R.I.P papa dan suami tercinta

Kim Youngha

.

Seseorang sedang berdiri di depan makam itu. Orang itu memakai pakaian hitam tertutup, style seperti laki-laki lengkap dengan topi yang menutupi rambutnya. Hanya menampakkan poni yang menutupi matanya. Orang itu ingat akan kedatangannya ke makam ini.

.

"Selama kau hidup sendiri... Papa menderita kanker usus kronis. Dan akhirnya Papa meninggal 6 bulan lalu..."

.

Air mata orang itu tumpah. Mengenai tanah makam yang diketahui adalah ayah dari orang itu. "Papa... Papa maafkan aku..."

Orang itu membuka topinya. Rambut blonde terangnya terurai bebas. Orang itu adalah Junmyeon. Bibir Junmyeon bergetar menahan tangis.

"Aku bukan anak yang baik, Pa. Aku bukan anak kebanggaan yang selama ini Papa harapkan. Aku tak sebaik Wonyoung hyung. Aku egois. Aku malah pergi dengan identitas baru sebagai perempuan. Maafkan aku, Papa..."

Junmyeon melepas jaket hitamnya. Tampak blus hitam tanpa lengan. Ia juga melepas celana jeansnya hingga hanya celana legging Junmyeon yang menutupi kakinya. Topi, jaket, dan celana jeans itu ia letakkan di atas makam ayahnya. Kemudian ia pergi dari makam ayahnya.

"Aku akan membuat Papa bangga dengan diriku yang sekarang. Aku janji padamu, Papa..."

.

.

.


Title: Eyes, Nose, Lips [Chapter 12]

.

Author: Ira Putri

.

Rating: T

.

Disclaimer: SM Entertainment had the cast, but this story is mine.

.

All the cast are in the story.


.

.

.

.

Junmyeon berdiri kaku di depan sebuah ruang rawat salah satu rumah sakit. Paviliun Nomor 100. Sehun memberitahukan nomor ruang rawat ini padanya. Ruang rawat ini adalah tempat dirawatnya Kris. Lima menit sudah Junmyeon berdiri disana tanpa berbuat apa-apa. Mengetuk pintunya pun tidak ia lakukan.

"Karena aku... Dia ada disini..." gumam Junmyeon.

Junmyeon merapikan pakaiannya. Mengarahkan tangannya ke pintu. Namun sedetik kemudian ia menarik tangannya kembali. Masuk, tidak, masuk, tidak...? Kebingungan. Junmyeon menarik nafasnya panjang. Tangannya ia kepalkan, lalu diarahkannya ke pintu itu.

Presdir Wu membuka pintu ruang rawat. Ia terkejut saat Junmyeon tengah berdiri di hadapannya. Tangan Junmyeon yang terkepal pun ia tarik kembali. Mereka bertatapan sejenak. Junmyeon membungkuk hormat pada Presdir Wu.

"Presdir..."

"Jangan memanggilku Presdir. Kau bukan bagian dari Lotte Fashion lagi, Kim Suho..." ujar Presdir Wu datar.

Junmyeon membungkuk lagi. "Maaf.."

"Kau ingin menjenguk Kris?" tanya Presdir Wu.

Junmyeon diam sejenak. "Saya diberitahu kalau Kris sakit. Lalu saya berniat menjenguk. Kurasa, dia sakit karena saya..."

"Kenapa kau berpikir begitu?"

"Karena..." Junmyeon diam lagi. "Karena saya mencintainya..."

Presdir Wu diam mendengar jawaban Junmyeon. Kemudian berpikir sejenak. "Kita bicara di taman saja..."

.

?

.

Junmyeon masih memegang erat minuman yang diberikan oleh Presdir Wu. Ternyata, Presdir Wu suka sekali dengan minuman dingin. Junmyeon dan Presdir Wu duduk bersebelahan di bangku taman. Diam seribu bahasa. Belum ada yang membuka percakapan.

"Sepertinya kalian sudah kenal lama..." Presdir Wu akhirnya membuka percakapan.

"T-tidak. S-saya bertemu dengannya dua minggu sebelum mendaftar di Lotte Fashion," jawab Junmyeon sekenanya. "Itupun tanpa sengaja..."

"Selama dia koma, dia sering menyebut namamu. Keadaannya seperti ia tidur biasa, namun kondisi tubuhnya sedang kritis.." jelas Presdir Wu.

"Benarkah begitu, Presdir?"

Presdir Wu mengangguk. "Dia sangat mencintaimu..."

Junmyeon makin merapatkan kakinya. Kaget, gugup dan perasaan lain bercampur aduk di benaknya. Raut wajahnya sendu, hampir menahan tangis. "S-saya akan menjauh darinya, Presdir,"

"Apa karena kau adalah laki-laki?"

Junmyeon terkejut akan jawaban Presdir Wu. Kemudian ia menunduk lagi.

"Kalau kau ingin menjauh darinya, kenapa kau datang kesini untuk menjenguknya?" tanya Presdir Wu lagi.

"Maaf... Kalau begitu...saya akan pergi dari sini,"

"Aku belum selesai bicara, Kim Suho..." Presdir Wu mencegah Junmyeon bangkit dari duduknya.

Junmyeon kembali duduk di bangku itu. Ia takut kalau mantan bosnya itu akan marah besar. Selama ini Junmyeon mengenal Presdir Wu adalah orang yang kebaikannya di atas normal. Presdir Wu melanjutkan pembicaraannya. "Aku tahu ini terlihat gila, tapi anakku satu-satunya mencintai seorang transgender. Antara normal atau tidak normal. Aku senang jika anakku satu-satunya itu juga senang..."

Junmyeon menyimak ucapan Presdir Wu.

"Aku hanya bisa melihat masa kecil Kris yang ceria itu sampai Kris umur 5 tahun, kemudian aku dan suamiku bercerai secara hukum. Aku mengasuh putra kecilku itu sampai dewasa, namun aku tak bisa melihat masa-masa cerianya lagi setelah aku dan suamiku bercerai. Dia menjadi pendiam. Tak ada yang membuatnya kembali ceria. Ia hanya mengutarakannya dengan bermain basket.." Presdir Wu bercerita.

"Saat remaja, beberapa gadis mulai mendekatinya. Namun tidak satupun yang membuatnya kembali ceria. Namun ada satu wanita yang menarik perhatiannya. Saat itu ia sudah menjadi pemain basket di Amerika. Dia cerita padaku, nama wanita itu adalah Angel Kim.." lanjut Presdir Wu.

Mata Junmyeon melirik ke arah Presdir Wu. Ia terkejut Presdir Wu menyebut namanya waktu di Amerika. Kris menyukainya sejak ia masih di Amerika? Terkejut. Junmyeon sangat terkejut.

".. Lalu Kris menyusulku ke Korea dua tahun setelah itu. Dan ia mencintaimu. Dia tidak cerita padaku tentang pertemuan pertamamu dengannya. Aku sempat kaget saat kalian telah saling mengenal saat kalian berada di ruanganku waktu itu..." Presdir Wu melanjutkan ceritanya.

Junmyeon hanya diam. Ia menggenggam erat minuman dinginnya. "Presdir... Jujur saja, perempuan bernama Angel Kim di Amerika itu adalah...saya,"

"Benarkah? Wah, dunia ini sempit sekali..." Presdir Wu hanya merespon demikian.

Junmyeon menoleh kaget pada Presdir Wu. Wajah Presdir Wu datar, namun ia tak menatap ataupun melirik sedikitpun pada Junmyeon. Junmyeon kembali diam. Suasana kembali hening. Hanya ada hiruk pikuk orang-orang yang berlalu lalang di rumah sakit.

