Chap 7

.

.

.

.

.

Enjoy~

.

.

.

Prev Chap

"Apakah itu artinya, kau mencintaiku?"

"Aku belum bisa menjawabnya, tetapi aku tertarik padamu Yunho-ah. Kita bukan anak muda lagi yang membutuhkan waktu lama untuk yakin bahwa dia adalah orang yang tepat untuk hidupmu. Lalu... bagaimana denganmu? Perasaanmu?" Jaejoong menatap Yunho yang terlihat bingung untuk menjawabnya.

"Kau benar, kita bukan anak muda lagi yang membutuhkan waktu lama untuk itu. Tapi tetap saja, kita memang tidak bisa melihat apakah orang itu pantas untuk kita dalam waktu singkat."

Jaejoong menatap Yunho sendu, tanpa Yunho beritahu pun ia sudah mengetahuinya.

"Tapi itu berbeda saat denganmu Jae. Aku mencintaimu."

.

.

.

.

Jaejoong terkejut bukan main, namja dihadapannya ini baru saja mengatakan bahwa ia mencintainya. Tapi sejak kapan?

"Kau mencintaiku? Ta-tapi sejak kapan? Maksudku, kita baru saja bertemu, Yunho. Mengapa kau begitu yakin?" jujur saja Jaejoong bingung, 'bagaimaman bisa?' seakan pertanyaan itu terus saja terlintas dipikiran Jaejoong.

"Aku tau kau pasti tidak akan mempercayainya, tidak semua orang percaya bahwa cinta bisa muncul melalui hal hal kecil yang tidak masuk akal dan tidak kau prediksi sebelumnya," Yunho menghela nafas pelan dan melanjutkan "Tapi aku percaya dan itu terjadi padaku Jaejoong-ah, aku merasakannya. Bagaimana Presdir Kim selalu menceritakan semua tentangmu dengan antusias, beliau sangat membanggakan anaknya yang memang pantas untuk dibanggakan. Kau seorang pekerja keras, padahal kau akan sangat mudah mendapatkan apapun yang kau mau, melihat bagaimana latar belakang keluargamu. tetapi kau berbeda dan memilih jalanmu sendiri dengan keringatmu sendiri. Presdir Kim juga selalu menceritakan masa kecilmu, dan ya haha kau memang orang yang berbeda dalam hal baik, kau spesial. Lalu beliau pernah memperlihatkan sebuah foto, yang ternyata adalah foto dirimu. Saat pertama aku melihatnya, terlihat sekali kau adalah namja yang tegas, meskipun-maaf kau terlalu cantik untuk ukuran namja tapi pancaran seorang pekerja keras sangat terlihat di wajahmu. Dan setiap kali beliau menceritakan hal baru tentangmu, aku akan membayangkan wajahmu dan cerita itu sehingga aku merasa ada sesuatu yang lain pada diriku setiap beliau menyebut namamu, menceritakan tentangmu. Dan saat pertemuan pertama kita di rumah sakit, sebenarnya aku sudah mengenalimu namun aku tetap tau diri jadi aku berpura pura tidak tau bahwa kau adalah Jaejoong, anak dari Presdir Kim"

"Yunho…" ucap Jaejoong seakan kehilangan kata.

"Haah, aku pikir hanya namja yang terlahir miskinlah yang akan mempunyai semangat untuk sukses dengan jerih payah sendiri, tetapi kau merubah pandanganku Jaejoong-ah. Mungkin kerja kerasku tidak bisa dibandingkan denganmu haha" Yunho menggaruk belakang kepalanya, canggung tentu saja, karena secara tidak langsung Yunho baru saja mengungkapkan perasaannya pada Jaejoong.

"Yunho, aku tak sehebat seperti apa yang appa katakan dan apa yang kau pikirkan" ujar Jaejoong merendah.

"Tidak, itu penilaianku Jaejoong. Aku melihatmu seperti ini, dan jika aku memiliki kesempatan, aku akan senang jika bisa mengenalmu lebih jauh."

"Apakah itu artinya, kau akan menerima perjodohan ini?" Tanya Jaejoong sambil menatap wajah Yunho.

"Akan kupikirkan."

.

.

.

"Hyung, kau mencintai Jaejoong hyung sejak lama dan aku tidak tau sama sekali!" ujar Junsu tiba tiba sambil menghampiri Yunho yang sedang bersandar di sofa. Baru saja Junsu mengantarkan Jaejoong ke parkiran, ia bilang ada sedikit urusan sehigga harus segera pulang.

