Tangan Kyuhyun bergerak mengusap kedua matanya sembari menguap. Ia baru saja akan melanjutkan istirahatnya—setelah tahu jam yang terletak tak jauh dari tempat tidurnya itu menunjukkan pukul 08.30 pagi. Namun, niatnya lenyap seketika saat sebuah alunan cello menggema di udara.

Kedua mata Kyuhyun terbuka lebar, nyaris tak ada lagi rasa kantuk yang menyerangnya. Kemudian ia pun mengubah posisinya menjadi posisi duduk. Dan setelah yakin kalau apa yang didengarnya bukanlah sebuah mimpi, Kyuhyun pun bergegas keluar dari kamarnya dan berlari menuruni tangga menuju ke ruangan musik keluarga mereka.

Tapi, sayangnya, senyuman yang sempat terukir kecil di wajah Kyuhyun memudar setelah kedua matanya tak menangkap satu sosok pun di ruangan musik keluarganya. Hanya sebuah piringan hitam yang terputar di atas gramophone.

Dengan perasaan kecewa, Kyuhyun pun melangkahkan kakinya ke dapur berniat untuk menyalahkan sang kakak yang telah mengelabuinya pagi-pagi. Ya, Kyuhyun yakin Ahra lah yang telah memutar piringan hitam itu.

"Noona, aku mohon jangan putar piringan hitam—" napas Kyuhyun tercekat seketika, tak dapat melanjutkan kata-katanya saat kedua bola matanya menangkap sosok Sungmin yang kini juga tengah memandangnya dengan tatapan terkejut.

"Hi," Sungmin, di sisi lain, hanya bisa menyapa singkat sebelum akhirnya memalingkan wajahnya kembali dan sibuk dengan roti bakar ditangannya. Kepalanya agak sedikit menunduk.

"Yah, cepat kembali ke kamarmu dan pakai sesuatu untuk menutupi tubuh cekingmu itu, Kyuhyun."

Tatapan Kyuhyun beralih ke sang kakak, kemudian dengan cepat melihat pada kondisinya sendiri. Dan dengan persekian detik, Kyuhyun pun kembali berlari menuju kamarnya. Entah bagaimana ia tak sadar kalau dirinya hanya memakai celana jeans panjang pagi itu.

"Sial," Kyuhyun mengumpat, tapi satu tanggannya justru bergerak menutupi seperempat wajahnya. Ia dapat merasakan wajahnya sedikit menghangat, mengingat tatapannya baru saja bertemu dengan Sungmin dalam kondisi yang tidak tepat.

.

.

.

Alunan Air On The G-String yang terus mengalun dan menggema ke seluruh ruangan menarik Sungmin untuk melangkahkan kakinya ke ruangan musik yang sudah tidak asing lagi baginya. Ia terdiam sejenak sebelum memutar knop pintu di depannya.

Angin yang berhasil masuk melalui jendela dan menerbangkan tirai putih transparant, kini juga ikut menyapa wajah Sungmin setelah dirinya berhasil membuka pintu ruangan musik tersebut.

Sungmin tersenyum tipis dan sekilas memejamkan kedua matanya.

Masih sama, batinnya.

Ruangan musik yang kini disinggahinya masih mempunyai aroma khas yang sama seperti di hari terakhir kali Sungmin datang ke tempat itu. Entah karena keluarga Cho yang memang masih menyukai dan memakai pengharum ruangan yang sama, entah itu karena aroma kayu-kayu mahogani dari beberapa alat musik yang terpampang di lemari atau melapisi dinding yang mengitari ruangan tersebut.

Apapun itu, ada sekelebat perasaan senang tersendiri di dalam benak Sungmin mengetahui bahwa ruangan tersebut tidak berubah sedikitpun.

Kedua kaki Sungmin bergerak mendekati jendela, tak ada niatan sekalipun untuk menghentikan alunan musik yang mengalun lembut dari gramophone yang tak jauh dari tempatnya berdiri kini.

Sungmin membiarkan angin yang menorobos masuk kembali menyapa wajahnya, lagi. Dan disanalah ia bisa mengingat kembali sekelibat memori itu.

