2.920 Words

.

"Aku ingin kau jadi pacarku..." katanya tanpa ragu, "...Sakura!" ia menatap gadis yang berada dihadapannya semakin intens dengan tatapan sungguh-sungguh.

Sakura –gadis itu– dengan cepat menatap cowok dihadapannya ketika dia mengatakannya. Tiba-tiba ia gugup –lebih gugup dari sebelumnya ketika cowok itu mengajaknya untuk janjian di taman belakang sepulang sekolah. Sakura tidak percaya cowok seperti dia menginginkan dirinya sebagai kekasih. Bahkan tak ada kata cinta, maksudku seperti 'Aku menyukai mu, jadilah pacarku!' setidaknya seperti itu, batin gadis itu. Sakura merasakan wajahnya mulai menghangat dan ia yakin kini wajahnya telah bersemu merah. Apa lagi mengingat sekarang mereka hanya berdua, di taman belakang sekolah yang sepi dengan langit yang mulai gelap.

Tak mendapat jawaban dari Sakura dia malah menyeringai dengan wajahnya yang tampan dan pembawaannya yang cool.

Seringaian cowok dihadapannya membuat Sakura tersadar dari lamunannya, ia cepat-cepat berpaling dari kedua mata yang menatapnya intents itu. "A– ak– Aku..." Sakura benar-benar gugup, ia tak mampu mengeluarkan kata-katanya, yang ada hanya sebuah cicitan yang terdengar aneh ditelinganya sendiri.

Pemuda dihadapannya itu menyeringai lebih lebar, kemudian dengan perlahan mendekati Sakura. Dengan refleks gadis itu mundur seiring langkah kaki pemuda yang baru saja menyatakan pernyataan yang berhasil membuatnya gugup setengah mati itu.

Pluk!

Tangan yang kuat dan besar itu tepat mendarat dikedua sisi bahu Sakura, menahannya untuk tidak menjauh lagi. Wajah itu mendekat, gadis berambut merah muda sewarna bubblegum itu menatap cowok dihadapannya dengan mata membulat. Kedua tangannya mencengkram erat baju yang tepat diatas dadanya sendiri, menahan degup jantungnya yang berdetak dua kali lebih cepat. Tak tahu apa yang akan dilakukan oleh cowok tampan dihadapannya. Mata mereka yang kontras saling bertemu. Apa dia akan men...

Cup!

Sakura masih membulatkan matanya, tak percaya dengan apa yang baru saja terjadi. Tak mampu berbuat apa-apa, sekedar untuk mengedipkan mata saja pun tidak. Cowok yang diketahuinya tak pernah bersikap lembut pada siapapun itu –terutama kepada perempuan– kini berada tak beberapa senti darinya, menguarkan aroma maskulinnya yang khas. Tengah mencium dahi lebarnya dengan lembut dan hangat. Tak peduli bahwa dahi lebar Sakura merupakan bahan ejekan teman-temannya semasa sekolah dasar dulu.

Kemudian ia melepaskan ciuman singkat itu, barulah Sakura mampu berkedip. Mengucek-ngucek matanya tak percaya. Seolah-olah dengan itu ia akan terbangun dari mimpinya yang er... indah?

Tidak, ini nyata.

Kini seringaian yang biasa ditampilkan pemuda berwajah tampan itu tak ada lagi disana, bergantikan dengan sebuah senyuman. Senyuman yang tidak pernah dilihat sakura sebelum ini serta tatapan mata yang sulit untuk dijelaskan. Senyuman yang tak pernah dipamerkan pada orang lain kecuali keluarganya. Senyuman yang mampu membuat gadis mana pun pingsan dibuatnya, kecuali gadis ini. Ya... senyuman yang hanya diberikan pada gadis manis ini seorang selain keluarganya, yang mampu menahan gejolak tak tertahankan yang berasal dari dirinya.

Sebenarnya tidak, bahkan saat itu juga rasanya Sakura ingin pingsan seketika. Tapi ia mampu menahannya. Dan itulah salah satu hal yang membuat cowok itu memilihnya diantara ribuan gadis lain yang menatapnya dengan penuh damba.

"Arigatou, Sakura...!" katanya singkat. Kemudian ia melepaskan pengangannya dari Sakura.

"Eeh...?" Sakura bingung.

Cowok itu berbalik pergi meninggalkan Sakura tanpa menghiraukan pertanyaannya.

