YAKUSOKU (JANJI)
Kuroko no Basket (c) Fujimaki Tadatoshi
Yakusoku (Janji) (c) Kaoru Ishinomori
Disclaimer:
Kuroko no Basket milik Fujimaki Tadatoshi.
Karena kalau seandainya milik saya, ketika Ogiwara tiba-tiba muncul dan teriak nyemangati Kuroko, bakal saya buat Nijimura ikutan mendadak datang dan nyemangatin Akashi dengan cara turun ke pertandingan dan kasih mawar(?) *iniapa*
.
.
.
Menembak orang yang disuka tanpa berbusana.
.
.
.
[Ao x Kaga]
Bagi Kagami, ini mengerikan. Sudah hampir jatuh bangun karena di perjalanan ia masuk selokan, menabrak gerobak bakso dan terserempet tukang becak, ia masih harus terus melakukan janjinya. Ia mengetuk pintu ruang olahraga Touou, dan langsung membuka pintunya.
Semua yang sedang bermain basket memandang ke arahnya, dan hening.
"Kagami-kun?" Momoi menghampirinya. "Ada apa?"
Kagami tidak menjawab, ia meneliti satu per satu pemain yang ada di sana. Kenapa yang ia cari justru tidak ada? Aomine nya di mana?
"Ah, ngomong-ngomong, pertandingan yang kemarin hebat, lho," Momoi berusaha mencairkan suasana. "Jadi, kau ada urusan apa?"
Pertandingan hebat, tetapi tetap saja kalah. Dan kalah kemudian berujung ke janji menyebalkan ini. Kenapa janjinya harus beginian, sih?! Kagami memutuskan bahwa tidak ada gunanya juga meratapi nasib, jadinya ia menjawab saja.
"Aomine di mana?" tanyanya.
"Aomine-kun? Dia di atap seperti biasa. Aku tadi memanggilnya, dan katanya sebentar lagi ia ke sini. Kau tunggu saja di sini," Momoi menjawab.
Menunggu di sini? Kalau menunggu di sini, sudah pasti ia akan melakukan hal mengerikan itu dan dipandangi oleh semua pemain yang ada. Lebih mudah langsung menemuinya saja di atap sehingga mereka bisa bernegosiasi empat mata.
"Tidak perlu, aku ke atap saja," kata Kagami.
"Ha?"
Kagami langsung buru-buru berbalik pergi. Ia memasuki gedung sekolah, menaiki tangga menuju atap. Memang, sih, atap itu dunia Aomine seorang dan pastinya tidak akan ada orang lain selain mereka, tetapi tetap saja mengerikan. Bisa dipastikan setelah ia melakukan itu ia akan merasa kedinginan.
Kagami membuka pintu atap, kemudian berjalan mendekati Aomine yang berbaring membelakanginya. Aomine juga tahu bahwa ada keberadaan seseorang di belakangnya.
Ia duduk. "Satsuki, sudah kubilang sepuluh menit lagi aku akan turun.. eh?" ia mengangkat kepala saat melihat bahwa Momoi berubah menjadi laki-laki berambut merah tua dan berseragam Seirin. "Kagami? Sedang apa kau?" ia mengerutkan kening.
Yang ditanya menggaruk-garuk kepalanya. "Sebenarnya.."
"Kau ingin berdiskusi kepadaku soal pertandinganmu melawan Rakuzan itu? Kau datang kepadaku karena kau ingin minta pendapatku kan? Kau ingin aku.."
Aomine dan sikap sombongnya kalau di hadapan Kagami itu benar-benar membuat keki.
Karena tahu bahwa hanya ini satu-satunya cara untuk menyelamatkan harga dirinya, ia memutuskan untuk langsung melepaskan bajunya. Ya, inilah satu-satunya cara untuk mengembalikan harga dirinya.. dengan membuang harga dirinya yang lain.
"HAA? Oi, apa yang kau lakukan?!" Aomine ternganga, menyembunyikan mukanya yang memerah. Kagami tiba-tiba melepaskan baju di depannya itu.. antara istimewa atau jangan-jangan ada sesuatu di balik ini.
"Aku.." Kagami melepaskaskan celananya, kemudian melemparkannya ke arah lain. "Suka kamu."
Krik.
Krik.
Krik.
Tunggu. Setelah ini bagaimana?!
Aomine masih mematung, membuat Kagami semakin salah tingkah saja. Riko tidak mengatakan apapun yang lain, jadi mungkin mereka juga kemudian memakai bajunya kembali. Karena itu lah Kagami memutuskan untuk menyelesaikannya.