"Kau layak menjadi CEO Lotte Fashion, Suho.."

Junmyeon menoleh ke arah Presdir Wu. "A-apa?"

"Sepertinya pembicaraan ini sedikit melenceng, tapi kuakui kalau aku kalah darimu," Presdir Wu menoleh ke arah Junmyeon.

Junmyeon menatap Presdir Wu. "A-aku sudah keluar dari Lotte Fashion, Presdir..."

"Dua tahun lagi aku akan pensiun. Aku akan memberikan Lotte Fashion padamu," jelas Presdir Wu.

"Kenapa? S-saya tidak berhak..."

"Kau berhak atas itu, Suho. Aku tahu kau tidak akan tinggal diam saat kau mengundurkan diri dari Lotte Fashion. Kau banyak berprestasi saat bekerja di kantor. Kau pasti akan membuat perusahaan sendiri. Daripada menjadi pesaing, lebih baik aku memberikan perusahaan ini padamu..." ujar Presdir Wu.

Junmyeon menggeleng. "Tidak..tidak.. Presdir. Biarkan Lotte Fashion berjalan seperti biasa. Jangan berikan itu padaku. Aku tidak pantas,"

Presdir Wu menarik nafasnya panjang. "Aku hanya ingin hidup tenang. Kembali ke China, kampung halaman dan merasakan sejuknya udara pedesaan. Aku hanya ingin istirahat dari semua masalah ini..."

"Bagaimana dengan Kris?" tanya Junmyeon spontan.

Presdir Wu tersenyum. "Mungkin dia akan menikahimu,"

"A-apa?" Pipi Junmyeon memerah.

"Aku tahu. Tapi Kris mencintaimu. Selama anakku bahagia, aku juga akan bahagia..."

"Maaf... Tapi..saya..."

"Suho.." Presdir Wu menyela Junmyeon. "Kris sudah sadar. Temuilah dia. Aku yakin kau dan Kris butuh bicara. Soal hubunganmu dengan Kris, biarlah itu menjadi urusan kalian berdua,"

Presdir Wu berdiri dan meninggalkan Junmyeon di bangku taman. Junmyeon berdiri dan mencegahnya. "Presdir!"

Presdir Wu berhenti berjalan. Lalu ia menoleh ke arah Junmyeon.

"Presdir... Tidak membenciku?" tanya Junmyeon.

"Untuk apa aku membenci perempuan cantik sepertimu, Kim Junmyeon?" jawab Presdir Wu, lalu ia meninggalkan Junmyeon yang kebingungan.

Junmyeon masih berdiri disana. Ia masih terkejut saat Presdir Wu memanggil nama aslinya. Hembusan angin menggoyangkan rambut-rambutnya. Junmyeon menggigit bibirnya.

"Presdir..."

.

?

.

Junmyeon melepas sepatu heelsnya, lalu menutup pintu ruang rawat itu. Ia memandang ke katil tempat Kris berbaring. Kosong. Kemana Kris? Saat ia bertanya-tanya, angin berhembus dari balkon ruang rawat. Ternyata pintu balkon terbuka. Junmyeon memberanikan diri berjalan menuju balkon. Saat dirinya tepat di pintu balkon yang terbuka, tampaklah sosok Kris yang berdiri memegang tembok pembatas. Menatap pemandangan dari balkon ruang rawatnya. Tampaknya Kris tak sadar akan kedatangan Junmyeon.

"Kris.." panggil Junmyeon.

"..." Tak ada jawaban.

Mengetahui tak ada respon dari Kris, Junmyeon menunduk sedih. "Maaf aku membentakmu hari itu. Aku telah membuatmu seperti ini..."

"..."

Tetap tak ada jawaban dari Kris.

Junmyeon makin sedih. "Aku... Aku minta maaf. Aku tidak ada saat kau menderita seperti ini..."

"..."

Kini Junmyeon menangis. "Apa sekarang...kau masih mencintaiku? Hiks..hiks... Aku seorang laki-laki. Aku membuatmu jadi tidak normal..."

"..."

Hening. Hanya ada isak tangis Junmyeon. Punggung Kris bergetar. Entah mengapa. Junmyeon menunduk, berusaha meredam tangisnya. Sedetik kemudian Junmyeon merasakan hangat pada tubuhnya. Sebuah pelukan hangat. Junmyeon membatu.

"Aku...aku mencintaimu bodoh!"

Suara serak itu... Kris memeluknya. Junmyeon terkejut. "K-kris..."

Junmyeon ingin melepas pelukannya, namun dengan cepat Kris menahannya. Membiarkan ia dan Junmyeon terbalut dalam pelukan. Junmyeon melingkarkan tangannya ke punggung Kris. Seolah-olah membalas pelukan Kris. Junmyeon menangis.

"Untuk apa aku melakukan hubungan intim denganmu kalau aku tidak benar-benar mencintaimu, Myeon?" ujar Kris. Samar-samar terdengar, karena wajahnya ia benamkan di tengkuk Junmyeon.

Junmyeon berusaha melepas pelukannya. "Kris... Kris aku..."

"Jawab aku..." Kris menahan Junmyeon di pelukannya sekuat tenaganya yang tersisa.

Junmyeon diam. "K-karena aku mencintaimu.."

Hening.

Kris tiba-tiba melepas pelukannya. Beranjak meninggalkan Junmyeon. "Baiklah kalau kau tidak percaya padaku..."

"Tidak...tidak. Kris!" Junmyeon mencegah Kris pergi. Menarik tangan Kris.

Kris berhenti berjalan. Junmyeon mendekati Kris. "Aku percaya padamu, Kris..."

Kris diam. "Hanya percaya?"

"Tidak..tidak! Aku juga...mencintaimu.." Junmyeon tergagap.

Kris diam. Junmyeon juga diam. Suasana kembali hening. Junmyeon membuka suara kembali agar tidak canggung. "B-baiklah.. Kau sakit. Sekarang kau harus istirahat.."

"Aku tidak mau," jawab Kris.

"Kenapa?"

"Aku hanya ingin bernafas disini. Terlalu susah untuk bernafas di dalam. Ruang rawat ini terasa pengap. Mungkin nanti malam aku tidur di teras balkon ini..." jawab Kris sekenanya.

Junmyeon diam. Ia teringat akan penyakit Kris. Kris juga pernah memberitahukan soal penyakitnya padanya. Atau mungkin...

"...karena kata dokter jantungku sudah membengkak dua kali ukuran jantung normal.." lanjut Kris.

Junmyeon terkejut. Tak percaya. Spontan tangannya menyentuh dada kiri Kris. Kris tahu maksud Junmyeon, dan kemudian tangannya ia letakkan di atas tangan Junmyeon. Junmyeon merasakan detak jantung Kris. Detaknya terasa sangat jelas. Bahkan Junmyeon merasakan ada sesuatu yang ada bergerak seiring dengan detak jantung Kris. Apa itu jantung Kris? Junmyeon menatap Kris. Dalam. Kris juga menatap Junmyeon.

"Kau tahu kalau aku sakit?" tanya Kris.

"Sehun memberitahuku. Kau sakit tepat saat aku mengurung diri di rumah..." jawab Junmyeon.

"...katanya aku tertidur selama dua bulan?" tanya Kris lagi.

Junmyeon diam sejenak. "Sepertinya begitu. Aku juga mengurung diriku selama dua bulan..."

Tangan Kris kini menggenggam dua tangan Junmyeon. "Apa aku akan mati?"

Junmyeon terkejut. "Hey, siapa yang bilang begitu? Aku tidak mau kehilanganmu!"

Kris diam. "Maafkan aku. Aku tidak bisa membantumu menyelesaikan masalah. Aku malah membiarkanmu dan melarikan diri. Aku ditemukan sudah dalam keadaan begini..."