"Sa–" Sakura mengulurkan tangannya, hendak bertanya lebih lanjut.

Ia berhenti dan menoleh sebentar sebelum menjawab pertanyaan Sakura dan kembali meninggalkan gadis itu, "sudah jelas bukan? Kau diam dan aku anggap itu sebagai jawaban 'iya'. Aku tidak mau menunggu lebih lama lagi untuk sesuatu yang saat ini pun sudah jelas."

Sakura terdiam membatu ditempat. Menatap punggung tegap itu yang semakin menjauh. Dengan perlahan gadis itu mulai menyentuh dahinya, tempat yang baru saja didarati oleh bibir dia. Sedangkan tangannya yang lain masih mencengkram bajunya sendiri. Detak jantungnya masih sama cepatnya pada saat kejadian tadi berlangsung. Terutama pada saat ia mulai mengingatnya lagi.

Dia bukan orang yang ku kenal selama ini. Ahh... sebenarnya dia itu siapa?


.

.

.

.

.

Naruto © Masashi Kishimoto

My Light © Yuzuru Tenshi

© 2014

Rate : T (Teen)

Gendre : Romance/Hurt/Comfort

AU/AT/Fanon/Straight

Main Cast : Uchiha Sasuke, Haruno Sakura

Summary :

"Aku ingin kau jadi pacarku..." katanya tanpa ragu, "...Sakura!" Bahkan tak ada kata cinta./ Mungkin sulit untuk dipercaya, tapi ini nyata! Bahkan ia lebih buruk dari kaba-kabar burung tersebut. Miris bukan? Ya, dari seseorang yang dipuja dan didamba menjadi seorang biang masalah dan dijauhi./Aku tidak akan begitu menghawatirkanmu jika orang itu bukan dia!

.

.

.

.

.


Chapter 1

.

.

"Apa benar yang mereka katakan, Sakura?" selidik Ino tepat setelah orang-orang yang mengerubuni sahabat merah mudanya pergi dengan cara diusirnya. Wajar, gadis yang tak kalah cantiknya dengan Sakura ini memang kerap kali bersikap bossy dan memanfaatkan kepopuleran dan parasnya yang bak seorang barbie.

Sakura tersenyum canggung. Kikuk.

"Sebenarnya sudah beberapa hari belakangan ini aku mendengar kabarmu dengan dia. Kau tahu aku mudah mendapatkan informasi terbaru, heh?" tanyanya lagi.

Ya, Sakura tahu benar itu. Mengingat Ino yang seorang populer, dikerubuni orang-orang populer, serta menjalin hubungan spesial dengan orang yang tak kalah populer dengannya. Coba ingat, siapakah penyebar gosip-gosip dikalangan siswa-siswi sekolah? Tentunya orang-orang populer sekolah.

"Tampaknya gosip itu benar," lanjut Ino yakin, ketika melihat gelagat Sakura yang tak biasa. "Aku bukannya apa-apa Sakura, kau tahu aku peduli padamu! Bukankah baru pertama kali ini kau menjalin hubungan dengan seseorang? Kau belum berpengalaman, Sakura. Ak–"

"Ino–"

"Aku belum selesai! Aku tidak akan begitu menghawatirkanmu jika orang itu bukan dia! Kau tidak begitu mengerti laki-laki, bagaimana jika dia hanya mempermainkanmu, Saku–"

"–Ino!" potong Sakura cepat, sebelum Ino memotongnya lagi. "Aku bukan anak kecil lagi! Jadi, jangan khawatirkan aku seperti itu," katanya pelan. Sebenarnya terharu dengan sikap sahabat satunya itu.

"Hhh..." Ino mendesah. "Aku cuma mau mengingatkanmu kalau kau tidak lupa dia itu siapa, Sakura!" gadis berambut blonde itu melipat tangannya di dada.

Sakura sedikit berjengit. "Hmm..." ia mengangguk dan menghindari tatapan Ino.

Sakura memang tahu itu. Dia itu orang seperti apa. Mereka memang benar-benar berbeda. Dia populer, tampan, jenius, selalu disayang oleh para sensei, orang yang menyenangkan, berasal dari keluarga baik-baik dan kaya, tapi itu dulu. Dulu, sewaktu mereka masih sekolah dasar. Saat memasuki sekolah menengah pertama, dia melanjutkan ke sekolah swasta elit yang paling tersohor. Dan pada saat itulah Sakura dan yang lainnya mendengar kabar-kabar buruk tentangnya. Mulai dari nilai-nilai anjlok, suka berkelahi, kasar, bermasalah dengan guru, langganan ruang konseling, acap kali sering diancam untuk di DO dan dijauhi oleh orang-orang.