Memori yang sampai saat ini tak dapat ia lupakan.

Sungmin tahu tatapan itu, karena hal itu adalah hal yang pertama kali ia dapati saat ia memasuki rumah kediaman Cho untuk yang pertama kalinya.

Di umurnya yang menginjak 9 tahun, Sungmin sama sekali tidak menyukai bagaimana sibuknya kedua orang tuanya yang tak pernah menyempatkan diri untuk menemaninya di rumah sedikitpun. Sungmin merasa bosan karena di usianya yang masih tergolong sangat muda, ia tidak dapat bersenang-senang dan bermain seperti teman-temannya yang lain.

Karena itulah ketika kedua orang tua Ahra datang ke rumahnya dan menawarkan padanya untuk main ke kediaman keluarga mereka, Sungmin pun menganggup mantap. Terlebih ketika ia tahu bahwa mereka ingin sekali mengajarkan Sungmin untuk mengenal cello lebih dalam lagi.

Sungmin juga merasa bersemangat setelah tahu kalau Ahra mempunyai seorang adik laki-laki karena menurutnya, dia pasti akan berteman baik dengan anak itu. Namun, Sungmin merasa kalau hal tersebut hanyalah delusinya semata.

Sebab saat ia pertama kali menginjakkan kakinya di keluarga Cho, tatapan anak itu dan bagaimana anak itu berlari naik ke atas tangga setelah melihatnya, adalah satu-satunya hal paling tak berkesan di dalam hidupnya.

Aku rasa...

...dia tidak menyukai kehadiranku.

.

.

.

Sungmin mengerucutkan bibirnya ketika Ahra meninggalkannya ke dapur. Ia menghembuskan napasnya berulang kali, membuat sebagian rambut yang menutupi dahinya bergerak naik keatas dan turun kembali secara berterus-terusan.

Tangan kecilnya yang sempat memegang cello, kini bergerak meletakkan alat musik itu dan menyandarkannya di kaki sofa.

Angin yang berhembus melalui jendela membuat tirai yang menutupinya terbang dengan lembutnya. Sinar mentari yang terlihat tembus melalui tirai transparant tersebut pun memberi penerangan tersendiri ke dalam ruangan yang ia singgahi.

Karena rasa bosan yang menyerangnya, Sungmin pun memutuskan untuk pergi mendekat ke arah jendela tersebut. Ia hendak menyingkap tirai di hadapannya, namun niatan itu lenyap saat dua bola matanya menangkap seorang anak kecil tengah berbaring di rerumputan—kedua tangannya terangkat bebas ke udara, seperti ingin menggapai awan yang dengan cantiknya menghias langit biru kala itu.

"Kyuhyun!" panggil seseorang dari kejauhan.

Kyuhyun.

Sungmin ikut mengucap nama itu di dalam pikirannya. Kyuhyun...

Sungmin menoleh ke arah datangnya suara yang berhasil membuat anak laki-laki tersebut mengubah posisi berbaringnya menjadi posisi duduk. Sungmin tahu benar siapa orang yang baru saja memanggil anak laki-laki itu karena tak lain tak bukan dia adalah Nyonya Cho sendiri.

Sungmin mendapati anak itu kini tersenyum riang di pelukan sang ibu dan hal tersebut membuat dirinya merasa iri namun bahagia sekaligus melihat pemandangan di depannya.

Namun, ia membeku saat kedua matanya bertemu pandang dengan anak itu dari kejauhan. Dan senyumannya memudar ketika anak laki-laki itu, lagi, mengalihkan pandangannya dengan cepat dan bergegas meninggalkan tempat dimana ia berbaring tadi—dengan menggandeng tangan sang ibu.

Suara derik pintu yang terbuka kala itu membuat lamunan Sungmin terhenti, dan membuatnya menoleh ke arah sumbernya suara tersebut.

Ahra, adalah yang sosok pertama yang tertangkap oleh kedua pupilnya. Anak perempuan itu membawa beberapa snack yang kini tengah memenuhi tangannya.

"Kau tidak apa-apa?"

Sungmin mengangguk, sebelum akhirnya melangkahkan kakinya menuju Ahra untuk membantunya membawakan sebagian snack ringan yang ia pegang.

