Pair: SasuNaru

rate : T

genre : angst and romance

cerita ini aku persembahkan sebagai ucapan permintaan maaf karna keterlambatan dalam mempublikasikan HURT yang sampai saat ini masih dalam proses pengetikan dan perampungan ide-ide untuk jalan ceritanya. kalau cerita ini tidak sesuai dengan genre yang tertera, aku minta maaf ya hehehehe ...


part 1 of 2

Meski ku menangis dan terus memohon kepada tuhan

Kau dan aku tak akan mungkin bersatu

Padahal hari ini sudah memasuki musim panas, tapi udara dingin masih kental terasa meski musim dingin itu telah berakhir. Bahkan pohon-pohon dijalan masih tampak sama, berdiri kokoh tanpa sehelai daunpun yang tersemat pada ranting-ranting kayunya. Mungkin satu atau dua hari kedepan hawa dingin itu baru akan benar-benar berakhir.

Dalam sebuah mobil sport yang sedang melaju dengan kecepatan tinggi, tampak seorang pemuda manis yang memiliki rambut secerah matahari sedang tertidur di kursi depan penumpang. Sementara itu, mata rubby sang kakak sesekali memperhatikannya dari kursi pengemudi.

"aniki, jangan melihat ku terus. Berkonsentrasilah pada jalan yang ada di depanmu" ucap anak laki-laki berambut pirang itu dengan mata yang masih terpejam

"kau terlihat lelah, hari ini tidak usah sekolah saja ya?" bujuk kyuubi, sang kakak agar adiknya itu berubah pikiran dan mau menuruti apa kata-katanya

Perlahan, kedua sapphire itu mulai terbuka. Ditatapnya wajah tegas kyuubi yang masih terfokus pada jalan raya di depannya. ada perasaan bersalah yang ia rasakan tiap kali melihat ke khawatiran di wajah orang-orang yang ia sayangi, apalagi semua itu terjadi karna dirinya.

Laki-laki bernama kyubi itu memelankan laju mobilnya saat memasuki kawasan sekolah adiknya "naruto, kau masih bisa kalau ingin berubah pikiran. Aniki akan mengantarmu kembali ke-"

"aniki kumohon jangan perlakukan aku seperti orang sakit. aku sehat. Aku tidak sakit"

Seketika Kyuubi menghentikan mobilnya. kedua tangannya terkepal kuat pada stir mobil. Berusaha menekan kemarahannya yang hampir meledak. ia tak ingin lepas kendali dan akhirnya malah menyakiti naruto.

Kesunyian menyelimuti keduanya. Tak ada satupun yang bersuara. Mereka tenggelam dalam pemikiran masing-masing.

"bisakah kalian kembali bersikap seperti semula" ucap naruto memecahkan kesunyian yang tercipta diantara mereka "anggap saja kemarin dokter tak pernah mengatakan hal apapun"

"naru-"

"aku hanya ingin kehidupan normalku kembali aniki. Apa permintaan ku berlebihan? Apa aku salah? Apa seorang penderita-"

Kyuubi langsung memeluk adiknya itu. dia tahu apa yang ingin naruto katakan dan dia tidak ingin adiknyanya itu mengungkit kembali tentang penyakit itu "sudah, cukup naruto. aniki minta maaf"

sekarang ia benar-benar malu dihadapan adiknya itu. bagaimana mungkin ia bisa selemah ini ini. naruto membutuhkan dukungannya saat ini, bukan malah membuat anak laki-laki berumur 16 tahun itu semakin terpuruk memikirkan penyakitnya. Dia harus kuat. Begitupun dengan kedua orang tuanya. Karna hanya dengan begitulah naruto kecil mereka akan tetap bertahan

"pergilah, bukankah bel masuk sudah berbunyi" kyuubi mengurai pelukannya. Sedetik kemudian sebuah senyuman menghiasi wajah tampan pemilik mata rubby tersebut saat melihat cengiran khas milik naruto.

.

.

.

.

Dalam sebuah mobil mewah keluaran perusahaan ternama, tampak dua orang pemuda sedang mengalami persitegangan yang cukup rumit. Sang supir yang berada di kursi pengemudi hanya bisa terdiam menyaksikan perselisihan pendapat diantara kedua anak majikannya itu.

"apa kau bercanda!? aku tidak mau masuk sekolah umum" seorang pemuda berambut raven dengan gaya rambut yang melawan gaya gravitasi bumi, menentang habis-habisan keinginan kakak laki-lakinya

"berhenti bersikap kekanak-kanakan sasuke. kaulah yang membuat dirimu sendiri terjebak dalam masalah bukan!? Kau harus bisa menjaga sikap kali ini. rubah citra buruk mu di depan pers. Manfaatkan kesempatan kali ini sebaik-baiknya"

"tapi bukan begini caranya aniki. Apa kau lupa siapa aku? Aku uchiha sasuke, artis terkenal di jepang. jadi mana mungkin-"

"tapi sekarang kau hanyalah anak nakal dimata pers. Dan ingat perkataan ayah semalam. Kalau kau terus berbuat sesukamu dan semakin mempermalukan nama keluarga, ayah akan benar-benar menghentikan dunia keartisan mu. Kau tahukan ayah selalu serius dengan perkataannya"

Sasuke memutar matanya kesal. Itachi selalu saja menggunakan ayah mereka untuk mengancamnya "aku akan membalas semua ini" dengan kasar sasuke meraih tas ranselnya lalu segera turun dari mobil

"oh ya aku lupa mengatakan satu hal padamu. Semua kegiatan keartisanmu ditiadakan sampai kau lulus dari sekolah ini" kata itachi dari dalam mobil

"apa!" sebelum sasuke sempat melayangkan protesnya, mobil keluarganya itu telah terlebih dahulu pergi

"dasar iblis!" umpatnya untuk sang kakak. Dengan membawa semua kekesalannya, pemuda bernama sasuke itu berjalan memasuki sekolah yang terlihat sepi karna memang jam pelajaran pertama sudah berjalan sekitar tiga puluh menit yang lalu

.