Awalnya teman-temannya yang satu sekolah dulu sulit untuk percaya, tapi mereka telah menyaksikannya dengan mata kepala sendiri saat ia melanjutkan sekolah menengah atas ke sekolah negeri lagi, kembali bertemu dengan teman-teman lamanya. Mungkin sulit untuk dipercaya, tapi ini nyata! Bahkan ia lebih buruk dari kaba-kabar burung tersebut. Miris bukan? Ya, dari seseorang yang dipuja dan didamba menjadi seorang biang masalah dan dijauhi.

Ino menatap sahabatnya dalam-dalam, penuh selidik, menyadari Sakura menyembunyikan sesuatu darinya. "Kau tidak bisa menyembunyikan sesuatu dariku, Sakura," katanya pelan dengan nada membujuk.

Gadis bersurai merah muda itu kembali menatap kedua mata aquamarine Ino yang menatapnya lekat-lekat, terbangun dari lamunan panjangnya yang memiriskan. "A– Aku–"

"Hmmm...?" Ino semakin mendekatkan wajahnya pada Sakura. Tak peduli dengan tatap-tatapan orang yang mulai memenuhi kelas mereka pagi ini.

"Ahh... baiklah, Pig! Aku kalah," serunya mengalah dan mendesah pelan.

"Ceritakan padaku, Sakura. Kenapa ini bisa terjadi," desak Ino

Sakura menatap sekeliling ragu.

"Kakashi-sensei tidak akan datang sebelum tiga puluh menit berlalu," tambah Ino.

"Baiklah," kemudian gadis berambut merah muda panjang itu mulai menceritakan kisahnya pada Ino dengan panjang lebar.

Mulai sejak mereka masuk kelas XI, Sakura memang menyadari tatapan-tatapan dia pada dirinya, baik dikelas saat pelajaran maupun tidak, ataupu diluar kelas saat dia dengan teman-temannya dan begitu juga dengan Sakura –meskipun gadis itu tidak begitu yakin. Ya, di sekolah ini dia memang mempunyai beberapa orang teman, teman-temannya saat di sekolah dasar dulu. Yang mau menerimanya apa adanya, tak peduli siapa dia dulu dan seperti apa dia sekarang.

Kemudian beberapa hari belakangan ini dia menyisipkan sebuah surat di loker Sakura yang berisikan untuk mengajak gadis itu bertemu di taman belakang sepulang sekolah. Awalnya Sakura tidak mau percaya bahwa yang mengirim surat itu adalah dia. Ya, Sakura yakin bahwa yang mengerim surat itu adalah dia meskipun tidak ada nama. Tidak banyak berubah, tulisannya masih rapi dan enak dipandang, begitu kontras dengan sikapnya yang kini amburadul. Dan gadis itu tidak begitu terkejut ketika yang ditemuinya dibelakang sekolah memanglah dia. Sakura juga tidak melewatkan ceritanya tentang sikap berbeda yang dia tunjukkan padanya serta sentuhan lembut di dahinya yang agak lebar itu.

Ino mengerucutkan bibirnya tidak suka saat melihat wajah Sakura yang mulai bersemu merah, "dia benar-benar berbeda dari dulunya. Berani sekali dia menciummu, padahal kulihat kalian tidak pernah berinteraksi kecuali saat sekolah dasar dulu. Itu lain ceritanya," kata Ino penuh penekanan. "Lagi pula kau belum tentu benar-benar menjalin hubungan dengannya Sakura, apalagi kau tidak pernah mengatakan 'iya'," kata Ino yakin, kemudian mereka diam sejenak. "Apa dia sudah menghubungimu sejak saat itu?" tambahnya penasaran.

"Tidak banyak," kali ini Sakura menghindari tatapan Ino lagi.

"Maksudmu?" tanya Ino curiga.

"Oh, baiklah! Kami memang tidak pernah berhubungan lagi, dia tidak menghubungiku sejak saat itu."