.

.

.

Tumbuh bersama Ahra bukanlah hal yang buruk bagi Sungmin. Karena meski nyatanya Sungmin jarang menghabiskan waktunya dengan keluarganya sendiri, Sungmin sama sekali tidak merasa kesepian sebab Ahra dan keluarga Cho selalu ada untuknya.

Terkecuali Kyuhyun.

Meskipun Sungmin sama sekali tidak keberatan jika Kyuhyun tidak pernah berbicara dengannya. Namun hal tersebut juga tak luput membuatnya berpikir bahwa kehadirannya tidak diinginkan oleh salah satu keluarga Cho.

Sungmin yang mulai mengerti dan memaklumi hal tersebut pun memutuskan untuk memfokuskan dirinya untuk berlatih cello, lebih dan lebih lagi. Setidaknya, sampai pada suatu hari ia menyadari, kalau ia telah mengacaukan pikirannya sendiri.

Hari itu, di umurnya yang baru menginjak 17 tahun, Sungmin mengerti. Bahwa mengusir Kyuhyun jauh-jauh dari pikirannya adalah hal yang mustahil.

.

.

.

Bunyi pintu yang terbuka agaknya membuat Sungmin tersadar dari lamunannya dan secara otomatis pun membuatnya menoleh ke asalnya suara.

Kyuhyun.

Sungmin mengigit bibir bawahnya dan menunduk, kedua matanya terfokus secara random pada lantai dibawahnya. Sementara jemari-jemarinya agak sedikit mencengkeram kusen jendela di belakang tubuhnya.

Sudah dua minggu sejak pertemuan mereka di taman, tapi Sungmin masih belum bisa mengerti kenapa ia menjadi sangat, sangat canggung terhadap Kyuhyun. Terlebih setelah ia mengetahui bahwa mereka memiliki perasaan yang sama.

"Kau pasti sudah menunggu lama," Kyuhyun menggumam pelan sebelum mendudukkan dirinya di kursi yang berada di depan piano.

Sungmin mengalihkan tatapannya ke arah Kyuhyun dan membuat pandangan mereka bertemu.

Untuk sepersekian detik mereka terdiam tanpa mengucapkan sepatah kata pun, namun pada akhirnya mereka saling mengalihkan pandangan mereka masing-masing.

"Aku..." Kyuhyun kembali membuka suara. "Aku rasa perasaanku tidak akan pernah berubah."

Sungmin merasa wajahnya menghangat atas ucapan Kyuhyun dan jantungnya berdetak jauh lebih cepat.

"Kyuhyun..."

Kyuhyun tersenyum simpul ketika mendengar namanya terucap dari bibir Sungmin.

"Bagaimana pun, aku akan menunggumu sampai kau benar-benar siap," lanjut Kyuhyun seketika.

Sungmin ber-hum dan mengangguk pelan. Kemudian dengan agak ragu, ia pun berkata, "Kyuhyun... aku ingin...lebih mengenalmu lagi."

.

.

.

Satu hal yang diketahui Sungmin adalah hubungan Kyuhyun dan Taemin tidak lain tidak bukan hanyalah sebuah hubungan pertemanan biasa. Tentu saja Sungmin tidak ingin mengakui bahwa ia pernah menduga kalau Kyuhyun mempunyai hubungan special dengan Taemin. Mungkin sampai kapanpun ia tidak akan mengakui hal itu.

Di lain pihak, Taemin, memutuskan untuk melanjutkan keseriusannya terhadap musik klasikal di luar negeri. Hal itu, tidak luput membuat Sungmin terkejut saat Taemin menginginkan kehadirannya dan Kyuhyun di bandara untuk mengucapkan selamat tinggal.

Menurut Kyuhyun, Taemin lah yang selalu berada di sisinya dan membantunya untuk mendalami piano. Sungmin tidak akan heran jika Kyuhyun sangat handal memainkan piano dalam waktu lima tahun, karena hal tersebut merupakan turunan dari ibunya sendiri.

Dan Sungmin juga masih bisa mengingat dengan jelas bagaimana raut wajah Kyuhyun ketika Sungmin memberitahukan kalau ia menghabiskan lima tahunnya di Maribor, Slovenia.

