Prolog :
Kagami Taiga, seorang janda beranak satu dan berprofesi sebagai guru diumurnya yang ke-26 tahun.
Aomine Daiki, seorang pelajar dengan predikat 'berandal', anak seorang yakuza, 17 tahun.
Takdir apa yang menyatukan mereka? Permainan takdir apa yang akan mereka jalani? Apakah mungkin cinta timbul di antara guru dan muridnya? Apakah perbedaan status sosial menjadi penghalang? Hanya cinta yang bisa menjawab, hanya cinta yang bisa menyatukan dua orang manusia dengan latar belakang berbeda.
How Can I Not Love You
Aomine x Fem!Kagami
oleh : hi_commc
Sangat terinspirasi oleh film Anna and The King serta soundtrack yang berjudul How Can I Not Love You yang dinyanyikan Joy Enriquez.
Kuroko's Basketball sepenuhnya milik Tadatoshi Fujimaki-sensei. Saya hanya meminjam beberapa karakter untuk kepentingan fanfic saya.
Tokoh utama :
Aomine Daiki (male)
Kagami Taiga (female)
Kuroko Tetsuya (male) sebagai Kagami Tetsuya
~~~~and their stories beginning~~~~
Chapter 1
How Can I Meet You
"Bagi para penumpang pesawat tujuan Tokyo, Jepang, dengan nomor penerbangan AA-K465 harap segera memasuki pesawat karena pesawat akan lepas landas 15 menit dari sekarang. Sekali lagi..."
Suara dari intercom bandara Los Angeles membuat seorang perempuan berambut merah terlonjak kaget.
"Gawat, sudah waktunya," ia menyambar troli di sebelahnya dan mencari anak semata-wayangnya yang sedari tadi bermain di sekitarnya.
"Tetsuya, kita harus segera berangkat!"
Tetapi, anaknya yang baru berumur 5 tahun itu tidak segera menunjukkan batang hidungnya. Perempuan muda itu menepuk jidatnya, ia lupa bahwa anaknya memiliki hawa keberadaan yang rendah.
"Tetsuya.. Tetsuyaa! Kau di mana?" teriaknya panik. Beberapa petugas bandara yang baik hati menawarkan bantuan pada perempuan itu. Setelah mencari di segala penjuru, akhirnya mereka menemukan Tetsuya di pintu masuk bandara. "Tetsuya!"
Anak yang dipanggil 'Tetsuya' itu menoleh pada Ibunya, "Mommy!" dan langsung memeluknya.
"Kau kemana saja?"
"Umm.. umn.. Tidak kemana-mana kok. Aku hanya mengucapkan selamat tinggal pada LA," ucapnya polos.
"Ehmm.. Nyonya…?" Petugas bandara menginterupsi pembicaraan Ibu-anak tersebut.
"Kagami. Kagami Taiga."
"Oh, nyonya Kagami. Sepertinya anda harus bergegas karena pesawat tujuan anda akan berangkat 5 menit lagi," ucap petugas tersebut dengan sopan.
"Astaga! Terima kasih bantuannya, Sir!" Perempuan yang diketahui bernama Kagami Taiga itu bergegas mendorong troli miliknya dan berlari kecil –diikuti Tetsuya di belakangnya.
Setelah check-in, mereka langsung memasuki kabin pesawat. Kagami mendudukkan Tetsuya di dekat jendela agar putranya bisa menikmati pemandangan. Tidak berapa lama, seorang pramugari menjelaskan tata tertib pesawat dan berbagai cara menyelamatkan diri saat berada di pesawat. Setelah itu, para penumpang diperintahkan mengencangkan sabuk pengaman, dan pesawat tujuan bandara Narita, Tokyo-pun lepas landas.
"Semoga perjalanan kali ini bisa sampai di tujuan dengan selamat, amin."
"Amin."
Kagami tersenyum pada anak di sampingnya yang tengah asyik mengamati awan. "Nee, Tetsuya. Apa kau menikmati perjalanan ini?"
Tetsuya menatap ibunya sekilas, lalu kembali menatap awan, "Um.. tentu saja. Kita akan tinggal di tempat asal Mommy, bukan? Lagipula baru kali ini aku naik pesawat," jawabnya.
"Syukurlah. Kupikir kau marah karena tiba-tiba saja kita pindah ke Jepang," suara Kagami terdengar sedih di telinga Tetsuya.