"Itu saja, sih, alasanku datang ke sini," Kagami akhirnya mengambil celananya lagi. Tetapi celana itu langsung disambar oleh tangan lain. Kagami menoleh. "Aomine! Kembalikan celanaku!"
"Tunggu! Kau harus membiarkanku memandangimu beberapa saat lagi."
"APA-APAAN ITU MAKSUDNYA!?"
"SEBENTAR SAJA!"
"KEMBALIKAN!"
[Ao x Kaga, challenge accepted.]
.
.
.
Menembak orang yang disuka tanpa berbusana.
.
.
.
[Mori x Zuki]
Moriyama memicingkan mata untuk memfokuskan bacaannya. Meskipun alasan bolos latihannya untuk membeli buku paket, tapi tentu saja dia berbalik ke barisan 'Buku Gombal' yang hanya mempunyai satu pembaca setia di cerita ini. Dia.
Jika ditanya, "Sekarang hari apa?"
Maka jawablah dengan, "Hari Selasa. Selamanya Sayang."
Semoga beruntung!
Begitulah kalimat di salah satu bab yang ia baca. Dan Moriyama mengangguk-anggukan kepalanya tanda paham, berlagak membaca kalimat yang mengandung informasi tinggi dan elit padahal sebenarnya sama sekali tidak bermutu.
"Moriyama-san?"
Moriyama menoleh. "Izuki?" tanya nya canggung. Oh iya, lupa. 'Buku Gombal' dan 'Buku Plesetan' langganannya ditempatkan di satu rak. Wajar saja jika mereka sering sekali berpapasan di sini.
Sementara Izuki tidak kalah canggungnya. Oke, ia sudah tahu Moriyama akan ada di sini, karena itu lah lokasi ini yang pertama kali dikunjunginya. Tapi ia belum siap! Maksudnya, sungguhkah harus melakukan HAL ITU di sini?! Yang benar saja.
"Izuki tahu tidak sekarang hari apa?" tanya Moriyama mencoba memancing, sekaligus mendinginkan suasana.
"Ng.." Izuki yang tidak bisa berpikir jernih karena kehilangan fokus, ditanya hari mana bisa menjawab. "Selasa?"
"Salah, Izuki. Sekarang hari Senin. Hari pertama masuk sekolah setelah libur panjang, kan?"
"Oh iya ya. Hehe."
"Hehe."
KRIK.
TUNGGU DULU.
Detik berlalu dan Moriyama tersadar. Tunggu. Pembicaraan itu salah. Tidak menjurus ke arah gombalnya. Cih. Ulang dari nol. Ditatapnya Izuki yang sudah memasang tampang yang tidak begitu tegang lagi seperti tadi, yang harus merasakan adegan yang terulang dua kali.
"Jadi?" Moriyama berdehem. "Sekarang hari apa?"
"Senin, kan?"
Moriyama nyengir bangga. "Bukan. Sekarang hari Selasa.."
"Selasa? Sela-Sela Asa?"
"..."
KRIK.
Sambil masih memandang Izuki yang memasang tampang polos itu, Moriyama tahu satu hal. Ya, sekarang Moriyama tahu sesuatu. Plesetan ala Izuki itu sebenarnya tidak lebih dari gombalan yang GaRing. Gagal dan Garing.
Lebih tepatnya, itu tadi GARING BANGET.
Moriyama berdehem lagi. "Bukan. Selamanya Sayang."
JDUAR.
Muka Izuki memerah, kembang api menyembur dari atas kepalanya. Toko buku ini sangat sepi, mungkin pengunjungnya hanya ada mereka berdua. Tapi minimal akan ada karyawan yang memeriksa kalau semisal Moriyama menjerit atau semacamnya, kan? Dan bagaimana kalau karyawan itu meninjau dan MELIHATNYA sedang di posisi yang tidak-sedap-dipandang-mata?
Tapi kalau ia tidak melakukannya, bisa-bisa nanti ia tidak akan selesai-selesai. Oke. Now or Never.
"Moriyama-san, sebentar ya."
"Ya?" saat Moriyama mengatakan hal seperti itu, Izuki langsung membuka bajunya yang membuat Moriyama membelalakkan mata. "WOI IZUKI, KAMU.."
"SSSTT," Izuki buru-buru mendesis. "Masih ada lagi tahu."
Masih ada la.. APA?