Selain menjelaskan alasan kenapa ia memilih untuk pergi jauh dan menghindar dari perasaannya, Sungmin juga menceritakan bagaimana kecintaannya terhadap kota tersebut. Dan bagaimana ia bertemu dengan duo cellist terkenal bernama Luka Sulic dan Stjepan Hauser disana karena keberuntungannya.

Namun dari semua itu, Sungmin meminta maaf kepada Kyuhyun karena ia tidak pernah menyangka jika kepergiannya memberi pengaruh besar terhadap pemuda tersebut. Kemudian Kyuhyun, di sisi lain, hanya akan tersenyum dan menjawab, "Mungkin lain kali kau harus mengajakku ke Maribor."

.

.

.

"Kyuhyun."

Pemuda yang kini berdiri berjarak tidak kurang dari 3 meter di hadapan Kyuhyun tersenyum saat Kyuhyun mengalihkan pandangannya dan membuat tatapan mereka saling bertemu.

Kyuhyun tidak bisa membohongi dirinya jika sosok Sungmin yang tengah memakai tuxedo masih membuatnya takjub. Tapi, tentu saja, hal tersebut menjadi rahasia tersendiri untuknya.

Tubuh Kyuhyun yang tadi sempat berdiri dan bersandar pada pintu mobilnya kini ia tegakkan. Kemudian ia pun bergerak membuka pintu mobilnya sendiri setelah memastikan Sungmin telah memakai sabuk pengamannya.

Kyuhyun membiarkan Sungmin terfokus dengan sheet-sheet musik yang kini berada di tangannya. Sementara dirinya mulai menjalankan mobilnya menuju ke tempat dimana pernikahan Ahra akan di langsungkan.

Sudah enam bulan terlewati dan Kyuhyun tidak pernah menyangka bahwa dirinya dapat mempunyai kesempatan untuk mengenal Sungmin lebih jauh dari sebelumnya. Mungkin perasaan seperti rasa canggung dan detak jantungnya masih belum sepenuhnya ia kendalikan. Namun, ia pun yakin bahwa Sungmin sendiri tengah berusaha untuk tidak menghindar dari perasaanya lagi. Ah, mungkin Kyuhyun lah yang berharap kalau Sungmin tidak lagi menghindari perasaannya sendiri.

"Berhenti melihatku seperti itu," Sungmin membuka suara dan meletakkan sheet-sheet musik di atas pahanya.

Kyuhyun berdehem pelan sebelum membenarkan posisi duduknya, kedua matanya kembali terfokus pada jalanan di depannya. "Kau hanya...terlihat sangat fokus pada sheet musik di tanganmu itu," Kyuhyun mengelak, "Apa kau takut kalau kau akan mengacaukan permainanmu?" lanjutnya.

Sungmin tertawa pelan lalu menggeleng. Setelah itu, ia pun menoleh ke arah luar jendela dan membalas, "Aku rasa aku lebih kearah gugup karena pada akhirnya kita akan berduet bersama lagi."

Kyuhyun berdecak mengetahui wajahnya sendiri menghangat setelah mendengar hal kecil seperti itu. Ia pun membelokkan mobilnya setelah memastikan bahwa tikungan yang berada di depannya adalah tikungan yang benar.

"Selain itu, aku tidak menyangka kalau kita akan bermain di pernikahan Ahra. Dia sama sekali tidak pernah memberitahuku kalau dia punya seseorang yang special."

Kyuhyun menahan diri untuk tidak tersenyum melihat bibir Sungmin yang sedikit mengerucut ketika pemuda itu tengah menggerutu.

"Tidak juga kepadaku," Kyuhyun merespon yang spontanitas membuat Sungmin menatap lebar tak percaya kearahnya. "Tapi, aku pernah melihat pemuda itu berkunjung ke rumah satu atau dua kali."

"Bagaimana mungkin kau juga tidak tahu... dia itu kan kakakmu."

Kyuhyun tersenyum simpul, "Tidak ada yang tidak mungkin di dunia ini. Aku bahkan masih menyukaimu sampai sekarang."

