Title : Hurt Me, Hurt Me, But Don't Leave Me
Author : Yuta Uke
Chapter : 28 – Truth and Choice
Genre : Romance, Angst, Hurt, Comfort
Disclaimer : All character belongs to Masashi Kishimoto
Pairing : SasuSaku, KakaSaku, NaruSaku
Warning : Unbetaed fic, Semi-Canon. Tulisan miring tebal adalah ingatan tokoh. Mulai chapter 10, alur waktu di dalam cerita ini akan sedikit berputar lebih cepat.
douzo...
Tahu kah kau?
Aku mengetahui suatu kebenaran.
Tahu kah kau?
Aku telah menentukan sesuatu.
"Selamat datang kembali, Sasuke-kun."
Otaknya berkerja lebih cepat dari sebelumnya. Menyesapi, mencerna setiap runtutan kata yang terangkai manis hanya untuknya.
Selamat datang…
Merupakan sebuah kalimat sederhana yang mampu menembus pertahanan hatinya. Otaknya mengerti kalimat itu, namun, hatinya menelaah lebih jauh. Makna yang ia terima lebih dari sekedar ucapan selamat datang. Hatinya meyakini jika kalimat tersebut adalah sebuah kalimat pembuka, kalimat yang membuatnya tahu jika ia kembali mendapatkan sebuah tempat; tempat untuknya pulang.
Pemuda tersebut terdiam. Manik kelamnya berpendar menyilaukan oleh emosi-emosi yang telah jauh ia lupakan. Dadanya bergemuruh lembut, begitu lembut sehingga ia tak mampu untuk sekedar berkata-kata. Jauh dalam relung hatinya yang terdalam, ia tak pernah menyangka bahwa kalimat sederhana yang baru saja ia dengar merupakan kalimat yang sangat ingin sekali ia dapatkan. Sebuah untaian kata yang mampu membuatnya merasa kembali dibutuhkan.
"Hn."
Dan untuk yang kesekian kalinya dalam hari singkat ini, sang tokoh utama dalam pesta kecil tersebut merespon dengan gumaman khasnya. Sungguh, ia bukanlah seorang pemuda yang sanggup mengutarakan perasaannya dengan gamblang seperti sahabat oranyenya, Naruto. Dirinya hanya mampu menjawab singkat untuk menunjukkan perhatiannya, menunjukkan perasaannya. Namun ia tahu, makna gumaman khasnya itu mampu tersampaikan kepada orang-orang terdekatnya.
Sang jinchuuriki terpaku saat mendapati kilau lain yang menghiasi bola kaca milik sahabat Uchihanya. Ia selalu dikategorikan sebagai 'bocah tak peka', tapi tampaknya hari ini ialah yang pertama kali mengetahui perubahan sang Uchiha. Perasaan sesak segera merasuk setelahnya. Membuatnya harus memaksakan senyuman simpul agar ia mampu untuk mengenyahkan perasaan-perasaan pedih yang mendadak kembali datang.
Ia tak memungkiri jika hari ini dirinya merasakan dua perasaan yang berbeda dalam kurun waktu yang sama. Ia bahagia, tentu. Kedua sahabatnya akhirnya kembali padanya. Merah muda itu tersenyum penuh kelegaan dan kelam itu kembali terasa hangat. Namun, di sisi lain, ia kembali merasakan pedih; pedihnya bertepuk sebelah tangan.
Narutomengepalkan tangannya. Ia merasa sebal dengan dirinya yang ia yakini menyebalkan karena tak mampu tersenyum tulus tanpa luka demi sang merah muda yang selalu ia cintai. Seharusnya saat ini ia memamerkan senyuman secerah mentarinya saat mengetahui bahwa penantian panjang Sakura telah berakhir. Cinta bertahun-tahun milik perempuan manis tersebut akhirnya terbalaskan dan…ya, seharusnya ia tertawa penuh kelegaan karenanya.
Sayangnya, ia bukanlah pemuda yang sanggup menutupi perasaannya dengan baik. Ia memang tak mengatakannya dengan lantang, namun, raut wajahnyalah yang menggambarkan perasaannya dengan jelas. Mengepalkan tangan, ia mencoba mengalihkan pandang dan saat itu pula permata birunya tak sengaja bersirobok dengan kelabu yang ternyata tertumbuk lekat padanya. Mantan gurunya menatap dirinya dengan tatapan yang sama…patah hati.
Pemuda yang selalu menjadi ikonninjapenuh kejutan nomor satu di Konoha tersebut mengigit bibir ia tahu bahwa tak hanya dirinya yang merasakan perasaan ini saat ini. Ada seorang pria yang lebih tak beruntung darinya; pria yang pernah menanggung kerapuhan sang perempuan dan rela bersandiwara sekalipun itu menyakiti dirinya. Pria itu…Hatake Kakashi.