.

.

.

Semua mata terkesima menatap sosoknya. Memukau dengan segala pesona yang dimilikinya. Kulit seputih salju dengan wajah yang memancarkan keangkuhan yang sempurna. Dan hampir seluruh penghuni kelas itu, bahkan mungkin seluruh penghuni sekolah itu mengenali sosoknya.

"uchiha sasuke" hanya dua kata itu yang menjadi awal perkenalan singkatnya.

Menyadari bahwa siswa barunya itu tak akan lagi melanjutkan sesi perkenalan dirinya, akhirnya kakashi selaku wali kelas mempersilahkan sasuke untuk memilik tempat duduknya pada beberapa bangku yang memang terlihat kosong

"nah sasuke-kun, kau boleh pilih tempat duduk yang kau mau"

Sasuke mengangguk hormat, lalu memandang berkeliling. Jujur ia sudah jengah melihat wajah-wajah over acting yang ditunjukkan para gadis yang ada di kelas itu. sedangkan siswa laki-laki malah memberikannya tatapan penuh kebencian. Bukan salahnya bukan jika terlahir dengan fisik sempurna. dia baru dikelas ini, mereka belum saling mengenal, tapi dia sudah mempunya musuh.

Dan akhirnya pilihan itu jatuh pada seraut wajah tak acuh milik seorang pemuda manis berambut pirang yang sedang asik berbisik-bisik dengan teman yang duduk didepannya. Sasuke menatap naruto, sang pemilik wajah yang sedang mengangguk-angguk sambil tertawa ke arah chouji, cowok gendut yang duduk di depannya. dihampirinya meja cowok pirang itu, lalu duduk pada bangku kosong yang ada disebelahnya.

"ehhh...bangku itu..." naruto bingung harus berkata apa pada sosok yang tiba-tiba duduk disampingnya itu

"apa ada masalah? Bukankah bangku ini kosong?"

"tidak, temanku yang duduk disana sedang sakit hari ini. jadi bisakah kau cari bangku yang lain"

"maaf sensei, apa aku boleh duduk disini?!" Kakashi yang ditanyai hanya tersenyum, lalu mengangguk sebagai jawaban persetujuan atas pertanyaan murid barunya itu

"see? Kau lihat sendirikan tanggapan sensei tadi. Kalau temanmu itu tetap ingin duduk disini silahkan. Kita bisa duduk bertiga"

Naruto tercengang mendengar kalimat terakhir yang sasuke ucapkan. Duduk bertiga? Yang benar saja. dasar cowok sinting. Mulai detik ini naruto tidak akan mau bersikap ramah, apalagi sampai menganggap orang disampingnya ini sebagai seorang teman. Tidak akan pernah.

.

.

.

.

"kau sih chouji, kalau bukan karna kau mengajakku mengobrol tadi, pasti aku bisa ngelindungin bangku kiba dari cowok sinting itu. sekarang kiba jadi marahkan karna bangkunya diambil" protes naruto mencoba menumpahkan semua kekesalannya pada cowok berbadan besar itu. pasalnya tadi dia kena semprot habis-habisan sama kiba saat menelfon temannya itu dan memberi kabar masalah tempat duduknya.

"kau juga shika, kenapa diam saja. kau kan pacarnya kiba"

"kenapa aku juga kena sih" jawab shikamaru malas

"bagaimana kalau kita bicara baik-baik sama sasuke. siapa tahu kali ini dia bisa mengerti dan segera pindah. Mumpung masih jam istirahat. Terakhir kali kulihat tadi, dia masih dikelas" usul chouji. Hanya itu ide yang ada diotaknya saat ini untuk menenangkan naruto yang sedari tadi krasak-krusuk ngak jelas

Naruto diam sejenak, mencoba memikirkan usulan temannya itu "kau yakin cara ini akan berhasil?" Tanyanya ragu, sedikit tidak yakin kalau berdiskusi adalah cara yang tepat untuk menghadapi sasuke

"memang kau ada ide lain hah?"

"ngak ada"

"dasar baka-naru"

"dari pada kau gen...mmmppphhh" dengan sigap shikamaru langsung membekap mulut naruto

"kau ingin kita berdua mati hah!?" bisik shikmaru tajam. naruto hanya menggeleng dengan mulut yang masih dibekap tangan shikamaru " kau boleh emosi, tapi jalan kan juga akal sehatmu naruto" naruto hanya mengangguk, lalu shikamaru melepas bekapannya.

"yasudah, cepat kekelas dan segera bicara dengan uchiha itu" shikamaru berjalan terlebih dahulu meninggalkan kedua temannya

.

.

.

.

Naruto menemukannya, cowok angkuh itu, cowok revan yang beberapa jam lalu telah menjadi teman sebangkunya itu sedang asik membaca sebuah buku tebal yang ia yakin adalah sebuah buku dengan bahasa inggris, ia yakin karna judul buku itu saja dalam ejaan huruf bahasa inggris.

