GHOST

Cast: Lee Donghae, Cho Kyuhyun, Kim Kibum, Shin Donghee, Lee Hyukjae, Kangin and other

Summary: Lima bocah SMP dengan karakter berbeda, dipertemukan karena seorang anak se usia mereka yang mengaku bisa melihat hantu. "Demi Tuhan, kenapa hidupku menjadi semengerikan ini". "Diamlah Hyukjae, aku tidak percaya Tuhan". "Kyuhyun itu bukti nyata, ia setan yang terlihat"

.

.

Rated : T

Genre: Horror, Supranatural

.

.

Warning: Typos, Horor failed

.

.

Hantu itu…

Tidak ada—

.

.

Tapi…

Aku melihat mereka.

.

.

Ika zordick

.

The first horror story

.

PROLOG

Namanya Lee Donghae, remaja yang baru saja menginjak usia yang ke tiga belasnya hari ini. Ia bahagia, meskipun ayah dan ibunya sudah berada di surga. Mungkin mereka melihatnya, dari salah satu bintang yang ia yakini paling terang.

Ia tak sekolah, karena ia seseorang yang di besarkan di salah satu panti terpencil yang jauh dari kota. Ia hidup di sebuah tempat yang di kelilingi oleh hutan, bersama dengan teman temannya yang lebih tua darinya. Bersama ibu dan pengurus panti lainnya yang berpakaian serba tertutup—persis seperti pemuja. Bersama para ayah yang selalu membaca kitab suci dan bermain kartu yang Donghae tidak tahu bagaimana menyebutnya.

Orang orang memberi selamat padanya, mengucapkan betapa ia harus menjadi dewasa setelah ini. Semoga ia menjadi orang yang berguna dan—

"Semoga kau menjadi pahlawan untuk kami semua"

Kata kata yang paling ia ingat dan doa yang paling membekas di hatinya, dari wanita cinta pertamanya. Seseorang yang selalu ia panggil dengan sebutan "Kakak", seseorang yang selalu meletakkan rangkaian bunga indah di kepalanya sebagai sebuah mahkota. Wanita yang ia cita citakan akan menjadi istrinya kelak.

"Donghae, kami semua mencintaimu. Kami yakin hanya kaulah yang bisa menyelamatkan kami" kata kata ambigu yang Donghae tak mengerti. Ia hanya tersenyum dengan khasnya.

Hingga malam tiba—

Ketika hujan turun rintik rintik dan enggan menjadi badai yang besar. Ia merasakan dirinya diikat, hujan membasahi wajahnya dan ia terbangun dari tidur nyenyaknya. Ia yakin ini hampir tengah malam. Rembulan ada di singgasananya seolah langit sedang cerah, awan enggan menutupi rembulan di sana.

"Lepaskan! Ada apa ini?" teriak Donghae. Ia meronta sekuat tenaga tapi yang ia dapati hanya beberapa orang yang yang tinggal bersamanya yang berdiri di sekitarnya. "KATAKAN PADAKU, ADA APA INI? BUNDA!" Donghae memanggil ibu asuhnya. Apakah ini salah satu kejutan yang di berikan padanya.

"Bukankah ini seru" bibir Donghae seolah terkatup rapat. Seorang lelaki berbisik di telinganya. Satu satunya orang yang tak ia kenal di sini. "Lihat mereka dari ujung matamu!" Donghae tak tahu, tapi entah kenapa pria itu seolah memaksanya untuk percaya.

Donghae menurutinya, melihat dari sudut matanya.

Dan—

Ia terpaku. "AAAARRGGG…. LEPASKAN AKU KUMOHON! HUWAAA! TIDAK! TIDAK!" ia berteriak dengan suara yang begitu sarat akan ketakutan. Ia meronta sekuat yang ia bisa.

Ia melihat mereka, keluarga seorang Lee Donghae. Dengan mata yang hilang, darah yang keluar dari tubuh mereka, bagian tubuh yang membusuk dan seolah semuanya tidak benar adanya. Mereka bukan manusia.