"Apa yang kau lakukan setelah kejadian hari itu? Kau bermain basket lagi? Berapa keranjang?" tanya Junmyeon.

Sebenarnya Kris tidak mau menceritakan hal itu pada Junmyeon. Tapi sepertinya Junmyeon tahu. Kris akhirnya menjawab dengan jujur. "5 keranjang dorong yang besar. Aku melempar itu semua selama 3 jam..."

"Kenapa?"

"Karena..." Kris diam sejenak.

Kris mendorong pelan tubuh Junmyeon sampai Junmyeon bersandar di dinding. Wajahnya mendekat ke arah Junmyeon. Dimiringkannya kepalanya untuk memudahkan hidungnya menyentuh hidung Junmyeon. Menopang kedua pipi Junmyeon lalu menciumnya. Dilumatnya dengan lembut bibir merah Junmyeon. Seolah-olah sedang mengunyah seluruh bibir Junmyeon. Junmyeon tidak membalas ciuman Kris, namun ia merelakan bibirnya dilumat dan ia rela membuka mulutnya untuk Kris.

Ciuman itu tiba-tiba berhenti dan Kris melepas ciumannya. Mereka bertatapan sejenak, mengambil nafas dan membiarkan benang saliva diantara bibir mereka tersambung. Lima detik kemudian, Kris terbatuk. Kris memalingkan wajahnya dan kembali terbatuk. Sedikit keras. Kris berjalan menjauh dari Junmyeon.

Junmyeon khawatir. "Kris? Kau baik-baik saja?"

Kris menunduk, berusaha meredam batuknya. Tangan kirinya berpegangan pada tembok balkon, sedangkan tangan kanannya memegang erat dada kirinya.

"Kris.. A-apa kau perlu dokter?" tanya Junmyeon yang kini tepat berada di hadapan Kris.

"Hah... Hah...hh..ahh...hhhh" Batuk Kris mereda dan ia berusaha mengambil nafas sebanyak-banyaknya. Tangan kiri Kris yang berada di tembok balkon kini beralih memegang erat tangan Junmyeon.

Kris menarik tangan itu dan menyandarkan kepalanya di bahu Junmyeon. "Tidak usah... Jangan tinggalkan aku..."

Junmyeon mengelus surai coklat Kris penuh cinta. "Aku takkan kemana-mana..."

.

?

.

Junmyeon membayar taksi itu dan keluar dari taksi. Ia membuka pagar rumahnya. Ia sedikit terkejut karena Sehun, Tao, Luhan dan Xiumin tengah berkumpul di teras rumahnya.

"Hey, Junmyeon!" sapa Luhan.

"Apa yang kalian lakukan disini?" tanya Junmyeon sambil berjalan mendekati mereka berempat.

"Kami menunggumu, Suho. Kami ingin memasak bersama. Sekarang masih jam 8," jawab Sehun.

"Sepertinya banyak hal yang telah kau bicarakan dengan Kris hyung," sela Tao.

"A-aku hanya sebentar menemui Kris. Dia perlu banyak istirahat..." jelas Junmyeon.

"Kalau begitu, ayo kita memasak bersama!" ajak Xiumin.

"Tunggu dulu!" cegah Sehun.

Junmyeon yang hendak berjalan itu berhenti. "Ada apa, Hun?"

"Kau sudah tidak bekerja di Lotte Fashion lagi. Lalu, kau mau bekerja dimana?" tanya Sehun.

Junmyeon teringat akan pembicaraannya tadi sore dengan Presdir Wu. Tapi sejenak ia menepisnya. "Aku? Aku akan membuka perusahaan fashion!"

Semuanya terkejut. "Perusahaan fashion? Itu sulit sekali, Myeon!" ujar Xiumin.

"Kau yakin, Suho nuna?" tanya Tao.

Junmyeon menjawabnya dengan santai. "Perusahaan kecil-kecilan! Butik, mungkin? Lalu kemudian berkembang menjadi perusahaan fashion seperti Lotte Fashion.."

Sehun tersenyum. "Kalau begitu, aku akan keluar dari Lotte Fashion dan bekerja bersamamu, Suho!"

Junmyeon tersenyum. "Selama Presdir Wu masih di Lotte Fashion dan perusahaanku belum berkembang, kau harus tetap ada di Lotte Fashion, Hun.."

"Aku akan jadi ketua model pertama yang akan ada di perusahaanmu, Suho nuna!" ujar Tao menggebu-gebu.

"Mungkin aku akan menjadi penasihat hukum perusahaanmu. Kau tahu, sebelum aku keluar dari tempat kerja lamaku, aku adalah penasihat hukum terkenal!" kata Luhan.

Junmyeon tertawa. "Boleh saja, Luhan ge.."

"Berarti... Kau akan bersaing dengan Lotte Fashion?" tanya Xiumin kembali.

Junmyeon menaikkan bahunya. "Bisa jadi.."

"Baiklah! Ayo kita memasak di dalam! Perutku sudah lapar," ujar Sehun sambil mengangkat barang belanjaannya.

Mereka tertawa lalu masuk ke rumah Junmyeon dan memasak bersama.

.

.

.

Eyes, Nose, Lips

.

.

.

Junmyeon masuk ke dalam kamarnya. Ada desahan kelelahan yang terdengar. Perlahan jatuh terduduk dan bersandar di pintu. Rambutnya acak-acakan. Gara-gara Sehun yang tidak bisa memasak dengan benar dan Tao yang suka bercanda seperti anak kecil. Untung saja rambutnya pendek, jadi tidak terlalu kusut. Junmyeon berdiri dan hendak berganti baju. Namun saat baju itu terangkat sampai memperlihatkan branya, ada yang mengetuk pintu rumahnya.

"Ah, pasti Min unnie meninggalkan sesuatu di rumah ini..." keluh Junmyeon seraya berjalan menuju pintu rumahnya.

Junmyeon juga mengeluh karena ia belum sempat berganti baju. Ia membuka pintu rumahnya.

"Hai, Myeon..."

Junmyeon terkejut. "K-kris?"

"Terkejut?" tanya Kris. Ia memakai sweater tebal warna hitam, jaket coklat dan syal merah yang selalu ia pakai.

"Tunggu! Aku baru menjengukmu tadi sore. Sekarang jam 11 malam, kau ada di depan rumahku? Tidak tidak tidak... Kau masih sakit!" Junmyeon masih panik.

"Maka dari itu..." Kris masuk ke rumah Junmyeon dan menutup pintu. "Izinkan aku

menginap disini..."

"Apa? Presdir Wu...maksudku ibumu bagaimana?"

"Aku memaksa untuk pulang ke rumah dan meminta untuk rawat jalan saja. Dan aku kesini. Tenang, ibuku sudah tahu..." jawab Kris.

"Bodoh, kau itu masih sakit! Naik apa kau kesini? Apa dengan supir-supirmu?" tanya Junmyeon lagi.

"Tidak. Bus umum,"

Junmyeon menepuk pucuk kepalanya. Ia menggeret Kris ke kamarnya. Melepaskan jaket dan syalnya dan mendudukkan Kris disana. "Tunggu disini! Aku akan membuatkanmu makanan!"

"Aku sudah makan," jawab Kris singkat.

Junmyeon terkekeh. "Apa? Makan apa? Apa kau makan ramyeon di supermarket pinggir jalan? Kau mau meniru Choi Youngdo yang ada di drama The Heirs? Orang kaya yang mencoba merasakan jadi orang miskin? Kris, kau sedang sakit! Kau..."

Junmyeon berhenti mengomel karena ia melihat Kris tengah tertawa. Menampakkan gigi-giginya yang rapi. Tertawa lucu.