Sungmin terdiam kaget. Ia sama sekali tidak menyangka bahwa dirinya akan mendapat respon seperti itu dari pemuda di sampingnya.

"Umh..." kedua pandangan Sungmin pada akhirnya terfokus pada pemandangan di luar jendela, memilih untuk diam dan meredakan perasaan hangat yang seketika menjalar di bagian wajahnya.

Sungmin bisa mendengar Kyuhyun yang berdecak kecil sebelum diikuti oleh tawa pelannya— cukup untuk terdengar oleh Sungmin.

Sementara itu Sungmin, lagi, hanya terdiam. Namun sebuah senyuman tipis yang terukir di bibirnya kini cukup untuk menggambarkan perasaan Sungmin yang sesungguhnya.

Musim semi tidak pernah seindah itu sebelumnya.

.

.

.

Yep, Sungmin mengiyakan dalam hati. Dengan jemarinya yang gemulai memainkan cello di tangannya, dan Kyuhyun yang mengiri permainannya, serta bunga-bunga cherry yang dengan senangnya berjatuhan dan juga terbawa angin di sekitar mereka, Sungmin merasa kalau musim semi tahun ini akan mejadi musim terfavoritnya.

Tawa dan canda.

Perasaan haru dan bahagia.

Ahra yang tersenyum riang serta di dampingi oleh seseorang yang special baginya. Memberi perasaan bangga tersendiri bagi Sungmin karena ia bisa melihat langsung pernikahan sang sahabat tersebut.

Sungmin memejamkan kedua matanya, terlarut dalam tiap dentingan piano yang di mainkan oleh Kyuhyun. Yang juga dengan lembutnya membawa ia kembali terfokus pada lagu yang tengah mereka mainkan.

Bloom. Kyuhyun yang memberikan judul lagu mereka.

Tentu Sungmin tidak menduga kalau judul itu akan terasa pas pada lagu yang kini tengah mereka mainkan.

Bloom.

Di musim semi ini.

Di acara sakral yang akan membekas di ingatan mereka.

Kyuhyun dan Sungmin berharap kalau kebahagian Ahra tidak akan pernah pudar. Dan perasaan cinta yang dimiliki oleh sepasang pengantin itu akan terus berkembang seiring berjalannya waktu.

.

.

.

Seusai permainan mereka, Kyuhyun memutuskan untuk mengambil minuman untuknya dan Sungmin. Ia juga meminta Sungmin untuk menunggu sejenak. Yang mana hanya di balas dengan tawa kecil dari pemuda tersebut.

"Kau pikir aku akan pergi lagi?" canda Sungmin.

"Kali ini aku akan pergi kemana pun kau pergi," Kyuhyun menyengir sembari berjalan mundur dan nyaris menabrak seseorang kalau saja ia tidak segera menoleh ke belakang.

Sungmin berusaha untuk menyembunyikan tawanya di balik tangan melihat tingkah Kyuhyun yang kini tengah sibuk menunduk dan meminta maaf pada seseorang di hadapannya.

Kyuhyun yang nampak menyadari hal itu pun kembali menoleh ke arah Sungmin. Ia tersenyum pada Sungmin sebelum akhirnya sedikit mengigit bibir bawahnya dan menggaruk kepala belakangnya yang tidak gatal itu.

Dan Sungmin tidak bisa memungkiri kalau ya...dia menyukai pemuda itu. Sangat menyukainya.

.

.

.

Sungmin menggelengkan kepalanya, menolak ajakan Ahra untuk berdansa. Satu tangannya yang kini tengah di genggam gadis itu berusaha ia tarik kembali. Di sisi lain, sang pengantin pria nampak tertawa kearahnya dan memberi sang istri dukungan untuk menarik Sungmin ke lantai dansa.

Waktu telah menunjukkan pukul 8 malam, namun musik masih belum berhenti dan menunjukkan kalau pesta semakin memanas kala itu.

Sungmin bisa melihat Mr. Cho yang kini juga tengah bergabungan dengan sekumpulan orang yang tengah bermain limbo. Diiringi dengan lagu yang kini berkumandang di telinga mereka.