Awalnya dia pikir berbicara dengan sasuke dikelas akan cukup sulit. mengingat kalau sosok itu adalah seorang artis terkenal, dan pasti saat ini sasuke sedang dikelilingi oleh fans-fansnya. Tapi ternyata dugaannya salah. Kelas itu sepi, terlalu sepi malah. Tidak ada seorangpun di kelas kecuali cowok raven itu. bahkan lee yang selama ini ia kenal sebagai kutu buku dan selalu menghabiskan waktu istirahatnya dengan belajar dikelas, juga tak terlihat batang idungnya. Apa mungkin sasuke telah melakukan sesuatu yang mengerikan? Tapi masa bodohlah, bukan urusannya juga. Yang jelas kedatangannya bersama kedua temannya saat ini ingin berbicara dengan cowok bermata onyx itu.

"sasuke" sapa naruto dengan suara yang lebih tepat dibilang bentakan dari pada negur "kau harus pindah. Duduk dimana saja yang kau mau, tapi jangan disitu"

Chouji menepuk jidatnya sendiri. benar-benar merasa malu mempunyai teman seperti naruto. sudah ia bilang agar bicara baik-baik. Bukan malah membentak dan nyolot seperti itu. yang ada bukannya nyelesain masalah, tapi malah memperkeruh suasana.

"naruto, bicaranya jangan seperti orang ngajak ribut gitu dong" bisik chouji yang berdiri tepat dibelakang cowok pirang itu

"terus bagaimana? Makanya kau saja yang bicara" balas naruto ikut berbisik. Lalu didorongnya tubuh chouji kedepan "cepat bicara sana"

"kok aku sih. Yang punya masalah kan kau, bukan aku" chouji kembali menarik naruto untuk berdiri dibarisan paling depan

Sasuke hanya menatap geli dengan adengan saling mendorong antara naruto dan chouji "kau masih mempermasalahkan bangku ini? sudah kubilangkan kalau aku tidak keberatan kita duduk bertiga"

"jangan bercanda sasuke. kau pikir sensei akan mengizinkan"

Sasuke bangkit dari tempat duduknya lalu mendekati naruto "sekarang gini aja, kita tunggu sampai temanmu itu masuk. Jika dia memang keberatan aku duduk dibangkunya, aku akan pindah"

Naruto diam. tak ada lagi yang ingin ia ucapkan. Dia benar-benar merasa bahagia saat ini. membayangkan sebentar lagi cowok angkuh itu akan minggat dari tempat duduk disamping adalah sebuah anugrah terindah untuknya. tentu kiba akan mati-matian mempertahankan bangku itu bukan? Buktinya saja saat ditelepon tadi temannya itu marah besar saat dikasih tahu kalau tempat duduknya ditempati murid baru itu.

Dan dua hari kemudian setelah kiba masuk, prediksinya meleset total. Bayangan kiba yanga mati-matian mempertahankan tempat duduk yang selama ini menjadi miliknya malah berbanding terbalik. Yang ada cowok pecinta anjing itu dengan senang hati menyerahkan bangkunya kepada sasuke dengan pipi yang merona merah. Alhasil, sekarang sasuke telah resmi menjadi teman sebangkunya saat itu juga.

"naruto, dengarkan aku dulu. Naruto" kiba terus mengejar naruto yang marah padanya. Tak dipedulikannya tatapan siswa-siswa lain yang mendeliknya dengan tatapan tajam di sepanjang koridor karna merasa terganggu dengan lengkingan suara cemprengnya.

"apa lagi hah! Kau penghianat" naruto benar-benar marah saat ini. diacungkannya jari telunjuk tepat didepan wajah kiba

"harus bagaimana lagi caranya aku minta maaf padamu naru. Aku tidak tahu kalau murid baru yang kau maksud adalah uchiha sasuke. aku benar-benar menyesal"

"kalau kau menyesal, kembali kebangku mu semula"

"tapi mana mungkin"

"apanya yang ngak mungkin. Bilang saja kau senangkan duduk bersama shika sekarang"

"bukan gitu. Kau dibanding shika tentu aku akan memilih mu. Kau sahabatku. Aku lebih dulu mengenal kau dari pada shikamaru"

"tapi kenyataannya sekarang kau malah memilih shika, kiba. Buka aku, sahabatmu"

Kiba menggaruk kepalanya yang sama sekali tidak terasa gatal. Jujur ia bingung bagaimana menjelaskan alasan yang sebenarnya pada naruto "a—ku menyukai sasuke" aku-nya cepat dan kontan pengakuan itu membuat naruto melotot sangking kagetnya

"kau kan sudah punya shika. kau-"

"bukan suka yang seperti itu" potong kiba cepat, tak ingin naruto salah paham dengan maksud ucapannya

"perasaan suka ku pada shika karna aku mencintainya. Beda dengan rasa suka ku terhadap sasuke. aku suka setiap peran yang ia mainkan. actingnya benar-benar membuat ku mengangumi sosoknya"

"jangan bilang kau salah satu fansnya?" pertanyaan naruto hanya dibalas sebuah anggukan kepala disertai senyum lima jari milik sahabatnya itu. naruto hanya bisa menghela nafas, dengan berat hati ia mencoba menghargai keputusan kiba

.

.

.

.

Saat kyuubi baru pulang kuliah, tanpa sengaja ia mendengar pembicaraan kedua orang tuanya di ruang keluarga. Emosinya langsung tersulut saat mendengar keputusan akhir dari pembicaraan antara orang dewasa tersebut.