"Ternyata pacarku suka nonton drama..."

Junmyeon menutupi mukanya yang merah padam. Cemberut. Kris mendekati Junmyeon. Menepuk pundaknya. "Tidak usah. Aku sudah makan sebelum keluar rumah sakit. Aku hanya minum obat untuk malam ini saja..."

Junmyeon mengintip dari jari-jari tangan yang menutupi wajahnya. Ia melihat Kris tersenyum. Junmyeon pun menurunkan tangannya dari wajahnya. Wajahnya masih cemberut.

"Temani aku tidur, ya..." pinta Kris.

"Baiklah. Tapi aku ganti baju dulu. Aku bau bawang, habis masak dan makan bersama Sehun dan yang lainnya," jawab Junmyeon seraya pergi ke kamar mandi.

Kris mengiyakan dan merebahkan dirinya di kasur. Ia memejamkan matanya. Mungkin ia lelah, atau ia masih lemah. Ia mengambil guling dan kembali memejamkan matanya. Dan saat itu Junmyeon keluar dari kamar mandi dengan piyama yang sudah melekat di tubuhnya

Junmyeon tersenyum. "Minta ditemani, katanya. Tak tahunya dia sudah tidur.."

Junmyeon melempar handuknya dan ikut merebahkan dirinya di sebelah Kris. Ia menatap Kris yang sedang terlelap. Wajah Kris lucu saat terlelap.

"Tidur seperti kucing..." gumamnya.

Junmyeon menyingkirkan poni yang menutupi mata Kris. Akhirnya ia ikut memejamkan matanya. Belum semenit terlelap, Kris menggerakkan badannya. Tangan yang tadi memeluk guling pun berpindah memeluk punggung Junmyeon. Junmyeon sedikit terkejut. Ia menatap wajah Kris.

Junmyeon memasang wajah -_- "Tuan Wu, kau sebenarnya belum tidur, kan?"

Kris tersenyum kecil. "Ahh, ketahuan..."

"Sudahlah, kau belum minum obat, kan?"

"Minum obatnya libur saja, ya..."

"Eh, tidak boleh begitu! Badanmu saja masih dingin, kau tidak mau minum obat?"

"Makanya hangatkan aku..."

"Aku bukan pemanas ruangan!"

"Myeon..."

Entah kenapa Kris jadi manja. Tapi karena Kris sedang sakit, apa boleh buat, pikir Junmyeon. "Aku tidak akan tanggung jawab kalau kau sakit lagi!"

"Iya..."

Kris menggeliat tanpa membuka matanya. Kris merapatkan tubuhnya ke tubuh Junmyeon. Kepala Kris ditempelkan ke belahan dada Junmyeon, menyembunyikan kepalanya disana. Tangan Kris tetap memeluk punggung Junmyeon. Junmyeon mengelus surai coklat Kris. Mereka mencoba tidur bersama, dan berharap ada di satu mimpi yang sama. Namun sampai 5 menit kemudian mereka belum tidur. Kris sudah membuka matanya sejak tadi, dan Junmyeon juga walaupun aktivitasnya mengelus rambut coklat Kris sudah terhenti.

Dan mereka sama-sama tidak tahu.

"Kris? Kau sudah tidur?" tanya Junmyeon. Menurutnya itu pertanyaan bodoh, dan tidak akan dijawab oleh Kris.

Namun kemudian pertanyaan itu dijawab oleh Kris di luar dugaannya. "Belum, Myeon. Belum mengantuk,"

"Mau minum obat?" tawa Junmyeon secara halus.

Kris mengangguk lemah, itu dirasakan oleh Junmyeon. Junmyeon bangkit untuk mencari obat di jaket Kris. Setelah menemukan bungkus obatnya, dibangunkannya Kris untuk minum obat. Kris bangun dan duduk di tempat tidur. Matanya kini kembali terpejam.

Junmyeon mengambil air di dapur kemudian kembali lagi ke kamar. "Ini obatnya, Kris..."

Kris pun meminum obatnya. "Terima kasih.."

"Istirahatlah. Kau baru keluar dari rumah sakit," Junmyeon menepuk-nepuk pundak Kris.

Kris mengangguk kemudian membanting dirinya ke kasur untuk kembali tidur. Junmyeon melebarkan selimut yang sedari tadi terlipat di sudut tempat tidur. Kemudian menyelimuti tubuhnya dan tubuh Kris. Kris kembali memeluk Junmyeon.

"Maaf membuatmu repot, Myeon.." ujar Kris.

"Tak usah pikirkan itu. Istirahat saja.." jawab Junmyeon.

Kris tersenyum. "Kau calon istri idamanku, Angel Kim.."

"Aku tidak akan punya anak darimu, tahu!"

"Setidaknya aku hanya ingin hubungan ini resmi. Tak akan ada yang tahu kalau kau laki-laki..."

"Tidur sajalah, Kris. Badanmu masih dingin,"

Di dalam selimut itu mereka memeluk satu sama lain. Badan Kris menghangat, karena transfer suhu dari Junmyeon. Sedangkan di luar rumah salju turun dengan derasnya.

.

.

.

Eyes, Nose, Lips

.

.

.

"Ibu akan kembali ke Cina," ucap Presdir Wu.

"Kenapa?" tanya Kris dari seberang telepon.

Presdir Wu tersenyum. "Ibu sudah terlalu tua untuk memimpin..."

"Bagaimana dengan Lotte Fashion?"

"Ibu akan menyerahkannya pada Kim Suho,"

"A-apa?" Terdengar Kris tak percaya dengan apa yang diucapkan ibunya tadi. "Apa aku tidak salah dengar?"

"Tidak, Yifan. Dia berhak untuk memimpin perusahaan itu. Ibu tahu dia sudah keluar dari Lotte Fashion, tapi dialah yang pantas..." jawab Presdir Wu.

"Junmyeon bilang dia akan merencanakan membuat perusahaan fashion miliknya sendiri. Sebenarnya dia menolak untuk hal itu..."

Hening sesaat.

"Ibu, kalau Ibu akan kembali ke Cina, aku juga ikut!"

"A-apa?" Presdir Wu kaget akan keputusan Kris.

Suara gemerasak terdengar dari seberang telepon. Namun itu tak berlangsung lama, karena Kris sedang ada di jalan menuju rumah. "Iya. Aku wajib mengikuti kemanapun Ibu pergi.."

"Bagaimana dengan Kim Suho?"

Kris diam sejenak. "Tidak usah Ibu pikirkan.."

"Kau bahagia bersamanya, kan? Ibu tak memaksa kau untuk ikut. Lagipula Ibu hanya ingin kembali ke rumah nenekmu di perbatasan kota. Aku mengizinkanmu untuk tinggal bersamanya.." jawab Presdir Wu.

"Ibu, kami belum menikah. Jangan samakan budaya Kanada sana dengan China..." tutur Kris. "Lagipula, di China banyak pengobatan untuk penyakitku. Apa salahnya?"

"Tapi..."

"Ibu.." sela Kris. "Haruskah aku merahasiakan kepergianku bertahun-tahun dari Junmyeon? Membiarkan ia sendirian berjuang disini untuk meraih impiannya? Dan tak tahu kapan aku kembali, melamar Junmyeon untuk jadi pendampingku untuk selamanya?"

Presdir Wu terkekeh. "Kau ini bicara apa, Yifan?"

"Aku hanya ingin menyingkir dari Junmyeon untuk sementara. Tidak ingin membuatnya kerepotan karenaku. Aku akan melamarnya setelah ia mencapai kesuksesan.."

"Kau penyemangat untuknya, Yifan.."