"Tidak lagi, Mom.. Kau sudah berjanji tidak akan sedih lagi," Tetsuya mengganti posisi duduknya. Sekarang ia menatap ibunya, kemudian memberikan pelukan. "Kau berjanji padaku tidak akan sedih, tidak akan menangis lagi saat kita tinggal di Jepang nanti. Aku ingin Mommy memulai hidup baru, bersamaku."
Kagami mengelus rambut biru muda anaknya perlahan, menahan air mata yang bisa turun kapan saja. Tetsuya benar, ini sudah tahun ke-2 sejak suaminya meninggal karena kecelakaan. Kagami pernah merasakan hari-hari penuh penderitaan ditinggal orang yang dicintai. Tapi ia beruntung masih memiliki Tetsuya yang menjadikan motivasi untuk bertahan hidup.
"Nee, Mommy? Di Jepang nanti, carikan aku ayah baru ya," ucap Tetsuya polos dan diikuti gelak tawa dari Kagami. "Hahaha tentu saja! Kita lihat seberapa banyak pria yang mengantri menjadi calon ayahmu!" ucapnya setengah bercanda. Tetsuya tersenyum lembut pada Ibunya –membuat Kagami jadi tidak tahan untuk memeluknya.
"Umm.. Mom, kalau di Jepang nanti boleh aku panggil Kaa-san? Aku ingin menyesuaikan dengan anak lain," ujar Tetsuya.
"Boleh saja, karena kita akan menetap di Jepang. Semoga kita mendapatkan kebahagiaan yang melimpah ya, Tetsu. Tetaplah bersamaku."
"Hai, Kaa-san. Koko ni iru yo."
At Narita International Airport, Tokyo, Japan
07:03 p.m
Kagami Taiga dan putranya turun dari pesawat dan bergegas mencari kenalannya. Ia bersyukur memiliki sahabat yang mau menyambut kedatangannya. Masih sibuk mencari dan pandangannya langsung tertuju pada seorang perempuan berambut coklat sebahu, senyum langsung terkembang di bibirnya, "Riko!"
Perempuan manis itu menoleh dan melambaikan tangannya, "Taiga! Tetsuya~" kemudian menghampiri dan memeluk sahabatnya. "Huwaaaa kangennya.. Sudah berapa lama kita tidak bertemu?" Tanya perempuan bernama lengkap Aida Riko kepada Kagami.
"Lihat, Tetsuya sudah sebesar ini!" Lanjutnya sambil melepas pelukannya dan beralih menggendong Tetsuya.
"Halo, Bibi. Lama tidak bertemu," ujarnya non-ekspresi.
"Huh, tapi aku yakin dia masih suka menghilang begitu saja," sindir Aida diiringi gelak tawa dirinya dan Kagami.
"Sudahlah, Riko. Kami sudah sangat capek dan kurasa Tetsuya juga sudah mengantuk," menunjuk Tetsuya yang terlelap di gendongan Aida. "Hari ini, izinkan kami menginap di rumahmu ya!"
Aida tersenyum simpul, "Kenapa kau jadi seformal ini, baKagami! Huh, walau 10 tahun berlalu tapi nama panggilan itu masih cocok untukmu!"
"Ukkh.. Riko.. Kau masih saja memanggilku seperti itu," rengek Kagami.
"Tentu! Sudahlah, ayo kita pulang. Sepertinya ayahku sudah bosan menunggu."
"Heeeehh?! Kagetora-san?!"
"Tentu saja, baKagami. Dia berkata 'aku merindukan Taiga-ku yang cantik' seperti itu terus sejak keputusanmu menetap di Jepang," Riko tertawa pelan.
"Haah..Tapi ini merepotkan keluargamu," ucap Kagami lirih.
"…"
Hening.
"Oi, Taiga, kalau jalanmu lambat, akan kutinggal," begitu sadar, Aida dan Tetsuya sudah berada di pintu keluar bandar, 10 meter jaraknya dari Kagami.
"Heeeyy tunggu aku!"
"Taigaaa-chaaaan~"
DUAAAAGHHH
"Ittaai~ Riko-tan kau jahat sekali pada Papa!"
"Kau itu yang tidak tahu malu! Dasar om-om genit! Kita sudah dewasa, tahu!"
"Riko! Kau tidak boleh kasar pada papa-mu! Kagetora-san, apa kau tidak apa?" Kagetora langsung memeluk Kagami erat dan mengelus kepalanya.
"Huh, kau bilang apa sih, Riko? Bagiku, kau dan Taiga tetap putri kecil kesayanganku!"