Dengan hati-hati ia menghela nafasnya, berusaha membuang jauh-jauh runtutan memori masa lalu yang terlalu menyedihkan untuk kembali dikenang. Ditatapnya kembali sang guru dengan lekat sebelum akhirnya ia berikan senyuman terbaiknya. Pemuda tersebut berdehem kecil.
Kebahagiaan Sakura adalah kebahagiaannya…itulah yang akan—kembali—ia tanamkan mulai detik ini.
"Hei, hei, bagaimana kalau kita pindah ke kedai ramen Ichiraku? Aku sudah lama tidak makan disana. Dan tentu saja semuanya di traktir Kakashi-sensei!"
Suara penuh semangat serta kedipan penuh jenaka sang Uzumaki Naruto menjadi penghancur aura yang beberapa detik lalu masih nyaman menyelimuti dirinya dan rekan-rekannya. Ia mengangguk-angguk mantap. Baginya, ia harus kembali menjadi 'seorang Naruto bagi tim tujuh'.
Hatake dewasa yang sejak tadi memerhatikan murid oranyenya tersenyum kecil. Ia merasa lega karena mulai detik ini segalanya akan kembali berjalan seperti yang seharusnya. Melepaskan, merelakan, melupakan seluruh jerat berduri masa lalu yang sampai kapanpun tak mungkin dapat hilang sepenuhnya.
"Seharusnya kau yang mentraktir, Naruto!" Kakashi yang telah memutuskan untuk 'kembali menjadi guru' menimpali dengan 'protes'khasnya.
"Dimana-mana muridlah yang di traktir oleh gurunya, Kakashi-sensei!" Tambah Naruto tak ingin kalah.
"Kau muridku yang hebat, yang ku akui telah melampauiku. Kau seorang pahlawan—"
"Aku tak akan termakan kata-katamu seperti Yamato-taichou."
Dan setelahnya, terjadilah debat antara kedua guru dan murid yang hanya ditanggapi Sasuke dengan helaan nafas, Sakura dengan gelengan kepala, dan Sai dengan senyuman khasnya. Mungkin mereka akan semakin menggeleng-gelang dan menghela nafas jika tahu bahwa debat tersebut seharusnya hanya sebuah sandiwara…sandiwara yang nyatanya menjadi serius.
"Narutoooooo!"
Tubuh pemuda yang diteriaki tersebut menegang seketika. Mulutnya masih terbuka—kata-katanya menguap begitu saja—dan ia membeku. Teriakan milik seseorang yang kini telah mengabdi sepenuhnya untuk membantu sang Hokage oranye tersebut membuat debat 'siapa yang harus membayar' antara kedua guru dan murid disana terhenti.
"Geh! Shi-Shikamaru!"
Naruto meneguk ludahnya saat menyadari bahwa Shikamaru, tangan kanannya, telah menginjakkan kaki di kediaman Uchiha. Otak yang tak pernah dibanggakannya tersebut tahu jika cepat atau lambat ia akan kembali diseret ke rutinitas padatnya setelah kepergian diam-diamnya terbongkar. Demi kejelian Shikamaru, ia baru saja akan bersenang-senang!
Dengan sigap pemuda Uzumaki tersebut segera menyambar jubah panjangnya, berdiri, dan bersiap untuk berlari menjauh. Kedua tangannya sudah membentuk segel yang akan membuatnya segera terbebas dari ceramah panjang sahabat Chouji itu jika saja—
"Jangan harap kau dapat kabur lagi!"
—Shikamaru tak menyegel gerakannya dengan Kagemane no Jutsu.
"Lepaskan aku! Kami semua akan makan di kedai Ichiraku!"
Wajah Hokage ke-6 tersebut memelas—tentunya tak mempan untuk si pemuda Nara—tubuhnya kaku, ia sudah benar-benar tertangkap basah dan tak dapat kabur! Sampai kapanpun, Shikamaru akan selalu lebih cepat bertindak untuk 'menangkap'nya.
"Tidak ada kompensasi! Haaah—kau ini merepotkan sekali." Keluh pemuda beranting tersebut. Jika diperbolehkan untuk menyesal, ia mungkin telah menyesal berkali-kali karena menjadi asisten Hokage muda itu. Naruto benar-benar menguras seluruh tenaga—dan batinnya. "Gaara sudah datang, tahu! Kau mau melarikan diri dari rapat besar bersama Kazekage?!" Tambahnya lagi.
"Kan sudah ku katakan kalau hari ini akan ada pesta perayaan kebebasan Sasuke! Kalau saja kau tidak menyembunyikan itu dari Gaara—"
"Usuratonkachi."
Perkataannya terhenti saat kedua indra pendengarannya menangkap sebuah ejekan yang telah lama tak ia dapatkan. Naruto dengan cepat mendelik tajam ke arah Sasuke. Jika saja saat ini gerakannya tak terkunci, sudah dapat di pastikan bahwa mantan anggota tim 7 itu akan menyerang si bungsu Uchiha!