Izuki melepas celananya. Kemudian menatap Moriyama.
KRIK.
Moriyama sekarang lebih dari membelalakkan matanya. Buku Gombal yang ada di tangannya terjatuh seketika. Terjatuh elegan dengan gaya slowmotion membentur lantai dan membuka halaman dua puluh enam.
"Aku tidak akan melakukan plesetan karena waktunya tidak tepat untuk itu, jadi kucoba saja ini," Izuki giliran yang salah tingkah. "Kau lihat sendiri, kan. Aku melepas celana. Bagai kuda melepas pelana, bagai danau kehilangan muara. Tapi tujuannya akan seperti mendapat dahaga, jadi dengarlah apa yang kukata. Aku suka kamu, Moriyama-san. Dan itu berarti segala."
"..."
Moriyama serasa ingin membanting tulang.
WAIT WHAT. IZUKI BACA PUISI. Selama ini Moriyama salah duga. Ia pikir Izuki adalah anak polos yang bisa diperalat macam-macam, tapi ternyata bisa membuat ia mati kutu juga. Apakah itu artinya Izuki sudah tidak bersikap polos lagi setelah ini?
"Moriyama-san, bagaimana? Kaget, ya?"
Oh. Ia tidak salah duga. Bocah ini masih polos.
.
.
Tapi ia masih mati kutu.
.
.
"Moriyama-san? Aku pakai celanaku lagi boleh tidak?"
[Mori x Zuki, challenge accepted.]
.
.
.
Menembak orang yang disuka tanpa berbusana.
.
.
.
[Kiyo x Hana]
Kiyoshi menelan ludah. Akhirnya ia sampai juga di Kirisaki Daichi. Agak bingung harus mulai dari mana, sih.
Yang lain bagaimana, ya? Apa mereka semua sudah menuntaskan janjinya?
"Kiyoshi Teppei? Mau ada perlu apa?"
Tunggu, ia seharusnya tidak boleh mengkhawatirkan yang lainnya! Khawatirkan diri sendiri dulu.
"Hanamiya Makoto? Ada?" Kiyoshi berusaha mengucapkannya dengan netral supaya tetap berada dalam karakternya.
"Ada apa?" sang pemain kasar yang dimaksud langsung menyerobot keluar karena merasa dipanggil. "Oh, hohoho, siapa sangka ini? Kiyoshi Teppei?" katanya dengan tawa menyebalkan. Pada dasarnya ia memang menyebalkan. "Ada apa ingin menemuiku setelah kekalahanmu itu? Aku sebenarnya ingin meladeni, tapi aku sangat sibuk."
Kiyoshi berdehem. "Langsung saja kukatakan," katanya. Tapi mendadak ia terdiam. LANGSUNG SAJA bagaimana? Tunggu, ia tidak boleh mengatakannya dan mempraktekannya secara INSTAN. Apalagi di tempat seperti ini. Harus dengan proses. Proses.
Ia mengangkat kepala. "Aku hanya ingin mengobrol saja dengan teman lamaku. Ada tempat privasi?"
"Tempat privasi? Ada, sih, di gudang. Tapi kau saja yang masuk. Aku, sih, ogah," tukas Hanamiya malas-malasan. Kiyoshi menarik napas. Kalau saja ia bisa mengambil kepribadiannya Akashi yang dulu, mungkin Hanamiya sudah tewas terkapar karena ia gunting hidup-hidup. Memang butuh kesabaran ekstra menghadapi makhluk ini.
"Jangan begitulah. Masa' itu cara memperlakukan orang yang pernah mendapat julukan yang sama denganmu?" katanya masih dengan senyum lebar. "Aku ingin mengobrol. Santai-santai saja, ayo bersenang-senang."
Hanamiya mendengus kesal. Ia membuang muka. "Terserahlah. Tapi tetap saja, tempat privasinya di gudang. Hanya saja kali ini aku ikut masuk," katanya kemudian berjalan keluar.
Kiyoshi mengikuti saja. Gudang ya.. apa boleh buat. Yang penting janjinya terlaksana. Di tengah keheningan itu, ia angkat suara. "Hei, kalau di dalam sana kau menjerit kira-kira ada yang mendengar tidak?"
"Ha?" Hanamiya berhenti melangkah. "Apa yang.. tunggu. Memangnya kau mau melakukan APA kepadaku?"