"aku tidak setuju dengan keputusan kalian" kyuubi mendekat, lalu ikut bergabung dalam pembicaraan serius itu

Kushina menghela nafas berat, sudah ia duga bahwa putra sulungnya itu akan menentang keputusannya. Karna itulah ia tidak menyertai kyuubi dalam diskusi keluarga itu.

"keputusan kaa-san tidak akan berubah kyu. Kami akan tetap membawa naruto ke amerika. Itu yang terbaik buatnya"

"terbaik dari mana!? Membawa naruto ke amerika sama saja merampas kebahagiannya saat ini kaa-san" sebisa mungkin ia tetap menekan nada suaranya, berusaha agar tidak menyakiti hati wanita yang telah susah payah melahirkannya

"kyuubi, apa yang dibilang ibu mu benar. nenekmu mempunyai kenalan dokter di amerika yang menangani penyakit naruto. naruto akan mendapatkan pengobatan intensif disana" kali ini minato mencoba memberikan pengertian pada kyuubi

"apa doktek itu mempunyai obat yang bisa menyembuhkan penyakitnya? Apa dengan naruto menjalani pengobatan di amerika dia akan sembuh total dari penyakit itu?" kyubi memperhatikan satu persatu wajah-wajah bungkam di depannya. kalau mereka sebegitu keras kepalanya ingin membawa naruto berobat sampai ke amerika, harusnya mereka juga bisa memberi alasan bukan? Apa bedanya tenaga medis jepang dengan amerika? Apa bedanya peralatan medis jepang dengan amerika? Semua sama saja. bahkan seluruh dokter di dunia ini belum menemukan cara untuk menyembuhkan penyakit yang kini sedang diderita naruto

"bukankah obaa-san juga seorang dokter, dan rumah sakit tokyo adalah rumah sakit terbaik di jepang. Lalu kenapa harus menyerahkan penanganan penyakit naruto ke luar negri. Aku yakin naru akan lebih memilih dirawat oleh baa-san dari pada dokter lain"

"cukup kyuubi! Kau tidak mengerti. Kami melakukan itu karna kami sangat menyayangi adikmu. suka tidak suka, kaa-san dan otou-san mu akan tetap membawa naruto ke amerika" ucap kushina mutlak. Tekatnya sudah bulat. Biarlah dia bersikap egois kali ini. mengesampingkan perasaan kyuubi ataupun naruto. karna yang penting saat ini adalah kesembuhan putra bungsunya itu.

PRANGGGG

Semua mata diruangan itu segera teralih pada seonggok pecahan guci milik kushina, tapi bukan karna benda itu yang membuat mereka kaget, melainkan sosok pemuda pirang yang berdiri tak jauh dari pecahan guci tersebut. Sosok yang mematung dengan tubuh bergetar

"n-naruto, k-kau sudah pulang sayang" ucap kushina terbata. Perlahan ia berjalan mendekati naruto. tapi saat jaraknya semakin dekat, naruto malah mundur, memilih menjauh darinya

"asingkan aku ke paviliun jika kalian merasa jijik dengan keberadaan ku. Lakukan apa saja yang kalian mau, aku akan terima. Tapi jangan membuangku seperti barang rongsokan!" teriakan putus asa itu keluar disertai dengan air mata.

"sayang, dengarkan kaa-san dulu-"

"kaa-san yang harusnya mendengarkan ku!" sekali lagi naruto berteriak dihadapan orang tuanya. Ia sudah tak peduli lagi jika perkataannya akan melukai hati meraka. Bukankah mereka juga telah melukai hatinya. Anggap saja ini impas.

"aku juga tidak mau menjalani hidup seperti ini! menanggung penyakit yang bukan karna kesalahan ku! tapi aku bisa apa!? Marah dan memaki tuhan karna telah membuatku menjadi seorang pengidap HIV!? Lalu setelah itu apa tuhan akan dengan senang hati menghapus penyakit ini dalam tubuhku!?" kedua matanya menatap nyalang. Kekecewaan itu telah menjadi pisau tajam yang melukai hatinya begitu dalam. Bahkan ia sudah tidak tahu lagi apa dia masih dianggap anak dalam keluarga ini.

Naruto memeluk tubuhnya yang terus bergetar. Pandangannya kosong. Dia takut. Benar-benar merasa putus asa saat ini. akhirnya ia memilih segera pergi dari tempat itu. berlari menuju kamarnya yang terletak dilantai dua

"puas!? Apa kalian sudah puas menyakiti hatinya!?" bentak kyuubi marah. Dia terluka. Tapi lukanya tidak sebanding dengan luka dihati adiknya.

"naru adalah anak kalian, darah daging kalian. Tou-san...kaa-san, kumohon jangan sakiti adikku lagi. Dia rapuh, tapi terus mencoba kuat demi kalian" ucapnya lirih. Kedua matanya memanas. Air mata itu tidak dapat ditahannya lagi dan dibiarkannya mengalir begitu saja.

"Peluk dia saat dia ketakutan. Tenangkan dia saat gelisah. Jangan pernah tinggalkan dia. Apakah melakukan semua itu sulit?"pinta kyuubi pada kedua orang tuanya, tapi mereka hanya diam membisu. Hanya suara tangis kushina yang menjadi latar cerita pilu keluarga itu.

PRANGGG

Suara pecahan kaca terdengar dari arah kamar naruto. dengan panik kyuubi bersama kedua orang tuanya segera berlari keatas.

"naruto, ini aniki. Buka pintunya" kyuubi terus menggedor-gedor pintu kamar adiknya itu. berharap sang adik mau membukakan pintu kamarnya.