Helaan nafas kembali terdengar dari sela-sela katupan kedua bibir pemuda Nara tersebut. Ia menarik nafas dalam-dalam sebelum menghembuskannya kasar. Tangan kirinya yang sejak tadi bebas ia gunakan untuk mengusap tengkuknya—yang tentu saja diikuti Naruto.
Ia datang di saat yang tak tepat…mungkin.
"Maaf aku masuk begitu saja dan mengganggu acara kalian. Tapi bagaimanapun, orang itu harus ku ambil kembali." Ucap Shikamaru sembari menunjuk Naruto. Yah, meskipun selalu terkesan tak peduli, ia tahu jika apa yang ia lakukan—menerobos masuk kediaman seseorang yang tengah berpesta—merupakan perbuatan tak pantas. Tapi, salahkan Naruto yang membuatnya harus melakukan itu!
"Sa-Sakura-chan, tolong aku…"
"Sampaikan salamku pada Gaara ya, Naruto." Sakura menyeringai sembari melambaikan tangan.
Sang Hokage hanya dapat memasang wajah pasrahnya saat sahabat merah mudanya menjulurkan lidah, menandakan bahwa ia benar-benar akan segera diseret pergi dari pesta tersebut. Dalam hitungan detik, pemuda tersebut telah membalikkan tubuhnya dengan cepat—karena Shikamaru melakukan hal itu. Pupus sudah rencana makan siang bersama yang tadi dirancangnya.
Langkah berat sang pemuda oranye terhenti saat 'pengendalinya' secara tiba-tiba membeku tak jauh dari pintu. Netra secerah lautan tersebut menilik baik-baik perubahan yang kini nampak jelas pada Shikamaru. Ia kemudian berpikir, mungkin saja pemuda beranting itu berubah pikiran dan ia akan kembali bersenang-senang dengan keluarga kecilnya.
…dan tentu saja tidak mungkin.
"Sasuke."
Mendadak suasana menjadi lebih hening dari sebelumnya. Sang Uchiha yang merasa terpanggil menoleh pada salah satu 'rekan'yang dulu pernah mencoba menghentikannya saat ia akan pergi dari desa. Hitam tak berdasarnya menatap punggung Shikamaru lekat.
"Akhirnya kau pulang juga."
Itulah kalimat penutup sebelum akhirnya putra tunggal Shikaku itu kembali melanjutkan langkahnya—yang tentu saja diikuti Naruto. Sang hokage yang sejak tadi masih meronta mulai menjadi lebih jinak. Lebih tepatnya, Shikamaru tak lagi merasakan adanya rontaan yang menandakan seberapa keras kepala atasannya.
Mungkin…kata-katanya barusan memberi dampak yang telak.
.
.
.
Sepeninggal pemuda oranye yang berisik itu, keadaan dalam ruang tengah Uchiha mendadak sunyi. Sepenggal kalimat yang sederhana namun memiliki makna tajam dari Shikamaru tadi membuat atmosfir ruangan tersebut kembali—sedikit—memberat.
Sang pemilik rumah dan para tamunya tenggelam dalam pemikiran mereka masing-masing. Tak ada satupun dari mereka berempat untuk membuka mulutnya, yang membuat suasanya semakin terasa menyesakkan.
Sakura adalah orang pertama yang bergerak—lebih tepatnya melirik. Hijaunya melirik takut-takut pada pemuda di hadapannya. Ia melihat pemuda yang baru terbebas dari masa tahanannya itu masih membisu sembari menatap meja kayu. Meskipun tak ingin kembali berpikir macam-macam, ia tahu jika kalimat singkat Shikamaru tadi sangat telak mengenai Sasuke.
Perempuan itu ingin menghela nafas panjang, namun ia tak mampu melakukannya. Ia hanya mampu melirik Sasuke dan beberapa buah apel merah segar yang memang tadi dibawanya.
Apel!
"Sa-Sasuke-kun, aku pinjam dapurmu ya."
Setelah menemukan sesuatu yang mampu memecah keheningan itu 'untuk sementara', Sakura segera bangkit tanpa perlu menunggu jawaban dari sang pemilik rumah.
Ia hanya ingin kabur untuk beberapa saat.
"Kalau begitu, aku pinjam toiletmu." Tambah Sai.
"Sini ku tunjukan jalannya, Sai."
Setelah meraih apel-apel miliknya, ia melangkah menuju pintu—diikuti Sai—dan menghilang, meninggalkan kedua pengguna elemen petir itu.
Haruno muda yang memutuskan untuk 'kabur' sementara waktu tersebut tampaknya sama sekali tak memikirkan bahwa tindakannya sangatlah berisiko. Meninggalkan Sasuke dan Kakashi merupakan sebuah tindakan yang salah!
Kakashi yang sejak tadi tak bergeming ingin sekali mengikuti Sakura dan Sai pergi dari ruangan yang semakin lama semakin mencekik. Berdua dengan mantan muridnya yang masih tetap membeku di sampingnya ini membuatnya lelah.