"Tidak melakukan apa-apa, kok," Kiyoshi mengangkat bahu. Sebenarnya Hanamiya juga salah bertanya. Karena yang benar adalah bahwa ia yang mau melakukan APA kepada DIA SENDIRI. Hanamiya hanya perlu menonton. "Nikmati saja nanti," katanya melanjutkan. Niatnya mau menenangkan Hanamiya, bukannya dengan nada mulia itu dia malah membuat kesan dan makna yang ambigu.
Muka Hanamiya memerah sebentar, dia sudah membayangkan yang tidak-tidak dan kemudian menepis apa yang ada di pikirannya dengan lanjut berjalan lagi. Begitu mereka sampai di depan pintu gudang, dia membukanya.
"Huh, terserahlah apa yang mau kau lakukan kepadaku. Memangnya aku bisa terpancing? Lagipula, kau bisa apa?" ia tertawa meremehkan, mulai melangkah masuk. "Rayuanmu tidak akan mempan tahu. Aku hanya bisa ditaklukkan jika misalnya kau menembakku dengan melepas semua bajumu, ahaha."
Nyaris saja Kiyoshi yang kena serangan jantung. Tadi itu TEPAT BANGET tahu. Tapi ia memutuskan untuk diam saja, ikut masuk dan menutup pintunya.
"Jadi? Mau mengobrol apa? Sahabat?" tanya Hanamiya yang jelas tidak sedang memandang Kiyoshi sebagai sahabatnya. "Kau mau melakukan apa?"
"Melakukan itu," Kiyoshi menjawab pendek.
"Ha?" perempatan terbentuk di dahi Hanamiya. "Melakukan 'itu' ap.."
Kiyoshi melepas bajunya, dan itu membuat mulut Hanamiya terkunci otomatis. Kiyoshi melakukannya dengan cepat sekali sehingga klimaks saat ia melepas celana pun ia lakukan di sana, sementara Hanamiya tidak bisa menggerakkan jarinya sedikitpun.
"Aku suka kamu," balas Kiyoshi tetap staycalm. "Sejak di SMP saat aku tahu bahwa ternyata kita dikelompokkan menjadi satu nama, meskipun kita di tim yang berbeda. Mungkin sejak saat itu."
Hanamiya masih tidak bisa menggerakkan setiap sendi tubuhnya.
"Hanamiya?"
Masih hening.
Masih hening.
... Masih hening.
Kiyoshi memutuskan untuk memakai saja celananya. Ia mengambil lagi celana dan baru akan memakainya ketika pandangannya yang masih menghadap ke bawah menyadari ada setetes air berwarna merah menitik ke lantai.
Didongakkan kepalanya dengan cepat.
Tetap hening.
Tetap hening.
... Tetap hening.
"...O. EM. JI. Hanamiya, kau mimisan."
[Kiyo x Hana, challenge accepted.]
.
.
.
Menembak orang yang disuka tanpa berbusana.
.
.
.
[Aka x Furi]
Furihata salah mengambil kereta.
Di Jepang terdapat Shinkansen, atau yang disebut sebagai kereta peluru. Kalau ia naik itu, seharusnya perjalanan ke Kyoto bisa ditempuh hanya dalam waktu dua jam. Langsung. Tetapi ia tidak mengambilnya.
Jadilah ia harus menapaki tiap stasiun satu demi satu. Dan dia harus ganti kereta sebanyak EMPAT KALI. Ia berangkat dari Tokyo Station jam 13.42. Sampai di Atami pukul 15.30, kemudian ke Hamamatsu pukul 18.33, selanjutnya Toyohashi pukul 19.17, kemudian ke stasiun Maibara, dan barulah Kyoto dipijaknya pukul 22.42.
PUKUL 22.42, KAWAN. Perjalanannya makan waktu 9 JAM. Ini. Gila. Banget.
Tapi.. dia bakal sungguhan di cap gila kalau memanjati gerbang kediaman Akashi dan mengendap ke kamarnya demi melakukan itu. Ya, dia akan menghadiahi ini untuk kapten lawan pertandingannya kemarin, Akashi Seijuurou.
Tapi memangnya Akashi kenal dia?
Tapi sekarang sudah hampir jam sebelas malam. Ini bukan waktu yang tepat untuk melaksanakan janji. Seandainya dia tahu rumah Akashi, malam-malam bertamu pun pasti akan dianggap aneh.
"Furihata?"
WHAT.
Furihata menoleh ke depan dengan cepat dan dilihatnya seorang yang umurnya pasti bertambah karena baru saja dipikirannya, Akashi.