"Oh!" Ino mengibaskan kunciran rambutnya yang jatuh kesisi bahunya dengan agak kesal. "Lalu kenapa kau masih mempertahankannya? Oh! Maksudku, bukankah sudah jelas? Kalian tidak menjalin hubungan apa-apa, dan dia! Dia tahu diri bahwa kau menolaknya!"

"Tapi kau tahu dia bilang apa padaku Ino!" Sakura mulai tak sabar, ia melipat tangannya di dada. "Dan lagi, apa maksudnya ini?" tanyanya sambil menyentuh dahinya sendiri.

Entah sudah berapa kali Ino mendesah tak sabar untuk menghadapi sikap keras kepala sahabat sejak kecilnya itu. "Hah! Aku yakin itu sebagai tindakan terakhirnya, meskipun keterlaluan mengingat siapa kau dan siapa dia," Ino masih tetap saja menggerumel tak jelas.

Sakura diam saja. Tidak tahu harus berkata apa pada Ino untuk menjelaskan semuanya. Sebenarnya Sakura sendiri tidak yakin dengan hubungan mereka. Dia memang tidak lagi menghubunginya sejak saat itu. Saat di kelas, ketika mata mereka bertemu pun dia hanya membuang muka. Bahkan saat mereka sedang sendiri-sendiri pun dia tidak menyapa Sakura sepatah kata pun. Kadang Sakura memang berpikir apa dia memang bermaksud mempermainkannya. Tapi kenapa? Rasanya gadis itu tidak pernah berbuat salah padanya, bicara sepatah katapun sebelum ini belum pernah.

Sakura juga tidak merasa bahwa ia menyukai dia, walaupun tanpa diminta terkadang bayangan dia saat memintanya menjadi kekasih muncul lagi dilamunan atau dimimpi Sakura. Dan lagi, detak jantungnya berdetak saat didekat dia itu hanya karena teringat sentuhan lembut yang dia berikan. Tidak lebih dan tidak kurang, dan Sakura yakin itu. Sebenarnya bisa saja ia melupakan dia dan segala hal yang telah terjadi dengannya. Tapi entah hal apa yang membuatnya merasa berat hati dan tida bisa mengabaikan dia begitu saja setelah sikap lembutnya yang tidak pernah Sakura lihat sebelum ini. Yang jelas sekarang ini Sakura merasa bingung tingkat akut.

.


.

.

.

Beberapa hari setelah itu, setelah Sakura tidak lagi didatangi oleh bayangangan-bayangannya serta tak begitu banyak lagi orang-orang yang mengubris Sakura tentang hubungannya dengan dia, dia malah muncul dan mengajak gadis itu bicara serta menawarkan pulang bersama. Oh! Pertanda apakah ini? Kenapa disaat Sakura mulai menjalani kehidupan normalnya lagi, dia malah datang?

"Baiklah, Sasuke– -kun," Sakura mengangguk dan mencoba untuk memanggil namanya seperti saat di sekolah dasar dulu, memanggil namanya dengan sufiks -kun.

Dia –Uchiha Sasuke– menyeringai. Senang, eh? Kemudian berbalik pergi meninggalkan Sakura di depan perpustakaan, kembali pada teman-temannya dengan santai.

Sakura masih menatap punggung itu, Naruto –sahabatnya sejak sekolah dasar– dan Sai –sahabanya sejak sekolah menengah atas sekaligus kekasih Ino, tersenyum dan melambai padanya. Sakura balas melambai dan tersenyum.

Tepukan pelan dibahunya membuat Sakura menoleh. "Jadi kau bermaksud melanjutkan hubunganmu dengannya, eh?" ternyata Ino. Gadis itu baru saja keluar perpusatakaan dengan membawa beberapa buku since tebal dipelukannya.

Sakura hanya mengangguk pelan. "Hei, sejak kapan kau jadi seorang nerd, Yamanaka-sama?" ledek Sakura sambil tertawa kecil, mencoba mengalihkan pembicaraan.

Ino manyun, menoleh pada buku-bukunya sebentar. "Tiba-tiba kau meninggalkanku didalam. Ternyata kau menemuinya, jadi aku hanya melanjutkan niatmu dengan buku-buku ini!" kemudian gadis itu mendorong buku yang dipeluknya pada Sakura.

"Huh! Ini kan juga untuk tugas kita!" Sakura menggembungkan pipinya.