"Kau menguping eoh?" Yunho tersenyum kecil.

"Bu-bukan menguping, tapi terdengar." Yunho tertawa mendengar jawaban adiknya itu.

"Hyung tidak mungkin menceritakannya saat itu, bakan bertemu saja belum pernah kan?"

Junsu hanya menanggukan kepalanya.

Yunho lumayan tertutup soal kehidupan asmaranya pada Junsu, bahkan Junsu tau Yunho penah mengikuti kencan buta-yang direncanakan Yoochun- beberapa kali, dan Junsu tau semua itu tentu saja dari Yoochun sendiri. Tapi sepertinya kencan itu tidak pernah berjalan dengan baik, toh buktinya Yunho tidak pernah membawa teman kencannya itu ke flat untuk sekedar dikenalkan pada Junsu.

"Sudah jangan dipikirkan!" ucap Yunho sambil mengusak rambut Junsu.

"Hyung, apakah kau akan menerima perjodohan itu?" Tanya Junsu.

"Bagaimana menurutmu, haruskah?" Yunho balik bertanya.

"Hmmm, aku akan selalu mendukung apapun keputusanmu. Karena aku tau itulah yang terbaik." Jawab Junsu lalu menyenderkan kepalanya pada bahu hyungnya tercinta itu."

.

.

.

.

Jaejoong membuka pintu rumahnya pelan, ia benar benar mengantuk dan ingin segera berbaring di kasurnya, karena sehabis dari flat Yunho tadi ia langsung menemui changmin untuk sekedar minum kopi dan menceritakan semuanya yang terjadi hari ini.

"Aku dengar kau baru saja dari flat yunho, benarkah itu?" Tanya seseorang yang sedang menonton tv sambil menyandarkan punggungnya nyaman pada sebuah sofa dan membuat Jaejoong menghentikan langkahnya.

"Ya. Darimana appa tau? Dan kenapa appa belum tidur?" Tanya Jaejoong sambil melirik pada sang appa.

"Changmin," jawabnya singkat tanpa menjawab pertanyaan kedua dari anaknya.

"Wow, sekarang appa sudah punya mata mata huh?" Tanya Jaejoong dengan nada penuh sarkasme.

Mr Kim hanya tertawa mendengarnya, ketus sekali anaknya ini, pikirnya.

"Sudah jangan tertawa, aku ingin istirahat" belum sempat Jaejoong melangkah, Mr Kim sudah mengajukan pertanyaan lagi "Untuk apa kau ke sana? Apakah semacam kencan?"

"Appa kau ini kenapa? Aku ke sana karena Yunho sedang sakit, dan aku hanya menjenguknya"

"Hmmm baiklah" jawab Mr kim singkat, yang membuat Jaejoong mendengus sebal.

"Sudah aku mau ke ka-"

"Bagaimana soal perjodohan kalian? Apakah ia bersedia?"

Jaejoong mengalihkan pandangannya dari sang appa, "Appa... Sebaiknya kau tanyakan langsung padanya dan jangan menahanku terus. Aku lelah"

"Jaejoong!"

"Apa lagi?!" Kali ini Jaejoong sudah benar benar kesal pada appanya ini.

"Selamat tidur"

"Aish!" Jaejoong pergi meninggalkan appanya yang sedang tertawa puas.

.

.

.

Yunho mengetuk ngetukan jarinya di atas meja, sambil sesekali mengecek jam tangannya. Pandangannya melihat keluar kaca besar yang ada tepat di sampingnya, terlihat orang berlalu lalang, sepertinya mereka sedang terburu buru terlihat dari cara jalan mereka yang cukup cepat.

"Yunho-ah! Maaf aku sedikit terlambat"

Yunho langsung mengalihkan pandangannya kepada sumber suara, dan bangun dari duduknya untuk memberikan salam.

"Tidak sama sekali Presdir Kim, silahkan duduk" ucap yunho sopan.

"Ya ya terima kasih. Aah, sudah lama sekali tidak bertemu bukan? Aku bahkan belum sempat meminta maaf soal kejadian makan malam itu" ujar namja paruh baya tersebut sambil melihat lihat menu, "aku pesan ini saja" sambil menunjuk menu yang dimaksud kepada pelayan, sang pelayan menangguk lalu meninggalkan mereka berdua

"Anda tidak perlu meminta maaf Presdir Kim, tidak ada yang perlu disalahkan" balas Yunho.