"Bisa iya, bisa tidak.." Kris menyela. "Aku yakin seratus persen bahwa Junmyeon tidak akan mencintai siapapun kecuali aku. Aku tahu Junmyeon dengan baik, Ibu.."

Presdir Wu tersenyum. "Itu terserah padamu. Asalkan kau bahagia.."

"Aku harus bahagia denganmu, Bu. Aku tak punya keluarga lain selain Ibu di Korea ini.."

"..."

"Walaupun aku berpacaran dengan Junmyeon, tapi aku juga masih punya Ibu. Lebih baik kehilangan cinta daripada aku harus kehilanganmu, Bu.."

"..."

"Aku memang bukan anak Ibu yang baik. Tapi aku berusaha untuk membahagiakanmu. Maaf aku merahasiakan penyakitku ini karena aku tidak ingin merepotkan Ibu, membuat Ibu lebih mengkhawatirkanku. Ibu sudah cukup lelah untuk mengatur Lotte Fashion.."

Presdir Wu tidak menjawab Kris. Ia menangis, lebih tepatnya menahan tangis. Ia salah menilai putra semata wayangnya itu. Wanita paruh baya ini membesarkannya seorang diri. Ia hanya tahu masa kanak-kanak Kris yang polos dan ceria, namun saat Kris beranjak remaja ia malah sibuk dengan pekerjaannya. Ia memang memperhatikan Kris, namun tak ada waktu luang untuk bersama putranya. Di saat ia sudah tua, ia menyesal. Bercerai memang satu keputusan penting, dan ia menanggung resikonya sampai sekarang.

"Ibu? Ibu? Masih mendengarkanku? Aku hampir sampai ke rumah.."

Mendengar suara Kris, Presdir Wu menyeka air matanya dan mencoba menetralkan suaranya. "Ya? Ibu masih mendengarkanmu.."

"Jadi... Kapan kita pergi ke Cina?" tanya Kris to the point.

"Ibu rasa... Secepatnya,"

"Jadi aku...harus meninggalkan Junmyeon ya.." gumam Kris. "Baiklah. Itu juga untuk kebaikanku dan dia. Setelah sembuh aku akan kembali ke negara ini..." ujar Kris.

"Baiklah. Cepatlah pulang! Keadaanmu masih lemah," perintah Presdir Wu.

"Aku baru saja turun dari bus. Aku akan berjalan sampai ke rumah sekitar 2 km lagi. Tak usah khawatirkan aku.." jawab Kris. "Ngomong-ngomong... Aku rindu masakan Ibu. Kapan terakhir kali Ibu memasak untukku?"

"... Sudahlah! Kau pulang saja! Keadaanmu masih lemah," perintah Presdir Wu.

"Hahaha.. Baiklah baiklah. Ibu tunggu di rumah, ya.."

Panggilan ditutup begitu saja oleh Kris dari seberang. Presdir Wu meletakkan handphonenya di meja. Ia menyeka air matanya. Ia keluar dari kamar dan kebetulan ada maid (pelayan) yang kebetulan lewat di depan kamar Presdir Wu. Maid itu membungkuk hormat pada Presdir Wu.

"Antarkan aku ke dapur! Aku akan memasak!"

.

.

.

Eyes, Nose, Lips

.

.

.

KREK! SREEK!

Junmyeon menyobek kain berwarna ungu itu. Mengambil meteran dan mengukurnya. Junmyeon mengambil gunting dan menggunting kain itu sedikit lagi. Ia bangkit menuju mesin jahit. Di meja jahit itu sudah terdapat manik-manik, renda-renda berwarna biru laut. Junmyeon duduk di kursi dan mulai menjahit kain itu dengan renda-renda di pinggiran kain.

Tanpa Junmyeon sadari, Sehun masuk ke rumah Junmyeon dan melihat Junmyeon sedang menjahit. Sehun pun berniat tidak mengganggu Junmyeon. Ia hanya duduk di lantai sebelah kertas koran. Rumah ini cukup berantakan. Sehun hanya melihat-lihat dan terkadang mengambil manik-manik yang masih berserakan di lantai.

Saat Junmyeon selesai menjahit dan berbalik badan, ia terkejut melihat Sehun. "Hun! Sedang apa kau disini?"

"Menunggumu selesai menjahit," jawab Sehun singkat.

"Kapan kau disini?"

"Sekitar setengah menit yang lalu. Kau penjahit dengan rekor tercepat yang pernah aku temui," celetuk Sehun.

"Aku hanya menjahit renda-renda ini saja," jawab Junmyeon. "Bagaimana jadinya?"

Sehun tersenyum dan mengeluarkan sebuah kertas dari tasnya. Kertas poster yang telah gulung. "Poster promosi untuk butikmu! Kau punya banyak patung manekin. Baju-bajumu juga tak kalah bagus. Pantas Lotte Fashion memilihmu!"

"Jangan bahas Lotte Fashion lagi. Coba sini kulihat!" Junmyeon meminta poster itu. "Wah, kau benar-benar professional marketing!"

"Aku sudah bekerja di Lotte Fashion tiga tahun. Aku masuk kelas akselerasi saat aku SMP dan SMA. Dan aku kuliah di bisnis marketing di Seoul University. Mungkin secara grade, aku lebih tua darimu, Suho.." ujar Sehun.

"Hahaha, iya iya iya..." Junmyeon mengiyakan saja dan menggulung poster itu. "Hun, coba kau pakai baju ini! Baju ini baru saja selesai dua jam lalu. Cocok untuk postur tubuh seukuranmu!"

Junmyeon menunjukkan baju tanpa lengan berwarna putih tulang dengan empat kancing. Baju itu ditempeli kain kasa yang telah diukir menyerupai kelopak bunga mawar. Kain kasa itu ditempeli dari bagian dada sampai perut. Di belakangnya juga dipasangi kain kasa, namun lubangnya lebih dibesarkan dari lubang kain aslinya. Kainnya kain sutra, jadi kainnya adem dan nyaman.

"Ah, tidak usah kucoba. Aku sudah tahu kalau baju ini pantas dicoba. Memangnya kau ingin memberikannya padaku?" tanya Sehun.

"Enak saja! Baju ini untuk dijual tahu!" ujar Junmyeon ketus.

"Bercanda," Sehun mencolek lengan Junmyeon. "Jadi, kita akan menata semua patung manekin ini?"

Junmyeon memandangi semua patung manekinnya. "Tapi ini ada banyak sekali. Mungkin sekitar 20 patung..."

"Itu karena kau malas untuk melipat bajunya. Kebetulan kau punya banyak patung manekin, kau hanya memakaikan bajunya di patung itu. Aku tahu baju-baju itu kau buat saat kau mengurung dirimu selama dua bulan itu..." jawab Sehun. "Kita hanya membawa lima patung manekin ke butik, biar aku telepon Tao untuk membantumu,"

Junmyeon tersenyum. "Kau sudah banyak membantuku. Terima kasih, Hun.."

"Sahabat harus membantu sahabatnya, kan?" Sehun menepuk pundak Junmyeon.

"Sistem promosi pertama masih di media sosial?" tanya Junmyeon.

"Itu akan menjadi urusanku dan Xiumin unnie. Kau bilang sendiri, kalau aku dan Xiumin unnie akan menjadi marketimg dan publikasi, Luhan oppa jadi penasihat perusahaan, dan Tao menjadi model. Ini masih awal, Suho," jawab Sehun.

"Aku percaya padamu, Hun..."

Tiba-tiba handphone Junmyeon berbunyi. Junmyeon mengambil handphonenya. Ada SMS. Junmyeon terkejut. "Kris sudah di depan rumah?"