Keduanya masih tak berusaha untuk berbincang dan lebih memilih untuk tenggelam dalam pikiran masing-masing. Kelabu keruh milik sang guru melirik sedikit, berusaha untuk memerhatikan pemuda yang kini telah dewasa. Wajah yang masih tampan sehingga sangat sulit dipercayai jika pemuda tersebut baru saja bebas dari masa tahanannya, rambut legam yang sudah lebih panjang, tubuh yang masih kokoh. Semuanya membuat Kakashi meyakini bahwa apa yang pemuda itu—mereka—lalui tidak terbilang singkat.
Pria itu memejamkan mata. Sejak menatap wajah salah satu mantan muridnya saat menginjakkan kaki di rumah ini, ada sebuah pertanyaan yang terus mengusiknya hingga detik ini. Sebuah pertanyaan yang sangat ia ingin ketahui dan mungkin saat inilah waktu yang tepat untuk membahas hal itu.
Menghela nafas kecil—yang mengundang perhatian pemuda bersurai hitam di sampingnya—Kakashi memosisikan dirinya di tempat Sakura dan Sai duduk beberapa menit lalu. Hitam dan kelabu disana bertemu, bertatap-tatap lekat dengan pancaran yang sangat sulit untuk diartikan dengan kata-kata.
"Sasuke."
Suara berat khas milik sang guru yang sudah lama tak di dengarnya menyapa indra pendengaran Sasuke. Pemuda itu sedikit bereaksi. Namun, alih-alih menjawab panggilan Kakashi dengan kata-kata, ia semakin menatap pria itu lekat untuk menyatakan bahwa ia siap mendengarkan apa yang akan gurunya katakan.
"Jujur saja—" pria itu menghela nafasnya sekali lagi. Jelas sekali bahwa Kakashi tengah menggantungkan kalimatnya. "—aku kaget saat Naruto mengatakan kau kembali untuk di penjara."
Dengan penekankan pada kata 'di penjara', Kakashi berharap bahwa Uchiha itu akan bereaksi karena kalimatnya. Namun, nihil.
"Kau yang sudah terlalu tenggelam dalam dendam tak kusangka dapat mengambil sebuah keputusan seperti itu—" pria itu lagi-lagi menggantungkan kalimatnya. "—menebus dosa-dosamu."
Kakashi sedikit puas saat melihat Sasuke yang beraksi saat mendengar kalimat terakhirnya. Raut wajahnya yang sempat melunak mendadak mengeras…dan hal tersebut mengganggu Sasuke.
"Masih ingat saat Naruto datang bersama Sakura dulu?" Kelabu yang sejak tadi tak beralih dari mantan muridnya itu semakin menatap tajam. Senyumannya menghilang, nadanya tak menyenangkan. "Bagaimana menurut—"
"Apa yang ingin kau katakan, Kakashi?"
Nada suara Sasuke yang rendah dan mengintimidasi itu memotong kalimat milik Kakashi dengan cepat. Sejak tadi bungsu Uchiha itu merasakan Kakashi mengatakan kalimat-kalimat yang memiliki maksud tersembunyi dan ia sangat membenci hal itu.
Kekehan kecil terdengar mengelitik indra pendengaran Sasuke. Ia menatap pria yang kini tengah terkekeh itu dengan tajam. Sedangkan Kakashi masih tak mampu mengendalikan dirinya. Hitam legam yang mendadak berubah menjadi merah pekat membuatnya sedikit merasa geli. Seharusnya ia merasa tertekan dengan Sharingan milik salah satu pahlawan perang dunia Shinobi beberapa tahun silam, namun, alih-alih merasakan itu ia malah merasa terhibur.
"Jadi—" Kakashi berdehem. "—apa kau sudah menemukan jawabannya?"
"Jangan bertanya di atas pertanyaanku."
Matanya semakin menyipit. Ia tahu bahwa mungkin hal itu akan semakin menyulut emosi Sasuke, namun, keadaan ini sangat menarik baginya. Jika mungkin dulu ia akan ikut memancarkan aura seram, kini ia malah tersenyum seperti mendapatkan mainan baru yang menarik. Apakah ada yang salah dengan otaknya?
Bertatap-tatap selama beberapa menit tak lantas membuat Kakashi membuka mulutnya kembali. Hal itu membuat Sasuke semakin kesal. Kalimat penuh makna implisit yang Kakashi lontarkan tadi membuatnya geram dan kini pria itu tersenyum seperti menantangnya.
"Yah, yang ingin ku tanyakan adalah—" putra Sakumo itu akhirnya kembali membuka mulutnya. Senyuman pada wajahnya menghilang, matanya yang menyipit kembali menatap tajam lawan bicaranya. Hal itu membuat Sasuke menjadi lebih waspada. "—apa kau benar-benar akan berada di Konoha?"
Mendengar pertanyaan terakhir milik sang mantan guru, Sasuke mau tak mau sedikit bereaksi. Meskipun reaksi itu tampaknya sungguh sangat samar sehingga Hatake disana tak mampu menangkapnya.