PRANGGG

"pergi! Aku benci kalian! Pergi!" naruto berteriak dari dalam kamarnya. Sebuah hiasan yang terbuat dari keramik kembali ia lemparkan ke arah pintu

PRANGGG

Naruto sudah tak sanggup lagi menahan rasa sakit itu. dadanya seperti ingin meledak. Ia biarkan kegelapan menyelimutinya dari segala arah, meringkuk di sudut kamar, dalam cengkraman tangis yang benar-benar hebat.

Berdiri di luar kamar, kondisi ketiganya tak jauh berbeda dengan naruto. kushina masih menangis dalam pelukan suaminya. Sementara kyuubi harus menggigit pergelangan tangannya sekuat mungkin untuk meredam tangis dan sesak di dadanya.

'Maafkan aniki naru. kalau saja dulu aniki tidak bersikras pergi ke italia. pasti kaa-san dan tou-san akan ada disampingmu saat kau sakit. kau juga tidak perlu menerima donor darah dari penderita HIV itu. ini semua salah aniki. Aniki minta maaf...maaf...' batinnya menyesal, tapi yang namanya penyesalan tak akan pernah mengembalikan waktu yang telah terlewati. Dia juga tak akan pernah mungkin bisa melompat kembali ke masa lalu untuk memperbaiki keadaan

Saat itu, kyubi menerima beasiswa untuk melanjutkan pendidikan high schoolnya di italia. Dia diterima disalah satu sekolah khusus dibidang seni. Ayah, ibu, serta neneknya ikut menemaninya selama sebulan di italia untuk mengurusi semua keperluan namikaze sulung itu. setelah beberapa minggu kepergian keluarganya, naruto jatuh sakit. keadaannya saat itu kritis, dan tanpa pemeriksaan lebih lanjut, naruto mendapatkan penyumbang donor darah yang bisa menyelamatkan hidupnya. tapi pada akhirnya, darah yang diterimanya waktu itu malah menjadi sumber malapeta dalam kehidupannya di masa depan.

.

.

.

.

"naruto, kau yakin tidak mau ikut kami ke kantin?" kiba menghela nafas. merasa frustasi saat lagi-lagi naruto tak memberikan jawaban padanya. Jangankan untuk menjawab apa yang ia tanyakan, melihat kerahnya saja tidak. Sahabat pirangnya itu masih setia menempelkan keningnya di pinggir meja dan terus menatap kearah lantai

"ya sudah kalau gitu, nanti akan kubelikan kau makanan saja ya" kiba menyerah dan memilih menyusul shikamaru dan chouji yang telah pergi ke kantin lima menit yang lalu

Setelah kiba pergi, naruto kembali mengangkat kepalanya. Diedarkannya pandangan ke sekeliling kelas dan hasilnya nihil, kelas itu benar-benar kosong saat ini.

"tumben si teme ngak ada di kelas" gumamnya bingung saat tidak mendapati teman semejanya itu berada di kelas "hmmm, bagus kalau gitu. Setidaknya aku bisa menenangkan diri sebentar" Ia kembali meletakkan kepalanya di atas meja. Kali ini dibiarkannya pipi kirinya yang menempel di atas meja berwarna cream itu. pikirannya kembali menerawang pada kejadian semalam.

Tak lama kemudian, sasuke datang dan kembali duduk di bangkunya. disodorkannya sebungkus roti dan sekaleng minuman ke arah naruto.

"makanlah, kau terlihat kacau pagi ini" kedua onxy miliknya tak pernah luput dari seraut wajah manis dihadapannya itu. Ada perasaan khawatir saat ia menyadari keanehan sikap naruto pagi ini

Naruto mengangkat kepalanya, menatap sasuke sesaat lalu kembali meletakkan wajahnya di atas meja, membelakangi cowok bermarga uchiha itu.

"ambil kembali makananmu, kau pikir aku mau menerima kebaikan dari musuhku hah? Jangan berharap" ucap naruto ketus. Sekali musuh, tetap musuh. Ia selalu memegang teguh prinsip hidupnya selama ini - seorang laki-laki tidak akan pernah menarik kembali kata-katanya -

Kriukkkkkkkk

Tapi ternyata cacing dalam perutnya berkata lain.

Hancur sudah harga dirinya di depan sang musuh. Naruto menggigit bibirnya, dalam hati ia terus merapal doa agar cowok disampingnya itu tak mendengar nyanyian dari perutnya tadi. Mau bagaimana lagi, dia belum makan apapun sejak pulang sekolah kemarin. Pagi ini pun ia berangkat subuh-subuh kesekolah hanya demi menghindari keluarganya.

Kriukkkkkkk

Kriukkkkkkk

Kriukkkkkkk

Sasuke tersenyum geli melihat sikap naruto yang keras kepala. sudah jelas dia lapar, tapi masih tetap mempertahankan ego. Memangnya ego bisa membuat berisik di perutnya itu berhenti.

"yakin tidak mau naruto? kalau gitu aku buang saja ya" Seketika naruto menegakkan kepalanya dan memandang sasuke "kau tidak pernah diajarkan untuk menghargai makanan ya!? Mana boleh membuamakanan begitu saja" omel naruto dengan wajah yang cemberut "kalau bukan karna aku punya penyakit maag. Kalau bukan karna jarak kantin itu jauh dari kelas. Kalau saja perut ini mau diajak kompromi. Aku tidak mau makan makanan darimu" karna terpaksa oleh keadaan perutnya yang lapar, naruto akhirnya mengambil makanan pemberian sasuke tadi, lalu memakannya dengan sangat hikmat

Sasuke hanya tersenyum geli melihat cara makan naruto yang belepotan. Lihat saja, disekitar mulut cowok pirang itu sekarang belepotan dengan mayones

"kenapa tertawa?" tanya naruto bingung

"tidak, Cuma lucu aja liat kau makan belepotan kayak anak kecil begitu. Sini ku bersihkan" jemari lentik sasuke dengan telaten menghapus sisa mayones dari bibir naruto.