Ino bersikap sok polos dan tak mengubris Sakura yang sebenarnya tampak menutupi rasa... senangnya?

Entah apa yang membuat waktu berlalu begitu cepat hari itu, atau mungkin karena terbebas dari pelajaran biologi yang biasanya serius dan menegangkan dengan Oro-sensei ditutupi dengan pekerjaan kelompok yang lebih santai?

Sakura tidak tahu ia harus senang atau tidak ketika Uchiha Sasuke tidak lagi menggantungnya. Tapi perasaannya terasa lebih ringan dari hari-hari sebelumnya sejak kejadian di taman belakang sekolah itu. Ia merasa sedikit gugup mengingat ia akan pulang bersama Sasuke nanti. Bukan karena orang itu Uchiha Sasuke yang super tampan dan menarik, tapi karena membayangkan ia hanya akan berduaan saja dengan seorang laki-laki nanti. Bukannya tidak terbiasa, karena Sakura cukup sering jalan dengan dua orang laki-laki sekaligus, seperti Naruto dan Sai. Atau berduaan saja dengan Naruto saja atau Sai saja. Tapi ini lain cerita, berduaan dengan orang yang menjalin hubungan khusus denganmu untuk pertama kalinya akan membuatmu gugup bukan?

Berbeda dengan Sasuke. Ia sungguh merasa lega telah mengajak gadis berambut merah muda itu untuk bicara lagi. Diamnya selama ini bukan untuk menggantung Sakura atau hal buruk lainnya. Tapi rasanya sungguh canggung dan malu ketika bertemu Sakura lagi dan bayangan tentang kejadian saat ia mencium gadis itu di taman belakang muncul tiba-tiba ketika melihat wajah manis dan cantiknya yang rupawan. Yah, itulah yang membuat Sasuke tak mampu bicara sejak saat itu.

Dan tentu saja kelakuan nakalnya semakin menjadi-jadi jika dilihat dari pandangan orang-orang. Ia keluar tanpa izin saat pelajaran berlangsung setelah tertangkap basah oleh Sakura ketika ia menatap gadis itu, atau sengaja bolos untuk tidak bertemu gadis itu. Dan itu semua hanya untuk menutupi rasa malu dan wajah meronanya yang tidak mau dilihat siapapun –Oh! Sangat tidak Uchiha, terutama gadis kesanyagannya –Haruno Sakura, seorang gadis yang sejak lama telah memikat hatinya.

Apa boleh buat, 'kan? Tapi beberapa waktu lalu ia dengan beraninya mengajak gadis itu pulang bersama dan hatinya sungguh lega dan terasa ringan ketika Sakura meresponnya dengan baik. Mungkin memang hal inilah yang harus dilakukannya sejak itu, mengajak Sakura untuk bicara. Sasuke sulit untuk menahan senyumnya ketika melihat Sakura melakukan beberapa kesalah saat pekerjaan kelompok dan berhasil membuat Oro-sensei melempar tatapan menusuk padanya. Oke, bukan karena hal terakhir tentunya. Dia yang tidak pernah melakukan kesalahan saat belajar dan kini melakukannya, aneh bukan?

Teng. Teng. Teng!

Bel berbunyi dan helaan napas lega terdengar disana, Sakura?

Ya, Sasuke memang terlalu percaya diri akan perasaan Sakura terhadapnya. Wajar saja mengingat ia menyadari dirinya yang begitu memikat serta respon balik Sakura yang membuatnya semakin cpercaya diri. Namun apakah perasaan Sakura pada Sasuke memang seperti itu?

"Baiklah, setelah ini bereskan dan kalian boleh pulang," kata Orochimaru dengan suara misteriusnya yang terdengar seperti desisan seekor ular.

Semuanya dengan semangat membereskan peralatan kelompok mereka dan bersiap pulang.

"Jangan lupa akhir pekan di rumahku ya, Sakura, Shikamaru, Gaara, dan Karin!" ingat Ino pada teman-teman satu kelompoknya dan dibalas dengan jawaban asal-asalan. Akhir pekan malah belajar?

"Sakura, kau dengar tidak?" desak Ino karena tidak mendapat jawaban dari sahabatnya itu.

"Eh... iya, iya! Sudah berapa kali kau mengulangnya sejak tadi sih, Ino?" kata Sakura gemas.