Sehun bingung. "Sedang apa dia? Bukannya dia masih sakit? Cepat temui dia! Aku akan mengurus baju-bajumu..."

Junmyeon mengiyakan dan berlari keluar rumahnya. Benar saja. Ada Kris di depan pagar rumahnya.

"Kris? Kenapa tidak masuk saja? Udara masih dingin.." tawar Junmyeon.

Kris menggeleng pelan sambil tersenyum. "Aku tahu kau sedang sibuk. Aku tidak akan lama disini..."

"Memangnya kau mau kemana?" tanya Junmyeon.

"Istirahat, tentu saja. Aku kesini tanpa sepengetahuan ibuku..." jawab Kris.

"Ah, kau ini. Kau saja masih pucat. Bagaimana nanti kalau kau..."

"Jangan terlalu ketus dong, sayang. Aku sudah capek-capek datang kesini, kau malah memarahiku..." rengek Kris.

Junmyeon merasa bersalah. Ia mengusap pipi Kris. "Maafkan aku. Aku mengkhawatirkanmu.."

Kris menempelkan kepalanya ke kepala Junmyeon. Memegang tangan Junmyeon yang ada di pipinya. Ia tersenyum. Junmyeon juga tersenyum. Mereka berpelukan.

"Apa yang akan kau lakukan setelah ini?" tanya Kris yang masih memeluk Junmyeon.

"Aku akan memindahkan semua baju-baju buatanku ke butik. Aku akan meminta bantuan Tao untuk memindahkan beberapa manekin," ujar Junmyeon. Lalu ia melepas pelukannya. "Apa kau mau ikut ke butik? Akan kutunjukkan tempat yang kami sewa di perempatan jalan.."

Kris menggeleng. "Tidak. Pergilah. Kau masih sibuk,"

"Jangan begitu. Aku akan tetap menghubungimu kalau aku sudah tidak sibuk. Sebentar lagi aku juga tidak sibuk..."

"Daripada aku merepotkanmu, lebih baik aku tidak menghubungimu selama kau sibuk," ujar Kris sambil tersenyum.

"Kenapa?" Junmyeon bertanya-tanya.

Kris tidak menjawabnya. Kris hanya mencubit pelan pipi Junmyeon. Kemudian mencium pipinya.

"Sudahlah, aku mau pulang. Aku sudah terlambat pulang," ujar Kris.

"Apa kau tidak apa-apa?" tanya Junmyeon.

"Supirku sudah menunggu di depan komplek," ujar Kris tersenyum.

Junmyeon mengizinkan Kris pergi. "Hati-hati, ya.."

Kris hanya tersenyum. Lalu ia berjalan menjauh dari rumah Junmyeon. Sekitar empat puluh meter berjalan, Kris berbalik badan. Menatap Junmyeon yang masih berdiri di depan rumahnya. Tampak Junmyeon masih khawatir. Tapi Kris mengacungkan dua jarinya untuk mengatakan bahwa ia baik-baik saja. Junmyeon juga mengacungkan dua jarinya. Mereka biasa melakukan itu saat mereka berusaha memperlihatkan bahwa mereka masih dalam keadaan bahagia. Kemudian Kris kembali berjalan menjauh dari rumah Junmyeon.

Sesampainya di depan gapura komplek, Kris sudah disambut oleh satu supir dan satu pengawal. Pengawal itu membawa koper besar.

"Tuan Muda, apa anda sudah siap ke bandara?" tanya pengawal.

Kris tersenyum, sedikit pilu. "Ya. Ayo cepat sebelum kita ketinggalan pesawat.."

.

?

.

Tiga bulan kemudian..

.

"Silakan! Kami mengadakan promosi besar-besaran!"

Sehun dan Xiumin membagikan brosur-brosur ke pengunjung pameran. Semua orang menerima brosur itu. Ada banyak pengunjung yang melihat-lihat baju yang dipajang di salah satu stand pameran. Baju-baju yang digantung dengan rapi, dipakaikan secara rapi pula di patung manekin, dan ada LCD yang menampilkan promosi-promosi baju-baju bagus itu. Semua yang disana terkagum-kagum akan desain baju-baju itu. Beraneka warna, sesuai dengan tema pra musim panas.

"Ya! Ini adalah dress mini terbaru! Harganya ada di gantungan bajunya! Ini limited edition!"

Itu suara Luhan. Luhan juga ikut serta berpromosi di pameran. Di luar, ada Sehun dan Xiumin yang baru saja kembali untuk mengambil brosur baru.

"Kami kehabisan brosur!" ujar Xiumin.

"Butuh seratus brosur lagi!" teriak Sehun kemudian.

Di sudut stand ada Tao yang melayani beberapa pengunjung, lalu ia mengambil brosur-brosur yang ada di meja sebelah ia berdiri tadi dan memberikannya ke Xiumin. "Itu brosur terakhir, nuna!"

"Baiklah! Aku janji akan membantu kalian setelah ini!" jawab Xiumin.

Tao hanya mengacungkan ibu jarinya kemudian melayani pengunjung.

Sementara sang pemilik brand, Kim Junmyeon sedang menghitung uang yang ada di kasir. Junmyeon juga melayani pengunjung yang membeli baju.

"Terima kasih.." jawab Junmyeon dengan ramah.

Dua jam kemudian, keadaan stand pameran baju milik Junmyeon mulai sepi. Baju-baju brand miliknya telah habis terjual. Semuanya terjual. Tao dan Luhan tampak mengipas-ngipaskan diri mereka sendiri. Mereka seperti mandi keringat. Sehun dan Xiumin meminum habis minuman yang tadi mereka beli di stand minuman.

"Kita berhasil, teman-teman..." Luhan membuka suara.

"Iya.. Kita sampai mandi keringat untuk melayani pengunjung. Aku jadi membayangkan tempat sewa kita akan ramai pengunjung..." Sehun menanggapi.

"Berarti kita butuh banyak desainer dong?" tanya Xiumin.

"Kemungkinan begitu. Tapi kita juga meminta persetujuan si pemilik.." Tao menanggapi.

"Maksudmu Junmyeon?" tanya Luhan. Tao menanggapi.

"Brass Fashion..." Sehun menyebut nama brand fashion milik Junmyeon itu.

Junmyeon keluar dari gudang kecil stand dengan cemas. Di tangannya terdapat handphone miliknya. Teman-temannya bingung.

"Ada apa, Myeon?" tanya Xiumin.

Junmyeon menutup flip cover handphonenya. "Kris. Tiga bulan ini dia menghilang.."

Mereka terkejut.

"Menghilang?" tanya Luhan.

"Jangan-jangan dia sakit lagi..." gumam Sehun. "Kapan terakhir kau bertemu dengannya?"

"Opening Brass Fashion tiga bulan lalu. Sebelum kita ke butik," jawab Junmyeon.

"Dia bisa dihubungi?" tanya Tao.

Junmyeon menggeleng. "Dia tidak akan menghunungiku kalau aku tidak menghubunginya duluan. Tapi... Kenapa seperti ini?"

Luhan menghampiri Junmyeon dan menepuk pundak Junmyeon. "Fokuslah dulu ke pekerjaanmu. Kris tahu kau sangat sibuk.."

"Aku tidak sesibuk itu, Lu-ge.. "

"Dia pasti akan menghubungimu. Atau langsung datang padamu.." hibur Xiumin.

"Benar apa yang dikatakan Xiu nuna.." Tao bangkit dari duduknya. "Kau teruslah mencoba menghubungi Kris hyung, dan jangan lupa kami ada denganmu selalu, Suho nuna.."

"Kris selalu mendukungmu. Mungkin sekarang dia sedang menjalani pengobatan untuk penyakitnya...mungkin?" Sehun menepuk pundak Junmyeon.