"sudah bersih, cepat habiskan rotimu. Setelah itu ikut aku"

"kemana?" bukannya menjawab, sasuke hanya tersenyum padanya. Dan lagi-lagi naruto dibuat tertegun dengan sikap lembut uchiha itu. kemana perginya sasuke yang angkuh, dingin dan kasar yang selama ini ia tahu dari pemberitaan media. Apa yang ada di hadapannya saat ini benar-benar uchiha sasuke?

...Ruang musik...

Sebuah alunan lagu diiringi dengan alunan suara gitar terdengar begitu menghipnotis. Bahkan cowok pirang bernama naruto, yang tidak terlalu suka dengan musik berdecak kagum dengan suara yang dimiliki sasuke. cowok raven itu hanya memainkan sebuah lagu milik david archuleta dengan gitar acoustic yang ada di pangkuannya

"wowww..." pujian itu spontan terlontar dari bibir si pirang setelah sasuke menyelesaikan lagunya. Tidak ada kata balasan dari sasuke. dia hanya diam dan terus menatap kearah naruto.

"k—kenapa kau melihatku seperti itu?" tanya-nya terbata, salah tingkah saat sasuke menatapnya begitu intens

"tadinya aku sudah berhenti untuk bermain musik yang ku sukai"

"kenapa?"

"label yang telah membesarkan namaku berpikir acting lebih menjual dari pada sebuah lagu. Aku pikir mereka benar, aku tak ada harapan di dunia musik"

"bohong, itu tidak benar. Aku suka saat kau bernyanyi"

"benarkah?"

Naruto mengangguk "jadi kau tidak boleh berhenti bernyayi"

"apa itu kata-kata penyemangat dari seorang fans untuk idolanya?" sasuke tersenyum jahil, lalu ia berjalan mendekat ke tempat naruto duduk "mungkin sekarang aku berubah pikiran. Aku akan tetap bernyanyi, bermain musik yang ku sukai. Tapi hanya di depan mu, naruto-chan" sasuke semakin mendekatkan wajahnya pada naruto

"jangan memanggilku begitu, teme" naruto berpaling, memandang apapun asalkan tidak melihat ke arah sasuke

"kenapa wajahmu memerah seperti buah tomat dobe?" tampaknya sasuke masih ingin menjahili pemuda manis di depannya itu

"i—itu karna ruangan ini pengap. Aku kepanasan bodoh"

Ketus sepertia biasanya. Tapi tak masalah. Karna sasuke semakin menyukai si blonde yang telah mencuri hatinya sejak pandangan pertama.

Tangan sasuke terulur, mengacak lembut surai pirang millik naruto "arigatou dobe"

semenjak kejadian di ruang musik itu, hubungan keduanya semakin akrab. Tiap jam istirahat, sasuke dan naruto akan selalu berada di ruang musik. Bermain alat musik bersama. bernyanyi bersama. bahkan menciptakan lirik lagu bersama, walaupun akhirnya kertas lagu yang mereka tulis selalu berakhir di tempat sampah karna liriknya yang aneh. Bahkan kedua orang tua, serta kakak naruto cukup mengenal baik sasuke lantaran cowok raven itu sering main ke kediaman namikaze. Tapi tidak dengan naruto, cowok itu tidak pernah diajak sasuke kerumahnya lantaran sasuke sendiri tinggal di sebuah apartemen di kawasan elit tokyo. Naruto hanya mengenal itachi, kakak laki-laki sasuke yang tidak sengaja ditemuinya ketika berkunjung ke apartemen uchiha itu

kebersamaan yang menelan waktu berbulan-bulan, ternyata membuat perasaan tertarik sasuke kepada naruto berkembang menjadi sebuah perasaan yang tak seharusnya ia miliki kepada seorang laki-laki. Naruto yang manis. Naruto yang menyenangkan dan selalu bisa membuatnya tertawa ternyata mampu menghangatkan hatinya dan membuat perasaannya luluh. Dia mencintai naruto. Dan hari inilah batas akhir ia bisa memendam perasaan itu kepada si pirang. karna sasuke telah mengambil sebuah sikap -'sekarang atau tidak pernah sama sekali'- ia akan mengungkapkan isi hatinya. Mengatakan betapa ia sangat mencintai naruto. keputusan nekat yang patut diacungi jempol jika mengingat ia akan mengatakan hal itu pada seseorang yang berjenis kelamin sama dengannya.

Sasuke menekan sederet angka yang sudah diingatnya di luar kepala "kau dimana dobe?" ucap sasuke langsung setelah telfonnya di angkat oleh naruto.

"Dirumah, Kenapa nelfon malam-malam begini?"

"ke apartemen ku sekarang. ada yang ingin ku bicarakan, penting!"

"ehh? K—kenapa mendadak sepe-" sasuke segera menutup telfonnya sebelum naruto selesai bicara.

.

.

.

.

Setengah mati naruto menahan diri untuk tidak membanting ponselnya kelantai. Dengan sesuka hati sasuke menyuruhnya untuk datang ke apartemennya saat waktu telah menunjukkan pukul sembilan malam. Kalau sudah begini, ia terpaksa memohon kepada kyuubi agar mau mengantarnya. Pergi sendiri? jangan harap ibunya yang over protective itu akan mengizinkannya.