I feel the magic in the air tonight

Sungmin yang tadinya mencoba untuk menebak lagu yang kini tengah di mainkan tidak sadar bahwa Ahra telah berhasil menariknya ke lantai dansa.

We're shining brighter than a neon sky

Menyatu dengan beberapa orang dari keluarga Cho dan keluarga sang mempelai pria yang tengah berdansa. Dan juga Kyuhyun.

I'm begging baby yeah you know it's time

Kyuhyun.

Kyuhyun yang entah kenapa kini berada di hadapannya.

Come on and tell me you love me.

Tell me you love me.

"Huh?" Sungmin yang dengan sayup-sayup mendengar lirik lagu yang tengah dimainkan itu tanpa sadar membuka suara.

I never met a boy like you

"Huh?" Kyuhyun membalas. Kemudian ia menyengir sebelum akhirnya menarik tangan Sungmin untuk mendekat ke arahnya dan mengajaknya berdansa.

I'm holding on to everything you do

I want to know it do you feel it too

"Wow, Kyuhyun," Sungmin tertawa pelan, namun teredam oleh kencangnya suara musik yang tengah di mainkan malam itu.

Sungmin menggerakkan tubuhnya sesuai irama musik, tidak peduli meski nyatanya ia tak pandai berdansa sekali pun.

Come on and tell me you love me.

Tell me you love me.

.

.

Like every night

Ia bisa melihat Ahra yang tersenyum riang ke arahnya. Gadis itu pun nampak tengah mengikuti irama beat musik malam itu, di dampingi dengan suaminya yang juga melakukan hal yang sama sepertinya.

You got me in a trance

I lost all my defense

Setelah Sungmin membalas tersenyum pada sang sahabat. Ia pun kembali mengalihkan pandangannya pada Kyuhyun.

It only takes a glance

Oh baby

"Be... ne."

Masih menggerakkan tubuhnya, Sungmin menatap bingung Kyuhyun, tidak menangkap ucapan Kyuhyun yang baru saja di lontarkan karena teredam oleh kencangnya suara musik.

You know we're more than chance

A sweet and love romance

The stars align and dance

"—lee S—min" ucap Kyuhyun sekali lagi.

"Huh?" Sungmin balik bertanya karena ia jelas-jelas tidak mendengar apa yang telah di ucapkan Kyuhyun.

I feel the magic in the air tonight

We're shining brighter than a neon sky

Ia bisa melihat Kyuhyun yang nampak berdecak. Dan yang membuat Sungmin terkejut setelah itu adalah lengan Kyuhyun yang seketika menarik pinggangnya untuk mendekat—menghapus jarak di antara mereka.

I'm begging baby yeah you know it's time

"Be mine, Lee Sungmin." ucap Kyuhyun di telinga Sungmin.

Come on and tell me you love me.

Sungmin masih memproses kata-kata Kyuhyun bahkan ketika Kyuhyun menjauhkan dirinya kembali.

Tell me you love me.

"I love you."

Sungmin bisa membaca gerakan bibir Kyuhyun yang di sertai dengan cengiran khasnya setelah itu. Dan Sungmin tidak peduli lagi, bahkan jika ia harus membuang jauh-jauh image-nya di depan keluarga Kyuhyun.

Suara sorakan gembira dan tepuk tangan terdengar seketika. Bahkan beberapa di antaranya terdapat siulan yang nyaring berbunyi—kontras dengan suara musik kala itu.

Kedua lengan Sungmin melingkar di leher Kyuhyun.

Sementara kedua lengan Kyuhyun berada di pinggang Sungmin.

Tidak ada jarak seinci pun di antara bibir mereka.

Dan, deguban jantung mereka... terasa menyatu pada satu sama lain malam itu.

.

.

.

.

Kyuhyun melihat anak laki-laki itu, berdiri di balik jendela ruang musik keluarga mereka. Ya, meskipun nyatanya sosok anak laki-laki itu kini tertutupi tirai transparan dari jendela ruang musik mereka, namun Kyuhyun sangat yakin bahwa kedua mata mereka saling bertemu kala itu.