Adik Itachi itu bungkam. Ia tak berusaha untuk menjawab pertanyaan yang baru saja mengusiknya. Ia tahu ke mana arah pertanyaan itu. Setelah kalimat bertele-tele milik Kakashi tadi, akhirnya ia mengerti apa yang ingin sang pria katakan.
Melihat Sasuke sama sekali tak bergeming atas pertanyaannya, Kakashi kembali menghela nafas kecil. Tanpa disadarinya raut wajahnya yang sempat melunak menjadi kembali mengeras. Ada perasaan kesal yang terus mendesaknya untuk menekan lawan bicaranya kali ini. Menarik yang ia rasakan tadi lenyap sepenuhnya.
"Sepertinya kata-kata ku kurang jelas?" Kakashi menambahi. Nada bicaranya semakin jauh dari kata santai. Sorot matanya menajam. Tangannya mengepal. "Sasuke, apa kau akan kembali meninggalkan—"
"Maaf menunggu."
DHEG
Kakashi harus rela saat merasakan jantungnya seolah berhenti beberapa detik saat suara merdu yang pernah menemaninya selama 2 tahun di dalam dunia palsu itu memotong kalimatnya. Kehadiran Sakura yang terlalu mendadak itu membuat Sasuke dan Kakashi tersentak.
Sasuke melihat Sakura yang diikuti Sai sebelum akhirnya kembali melirik Kakashi yang terlihat masih berusaha menguasai dirinya. Jantungnya sedikit berdetak lebih keras saat mendapati Kakashi menatapnya dengan penuh penekanan. Kemudian bola matanya bergulir, mengikuti pergerakan sang pria perak yang mendadak bangkit dari duduknya dan berjalan mendekati Sakura—serta Sai di belakang perempuan itu.
"Sensei?"
Sakura yang baru setengah langkah dari pintu terhenti kala merasakan sebuah kehangatan memenuhi puncak kepalanya—Kakashi menyentuh kepalanya. Ia mengerjap. Tak mengerti atas pergerakan tiba-tiba jounin elite tersebut.
"Aku baru ingat kalau ada urusan. Sudah ya." Setelah terdiam selama beberapa detik, pria itu akhirnya melafalkan kebohongan dengan lancer seraya melemparkan senyuman tipis kepada sang musim semi. "Sai, kau juga ikut denganku."
"Eh?"
Masih berdiri sembari memegangi piring berisikan apel-apel kelinci yang beberapa menit lalu dipotongnya, Sakura membalikkan badan seraya mengikuti pergerakan Kakashi yang tengah berjalan menuju pintu.
"Ah."Pria yang menguasai empat elemen itu terhenti di ambang pintu. Ia terdiam beberapa detik sebelum akhirnya membalikkan badan dan menumpukan pandangannya pada sang tokoh utama di pesta yang sebentar lagi akan usai ini. "Sampai jumpa…Sasuke."
Sasuke tetap tak bergeming dan terus menyelami kelabu keruh yang memang ia ketahui sengaja di arahkan sang pria perak kepadanya. Sebuah isyarat agar dirinya mengetahui seluruh yang ingin ia ketahui dari sang pria yang mengucapkan kata 'sampai jumpa' dengan begitu rendah dan sanggup mengusik dirinya serta tentu saja sang merah muda.
"Apa sih, padahal aku sudah memotong apel ini untuk 4 orang." Keluh Sakura. "Lho? Sasuke-kun? Kenapa kau memakai Sharingan?"
Tersadar, Sasuke mengalihkan tatapannya pada Sakura yang memandangnya dengan penuh tanda tanya. Sebuah kenyataan yang baru saja ia dapatkan nyatanya mampu menyita seluruh pusat perhatiannya sehingga ia tak menyadari bahwa Kakashi telah pergi dan Sakura telah kembali duduk di hadapannya. Tangannya terkepal kuat. Di wajah tampannya jelas sekali tercetak sebuah raut ketidakpercayaan. Ya, pemuda itu tampaknya agak tak begitu percaya dengan apa yang di dapatkan Sharingannya.
"Sasuke-kun?"
Yang dipanggil mengalihkan tatapan matanya pada sang medic nin. Ia menatap perempuan bersurai pendek dengan begitu lekat, sangat lekat—ia tengah melakukan hal yang sama seperti yang ia lakukan pada pria perak yang tadi berada di hadapannya. Ia tak menghiraukan getaran halus pada tubuh Sakura—ia tahu perempuan itu takut pada matanya—dan tetap menyelami hijau teduh yang kini tengah memancarkan aura gelisah. Ia hanya ingin mengetahui apapun yang terlambat ia ketahui, yang luput dari pengetahuannya karena ketidakhadiran dirinya beberapa tahun lalu.
Ia tengah mencari sebuah kebenaran lain di dalam diri perempuan muda itu.