Setengah jam harus mendengarkan omelan kyuubi di dalam mobil ternyata benar-benar membutuhkan kesabaran yang besar bagi naruto. Bahkan setelah mereka sampai, kakak laki-lakinya itu terus memasang wajah tak bersahabat kepada dirinya. Uchiha sasuke benar-benar sebuah musibah dalam hidupnya.

tergesa-gesa, naruto terus memacu langkahnya menuju apartemen sasuke di lantai sembilan. Tapi setelah ia sampai di depan pintu apartemen bernomor 24 itu, dia merasa sedikit aneh saat mendapati pintu apartemen itu ternyata tidak terkunci.

Naruto sedikit meningkatkan kewaspadaannya kalau-kalau ada seseorang yang menyerangnya dari dalam saat membuka lebar pintu bercat putih itu

"teme, apa kau ada didalam?" dengan hati-hati ia mulai melangkah, masuk kedalam apartemen milik sasuke. naruto hanya bisa menatap bingung keadaan dalam apartemen itu. semua lampu ruangan mati, lilin-lilin berjejer rapi di kedua sisi sepanjang lorong masuk apartemen, menjadi jalan penerang dalam setiap langkah yang diambil oleh naruto

"kenapa ada begitu banyak lilin disini" batin naruto. ia terus melangkah masuk sepanjang lilin-lilin itu menuntunnya.

naruto langsung menghampiri sasuke saat dilihatnya cowok itu sedang berdiri di balkon apartemen "kau belum bayar listrik ya, sampai harus menggunakan lilin segala untuk menerangi apartemenmu" tanya naruto sinis. Jujur ia masih kesal di marahi oleh kyuubi karna pemuda yang berdiri di hadapannya saat itu.

"ayo" kata sasuke menarik naruto menuju meja yang telah ia perseiapkan sebelumnya di balkon apartemennya "duduk disini" dituntutnya cowok pirang itu untuk duduk di kursi yang telah ia persiapkan. Setelah naruto menuruti ucapannya, sasuke berjalan menuju kursi miliknya yang tepat berada di depan naruto. mereka duduk saling berhadapan dengan sebuah meja bulat yang menjadi pembatas

Naruto mengernyitkan keningnya saat melihat hidangan makan malam yang tersaji secara apik di atas meja, ditambah hiasan tiga buah lilin yang berada di tengah-tengah "kau kesambet setan ya sasuke?" naruto mulai jengah dengan kelakukan sasuke yang menurutnya sangat aneh malam ini.

"bukankah pemandangan dari atas sini sangat indah dobe" ucap sasuke yang sekarang sedang menikmati pemandangan kota tokyo dengan puluhan cahaya lampu yang berkelap kelip di bawah sana

"kesambet setan benaran nih sih teme" gerutu naruto, mulai merasa putus asa "woi sasuke, jangan main-main terus ahh" dilemparnya sebuah serbet yang ada di dekatnya ke arah wajah sasuke

"kau merusak suasana romantis yang susah payah ku buat dobe" ditatapnya tajam kedua manik sapphire milik naruto. mempersiapkan puluhan lilin yang berjejer di dalam apartmennya. Makan malam romantis di balkon apartemen. Semua itu bukan pekerjaan yang mudah. Dan sekarang kerja kerasnya itu malah dipandang sebelah mata oleh naruto

Naruto menarik nafas dalam-dalam, lalu menghembuskannya "aku serius sasuke. jadi berhentilah bercanda. Sekarang cepat katakan apa yang ingin kau bicarakan"

Sasuke diam sejenak. Setidaknya ia ingin mengumpulkan keberanian sebelum memulai ke inti pembicaraan

"aku menyukai mu dobe" waktu terasa berhenti berputar setelah ia mengatakan hal itu. takut-takut, ditatapnya wajah naruto yang masih tetap datar, tanpa sedikitpun ekpresi yang bisa terbaca disana

"kita ini kan teman, tentu aku juga menyukai mu sasu-"

"Bukan perasaan suka seperti itu" sela sasuke cepat "perasaanku terhadap mu lebih dari sekedar teman naruto. aku mencintaimu. Aku ingin kau menjadi kekasihku"

Dan seketika tawa naruto pecah saat mendengar ucapan sasuke tadi "hahaha...jangan bercanda lagi sasuke hahaha..." naruto tertawa sambil mengusap setitik butiran bening di sudut matanya "hahaha...kau bilang apa? Cinta? Kepadaku? Jangan konyol."

sasuke mengeram kesal melihat naruto yang terus menertawai dirinya. Dia serius, tidak bercanda. Tapi cowok pirang itu malah berpikiran lain. Tanpa berpikir panjang, sasuke bangkit dari tempat duduknya dan langsung menghampiri si pirang

CUP

Kedua mata naruto terbelalak maksimal saat sasuke mencium bibirnya. Penyatuan itu tidak berlangsung lama karna naruto segera mendorong tubuh sasuke menjauhinya

PLAKKK

Satu tamparan yang benar-benar keras dilayangkan naruto di pipi kiri sasuke "kau gila!" bentaknya dengan suara menggelegar

sasuke menatap naruto sayu. Dia tidak peduli dengan rasa perih di wajahnya karna tamparan naruto tadi. Rasa sakit itu tidak sebanding dengan Iuka dihatinya saat naruto dengan gamblang menertawai perasaannya "apa sekarang kau sudah mengerti dengan perasaanku naruto. aku benar-benar mencintaimu. Apa kau tidak pernah merasakan perasaan yang sama denganku? sedikit saja?"