"Selamat datang Lee Donghae" ucap lelaki itu. Satu satunya orang yang memiliki wujud seperti manusia di sini. Dia tertawa usil, dan seorang wanita cantik dengan rambut panjang ikalnya berdiri di sisi kiri—berhadapan dengan sang lelaki aneh—menurut Donghae. Wanita yang sangat cantik bahkan Donghae menilai kecantikannya lebih dari wanita yang pernah ia jatuh cintai, cinta pertamanya yang kini menjadi salah satu mahluk yang menakutinya.

Wanita itu tak berbicara, hanya menatap nyalang pada sang lelaki. "Apa? Kau menyuruhku untuk membebaskannya? Dia bahkan tak mengenalku, apalagi kau!"

Masih mempertahankan wajah dinginnya, dan bibirnya bergerak. Tapi Donghae tak mendengar apapun. Telinga kirinya berdesing, sakit.

"Berhentilah berdumel! Baiklah baiklah!" lelaki itu tersenyum remeh pada Donghae. Ia membolak balik buku usang di tangannya. Ia menulis beberapa tulisan dengan kayu di tangan kanannya. "Selamat datang di dunia barumu Donghae. Dan perkenalkan! Kamilah khodam mu"

.

.

"MASUK!" suara itu terdengar lantang. Seluruh pendukung seseorang yang memakai pelindung berwarna merah, yang sedang menggulingkan lawannya di atas matras mendapatkan point sekali lagi.

"KYAAAAA! KANGIN!", terdengar teriakan histeris para penggemarnya. Bukan hanya wanita, para lelaki pun memandang takjub.

Sementara itu kita beralih pada remaja lain yang tengah berjalan bersama beberapa wanita cantik, ia menjelaskan beberapa materi pelajaran yang ada di buku yang dibawa oleh teman teman wanitanya itu. "Kau akan lebih baik mengerjakannya jika menggunakan cara ini" katanya dengan senyuman simpul di wajahnya.

"Ah—terima kasih Kyuhyun—ssi"

"Tentu, dan kuharap kau tak lupa dengan game terbaru itu"

Tak jauh dari sana, di ruangan yang di penuhi cermin. Seorang remaja meliukkan tubuhnya, dengan suara iringan musik yang cukup beat. Ia menghentakkan tubuhnya, membuat seluruh mata menatapnya takjub. "Lee Hyukjae sungguh keren"

Berbeda dengan remaja lain, dengan earphone yang ia kenakan. Ia tak suka acara bermalasannya di ganggu. Ia tak suka hidup tenangnya bergeser dari jalur yang semestinya. Ia memasukkann tangannya ke saku celananya, menaikkan sedikit kacamatanya yang merosot.

"Kim Kibum tertidur di kelas lagi?"

"Ya, dan kau tahu ia di suruh membersihkan toilet karena itu"

Jika kita beralih, memperhatikan ke sudut kantin. Tampak di sana seorang remaja tambun tengah menghabiskan makanan yang terhidang di mejanya. Makanan yang bisa dikatakan harus di habiskan oleh tiga orang sekaligus.

Ia tak peduli oleh tatapan semua orang yang seolah mengatakan "Perutnya itu terbuat dari karet ya?". Dia hanya lapar dan ia butuh asupan nutrisi yang tinggi.

"Paman! Satu mangkok lagi ya!" teriaknya lantang mengangkat tangannya mencoba memberi isyarat pada penjaga kantin.

"Makanan akan segera datang Shindong"

%ika. Zordick%

Menghela nafas tidak rela. Kyuhyun menatap jengah kepada empat orang lagi yang tengah melakukan hal serupa seperti yang ia lakukan. "Kenapa harus aku?" gumamnya yang jelas masih di dengar oleh keempat orang lainnya.