Junmyeon menatap teman-temannya. "Kalian..."

"Brass Fashion tidak akan bisa berdiri tanpamu. Aku dan Tao sudah keluar dari Lotte Fashion hanya untuk bisa bekerja bersamamu. Brass Fashion milik kita bersama..." Sehun memeluk Junmyeon.

Junmyeon tersenyum. "Terima kasih teman-teman..."

Mereka berpelukan. Junmyeon masih kepikiran akan Kris.

"Kris... Dimana kau?"

.

.

.

Eyes, Nose, Lips

.

.

.

6 tahun kemudian

.

.

Seorang perempuan berjalan dari pintu kedatangan bandara di Cina. Dia hanya membawa koper kecil. Dia tampak fashionable dengan dress ungu dan syalnya. Rambutnya panjang berwarna coklat dark. Sangat cantik dengan dahi yang ia biarkan terbuka. Ia membuka kacamatanya. Dia memberhentikan taksi yang lewat dan masuk ke dalamnya.

"Gedung Brass Fashion, dalam 30 menit," ujarnya dalam bahasa Cina yang fasih.

.

?

.

"Kerjasama ini, kami terima!" ujar salah satu investor.

Perempuan tadi menjabat tangan investor terkenal itu. Ia tersenyum bangga.

"Brass Fashion akan membuka cabang di seluruh kota di Cina.." ujar perempuan itu.

"Terima kasih, Junmyeon Kim,"

Perempuan tadi keluar dari ruangan dan berjalan menuju lift. Di dalam lift, ia mendengar smartphonenya berbunyi. Ia membukanya. Ada video call dari Luhan.

"Junmyeooonnn~ bagaimana kabarmu di Cina?"

Luhan membuka pembicaraan. Kamera handphone Luhan disorot ke seluruh orang yang ada di satu ruangan.

"Hai, Luhan-ge. Mana keponakanmu?" tanya perempuan yang ternyata adalah Junmyeon itu.

"Keponakan? Maksudmu Mindae?" tanya Luhan. Kemudian Luhan menyorot seorang anak kecil berusia sekitar dua tahun. "Mindae-ah, ini Bibi Myeon,"

Anak kecil bernama Mindae itu hanya bertepuk tangan. Lucu sekali. Pintu lift terbuka untuk Junmyeon, kemudian Junmyeon melangkah keluar lift. "Ayah Jongdae mana? Ayah Jongdae mana, Mindae-ah?"

Suara Junmyeon dilucu-lucukan untuk menghibur Mindae. Luhan kemudian menyorot Tao, Sehun, dan Xiumin. Xiumin agak sedikit gendut sekarang. "Hai Myeoon~ Hai Suhooo~~!"

"Tao-ya! Sehunie! Min unnie! Kalian baik-baik saja disana? Kantor bagaimana?"

"Kau tahu, Suho?" Sehun memegang handphone Luhan. "Temanmu yang bernama Baekhyun sekarang bergabung di Brass Fashion! Menjadi model!"

"Benarkah? Wah, sekarang Baekkie punya kerjaan dengan gaji lebih tinggi dan tetap dong, ya!" tanggap Junmyeon.

Tapi Luhan menyorot kembali dirinya. "Myeon, maafkan aku. Pulsaku hampir habis. Aku akan menelponmu nanti..."

"Tidak apa-apa, Lu-ge. Aku yang akan menelponmu. Tapi tunggu dua jam lagi, ya!" tawar Junmyeon.

"Baiklah. Sampau jumpa! Jangan lupa telepon!"

KLIK!

Telepon ditutup. Junmyeon berjalan keluar gedung. Setelah keluar lobby, ia langsung berjalan ke kiri jalan sekitar dua kilometer.

Di pertengahan jalan, ada kaleng yang tak sengaja menggelinding di dekat kaki Junmyeon. Junmyeon sedikit terkejut. Siapa yang menendang kaleng minuman bir ini? Ia menoleh ke arah kirinya. Ada sebuah gang kecil celah dua gedung. Di gang itu adalah gang buntu dan ada satu tong sampah besar. Ada sesosok laki-laki disana. Laki-laki itu menggerutu.

Junmyeon menghampiri laki-laki pendek itu. "Apa yang kau lakukan?" ujar Junmyeon dengan bahasa Cinanya.

Laki-laki itu menoleh. "Kau tidak lihat aku sedang frustasi? Apa karena kaleng yang tadi kutendang?"

"Bukan begitu. Kalau saja aku tidak meluhat kaleng itu mungkin saja aku bisa jatuh.." jawab Junmyeon. "Siapa namamu? Sepertinya kau butuh bantuan.."

"Aku malu untuk menyebut namaku," ujar laki-laki itu. "Nama asliku Amber Liu,"

"Berarti kau perempuan? Lalu kenapa kau malu?" tanya Junmyeon.

"Aku transgender. Tidak ada yang mau menerimaku sebagai karyawan kantor. Karena aku dipandang sebelah mata,"

Junmyeon terkejut. Berarti bukan hanya dia yang bernasib sama. Ia tersenyum. "Style bajumu bagus.."

Amber terkesiap. "Apa?"

"Iya. Stylemu bagus. Apa kau punya pengalaman menjadi desainer?"

"Aku lulusan sekolah kejuruan tata busana. Memangnya kenapa?" jawab Amber.

Junmyeon tidak menjawab pertanyaan Amber. Ia mengambil kartu nama dari dompetnya dan kemudian ia berikan kepada Amber. "Ini kartu namaku. Datanglah ke apartemen yang tertera disitu besok pagi kalau kau bisa.."

"A-apa maksudnya ini?" tanya Amber.

Junmyeon hanya membisikkan sesuatu pada Amber. "Kita adalah sama. Datang saja kalau kau mau dapat pekerjaan!"

Kemudian Junmyeon pergi begitu saja. Amber yang masih bengong tadi langsung menyusul Junmyeon. "K-kau serius? Kau tidak bohong padaku, kan?"

Junmyeon terkejut. "Aku hanya sekali membohongi semua orang kalau aku perempuan. Dan aku tidak akan mengulanginya lagi karena aku memang perempuan,"

Amber masih bengong. Berarti dia juga transgender yang sukses dengan pekerjaan. Amber tidak menyusul Junmyeon, namun mungkin ia akan menuruti Junmyeon untuk datang ke apartemen Junmyeon di Cina.

.

?

.

Disanalah letak Sungai Yangtze. Ia ingin menenangkan dirinya disana.

Ia teringat akan Sungai Han di Korea. Keadaannya tak jauh berbeda. Ia teringat akan seseorang. Pertama kalinya berjalan bersama, meminum soda dan makan eskrim. Menceritakan siapa mereka, sampai salah satu kejadian sedikit konyol namun tak akan dilupakan olehnya.

"Wu Yifan..."

Junmyeon menggumamkan nama itu.

"Enam tahun menghilang tanpa jejak. Tidak menghubungiku, dengan alasan tidak ingin menggangguku. Apa yang kau lakukan sekarang..."

Junmyeon menunduk. Ia menahan tangisnya.

"Kau meninggalkanku...apa karena aku laki-laki? Apa aku sekarang menjadi pesaing Lotte Fashion? Apa..."

Junmyeon menangis.

Tanpa ia sadari, ada seorang lelaki yang berdiri tepat di belakangnya. Lelaki itu melangkah dan memeluk Junmyeon dari belakang.

"Merindukanku?"

Junmyeon melepas pelukan itu dan berbalik badan. Ia terkejut.

"K-kris..."

Kris tersenyum. "Halo, nona Kim..."