"berhenti mengatakan hal itu, aku tidak suka mendengarnya. Aku pergi" naruto berniat untuk segera menyingkir dari sana sebelum ia merasakan kalau lengannya dicengkram dari belakang oleh sasuke

"dengar sasuke" desis naruto sambil menyentak keras lengan yang mencengkramnya "lupakan perasaan menjijikkan mu itu padaku. aku bukan laki-laki gay seperti mu. sebaiknya kita tidak usah bertemu lagi sasuke" naruto segera pergi meninggalkan sasuke dalam keterdiamannya

Setelah mendengar pintu apartemennya di tutup dengan kasar oleh naruto, sasuke jatuh terduduk di lantai. Ia berteriak sekeras-kerasnya. Menghancurkan apa saja yang berada dalam radius jangkauannya. Karna hanya dengan cara itu ia bisa melepaskan rasa sesaknya.

naruto menelan ludah saat melihat kakaknya yang berdiri di depan pintu apartemen sasuke "aniki...aku..." Ditatapnya kyuubi dengan perasaan yang telah hancur "aku mau pulang" suaranya nyaris selirih hembusan angin. Bergetar hebat. Begitu susah payah untuk diucapkan

Kedua mata naruto yang kini tebungkus butiran bening terus menatap kyuubi "aku mau pulang aniki" ucak naruto lagi, dengan suara tetap selirih embusan angin, namun dengan getar yang makin hebat karena ketidak mampuannya untuk meredam.

Kyuubi menatap naruto dengan keprihatinan dan pengertian seorang kakak. Ada keinginan untuk membuka pintu dibelakang naruto, menarik keluar sasuke yang ada didalam sana, agar pemuda itu juga bisa melihat betapa hancurnya naruto karna pilihan yang dibuat adiknya itu. Tapi ditahannya saat ia mendengar teriakan keputus-asaan sasuke yang begitu memilukan. Akhirnya ia mengerti posisinya disini. Dia adalah orang luar yang tidak mungkin bisa terlibat dalam pusaran kegelapan yang menyelimuti keduanya. karna perasaan yang terlibat disini.

Beberapa menit perjalan dari apartemen ke mansion namikaze serasa seperti berjam-jam saat kyuubi terus mendengar isak tangis yang lolos meski kedua tangan naruto terus menutup mulut, berusaha meredam tangisnya.

"tidak bisakah kau mengubah keputusanmu naruto. bukankah kau juga mencintainya?" tanya kyuubi sesaat sebelum naruto melepas safetybelt-nya.

"apa maksudmu aniki?"

"sasuke, kau mencintainya bukan?"

"aku tidak mencintainya"

"bohong, kau mencintainya. Kalau kau tidak mencintainya, kenapa kau menangis? Katakan kenapa kau bisa menangis seperti itu?"

"a-aku...aku..." ia tercekat. Karna ia memang tidak tahu harus mengatakan apa lagi saat ini. pikirannya buntu. Ia tidak bisa menemukan jawaban atas petanyaan kyuubi.

"tidak bisa jawabkan." Tangan kyuubi terulur, diusapnya pelan puncak kepala naruto "kau mencintainya, aniki tahu itu. tapi kenapa kau melakukan semua ini? kenapa kau menyakiti hatinya?"

Naruto menggeleng lemah. Bukannya ia tidak mau menjawab pertanyaan kyuubi, hanya saja ia tidak tahu harus memulai dari mana "aku...aku..." bibirnya kelu. tak sanggup lagi untuk bicara.

Kyuubi tak ingin memaksa naruto lagi. dibawanya tubuh kecil sang adik ke dalam pelukannya. Menjadikan dirinya sebagai sandaran. Karna hanya peran itulah satu-satunya yang bisa ia mainkan saat ini

Dalam pelukan kyuubi, naruto menangis sejadi-jadinya. ia izinkan kyuubi melihat kehancurannya. Hanya agar dirinya letih sewaktu-waktu, tak perlu lagi larimencari tempat bersembunyi. Agar teriak keputus-asaannya terpahami. Agar rasa frustasinya dimengerti. Itu saja. bukan untuk menjari pembelaan atas apa yang telah ia lakukan.

.

.

.

.

"naruto, keluar!" sasuke menjerit sejadi-jadinya. Bahkan ia tidak peduli jika hujan semakin lebat mengguyur tubuhnya.

"naruto! " kembali nama itu ia panggil. Di tendangnya pagar besi yang telah terkunci itu dengan seluruh kekuatannya, berkali-kali, sampai tenaganya habis. Tapi tak juga didapatinya seorangpun keluar dari mansion mewah itu. rumah itu begitu sepi. Tak berpenghuni.

Tatapannya kosong, alam bawah sadarnya kembali memaksanya untuk mengingat ucapan terakhir yang dikatakan kakashi sensei di kelas pagi ini-'naruto dan keluarganya sudah pindah ke amerika pagi ini'-dan karna hal itulah yang mengiringnya berada di dedapan kediaman mansion namikaze saat ini, meninggalkan kelas begitu saja dengan kakashi sensei yang terus meneriaki namanya.

Dengan tubuh lemas dan gemetar sasuke meluruh disana. punggungnya bersandar pada pagar, ia tarik kedua kakinya mendekat, lalu ditenggelamkannya wajah diantara kedua lututnya yang tertekuk. Menangis untuk yang kesekian kalinya karna seorang namikaze naruto

"kau brengsek naruto! aku benar-benar membencimu!"