Ya, begitulah—

Kyuhyun, Kangin, Shindong, Hyukjae dan Kibum yang tidak sekelas di satu sekolahan mereka tercinta itu sedikit risih ketika menerima tugas mulia dari sang kepala sekolah. Mereka tidak mengerti, seolah tidak ada orang lain yang bisa di suruh selain mereka. Menjenguk salah satu guru mereka dan mengantarkan beberapa kantong buah padanya.

"Kenapa tidak para guru guru saja?" Tanya Hyukjae mendengus dongkol. Murid saja yang sakit ia tak mau turun tangan dan merepotkan diri mengantarkan buah ke sana. Apalagi ini? Guru? Yang benar saja? Lebih baik ia menari seharian suntuk di kamarnya.

"Tentu saja karena kami sedang sibuk rapat, dan kami menugaskan kalian menyampaikan salam agar guru yang sakit itu tidak berkecil hati. Kami akan menyusul setelahnya" Shindong menjawab dengan menirukan suara kepala sekolah mereka yang botak itu. Sungguh Shindong merasa kesal dengannya.

"Wah… mirip sekali!" Kangin bertepuk tangan kemudian mengacungkan jempolnya. Mereka tertawa bersama kemudian. Berbeda dengan seorang bocah seusia mereka yang masih betah diam menatapi jalan beraspal yang tengah mereka lalui, tidak ketinggalan earphone yang bertengger di telinganya.

Kangin merasa kesal. Ada juga ternyata orang yang tidak sopan seperti salah satu teman ini rupanya. Bagaimana bisa ia memakai earphonenya sementara orang lain ada yang sedang berbicara di sana. "Hei—"

Tapi ketika Kangin ingin memarahinya, suara tangisan di jalanan sepi itu terdengar. Hyukjae merapatkan dirinya dengan Shindong. Jujur saja itu membuatnya takut, mengingat tidak ada satupun selain mereka yang terlihat di sekitar jalanan. "Si—siapa kau?" Kyuhyun mundur satu langkah dari tempatnya berdiri. Ketika suara itu semakin jelas masuk ke gendang telinganya.

Nyanyian abstrak mulai mengalun. Dengan suara tinggi namun sangat pelan, diiringi isakkan tangis yang makin nyaring. "HEI KELUAR KAU!" pekik Kangin. Kibum sedikit tersentak, ia melepas earphonenya. Ia mendengar suara yang sama yang di dengar oleh teman sekedar kenalnya yang lain yang tengah ketakutan.

'Hah? Apa yang mereka takutkan?' Kibum mendengar dengan baik suara isak tangis itu. Ia melangkahkan kakinya ke arah persimpangan jalan dekat tiang listrik. Di sana ada tempat sampah yang lumayan besar, mengingat itu memang tempat pengangkut sampah mengambil sampah dari distrik ini. Kangin mengikuti Kibum dari belakang, sementara Kyuhyun, Hyukjae dan Shindong hanya memasang wajah horror.

Kibum menikkan sebelah alisnya, ia melihat seorang anak seusia mereka yang meringkuk di tepi tempat sampah sambil memegangi kedua telinganya dan menutup rapat matanya tengah terisak. Kibum memegang bahu anak itu. "Hati hati, nanti kau terkena bakteri" ujar Kyuhyun tak jelas.

"Kau kira dia induk bakteri?" decih Hyukjae berlari menyusul Kibum yang sedang menenangkan seseorang itu. Tidak sepenuhnya menenangkan karena Kibum hanya diam ketika seseorang itu meronta ketika ia merasakan sentuhan kulit yang Kibum berikan.

"Apa dia sudah gila?" Tanya Kangin asal yang tak mengerti mengapa anak laki laki itu berteriak histeris ketika mereka mencoba menenangkannya. "Apa ia korban pemerkosaan?" Tanya Shindong tak kalah asal.

"Dia laki laki", jawab Kibum

"Kalau begitu pencabulan" kali ini Kyuhyun berhipotesa.