Bukannya senang, malah ia memukul dada Kris. "KEMANA SAJA KAU BODOH! KAU TIDAK PERNAH MENGHUBUNGIKU DASAR BODOH! ENAM TAHUN INI AKU BERTANYA DIMANA KAU BERADA! BODOH BODOH BODOOOHHH~~!"

Kris hanya tertawa. Ia menangkup wajah Junmyein dan menciumnya. Singkat. "Maaf.."

"MAAF? KATAMU MAAF? DAN KATA PERTAMA TADI MERINDUKANKU?"

"Aku tahu kau marah... Aku tahu.."

"LALU? KENAPA KAU TIDAK MENGHUBUNGIKU?"

"Maaf. Aku menghindar darimu karena penyakitku, dan tidak ingin mengganggumu..." ujar Kris.

"Kenapa? Aku hanya tanya kenapa..." tanya Junmyeon.

Kris tersenyum tipis. "I only know I love you when I let you go.."

"Tapi... Aku tidak kemana-mana..."

"Kau mengejar kesuksesanmu. Aku melepaskanmu. Kau sudah sukses kan?"

"Kalau kau tanya begitu..." Junmyeon menyeka air matanya. "Aku sudah sukses. Brass Fashion sudah ada dimana-mana. Lalu, apa yang akan kau lakukan?"

Kris tersenyum. Ia mendekatkan wajahnya pada wajah Junmyeon. Saat hidung mereka bersentuhan...

"Daddy~~~!"

Aktivitas mereka terhenti saat seorang anak perempuan menghampiri Kris. Junmyeon sedikit kecewa. Apa Kris sudah menikah?

Kris berjongkok dan membuka tangannya untuk memeluk anak itu. Kris menggendong anak itu penuh sayang. Benar-benar seperti ayah dan anak. Kris tampak seperti ayah yang baik. Junmyeon tersenyum. Dia ayah yang baik, pikirnya.

"Daddy, ini siapa?" tanya anak kecil itu.

Kris tersenyum. "Sophia, kenalkan. This is your Mom,"

Junmyeon terkejut. Apa maksudnya?

Anak kecil bernama Sophia itu tampak bahagia. "Mommy~!"

Ia turun dari gendongan Kris dan memeluk pinggang Junmyeon. Junmyeon menggendongnya. Namun ia masih bingung akan apa maksud dari Kris. "Kris? K-kita belum..."

"Sophia adalah anak malang korban gempa bumi 3 tahun lalu. Ia masih kecil dan ia mengalami amnesia permanen. Aku mengangkatnya sebagai anak setelah itu. Aku menceritakan semua tentangmu dan ia percaya bahwa yang aku ceritakan adalah ibunya..." jelas Kris.

"K-kris..."

"Mom! Ayo jalan-jalan sama Daddy. Mommy kemana saja selama ini?" tanya Sophia dengan polosnya.

Junmyeon mencium pipi Sophia. "Mo-mommy kerja di luar negeri. Maaf meninggalkanmu dengan...Daddymu.."

Kris mendekat ke mereka berdua. Mereka seperti keluarga bahagia. Kris mendekatkan wajahnya ke wajah Junmyeon, kemudian menciumnya. Junmyeon yang terkejut lalu sedikit menghindar.

"Jangan mencontohkan hal jelek pada anakmu!" ujar Junmyeon.

Kris hanya tertawa. Junmyeon mengeluarkan smartphonenya dan mencoba video call menghubungi nomor Luhan tadi. Tak lama kemudian...

"Lu-ge! Lihat siapa yang bersamaku sekarang!" ujar Junmyeon.

Luhan dari seberang telepon memicingkan matanya. "Kris? Kris itukah kau?"

Teman-teman yang ada bersama Luhan pun terkejut dan ingin melihat apa benar itu Kris.

Kris hanya melambaikan tangannya. "Apa kabar kalian?"

"HYUNG KEMANA SAJA?" -Tao

"DASAR ORANG AMERIKA! BERANINYA KAU PERGI TANPA SEPENGETAHUAN KAMI! KAU TAHU INI BERAPA TAHUN? ENAM TAHUN WOY!" -Sehun

"Kau tahun betapa khawatirnya Junmyeon selama ini?" -Xiumin

"Maafkan aku. Aku pergi untuk menjaga jarak pada Junmyeon. Karena aku akan melamarnya sekarang.." jawab Kris.

Jawaban Kris membuat Junmyeon terkejut. Kris tersenyum penuh arti. Kemudian dengan sigal mencium bibir Junmyeon. "Kau tidak keberatan kan, menikah denganku?"

Junmyeon terkejut. Tamoak dari video call teman-teman mereka yang meligat itu langsung bersorak. "TERIMA SAJA! TERIMA TERIMA TERIMA!"

Junmyeon diam sejenak. Ia menunduk. "I-iya aku terima.."

"Apa? Apa aku tidak dengar? Katakan lagi!" Kris pura-pura tidak tahu.

"Iyaaa aku terimaa!"

"MENIKAH! MENIKAH! MENIKAH!"

Kris dan Junmyeon hanya tertawa mendengarnya. Mereka kembali dipertemukan. Dan tambah satu anggota lagi untuk melengkapinya, yaitu si kecil Sophia.

.

.

.

.

.

END


.

.

.


Omake

.

Kris, Junmyeon, Sophia dan desainer baru dari Cina yang ditemukan Junmyeon, yaitu Amber. Gedung Lotte Fashion yang lama telah beralih pemilik menjadi Brass Fashion.

"Wah, kantornya besar sekali..." ucap Amber saat ia memasuki gedung Brass Fashion.

"Sudah kubilang aku tidak akan berbohong padamu..." jawab Junmyeon pada Amber.

Amber berjalan dengan terkagum-kagum. Tak sengaja ia menabrak seorang office girl.

"Aduh! Kalau jalan hati-hati dong!" umpat office girl itu.

"Maaf! Aku tidak sengaja!" ujar Amber.

"Enak saja hanya minta maaf! Bajuku basah semua!" office girl itu marah-marah.

Junmyeon menghentikan Amber yang hampir tersulut emosi. "Maafkan dia ya, Sulli-ssi. Dia desainer baru di sini,"

Junmyeon membawa Amber menuju lift, disusul oleh Kris. Tapi Sophia masih berdiri di sana, menatap Sulli si office girl itu. Ia menghampirinya dan

"Weeeeekkk~~~!" Sophia menjulurkan lidahnya, lalu berlari pergi menyusul orang tuanya.

Sulli merasa terhina. "Heeeh! Dasar anak kecil kurang ajaaarr!"

.

?

.

TING! Pintu lift terbuka.

"Selamat datang!"

Junmyeon terkejut saat ia disambut oleh karyawan-karyawan Brass Fashion, di depan mereka ada Sehun, Luhan, Tao, Xiumin dan Baekhyun. Junmyeon berlari menuju teman-temannya dan berpelukan. Kris menyusul dan ikut berpelukan.

.

.

.

.

This is real END

.

.


Yak! Maafkan Ira atas keterlambatan ini. Ira ngebut banget bikin ini. Maaf kalo endingnya nggak ngena banget.

Mungkin Ira akan hiatus nulis FF, tapi tidak menutup kemungkinan Ira akan publish FF, entah FF translate atau FF murni bikinan Ira.

Oiya yang punya kontak pribadi Ira, udah tahu kan atas keterlambatan ini. Ira udah janji nggak akan nelantarin FF ini. Ya kan? Ya kan? YA!

Terima kasih buat kalian yang rela jamuran nungguin FF nista ini. Oke, yang punya kontak Ira, tetep kontakan ya, apalagi EXO L.

Ira pergi dulu~ baayy~ /lambai lambai bareng Suho/