Sakura meneguk ludahnya. Kerongkongannya mendadak menjadi sangat kering seiring dengan semakin menajamnya tatapan merah darah yang ditujukan untuknya. Mungkin memang pemandangan yang selalu ia idam-idamkan dari Naruto dan Sasuke tadi membuatnya berpikir bahwa tim 7 telah kembali, namun, ia tetap tak akan pernah terbiasa lagi untuk melihat Sharinggan milik pemuda yang sangat dicintainya itu. Bayang-bayang masa lalu masih tetap datang, masih tetap menyayat hatinya dengan kasar.
Detik selanjutnya ia mengerjap saat mendapati Sasuke menyudahi tatapannya. Pemuda itu terlihat menutup matanya dengan perlahan. Tubuhnya yang sempat bergetar merasa lebih baik saat mendapati bola kaca merah yang sangat ia takuti telah berganti menjadi hitam legam seperti sedia kala.
"Sakura."
Perempuan itu tersentak. Ia menatap Sasuke dengan takut-takut.
"Ya?"
Ia menjawab dengan nada serak. Ternyata ketakutan memang masih jelas menyelimuti dirinya. Belum lagi Sasuke masih menatapnya dengan begitu lekat, begitu serius…begitu tajam.
Sasuke yang masih masih menatap lekat-lekat sosok merah muda yang berada di hadapannya itu merasa yakin dengan apa yang ia dapatkan siang ini dan hal tersebut membuatnya menetapkan suatu keputusan di luar kesadarannya.
Ia menghela nafas dengan teramat sangat pelan.
"Pulanglah."
"Eh?"
"Kau mengatakan bahwa hari ini harus bertemu dengan Godaime, bukan?"
"Ah!"
Perempuan itu memekik. Ia segera bangkit saat menyadari bahwa hanya lima menitlah waktu yang dipunyanya untuk sampai ke tempat Tsunade.
"Aku pergi, Sasuke-kun! Sampai nanti."
Sedetik kemudian, Sasuke mendengar suara langkah kaki yang menjauhi dirinya diiringi dengan suara bedebam penanda pintu tertutup sempurna. Memejamkan mata, pemuda itu mendesah panjang sebelum akhirnya merebahkan dirinya pada lantai kayu. Ia berpikir bahwa ini benar-benar hari yang melelahkan. Mungkin tidak akan begitu melelahkan jika saja ia tak mengetahui sebuah kenyataan yang sanggup membuatnya mengepalkan tangan.
Dengan perlahan ia kembali membuka kelopak matanya, memandang langit-langit dengan tatapan kosong. Seluruh rangkaian memori yang memutarkan tiap-tiap kejadian setelah dirinya pergi meninggalkan tim setelah perang dan saat ia memutuskan untuk kembali ke Konoha membuat tatapannya semakin kosong.
"—menebus dosa-dosamu."
Kalimat Kakashi mendadak terngiang dalam benaknya. Membuatnya mendecih tak suka. Ia memang tak pernah menyukai mantan gurunya. Selain karena alasan karena Kakashi selalu bermain menjadi 'guru' bagi dirinya, ia merasa jika kurang lebihnya Kakashi dapat memahami dirinya.
Pria itu menyeramkan jika diselami dengan begitu dalam.
Detik selanjutnya, tanpa ia sadari sebelah tangannya terangkat. Kelamnya menatap lengan itu baik-baik. Sebuah lengan yang terus menerus berlumur darah, terus menerus merenggut nyawa seseorang...tangan yang menjadi penanda hitam hatinya.
Ia mengepalkan tangannya. Kepingan memori dimana ia hampir membunuh mantan rekan merah muda—yang kemudian dihentikan sang pria perak—mendadak terputar kasar.
Ia mencengkram dadanya. Rasa memuakkan itu kembali datang dan sampai kapanpun akan tetap berada di sana. Sebagaimanapun ia mencoba untuk menebusnya, hal itu tak akan pernah hilang.
"—menebus dosa-dosamu."
Sekali lagi Sasuke berdecak kesal dan bangkit dari posisinya semula. Kalimat milik Kakashi benar-benar mengusiknya hari ini. Tidak, tidak hanya kalimat itu. Kenyataan yang sempat ia luput dari ingatannya kembali datang.
Ia menunduk, sorot matanya memancarkan keseriusan yang teramat sangat tajam. Sebuah keputusan memenuhi hatinya dengan mantap. Ia akan dan harus melakukannya karena ia merasa jika itu adalah salah satu yang terbaik. Terbaik bagi sang merah muda yang selalu memancarkan kehangatan untuknya.
Ia akan melakukannya…
To be Continued
A/N : Hai, Hai~! Apa kabar para pembacaaa? Apa kalian merindukan fic ini? Oh salah. Apa kalian masih ingat fic ini? ;A;
Pertama-tama, ijinkan saya mengucapkan kata MAAF! Ya ampun, sudah berapa lama fic ini saya abaikan?! ;A; MOHON MAAF! Orz
Jadi, ini semua—masih—karena skripsi! Yap kalian benar! Saya belum selesai skripsian :mojok:
sungguh sangat menyedihkan. Saya menjadi salah seorang mahasiswi tingkat akhir yang tidak beruntung karena skripsi saya selalu, terus menerus revisi. Ok, saya bodoh dan tampaknya itulah penyebab utamanya. :P
Sudah gitu ada beberapa 'kecelakaan' kecil yang menyebabkan saya harus menunda pembuatan fic ini.