"Diamlah kalian!" Hyukjae memeluk tubuh yang masih bergetar takut. "Hei hei… teman, kau tidak apa?"

Caramel itu terlihat, matanya menatap Hyukjae. Terlihat jelas sekali rasa takut di caramel itu, membuat mereka di sana bersimpati atas apapun yang telah menimpa teman yang bahkan tak mereka ketahui namanya itu. "Apa kalian manusia?" tanyanya bodoh.

"Tidak, kami alien hiiii~" ejek Shindong menirukan dirinya seperti robot.

Terdiam—

Kyuhyun menyikut tubuh Shindong, sepertinya teman tambunnya itu membuat masalah menjadi lebih runyam. Tapi remaja itu tertawa kemudian, membuat semua yang berada ikut tersenyum, termasuk Kibum meski ia menyembunyikannya. "Siapa namamu?" Tanya Hyukjae mengulurkan tangannya.

"Aku Donghae, Lee Donghae" Mereka mengangguk mengerti, sepertinya Donghae termasuk seseorang yang mudah bergaul dengan mereka.

"Aku Kangin, si perkasa" Kangin memperkenalkan dirinya dengan tidak normal.

"Aku Shindong yang suka makan" Shindong tertawa di akhir kalimatnya.

"Aku Kyuhyun yang mempesona dan—"

"Penakut" potong Kibum membuat remaja bersurai coklat itu memajukan bibirnya. "Aku Kibum Kim, manusia biasa"

Donghae terlihat mengangguk mengerti sementara yang lain merasa tersindir. Mereka juga manusia. "Aku Lee Hyukjae" dan lelaki yang menenangkannya itu mengulurkan tangannya. Membuat Donghae merasa mereka berlima adalah penyelamat hidupnya dari ketakutan yang menghantuinya. Ia menerima uluran tangan Hyukjae.

"Jadi dimana rumahmu dan dimana keluargamu?" Tanya Shindong. Donghae diam, kenangan mengerikan kembali masuk ke memorinya. Mengerikan.

"Apa kau tersesat atau ada yang berbuat jahat padamu?" Kyuhyun yang kali ini bertanya. Sepertinya ia ragu, Donghae ini seusia mereka. Dilihat dari tingkah idiotnya yang bisa tersesat di kota maksud Kyuhyun, polosnya.

"APA? SIAPA YANG BERBUAT JAHAT PADAMU? BIAR KU HAJAR!" Kangin menunjukkan tinjunya. Donghae menggeleng. "Aku bahkan tidak tahu aku berada dimana. A—aku tak bisa mengingat apapun" bohong Donghae tentang masalah ia tak mengingat apapun. Ia tak mungkin mengatakan bahwa ia bisa melihat hantu. Itu konyol.

"Kau insomnia!" seolah menemukan titik terang, Hyukjae berteriak histeris.

"Yang benar amnesia" Kibum kembali membetulkan.

"Ah itu maksudku"

"Sudah salah, beteriak pula" cibir Shindong. Hyukjae nyengir.

"Sebaiknya kita membawanya ke kantor polisi." Donghae terlihat mengkeret takut. Ia takut tempat asing. Kangin membaca itu semua dari raut wajah Donghae ketika mendengar usulan dari Kyuhyun.

"Kita ke rumah sakit saja, minta mereka memeriksanya kemudian kita bisa membawa dia ke asrama" Kangin berusul. "Bagaimana jika orang tuanya mencarinya?" Hyukjae tampak tak setuju.

"Berisik sekali, aku akan menelpon kepolisian. Jika merasa kehilangan anak seusia kita, maka suruh mereka menghubungi salah satu dari kita"

"Kau jenius Kibum!" Hyukjae menjentikan jarinya. Kibum memutar bola matanya bosan. Ia kemudian melangkahkan kakinya melanjutkan perjalanan. Kangin merangkul bahu Donghae. "Ayo kita pergi teman!"