Dengan perasaan gugup, Kyuhyun memutuskan untuk mengalihkan pandangannya kembali. Tanpa mengetahui sama sekali alasan kenapa ia melakukan hal tersebut, Kyuhyun pun melangkahkan kakinya—berusaha menyamai langkah sang ibu.

Dan dengan tangan kecilnya yang tanpa sadar mengeratkan genggamannya pada sang ibu, Cho Kyuhyun menerka-nerka kenapa anak laki-laki itu berhenti memainkan cellonya.

Aku ingin mendengarnya lagi.

.

.

.

Maribor, Slovenia.

"Tidak. Hapus yang itu."

"Aku tidak mau."

"Kyuhyuuun!"

Pemuda bernama Kyuhyun itu dengan cepat memberi kecupan pada bibir pemuda di depannya yang sempat mengerucut. Kemudian ia menjauhkan dirinya dari pemuda yang nyatanya lebih pendek darinya itu—berusaha menyelamatkan photo yang baru saja ia ambil secara diam-diam.

"Sudah 'ku bilang kau tidak perlu khawatir, Sungmin," Kyuhyun berseru dari kejauhan. "Aku akan tetap mencintaimu apa adanya."

Angin yang berhembus tiba-tiba saja, ikut menerbangkan syal yang dipakai Kyuhyun dan membuat benda lembut itu mencium mukanya.

Sungmin terkekeh melihat kekasihnya dengan susah payah membetulkan syalnya itu kini. Setelah merasa sedikit iritasi karena Kyuhyun tidak berhasil mengatasi syal tersebut, Sungmin pun melangkahkan kakinya mendekat ke arah pemuda yang sudah dua tahun ini menjadi kekasihnya dan membantu membenarkan posisi syal tersebut.

"Apa jadinya Cho Kyuhyun tanpaku, hm?"

Kyuhyun hanya terkekeh mendengarnya. Satu tangannya masih ia angkat ke udara, tidak ingin Sungmin merampas kamera yang tengah ia pegang dan menghapus hasil jepretannya.

"Ya," Sungmin mengerucutkan bibir bawahnya dan meninju pelan dada Kyuhyun. "Hentikan itu. Aku tidak akan menghapusnya. Asal kau berjanji kalau kau tidak akan menyebarkan photo itu."

"Hmm," Kyuhyun menggumam, "Aku tidak pernah berpikir sedikitpun untuk menyebar atau menunjukkan pada orang-orang sesuatu yang hanya akan menjadi milikku—" Kyuhyun mendekat ke telinga Sungmin, "—selamanya."

Sungmin tertawa pelan, "Sejak kapan kau mulai pandai berbicara seperti ini, heh?"

Kyuhyun tersenyum membalas, sebelum mengalungkan kedua lengannya disekitar leher Sungmin, "Entahlah, aku rasa kau yang menghipnotisku sampai aku seperti ini."

Sungmin mengerenyitkan dahinya dan berdecak.

"Hey," Kyuhyun yang melihatnya pun segera mencolek ujung hidung Sungmin, "Aku serius."

"Hm?"

"Terkadang aku berpikir kenapa aku bisa sampai seperti ini. Dan aku merasa heran. Aku bahkan tidak bisa menghapus perasaanku padamu. Aku tidak bisa melihat orang lain seperti aku melihatmu. Aku tidak bisa membencimu meskipun hal itu yang seharusnya aku lakukan dulu. Aku tidak bisa berhenti. Tidak pernah bisa berhenti memikirkan seseorang yang bernama Lee Sungmin. Bahkan hingga bertahun-tahun. Dan aku sadar—"

"Kalau aku menghipnotismu?" Sungmin memotong, mengerucut sekaligus. Membuat Kyuhyun tertawa dan memeluknya erat.

"Mh-mm," Kyuhyun menggeleng pelan, "Aku sadar kalau perasaanku padamu tidak pernah mengenal waktu," lanjutnya. "Karena waktu terus berjalan dan tidak pernah berhenti. Begitu pun dengan perasaanku padamu."

Sungmin hanya terdiam dan membalas pelukan Kyuhyun dengan erat. Sebuah senyuman terukir di bibir Sungmin, meski nyatanya tertutupi oleh mantel Kyuhyun karena Sungmin menyembunyikan setengah wajahnya di pelukan Kyuhyun saat itu, tapi Sungmin yakin Kyuhyun tahu kalau ia pun merasakan hal yang sama sepertinya.