Akashi memandang Furihata dengan dua mata merahnya. "Kenapa kau di depan rumahku?" tanya Akashi, mengerutkan kening. Dia masih memakai seragam Rakuzan, jadi pasti dia baru pulang sekolah. Furihata menoleh ke rumah yang ada di sampingnya persis. Ternyata ini yang namanya rumah Akashi. Kirain tadi Istana Negara.
"I-i-itu.. euh.." Furihata tergagap bingung.
Akashi membuka pintu gerbang rumahnya. "Masuk saja, sini," katanya. Memang sikap dinginnya itu masih terus ada, apalagi karena Rakuzan juga memenangkan pertandingan. Coba kalau Rakuzan kalah, entah bagaimana sifat Akashi sekarang.
Tetapi meskipun menang, kelihatannya Akashi sekarang sudah tidak memandang rendah siapapun lagi. Ia menunggu Furihata masuk dan kemudian menutup pintu gerbangnya. "Tolong sampaikan permintaan maaf kepada Kuroko karena memanggilnya 'Tetsuya' kemarin, ya. Aku masih terbawa suasana saja, sih," ia mengangkat bahu.
"I-iya," Furihata mengangguk ragu. Ia ingat juga soal Akashi masih memanggil 'Tetsuya' tepat saat akhir pertandingan, tapi percayalah, tidak ada yang menyadari itu. Furihata mengikuti Akashi memasuki rumahnya. Baru membuka pintu dan mereka langsung disambut dengan pelayan-pelayan yang menyerbu menawarkan pertolongan.
"Tidak apa-apa, aku bisa sendiri," Akashi berjalan terus dan mengabaikan pelayannya. "Kalian semua tidur saja. Aku bisa menyiapkan kamar untuk Furihata."
"Aku tidak mau menginap kok," tiba-tiba Furihata menyela. "Se-sebenarnya, sih, aku hanya ingin menunjukkan sesuatu padamu kemudian pulang. Supaya besok bisa masuk sekolah."
Alasan itu kedengarannya sepele banget.
"Kau ke sini hanya untuk itu?" tanya Akashi memastikan. "Bagaimana kalau di sini saja? Pelayanku sudah tidak ada."
"Di ruangan yang kedap suara saja. Kalau-kalau kau menjerit."
"Kalau-kalau AKU menjerit?" Akashi mengerutkan kening lagi, jelas-jelas ia tersinggung. Midorima saja mengklaim bahwa ia tidak pernah melihat Akashi tertawa, bagaimana bisa orang di depannya yang baru pernah ia temui beberapa kali sudah meramalkan ia akan menjerit? "Kau menganggap AKU akan menjerit?"
"Bukan begitu, err.. hanya saja.. mungkin," Furihata bergidik sebentar, tetapi akhirnya memberanikan diri untuk tetap pada pendapatnya. "Hanya mungkin."
Akashi memicingkan mata. "Oh. Menarik," desisnya pelan. "Ayo ke kamarku. Di sana satu-satunya ruangan yang kedap suara dan tidak dilengkapi dengan kamera tersembunyi. Jadi hanya kau yang akan menyaksikanku menjerit, seandainya AKU akan BENAR-BENAR menjerit."
Setidaknya meskipun karakter Akashi tidak berubah, ia sudah menurunkan nada suaranya dari dingin menjadi ketus. Itu merupakan kemajuan.
Kamarnya Akashi sederhana, jauh dari apa yang dibayangkan Furihata. Meskipun luarnya megah dan dalamnya mewah, ternyata kamarnya hanya perabotan biasa. Seperti kamar anak SMA yang normal. Akashi duduk di atas tempat tidurnya. "Nah, Furihata. Apa yang ingin kau tunjukkan? Ular?" tanyanya.
Furihata menelan ludah. "Eng.. oke. Tunggu."
Satu tarikan ke atas.
Furihata melepas bajunya.
Kemudian satu tarikan ke bawah.
Furihata melepas celananya.
"Aku suka kamu."
"..."
"..."
Mereka berdua diam.
Dan Akashi berkedip.
Sesaat hening, jangkrik di luar rumah bersuara lebih keras daripada biasanya. Akashi terdiam lama. Matanya memandangi Furihata dari atas ke bawah, dan dari bawah ke atas. Begitu terus sampai lima puluh sembilan kali, lima puluh sembilan detik.
Di detik selanjutnya, dengan satu kedipan cepat, sang Absolut itu melakukan hal yang SAMA.