Kagami balas memeluk Kagetora. Sudah lama tidak ada yang megelus kepalanya seperti Kagetora yang sudah ia anggap sebagai ayah. "Arigatou, Kage-san!" seru Kagami sambil memberikan seringai andalannya.
"Bagus, kau masih bersemangat seperti dulu! Ayo! Kita pulang~"
At Aida's Home 09:15 pm
Perjalanan dari bandara sampai di rumah keluarga Aida membutuhkan waktu lama. Kagetora mengatakan bahwa terjadi tanah longsor di jalan yang mereka lalui. Entah kenapa Kagami memiliki firasat buruk mengenai hal ini. Tapi baru sebentar, ia sudah melupakan firasat tersebut. Berterimakasihlah karena ia tipe orang yang optimis pada dirinya sendiri.
Sedari tadi Riko dan Kagetora memberondong Kagami dengan berbagai macam pertanyaan –sebut saja Ayah-anak Aida itu sedang menginterogasinya. Hampir satu jam yang melelahkan, akhirnya mereka tiba dengan selamat di rumah Aida.
"Jadi kau minta izin pada ayahmu untuk tinggal di Jepang?" Riko membuka pintu mobil dan membukakan pintu mobil di bagian belakang untuk Kagami.
"Thanks. Iya aku sudah memohon padanya. Dan kau tahu? Permohonanku setelah 2 bulan baru disetujui," balas Kagami seraya menggendong Tetsuya yang sudah terlelap.
"Riko-tan, lebih baik masuk dulu. Taiga pasti lelah," sahut Kagetora yang sudah berada di dalam rumah dan disetujui Riko.
Setelah menidurkan Tetsuya di kamar tamu, Kagami bermaksud mengambil koper-koper miliknya namun ditahan Riko. "Kau mandi dulu saja, biar aku dan Ayah membantu membereskan koper. Air hangat sudah kusiapkan," menyerahkan handuk dan pakaian ganti pada Kagami.
"Aah.. Sudah lama aku tidak dimanjakan Riko~ Biasanya sih selalu marah-marah –apalagi saat latihan basket," kenang Kagami sambil tersenyum jahil.
"Ba-baKagami! Sudah, sana mandi!"
Kagami masih terkikik geli melihat tingkah sahabatnya. Haaah, di Jepang memang paling nyaman. Baru sehari, tapi Kagami sudah bisa tertawa lepas, hal yang sudah sangat jarang ia lakukan saat tinggal di LA.
Setelah mandi dan berpakaian, Kagami bergegas ke ruang tamu –di sana sudah ada Riko dan Kagetora yang menunggunya. Kagami menghela nafas maklum, kemudian ikut duduk di sofa empuk warna merah.
"Baiklah. Sekarang pertanyaan apalagi?"
Kagetora menatap Kagami secara intens sebelum berkata, "Nak, dariku satu pertanyaan saja. Apa kau yakin dengan pilihanmu untuk tinggal di Jepang?"
Kagami tersenyum kecut, ternyata masih banyak orang menyangsikan keputusannya untuk pindah. Tapi ia berusaha meyakinkan Kagetora dan Riko karena mereka adalah orang pertama yang menyambutnya.
"Aku yakin, Kage-san. Aku bukannya mau melarikan diri, aku hanya ingin mendapatkan kebahagiaan yang tidak bisa aku dapat saat di LA. Aku dan Tetsuya ingin memulai kehidupan baru sebagai Kagami Taiga dan Kagami Tetsuya. Kumohon percayalah.." Air mata mulai tergenang di sudut matanya. Riko yang duduk di samping langsung memeluk Kagami erat. Ya, Riko tahu bagaimana perjuangan sahabatnya menghadapi penderitaan selama kurang lebih 3 tahun.
"Aku dan Riko memercayaimu. Kalau kau mencari tempat perlindungan dan ingin pulang, datanglah kemari. Aku Ayahmu dan ini rumahmu. Kami selalu ada kapanpun kau butuh," Kagetora mengelus rambut Taiga dengan sayang, kemudian menghapus air matanya. Tiba-tiba saja Riko menghentikan kegiatan berpelukannya dan memegang kedua pundak Taiga.
"Yosh! Ke mana perginya Kagami Taiga yang keras kepala dan percaya diri? Taiga yang kukenal bukan seorang perempuan cengeng seperti di hadapanku ini," gelak tawa langsung memenuhi ruang tamu di malam hari. Riko memang orang yang tepat untuk mengembalikan semangat Kagami.
"Arigatou, nee, Riko!"