Merasa kedinginan, kedua tangan Sungmin melesak masuk ke dalam saku mantel Kyuhyun. Namun ia mengerenyit seketika saat jemarinya menyentuh sesuatu di dalam salah satu saku mantel tersebut.

Dengan rasa penasarannya, ia pun mengeluarkan benda tersebut, "Um, Kyuhyun?"

"Yah," Kyuhyun melepaskan pelukannya, sadar dengan apa yang dilakukan Sungmin. Wajah Kyuhyun sedikit merona mendapati sebuah kotak kecil yang kini berada di tangan Sungmin. "Aish, Aku— Yah— Sungmin, harusnya kau menungguku yang mengeluarkan benda itu."

Sungmin tertawa melihat tingkah Kyuhyun. "Uh, okay," Sungmin pun mengembalikkan benda tersebut ke dalam saku mantel Kyuhyun. "There you are."

Kyuhyun berdecak, ia mengalungkan kamera yang sejak tadi ia pegang ke lehernya. Kemudian kembali mengeluarkan benda tadi dari dalam saku mantelnya.

Kyuhyun mengamit satu tangan Sungmin dan membuka kotak kecil yang kini berada di genggamannya.

Sebuah cincin perak bertengger manis di dalamnya.

Kyuhyun baru saja akan mengucapkan kata magic-nya, namun sayang Sungmin mendahuluinya dengan berkata, "Will you marry me?"

Kyuhyun tentu ingin marah kalau saja bukan karena sosok pemuda dicintainya tersebut, yang kini tersenyum bahagia di hadapannya.

"Will you marry me?" Kyuhyun mengulang ucapan Sungmin. Sebelum akhirnya mendekatkan wajahnya pada pemuda itu. Bibir mereka saling bersentuhan untuk sepersekian detik.

"I will," balas Sungmin sebelum menautkan bibir mereka dalam ciuman yang lembut.

"I will," ulang Kyuhyun pelan seusai melepaskan ciuman mereka. Lalu ia pun mengangkat tangan Sungmin yang mana kini terlingkar sebuah cincin di jari manisnya.

Dahi mereka saling bersentuhan dan aroma mint segar tercium dari keduanya ketika nafas mereka saling beradu.

Mereka pun tertawa pelan satu sama lain.

Mungkin sudah saatnya mereka membuat lagu untuk acara pernikahan mereka nanti?

Yep. Itu pasti.

.

.

.

T H E END

.

.

.

Thanks To

Air On The G-String by Bach.

Zankyou no Terror OST - Is by POP ETC

Bloom (Piano and Strings Version) by Hiroyuki Sawano

Ellie Goulding - Love Me Like You Do Cover (Cello/Piano) by Brooklyn Duo

Love Me by Charity Vance

Picture Perfect Accoustic by Charity Vance

Madilyn & James's Wedding - August 22 2014 - Madilyn Bailey

.

.

.

a/n : first of all. maaf kalau ada typo! akhirnya bisa selesai juga fic ini kyaaaahah maaf ya kalau gak sesuai sama harapan. by the way (ini telat) cello itu alat musik gesek. bentuknya hampir mirip kayak biola cuma ini lebih besar dan biasanya di mainin sambil duduk (berdiri juga sih kadang tapi pasti capek hahaha). gramophone itu alat buat nyetel piringan hitam, kebayang kan ya? dan yang ngebayangin scene mereka dansa pake lagu slow itu salah hahaha lagunya justru agak ngebeat. judulnya Love Me by Charity Vance. dan pernikahannya Ahra emang garden party (woohoo) terinspirasi dari wedding videonya Madilyn sama James di youtube. Dan rata-rata lagu atau musik yang di chap ini itu favorite saaayaaah hahah /slap/ terutama Picture Perfect! saya nulis adegan di Maribor pake lagu itu hihi. emang gak sesuai sama liriknya cuma hawanya gimana gitu. adem jahahaha okay seeee yaaaaaaaaa