%ika. Zordick%

Donghae mengeratkan pegangannya pada baju Kangin yang berjalan di depannya. Ia menunduk tak berani melihat ke depan. Hyukjae dan Shindong tampak bercengkrama sementara Kyuhyun melangkah bersama Kibum di belakang. "Aku merasa ia aneh" bisik Kyuhyun dan Kibum menoleh agar ia bisa melihat wajah lawan bicaranya itu.

"Kau berbicara denganku?"

"Tidak! Dengan hantu" Kim Kibum itu menyebalkan dan satu sekolah tahu itu. Harusnya Kyuhyun mempercayai mitos yang beredar di sekolah mereka mengenai anak ini. "Hantu itu tidak ada"

Kyuhyun mengangguk setuju. Kibum masih memperhatikan tingkah aneh Donghae yang seolah berjalan tidak lurus. Ia bahkan terus menundukkan wajahnya. "Kurasa kita perlu bicara dengan dia" Kibum menunjuk punggung Donghae dengan dagunya. Kyuhyun kembali mengangguk setuju.

%ika. Zordick%

Hyukjae tak mengerti, ia hanya mengelus kepala Donghae sekarang. Ia berdiri di depan pintu guru yang harus ia jenguk dan Donghae mulai histeris. "Tidak apa apa, tenanglah!" sebenarnya ia canggung jika seperti ini.

Kibum duduk di sampingnya tapi bocah pendiam itu sungguh tak memberikannya jalan keluar. Ia merasa akan lebih baik jika ia bersama Kangin atau Shindong saja, setidaknya kedua orang itu akan membantunya berbicara. Tak lama kemudian ketiga teman mereka yang lain keluar, Kyuhyun, Kangin serta Shindong. Mereka mengeluarkan isyarat agar mereka segera pergi dari sini.

Hawa dingin merasuk dan entah kenapa mereka merinding seketika. "Koridor ini sangat tidak enak hawanya" Hyukjae berbicara. "Ayo kita pergi!" Kibum membuka earphonenya. Ia berjongkok di depan Donghae duduk, ia memasangkan earphone itu di telinga Donghae, memutar ke volume keras.

"Sepertinya sedari tadi ia takut dengan apa yang ia dengar" Kibum menjelaskan. "Ayo kita ke taman Rumah sakit!"

%ika. Zordick%

Siingg~

Langit mulai senja, Donghae kini duduk di salah satu bangku taman dengan Kyuhyun dan Hyukjae yang mengapitnya. Shindong mendudukkan dirinya di rumput sementara Kangin menyandarkan pinggannya di belakang Kursi taman itu, sedangkan Kibum, ia memilih berdiri dekat situ, duduk di bawah pohon rindang.

"Kau bisa menceritakan pada kami apa yang kau lihat dan kau dengar saat kita berada di dalam rumah sakit" Kyuhyun memberi pengertian saat Donghae kembali ketakutan.

"A—aku"

"Katakan saja. Berbagi akan membuatmu lebih baik" Hyukjae memberi saran.

Donghae terisak kembali, "Aku melihat banyak. Ada wanita, rambutnya panjang hingga menutupi wajahnya, ia membawa anak kecil dalam gendongannya. Anak itu tak berhenti menangis, makin lama suaranya makin keras, makin menusuk."

Kyuhyun merinding mendengarnya. Ia bisa membayangkan sosok wanita itu. "Di koridor tadi aku melihat seorang yang pendek. Lidahnya panjang, sangat panjang. Ia menjilat lantai koridor seolah menyapu lantai itu dengan lidahnya."

Hawa tak enak mulai menyergap mereka semua di sana. Kibum hanya menaikkan sebelah alisnya. Ia tak percaya sesuatu yang berbau seperti ini. Donghae menunjuk Kyuhyun, "Dan ada seorang wanita yang selalu mengikutimu sedari tadi"

Hening—

Kyuhyun mencoba menutupi rasa takutnya dengan tertawa. Sungguh ia mulai ketakutan sekarang. "Bagaimana rupanya?"