"Yaa, aku bersyukur kau tidak marah Yunho. Kau memang anak yang baik," Mr Kim tersenyum menatap Yunho, "Baiklah, bagaimana jika kita bahas sekarang? Jujur saja masih ada pekerjaan yang harus diselesaikan" lanjutnya.

"Ah, saya minta maaf jika mengganggu waktu anda"

"Kau tidak mengganggu sama sekali, Yunho" ujar Mr Kim sambil tersenyum, "Kita memang harus segera membahas ini bukan?" Lanjutnya.

"Ya" jawab Yunho lalu menundukan wajahnya.

"Lalu bagaimana? Kau bersedia?"

Belum sempat Yunho menjawab, pesanan yang Mr Kim pesan sudah sampai, dan ditaruh di atas meja. Mr Kim tersenyum dan mengucapkan 'terima kasih' kepada sang pelayan yang dibalas ramah oleh pelayan tersebut.

"Jadi bagaimana?" Tanya Mr Kim setelah sang pelayan pergi.

Yunho menatap wajah Mr Kim di depannya, "Ya, saya bersedia menikah dengan Jaejoong, anak anda" jawab Yunho mantap.

"Hahahaha, Yunho aku bahagia sekali mendengarnya. Terima kasih banyak, aku percaya padamu Yunho. Kau tau kan alasanku melakukan semua ini, karena aku pernah menceritakan ini sebelumnya. Jaejoong sepertinya tidak begitu peduli dengan kehidupan asmaranya, dia terus bekerja dan bekerja. Tapi aku menginginkan dia segera memiliki pasangam hidup, umurnya sudah sangat matang begitupun denganku dan istriku yang sudah semakin tua ini, kepada siapa dia akan bergantung jika kami sudah tidak ada. Itu yang aku pikirkan selama ini, Yunho"

Yunho tertegun mendengarnya, niat appa dari Jaejoong ini memang baik dan tidak ada maksud lain.

"Ya saya sangat mengerti, anda tenang saja Presdir kim, saya akan berusaha untuk membahagiakan Jaejoong" ujar Yunho mantap.

Mr kim menyeka matanya yang mulai basah, "Kau lihat aku sudah tua, dan aku semakin sensitif haha. Terima kasih Yunho, aku harap kau segera memberi tau Jaejoong soal ini"

"Ya, saya akan segera memberi taunya, Presdir Kim"

Setelah beberapa hari Yunho berpikir untuk mencari keputusan yang tepat, akhirnya inilah keputusannya yang sudah dipikirkan dengan matang dan juga hasil dari masukan Junsu yang membuatnya lebih mudah untuk mengambil keputusan ini.

.

.

.

.

Drrt Drrt Drrt

"Jae, handphonemu berbunyi" kata namja tampan yang sedang berbaring santai di atas sofa.

"Hmmm"

Drrt Drrt Drrt

"Jae! Handphonemu berbunyi!" Namja tampan itu mulai kesal karena merasa diacuhkan.

"Kau berisik sekali Changmin, aku sedang sibuk. Biarkan saja" jawab Jaejoong tanpa mengalihkan pandangannya dari kertas di hadapannya.

"Tsk, gila kerja"

Changmin menghampiri meja Jaejoong dan mengambil handphonenya yang tergeletak di atas meja kerja.

'Oh?' Changmin melihat nama 'Yunho' terpampang di layar handphone Jaejoong. Tanpa pikir panjang Changmin pun segera mengangkatnya, "yeoboseyo"

"Yeo-yeoboseyo," jawab suara di sebrang sana, gugup.

"Yunho hyung? Kau kah ini? Ahahaha aku sangat ingin bertemu denganmu karena Jaejoong selalu menceritakan tentangmu aku jadi ingin tau kau orang yang seperti apa-"

"Yunho?" Gumam Jaejoong setelah sadar siapa yang sedang bersama Changmin ditelfon itu.

"-tetapi kau tau namja gila itu tidak memperbolehkan aku bertemu denganmu."

"O-oh seperti itukah? Haha" yunho tertawa canggung.

"Yaa, dan lagi- oh! Aku Changmin sahabat namja yang akan menjadi istrimu itu- ouch ouch! Ya apa yang kau lakukan!" Changmin meringis sakit saat Jaejoong dengan kasarnya menjambak rambutnya.

"Berikan padaku! E-eum, Yunho kau di sana?" Jaejoong pergi menjauh dari Changmin yang masih menatapnya sebal.

"Ya Jaejoong, aku di sini. Emm, temanmu itu sangat lucu haha"

Jaejoong menunjukan wajah jijiknya saat mendengar Yunho mengatakan Changmin lucu? Menyebalkan mungkin iya.