"A-A-AKASHI.."
"'Seijuurou', Furihata Kouki. Dan seharusnya kau beritahu aku dulu kalau kau sudah siap untuk ini. Tetapi kejutan ini tidak begitu buruk."
"TU-TUNGGU, AKU HANYA.."
"Ssst. Biar aku yang melanjutkan, Kouki. Kau tamatkan ceritanya sampai sini saja."
[Aka x Furi, challenge accepted.]
.
.
.
Menembak orang yang disuka tanpa berbusana.
Challenge accepted.
.
.
.
TAMAT
A/N:
Pokoknya apapun kesalahannya, salahkan Kaoru.
Kaoru ngikutin manganya dan bingung ini sebenernya Akashi matanya ganti gak sih-_- Di chapter terakhir itu Emperor Eye nya Akashi ada lagi, tapi siapa tau nanti mati lagi(?). Jadi ambil postifnya aja ya, jadi charming!Akashi, tapi sifat dinginnya ikut kebawa.
Makasih banyak buat feedback nya:
AoKagaKuroLover, Nearo O'nealy, Darkness Fall, Dena Shinchi, leasley99, guest, HappyHeichou, imspecially3, VilettaOnyxLV, Erry-kun, Neatokushi Toriaezuwaku, sellarosella, hancf, males login desu, Calico Neko, Saruwatari Chiharu, Nozomi Rizuki 1414, ShizukiArista, koharu tsusaki, haradakiyoshi, KUROUJI, akashi seika, .5872682, ShilaFantasy, Reiyuzuki, Kagamine Miharu, Guest, sellarosella *lagi?*, Orang121101, Seijuurou Eisha, elfarizy, Chocolate Cronut, Myadorabletetsuya, Mako-chan Waifu, Mizuira, Yukichaa.
Makasih banyak makasih banyak makasih banyaak! :3 Tanpa kalian kelanjutan cerita ini tak mungkin ada :3
Sekalian bales buat yang gak login:
Dena Shinchi: iya dia kasihan banget-_- yang disini sampe gak tega juga nyeritain kisah perjalanannya dia yang terus berjuang dilarut malah gitu. arigatou xD makasih reviewnya ya dena-san!
guest: gantung ya? tanya mereka tuh, mereka nya yang minta adegannya dipotong(?) *plak* santai aja, diterima kok :3 /inisotoy/ iya arigatou reviewnya :D
Neautokushi Toriaezuwaku: Iya ini penuh dengan fanservice xD iya kok ini MoriZuki sama KiyoHana xD kalo mau jerit pinjem kamar kedap suaranya Akashi sana Tori-san :p arigatou reviewnya ya!
sellarosella: aku tau akunnya sera yang asli(?) jadi balesnya dobel ya :3 habis reviewmu juga dobel ser'-' iya makasih reviewnya sera :3
hancf: habisnya kepanjangan sih xD /alasan apa ini/ iya tuh udah keluar kok :3 ah tebakan anda benar, silakan bayangin itu akashi selanjutnya ngapain furihata xD /woi/ btw arigatou reviewnya :3
males login desu: iya gak papa kok. yang disini juga gak suka akafuri xD /WOI-_- *ups keceplosan* *lupakan ini* santai aja, gak bakal ada yang tersinggung kok, gak sampai memicu perang(?) =)) makasih reviewnya ya~
akashi seika: ahaha udah dilanjut tuh xD makasih reviewnya :3
Guest: iyaaa! makasih hehe'-')9 cukup furihata yang diambang bahaya kok, yang lainnya sukses membuat kaku para seme nya lol xD arigatou reviewnya :3
Mako-chan Waifu: *abaikan dia* /kaoru kamu gak boleh gitu nak/ *oke* gak bisa sayangnya, aku masih belum kuat dengan rate M B') mako-chan aja yang buat sekuelnya, dengan senang hati aku setuju kok :'3 gak makasih ya sama reviewnya. *apaini*
Mizuira: habisnya kepanjangan kalo dilanjutt xD iya makanya itu, update nya habis lebaran aja ya mizuira-san -w- /plak/ btw arigatou reviewnya :3
Buat yang login kalau aku online lagi aku bales ya :3 Maaf kalau ada kata-kata yang typo atau ada jalan cerita yang tidak diinginkan(?) Hehe, sekali lagi arigatou!
Tetep review ya kalian. Gak review kugunting(?) Cause I know you're in there(?)