"Aku 'kan hanya mengingatkan agar kalian tidak lupa dan tidak pergi kemana-mana di akhir pekan nanti. Apa lagi kau Karin, kerjamu cuma pacaran dengan cowok yang berlidah lebih tajam dari gigi-giginya itu!" kata Ino dengan sadis pada Karin yang menjawab ogah-ogahan dengan gelagat tak akan datang sama sekali.

"Kau hanya tidak tahu seberapa manisnya Suigetsu-kun itu, !" balas Karin, yang lainnya mulai meninggalkan kelas satu-per-satu dengan bosan.

Sakura juga sudah cukup bosan mendengar perdebatan tidak penting yang begitu seringnya antar Ino-Karin ini.

"Kalau begitu aku duluan ya, PigIno!" ia mulai meniggalkan kedua insan cantik nan populer itu.

"PigIno?" ulang Karin.

"Oh, Sakura! Sudah ku bilang jangan panggil aku begitu didepan orang lain!" pekik Ino jengkel pada punggung Sakura. Karin menumpahkan tawanya.

Sakura tak mengubrisnya dan tertawa kecil.

"Hei, kau serius mau pulang dengannya?" tanya Ino dari kejauhan.

Sakura menghentikan langkahnya ketika ia hampir mencapai ambang pintu dan menoleh, "Eh, aku tidak meninggalkanmu 'kan, Ino? Kau pulang dengan Sai, 'kan?" tanya Sakura sedikit merasa bersalah, takut-takut kalau ia malah meninggalkan Ino pulang sendiri.

Ino tersenyum menenangkan melihat tampang Sakura, "tenang saja, aku bisa pulang sendiri, kok!"

"Tapi–"

"Aku pulang diantar Sai-kun, tidak usah khawatir!" kata Ino bohong. Sai 'kan ada latihan band dengan Naruto dan teman-temannya.

Sakura tersenyum mengangguk dan melambai. "Jaa ne...!"

"Jaa... Bersenang-senanglah, Forhead!" Ino balas melambai. Ino menyeringai mencoba balas dendam dengan memanggil Sakura seperti itu didepan Karin. Tapi, tampaknya Sakura tidak mendengar.

Dan sepertinya Karin tidak sadar dengan keanehan panggilan Ino pada Sakura barusan. Ia hanya melongo mendengar pembicaraan kedua sahabat itu. "Jadi benar kalau Sakura pacaran dengan Sasuke-kun?"

Kini mereka hanya berdua saja di kelas itu. "Heh? Sejak kapan kau memanggil Sasuke dengan sufiks –kun?" tanya Ino mencoba mengalihkan pembicaraan. Dan itu berhasil.

"E– Eh...! Apa-apaan kau!" bentak Karin kikuk.

Ino terkekeh lega. Lalu ia menggamit lengan Karin dengan paksa, siap pulang, "ayo! Temani aku pulang!"

Karin mengikuti langkah Ino sedikit terbirit-birit. "Eh...! Katanya mau pulang dengan Sai!"

"Ayo...!" paksa Ino.

.

.

Dengan langkah sedikit cepat Sakura menuju gerbang sekolah. Ia melihat Sasuke sudah keluar kelas sejak tadi, bahkan sebelum Oro-sensei, tepat setelah bel berbunyi. Apa Oro-sensei tidak menyadarinya atau memang membiarkannya? Mengingat semua orang tahu bahwa Sasuke adalah murid kesayangannya.

Sejak perjalanan dari kelas hingga saat menukar sepatu di loker Sakura memang belum melihat tanda-tanda keberadaan Sasuke, apa ia pulang karena terlalu lama menunggu Sakura yang sempat tertunda saat di kelas tadi.

Merasa masih kurang yakin, Sakura celingak-celinguk mencari sosok Sasuke diantara orang-orang yang berjalan keluar gerbang sekolah dan ia tidak menemukannya. Mendesah pelan dengan sedikit kecewa. Ia berjalan keluar gerbang dengan kepala tertunduk.

Apa kau hanya mempermainkanku saja, Sasuke-kun?

.

.

To Be Continue

'_'_'_'_'

.


Fict Pertamaku~

Makasih yang udah mau baca dan harap tinggalin jejak dan riview positive karena saya masih newbie dan mohon bantuannya untuk kelanjutan fict ini.

.

.

14:28

WestSumatra,07012014

.

Yoroshiku onegai shimasu,

Yuzuru Tenshi