"Tidak Yunho dia sama sekali tidak lucu," Yunho yang mendengarnya hanya tertawa, dan Jaejoong merasa hangat mendengar tawa itu. "Oh ya? Ada perlu apa menelfonku?" Tanya Jaejoong.

"Kau tau, aku baru saja bertemu dengan appamu dan kami membicarakan soal perjodohan itu"

"La-lalu? Apa yang kau katakan padanya?" Jujur saja Jaejoong gugup, dia takut mendengar jawaban Yunho.

"Karena itulah aku ingin membicarakannya denganmu, bisa bertemu? Mungkin sekalian makan siang?"

Oh Tuhan, Jaejoong sama sekali tidak bisa menyembunyikan senyumnya. Mengapa ia terlihat seperti orang yang kasmaran, padahal Jaejoong sama sekali tidak ingat kapan ia merasakan perasaan ini terakhir kali.

"Eum, tentu saja. Di mana?" Tanya Jaejoong dengan semangat.

"Kau terdengar semangat sekali," shit, batin jaejoong. "Atau mungkin perasaanku saja haha, kau kirimkan saja alamat restauran yang kau inginkan. Aku ikut saja," ujar Yunho.

"Baiklah, aku akan kirimkan alamat tempatnya nanti. Eum, sampai nanti Yunho-ah"

Tuhan, jujur Jaejoong merasa bingung dengan perasaannya. Dia adalah namja yang dingin, dan terkesan keras, ia bingung kenapa bisa bersikap seperti ini.

"Seperti ABG saja,"

"Yah! Mengapa kau masih di sini huh? Cepat kembali ke tempatmu dan bekerja! Dasar tukang menguping!"

Changmin menyunggingkan senyumnya, "aku senang melihatmu seperti ini lagi. Entah kapan terakhir kali aku melihat sisi ini darimu, dan aku bahagia melihatnya. Yunho hyung adalah orang baik huh? Karena hanya orang seperti itulah yang bisa membuatmu seperti ini"

"Ya Changmin-ah, dia adalah orang baik dan tulus, aku bisa merasakannya." Balas jaejoong dan Changmin pun segera beranjak pergi menuju tempatnya.

.

.

.

.

Jaejoong memasuki restauran tempat dia dan Yunho memiliki janji, dan ia bisa melihat Yunho sedang duduk sambil memainkan handphonenya.

"Yunho," Jaejoong menghampiri Yunho, dan Yunho pun tersenyum saat melihat ternyata yang ditunggu sudah datang. "Hi Jae,"

"Menunggu lama?" Tanya Jaejoong

"Tidak, tidak sama sekali" jawab Yunho seraya tersenyum. "Kau mau pesan apa?" Lanjutnya.

"Entahlah, tapi aku tidak begitu lapar" jawab Jaejoong. Sebenarnya Jaejoong bukan tidak lapar, tapi ia entah kenapa sangat gugup.

"Kau yakin? Padahal ini jam makan siang," Jaejoong hanya mengangguk sebagai jawaban.

"Kalau begitu pesan minuman saja, kau mau minum apa?"

"Emm, samakan saja denganmu"

Yunho mengernyitkan dahinya bingung, ada yang aneh dari Jaejoong.

"Baiklah," Yunho memanggil pelayan dan memesankan minuman yang sama dengan yang ia pesan.

"Eum, jadi bagaimana?" Tanya Jaejoong.

"Apanya yang bagaimana?" Balas Yunho menggoda. Dia sungguh takjub, pertama kali ia bertemu dengan Jaejoong jujur saja ia sangat kaget karena muka dingin Jaejoong dan faktanya Jaejoong sedang merokok saat itu, terlihat sangat garang bukan. Kalian tidak akan percaya, Jaejoong yang sedang berada dihadapannya sekarang ini sungguh berbeda. Wajah bingungnya, wajah gugupnya, sangat berbeda jauh saat pertama bertemu. Apakah ini adalah sisi lain dari Jaejoong?

"Ish," Jaejoong mendelik sebal.

"Haha, tunggulah sebentar. Kenapa kesannya kau ingin segera pergi?" Jaejoong langsung menggeleng mendengar penuturan Yunho. "Tunggu sampai pesananmu sampai, agar kita tidak terganggu nanti."

Pesanan Jaejoong pun sampai, dan keheningan melanda untuk beberapa menit.

"Jadi bagaimana?" Jaejoong menanyakan pertanyaan yang sama.