Saya sudah mencoba untuk membagi waktu antara menulis skripsi dan fanfic, tapi ternyata tetap saja pikiran saya terpecah sehingga saya memutuskan untuk fokus di skripsi …karena sudah memasuki tahun 2016, (yeah! Selamat tahun baruuu! :telat banget woooi:) saya ingin menamatkan fic ini secepatnya. :D
YAP! Fic ini akan tamat beberapa chapter lagi! Yeaaay~!
Saya benar-benar tak menyangka akan membuat fic sepanjang ini (mengingat ini fic pertama saya di fandom Naruto). Sungguh sangat tak menyangka! XD
Ok, lupakan soal itu. Bagaimana dengan dua chapter yang saya publish sekaligus? Semoga kalian tak merasa kecewa dengan interaksi masing-masing karakter disini, ya (apalagi SasuSakunya). Oh ya, saya suka sekali membuat Naruto di chapter ini. Saya merasa dia dewasa sekali.:P
Dia merasa patah hati, sedih, tapi kemudian lebih memilih untuk menjadi perusak suasana dan menanam pada hatinya kalau kebahagiaan Sakura itu kebahagiaan dia. (Meskipun sejak mereka masih kecil dulu Naruto selalu mendukung perasaan Sakura ke Sasuke)
Saya bukan pecinta NaruSaku, tapi saya sangaaaaaat menghargai perasaan Naruto. Makanya waktu saya menonton movie The Last, saya merasa kecewa. Pernyataan Sakura yang mengatakan bahwa perasaan Naruto itu hanya karena dia tidak mau kalah dengan Sasuke adalah penyebab utamanya. Itu sangat tidak masuk akal! Ya mungkin pas mereka masih bocah hal itu MUNGKIN benar, tapi tentu saja pas mereka beranjak dewasa (di Shippuden) itu tidak masuk akal. Jelas sekali kalau Naruto memang menyukai Sakura.
Saya tak kecewa dengan Naruto yang akhirnya berakhir dengan Hinata, justru saya sangat bahagiaaa~ Tapi…penyelesaian antara perasaan Naruto ke Sakura sama sekali tidak membuat saya puas. Begitu dipaksakan! -_-
Setidaknya saya sempat berharap kalau pada akhirnya Naruto akan menyatakan perasaan dengan tegas dan Sakura pun menolak dengan tegas sehingga akhirnya mereka berdua dapat melangkah menuju kebahagiaan masing-masing dengan lega (khususnya Naruto).
Ahaha, jadi curhat dan melenceng jauh dari fic :P
Okai, back to fanfic. Bagaimana interaksi diantara Sasuke dan Kakashi-sensei? Saya sukaaaa sekali! Kakashi-sensei itu kan memang selalu digambarkan 'paham' semuanya (meskipun ga semua), jadi saya suka sekali ketika Sasuke merasa terintimidasi dengan hal itu. :p
Lalu, maaf kalau disini karakter Kakashi-sensei menjadi OOC (chap 28). Karena saya sedikit senang ketika Kakashi-sensei terhibur dengan 'perubahan' Sasuke. Mungkin sensei 'balas dendam' sehingga reaksi terkejut atau terintimidasi Sasuke menjadi bahan lelucon baru buatnya. Haha
Maaf juga kalau beberapa tokoh terlihat OOC. :'o
Okai! Terima kasih buat yang sudah follow, favorite, sama review fic ini. Saya masih menunggu review kalian ya! Biar makin semangat! (Jangan lupa review juga di fic sayah yang lain ya.) :DD Sampai jumpa di chap 26!
Mari balas review-review yang sudah masuk :3
Yah, meskipun sangat telat, tapi saya menghargai review yang selalu membuat saya merasa semangat ketika sudah buntu :'D
Terima kasih ya, semuanya!
