Chanyeol bukanlah dirinya. Ia tidak akan sanggup menemani Chanyeol hingga menua.

Baekhyun mencintai Chanyeol. Lebih lama dari laki-laki itu mencintainya.

Baekhyun akan setiap hari melihat Chanyeol, tak peduli bahkan jika dia sudah tidak lagi menapakkan kaki di bumi.

.

.

.

.

END


a/n:

terima kasih banyak atas support dari para readers hingga akhirnya ff ini bisa tamat hehe :)

maaf jika masih banyak typo, maaf kalau alurnya terkesan cepet bgt dan ending tidak sesuai harapan kalian

well, terakhir tolong tinggalkan review nya ya :D dan jangan lupa cek ff terbaru saya 'Upside Down' dan 'Pukul sepuluh malam' *promosi*


Thanks to:

shaniamathelda1, Shouda Shikaku, ByunCaBaek, kacangpolongman, sjvixx, park baekyeol, Majey Jannah 97, , nopiefa, followbaek, ShalsaKMCB kyeowo, Nenehcabill, fidalicious, Dororong, rillakuchan, CussonsBaekBy, bubbleLu, uchanbaek, byun wife, im kirin, baguettes, ChanBaekLuv

THANKS A LOT T^T

Tanpa kalian ff ini gak akan bisa berlanjut sampai end :*