"Rambutnya pendek, separuh wajahnya terbakar dan ia bertaring"

Kyuhyun menutup telinganya dan berteriak sekuat tenaga yang ia bisa. "Hei, Kyu tenanglah!"

"Bagaimana bisa? Wanita itulah yang ku mimpikan dua hari yang lalu"

"Seseorang sedang berbisik di telingaku, apakah namanya Emily?"

Kyuhyun mengangguk—

Hening mendera—

"Dia jatuh cinta denganmu"

"MAMAAAAAAAAAAAA!"

%ika. Zordick%

Waktu sudah menunjukkan pukul dua puluh dua, Kyuhyun memeluk bantalnya. Berkomat kamit tak jelas dalam kamar asramanya agar seorang wanita yang bernama Emily itu pergi darinya. Ia ketakutan sangat jelas tergambar dari wajahnya. Ia menggerutu sebal, apa sebenarnya yang lebih darinya hingga hantu pun menyukainya.

Ia juga menyesal telah memutuskan untuk berada di kamar yang hanya dirinya seorang diri. Dahulu, ia tak menginginkan teman sekamar karena ia tak mau mengganggu teman itu, mengingat dia yang akan selalu tidur larut. Ia mengambil bantalnya, berjalan ke ruang administrasi asrama. Ia rasa ia membutuhkan teman sekamar sekarang juga.

Terkutuklah asrama mereka.

Gedung tua itu terlihat mengerikan sekarang ini. Lorong yang biasanya di lewati Kyuhyun terasa begitu panjang dan suara suara aneh mulai mengusiknya. "Kakak… kakak" Kyuhyun terdiam. Sejak kapan di asrama mereka ada anak kecil.

Mungkin saja anak pemilik asrama, pikirnya. Ia mempercepat langkah kakinya.

"Kakak ayo bermain! Kakak!" suara bocah perempuan, terdengar nyaring.

Kyuhyun sekarang nyaris berlari. Tapi langkahnya berhenti ketika di hadapannya kini ada seorang bocah kecil dengan pakaian berwarna merah. Rambutnya di kucir dua dan ia menghadap ke belakang, tertawa dengan senang sambil bermain congklak. "Kakak~" wajah Kyuhyun memucat. Anak itu berbalik dan—

Wajahnya busuk, dan belatung berada di sana. "Ini giliran kakak"

"ARRRGHHHH!" pekik Kyuhyun. Ia berlari sekuat yang ia bisa, menuruni tangga dan ia sampai di ruang administrasi. "BU! AKU INGIN PINDAH KAMAR" ucapnya dengan nafas menderu.

Tidak ada siapapun di sana. Kyuhyun merutuk sekali lagi. Ia kemudian mengambil berkas, mencek siapa saja temannya yang menggunakan kamar tanpa memiliki teman sekamar. Ia bersorak girang. Foto dengan face palm itu terpampang di sana. "KIM KIBUM! KAU DEWA!" teriak Kyuhyun girang. Ia segera melihat nomor kamarnya dan ia bergegas ke sana.

%ika. Zordick%

Krieettt—

Kibum menatap datar seorang teman yang berkunjung di kamarnya walaupun bukan waktunya. "Hai!" Kyuhyun melambaikan tangannya di hadapan wajah Kibum. Menghela nafas, Kibum tent tahu apa maksud dari siswa terpopuler itu datang ke kamarnya. Dilihat dari kondisi Kyuhyun yang berkeringat dingin dan bantal serta PSP ditangannya.

"Aku tidak menerima kunjungan" Kibum berucap datar kemudian kembali menutup pintu.

"Tega sekali kau, hei Kibum!" Kyuhyun mengetuk pintu kamar Kibum, nyaris menggedor. Kibum berpikir bahwa sekarang ia sungguh direpotkan, bagaimana jika seluruh mahluk dalam asrama ini mendatangi kamarnya karena bocah yang berisik di depan kamarnya.