Metta c rini-san, Chapter 26
J : Metta-san! Terima kasih kamu sudah sukaaaaa sama fic ini! Aku sungguh terharu! Haha
Iya. Mereka berdua (SasuSaku) memang kombinasi yang mengerikan. Keduanya rapuh, sangat rapuh. Ah, lebih tepatnya tim 7 adalah tim yang mengerikan. Mereka semua adalah tokoh-tokoh rapuh yang bergabung menjadi satu! :P
Kebawa suasana? Tentu saja! Setiap menulis fic, aku pasti akan terbawa suasana sampai-sampai memosisikan diri sebagai tokoh. Meskipun terkadang deskripsiannya gagal atau ga terasa feelnya, tapi aku ikutan baper :'D
belum lagi aku sukaaaaaa banget sama yang namanya 'nyiksa' tokoh. (bisa kau lihat gimana aku menyiksa Kakashi-sensei dengan parah di fic ini) hahaha
Ah, aku sudah baca Naruto Gaiden. Iya. Sakura disiksa lagi. Tapi memang menurutku Sarada lebih mirip Karin sih. Apalagi dari segi mata. Meskipun pada bilang matanya mirip Sakura, tp kalau ku perhatiin baik-baik entah kenapa jadi mirip Karin :plaak:
Syukurlah deritanya parah. Aku sangat senang :lho:
Tenang saja. Tak akan discontinue. Mungkin hanya akan lamaaaa updatenya mengingat aku masih punya kewajiban skripsi :'D
Wowwoh geegee-san, Chapter 26
J : Halo, apa kau sudah ubanan? :plaak:
maaf ya aku ga bisa janji soal waktu update, mengingat aku masih punya kewajiban skripsi ;A;
Lalu, aku senang pas kau bilang kalau hurtnya kental banget. Berarti tersampaikan genre fic ini haha.
Kyaaa full face Kakashi-sensei sangat tampaaan! Apalagi pas dia nyamar. :hebohsendiri:
QRen-san, Chapter 26
J : Haha. Semoga aku bisa buatnya :3
Byun Baerkhyun-san, Chapter 26
J : Pairnya siapa? Jawabannya : BELUM JELAS :D
Hanazono Yuri-san, Chapter 26
J : Siaaaaap!
6934soraoi-san, Chapter 26
J : Muka Saku? Kayaknya karena dia udah keburu kaget duluan ga sempet 'memerah' deh mukanya hahaha. Syukurlah manis. Aku agak-agak galau buat adegan mereka soalnya :'D
Terima kasih sudah tersentuh sama chap 26 :'''D
UchiHarunoKid-san, Chapter 26
J : Thanks juga buat reviewnya. Maaf ya kalau kurang dapat feelnya :'D
Taskia Hatake46-san, Chapter 26
J : Taskia-saaan! Aku rindu denganmuuu :plaak:
Maaf ya untuk chap ini telaaat banget ;A;
Gimana UNnya? Meskipun telat banget tapi otsukare-sama!
Iyaaa! Wajah sensei sangat tampaaan! Aku sampai jatuh cinta sama sosoknya Sukea :3
Btw, di manganya Sakura blushing lho liat Sukea :kyaa:
Jangan di skip SasuSakunya. Mereka akhirnya bersatu setelah ku siksa habis-habisan haha. Dan…aku juga kasian sama sensei. :'D
Ditunggu reviewnya
Chaaaa-san, Chapter 26
J : Makasih ya.
Heyhoskylarks-san, Chapter 26
J : Heyho-san, aku minta maaf ya terlambat update :'D
But, trust me, your reviews always be my motivator when I down! Yeaay! Haha
Syukurlah Sasukenya ga OOC. Karena bagiku Sasuke sangat susaaaaaah buat di deskripsikan ;A;
Yap! Aku akan berusaha membuatnya romantis dengan 'gayanya' sendiri.
Oh thank you very much! I love you :plaak:
Umm…final chapnya…aku ga bisa kasih kepastian berapa chap lagi, yang jelas sebentar lagi. :D
Cyanklyla-san, Chapter 26
J : Hahaha sensei memang jahil.
Ditunggu review selanjutnya :D
Imphyslonely sugar-san, Chapter 26
J : makasih
Haruno Cherry Granger-san, Chapter 26
J : Kurang ya? :'D
Maap ya kalau kurang
Background ceritanya terinspirasi dari episode filler yang mereka nonton kembang api dan ending Utakata Hanabi. :)
Bagiku cocok soalnya buat mereka.
Juvia Hanaka-san, Chapter 26
J : haha anget XD
Ditunggu juga review selanjutnya
Yuukaharu-san, Chapter 26
J : Siaap! Sankyuu!
Kamenhahaha25-san, Chapter 26
J : Iya kakashi-senseinya kasihaaan :'o
Really? Thank you very much! :hug:
Soalnya aku memang sengaja membuat pairnya blur :3
itu menyenangkan :plaak:
Ditunggu review selanjutnyaa
Nelli is my name-san, Chapter 26
J : Maaf ya. Aku senang menyiksa Kakashi-sensei disini :'o
Diska chan cantik-san, Chapter 26
J : makasih pujiannya.
Kalau ku ganti dengan gelak tawa, akan aneh jadinya. Soalnya Sakura sama Sasuke lagi bergelut sama pikiran masing-masing dan itu bukan pikiran yang menyenangkan. Udah gitu Sakuranya ga mungkin terbahak tiba-tiba, mengingat mereka masih canggung :)
Semoga penjelasannya memuaskan.
Auroran-san, Chapter 26
J : Ini sudah ku lanjut. Doakan ga ngaret sampai kayak chap 27-28 ini lagi ya :'D
Ranindri-san, Chapter 26
J : Belum tamat dan akan segera tamat :)
Kawagase Aoi-san, Chapter 26
J : Sudah ku update. :)