"Presdir Kim menceritakan semuanya, semua alasan mengapa beliau merencanakan perjodohan ini."

"Apa yang appa katakan?"

Yunho menjelaskan semua yang ia dengar dari Presdir Kim, agar Jaejoong pun tau alasan appanya menjodohkan dia dengan Yunho.

"Aku juga sama sekali tidak mengerti Jae, kenapa aku? Masih banyak di luar sana yang lebih pantas," ujar Yunho sambil menatap Jaejoong lekat. "Tapi beliau menyimpan kepercayaan padaku, dan aku akan berusaha apapun alasannya beliau memilihku, untuk membahagiakanmu, menjagamu"

Jaejoong membelalakan matanya, "Yunho.."

"Aku tidak tau apa yang kau rasakan, mungkin ini adalah hal tersial yang pernah terjadi padamu. Tapi, apa kau bersedia menikah denganku? Menerima perjodohan ini? Jika tidak aku akan membantumu agar Presdir Kim membatalkan rencana ini" Tanya Yunho dengan senyuman di wajahnya.

"Yunho aku sama sekali tidak tau apa yang aku rasakan, hatiku membeku, entah mengapa. Dan kau datang, aku bisa merasakannya, ketulusan dan kebaikanmu. Kau tidak ada niat memanfaatkan appaku sama sekali, dan faktnya kau men- mencintaiku. Aku ingin sekali percaya Yunho tapi sungguh itu sulit, aku memiliki masa lalu yang tidak mengenakan" Jaejoong menundukan wajahnya seakan memori itu kembali lagi.

"Tapi aku juga menerima perjodohan ini. Keinginan appa membuatku sadar, setelah beranjak dewasa aku menjadi anak yang egois. Aku bisa menerimamu Yunho, kita... Jalani saja dulu semuanya, iya kan? Aku sudah lama sekali tidak merasakan hal ini, rasa yang muncul saat bersamamu."

Yunho tersenyum, tangannya terulur untuk memegang tangan Jaejoong.

"Jaejoong dengar, menurutku yang terpenting dalam perjodohan ini adalah tidak ada yang terbebani sama sekali. Aku, namja miskin ini pasti akan berusaha sekuat tenaga untuk menafkahimu. Oh Tuhan aku sangat malu mengatakan itu, secara materi kau sudah tidak perlu dinafkahi lagi. Tapi aku akan menjadi suamimu kelak, aku akan berusaha untuk membuatmu bahagia, untuk bertanggung jawab atas amanat Presdir Kim. Will you let me?"

Oh tuhan, appanya benar benar tidak salah memilih pasangan untuknya. Jaejoong belum lama mengenal Yunho tapi ketulusan namja dihadapannya ini meruntuhkan semua keegoisannya, dan memberikan rasa percayanya.

"Ya Yunho, tentu saja" jawab Jaejoong dengan senyum manis.

Jaejoong sudah tidak mau egois lagi, Jaejoong butuh pasangan hidup, seseorang yang Jaejoong bisa menggantungkan hidupnya. Jaejoong adalah pria dewasa, sudah tidak pantas ia bergantung pada orang tuanya. Jaejoong punya Changmin sebagai sahabatnya, tetapi Changmin memiliki kehidupannya sendiri yang sedang dan akan dilaluinya. Setidaknya dengan perjodohan ini, Jaejoong sedikitnya bisa membuka hatinya kembali untuk seseorang yang akan menempati tempat spesial di sana. Dan merobohkan semua ucapan yang pernah dikatakan 'seseorang' dulu.

.

.

.

TBC

A/N. Minnaaaaa, aku minta maaf banget karena gak update fic ini selama satu tahun! Omg, i feel ashamed. Alasan pertama aku sibuk kuliah, dan karena itu munculah alasan kedua yaitu ide buat chapter ini menghilang. Dan jujur aja seharusnya chap ini gak kaya gini T.T karena masih sangat amatir juga, jadi kadang ide ada nih dan waktu depan laptop mau ngetik gak bisa numpahinnya ke dalam kata kata /curcol/ aku tau fic ini kayanya makin absurd deh T.T dan banyak banget typo(s) bertebaran.

Alasan aku punya semangat lagi buat lanjutin fic ini adalah, karena aku bacain semua review kalian minna~~~

Harapan aku kali ini cuma satu, masih ada yang mau baca dan ngasih kritik or saran di fanfic aku ini T.T aku tunggu review kalian minnaaaaa /BIG HUG/