Kibum mau tidak mau membuka pintunya agak lebar, dan Kyuhyun melenggeng masuk tanpa persetujuan sang pemilik kamar. "Kamarmu besar sekali" basa basi Kyuhyun, padahal semua kamar di asrama semuanya sebesar kamar itu.

Memutar bola matanya bosan, pria ini memang bermulut manis. "Kalau ingin menumpang tidur, tidurlah!"

"Tidak, aku ingin bermain PSP dulu"

"Terserahmu" Kibum terlalu malas meladeni Kyuhyun. Ia lebih memilih membaca buku buku tebalnya. Membuat Kyuhyun mengeriyit heran. "Kau sendiri tidak tidur?"

"Aku insomnia" Kyuhyun sekarang mengerti mengapa Kibum selalu tidur di kelas. Ia merebahkan dirinya di atas ranjang Kibum yang berukuran queen size, cukup untuk mereka berdua. "Aku tak percaya hantu" itulah yang Kyuhyun katakan.

"Tapi baru saja aku berhalusinasi melihatnya"

"Hebat sekali" sahut Kibum santai. "Bagaimana denganmu?"

"Aku bahkan tak percaya Tuhan"

%ika. Zordick%

Malam semakin larut, Shindong sudah larut dalam tidur nyenyaknya. Ia memiliki teman sekamar, seseorang berkacamata dan bertubuh kurus bernama Lee Jinki. Mereka tidur di bed yang berbeda, dengan di temani sebuah lampu tidur yang membuat ruangan tersebut remang dan terlihat nyaman untuk di tiduri.

Hingga ada sosok kecil yang masuk ke dalam kamarnya, sudah ada di kamar, di balik lemari berukuran sedang di kamar tersebut. Mungkin seukuran bocah berusia tiga tahun tapi wajahnya terlihat amat sangat tua. Ia menyeringai mengerikan dan suara yang ia keluarkan nyaris berbisik tapi siapapun tahu ia sedang terkekeh.

Ia menaiki ranjang Shindong sambil mengendap endap, tak ingin Shindong terbangun. Ia terkekeh lagi, mengambil bantal Shindong, membaliknya dan mengembalikannya di tempat semula. Ia kembali terkekeh entah untuk apa. Shindong sedikit terjaga, ia kembali menyamankan posisi kepalanya di bantal. Membuat sosok kecil itu berbisik di telinganya dan—

Menghilang.

.

.

Shindong terbangun dari tidurnya di pagi hari yang cerah. Ia melihat sekelilingnya, ia berada di rumahnya. "Shindong—ah, bangunlah!" itu suara bibinya. Shindong bangkit dari tempat tidurnya. Ia berjalan gontai ke kamar mandi yang kebetulan ada di dalam kamarnya. Ia segera mandi.

Ia memperhatikan dirinya di cermin. Ia sudah dewasa, tubuhnya tidak segemuk dulu. Wajahnya bertambah tampan, sepertinya ia sedikit melakukan operasi plastik. Shindong menatap foto yang terbingkai indah di dinding kamarnya. Ada dirinya, ibu beserta ayahnya. Mereka tampak bahagia. Shindong merindukan mereka.

"Makanlah dulu Shindong—ah" ini suara pamannya ketika Shindong sudah berada di meja makan. Ia menatap seluruh sungguhan di atas meja. "Banyak sekali bibi, semuanya masakan kesukaanku dan ibu. Mana ibu?" tanyanya.

Paman Shindong terlihat kebingungan sementara bibi Shindong sudah memasang wajah sedihnya. "Sepertinya kecelakaan ketika bertemu ayahmu semalam berakibat fatal pada kepalamu Shindong—ah"

"Eh? Apa maksud kalian?"

"Kau tak ingat? Kau mengejar ayahmu yang bersama wanita lain itu untuk kembali kerumah tapi ia tak mau dan mendorongmu hingga kepalamu terhantuk dinding?"

Shindong menggeleng. Pamannya terlihat sangat aneh.

"Ibumu sudah meninggal Shindong karena jantung ketika mendengar ayahmu menceraikannya. Dan hari ini adalah hari peringatan satu tahun kematiannya"

"Ti—tidak mungkin" Shindong terbata. Air mata mengalir begitu saja dari pelupuk matanya. Ia berlari keluar, mencoba mengingat apa yang terjadi. Seolah seperti kaset rusak, ingat ingatan itu kembali. Ketika ibunya mengalami koma di rumah sakit hingga meninggalkan dirinya. Ketika ayahnya berteriak padanya dan mendorongnya hingga ia pingsan.

BRUUKK—

Ia menabrak seseorang. Bibirnya terkatup saat melihat siapa yang ada di hadapannya. Itu Lee Hyukjae. "PENGHIANAT KAU! PENGHIANAT!" teriak Hyukjae kesetanan.

"A—apa yang terjadi?" Shindong merasa sangat asing.

"KANGIN DI AMPUTASI KARENA MENOLONGMU YANG INGIN BUNUH DIRI BODOH!" Shindong terdiam. "Kenapa tak kau saja yang mati?"

Kyuhyun ada di sana, sambil mendorong kursi roda yang ada Kangin diatasnya. "Ini salahmu! Ia tak bisa bermain gulat lagi karenamu. Hidupnya sama saja mati" tuding Kyuhyun. Kangin hanya diam dan ia menatap penuh pengharapan pada Shindong.

"Aku tidak tahu apa apa!"

"Tch! Bagaimana mungkin kau tak tahu apa apa?" Kibum yang kini menyudutkan Shindong. Ia terdiam saat Kibum mengeluarkan senjata api dari dalam saku blazer yang ia gunakan. "Aku akan membunuhmu penghianat!"

"TIDAK!" Shindong menatap punggung itu. Punggung yang kini menjadi lebih lebar dari terakhir kali ia temukan. Donghae ada di sini, merentangkan tangan untuk melindunginya. "Shindong, ini hanya mimpi. Ini hanya mimpi"

"SHINDONG BRENGSEK BANGUNLAH!" ini suara Kangin tapi bukan Kangin yang dihadapannya

"Siram dia dengan air!" Kibum.

"Bagaimana caraku mengambil airnya?" Ini Hyukjae.

"Gunakan ember Lee Hyukjae. EMBER!" Kyuhyun.

"Shindong, bangunlah!" Donghae. Ia menatap punggung Donghae di dahapannya. Seorang wanita cantik berdiri di sisi kiri Donghae, dengan rambut panjang ikalnya. Menatap Shindong dengan tatapan tajamnya namun ia tersenyum meneduhkan khas seorang ibu. "Pegang tanganku!" ujar wanita itu dan Shindong mematuhinya.

BYUUUUUURRR

Dan seketika itu pula ketika seember air mengenai wajah Shindong. Shindong terbangun. Ia melihat sekelilingnya. Masih teman temannya yang berwujud SMP, dan ada Jinki di sana yang terlihat begitu mencemaskannya. "Aku tidak tahu tapi kau sedari tadi mengigau dan menangis. Jadi aku memanggil Kangin yang berada di sebelah kamar kita" jelasnya.

Donghae bisa melihatnya, mahluk kerdil yang mengintip dari balik bantal Shindong. Donghae meringis ngeri melihatnya. Wanita cantik itu muncul lagi. Menarik dengan kuat sosok yang berada di dalam bantal Shindong. Sosok itu terbakar.

Donghae tersenyum, mengucapkan terima kasih secara tersirat pada wanita yang hanya ia yang bisa melihatnya. Wanita itu balas tersenyum kemudian menghilang.

Ghost : Prolog

END