Dan acara malam hari itupun berakhir setelah Kagami terlelap di sofa. Kagetora menghela nafas maklum, sebelum memindahkankannya ke kamar tidur tamu, tepat di sebelah Tetsuya yang tertidur pulas. Setelah menyelimuti Ibu-anak tersebut, Kagetora mematikan lampu dan berucap lirih, "Selamat tidur, semoga besok dan seterusnya kalian beroleh kebahagiaan," lalu keluar.
Mentari pagi menyeruak lewat celah-celah kecil jendela, mengusik sesosok perempuan muda yang tertidur pulas. Mau tak mau, kedua bola mata crimsonnya terbuka, berusaha menyesuaikan keadaan. "Aah.. Sudah pagi," ucapnya.
Ia melihat satu sisi tempat tidurnya yang kosong dan teringat akan putranya yang ia yakin masih tertidur beberapa saat lalu. Segera ia bangkit dari tempat tidur dan bergegas mencari putra sematawayangnya di ruang tengah. "Tetsuya! Kau dimana?" Tapi tidak ada satu orangpun di ruang tengah, bahkan Kagetora dan Riko tidak ada. Pikiran negatif langsung menyergapnya, "Tetsu-!"
"Oii, kau berisik sekali, Taiga!" Sebuah suara muncul dari dapur. Kagami segera menghampiri sumber suara tersebut dan mendapati sahabat baiknya tengah bersiap-siap memasak.
"Tetsuya bangun lebih pagi, jadi Ayah mengajaknya jalan-jalan. Salahmu sendiri bangun siang," lanjut suara yang diketahui milik Riko.
"Haaah.. Untung saja. Kukira Tetsuya menghilang lagi," balas Kagami.
"Sebaiknya kau cuci muka dulu. Setelah sarapan, kita akan membahas apartemen yang akan kau tempati. Aku akan memasak," ujar Riko lengkap dengan setelan apron dan pisau dapur penuh darah di tangannya. Kagami hanya bergidik ngeri melihat pemandangan horor di depannya.
"Etto.. Riko.. Sebaiknya tunggu aku selesai cuci muka baru memasak. Mengerti?"
Tapi Riko hanya memandang Kagami dengan tanda tanya besar. "Pokoknya jangan memasak sebelum aku kembali!" Kagami langsung melesat menuju kamar mandi. Hal terpenting di benaknya saat ini adalah : jangan biarkan Riko memasak!
Dan pada akhirnya yang memasak adalah Kagami, sedangkan Riko mendapat tugas untuk menata meja makan. 'Fyuh.. untung saja,' batin Kagami lega.
"Kami pulang!"
"Selamat datang!"
Kagetora datang dengan menggendong Tetsuya di punggungnya.
"Waah, Tetsuya dari mana saja?" Kagami langsung menghampiri anaknya.
"Ojii-chan bilang dia ingin mengajakku ke taman, lalu aku pergi dengannya," Tetsuya turun dari gendongan Kagetora dan beralih memeluk ibunya.
"Anakmu lucu sekali, Taiga. Hanya saja aku sempat kesulitan mencarinya saat lepas dari gandengan," Kagetora mengacak-acak rambut Tetsuya.
"Hei, sarapan sudah siap. Ayo makan," ujar Riko dari ruang makan. Sepertinya dia sudah selesai menata meja makan.
"Hah?! Riko memasak?!" ucap Kagetora tak percaya melihat berbagai jenis makanan di meja. Ada sup, bacon, salad, dan sebagainya.
"Tenang Kage-san, aku yang memasaknya kok."
"Haaaah.. Untung saja," Kagetora mengelus dada lega.
"Heh apa maksud kalian?!"
"Ittadakimasu~!"
Percakapan mereka bertiga terinterupsi oleh seruan Tetsuya yang sudah duduk manis di kursi dengan muka datar seperti biasa. Otomatis orang dewasa yang berada di sana tertawa –menertawakan tingkah mereka. Acara makan di keluarga Aida tak pernah seramai dan semenyenangkan ini.
Setelah sarapan selesai dan dilanjutkan dengan membersihkan piring-piring kotor, maka dimulailah diskusi antara Kagami dan Riko mengenai apartemen tempat tinggal Kagami nantinya.
Riko membuka beberapa iklan yang menawarkan berbagai jenis apartemen pada Kagami –hanya saja tidak ada yang sesuai dengan selera Ibu beranak satu itu. Riko tidak mau menyerah, ia kembali menawarkan apartemen milik kenalannya yang tidak terlalu lama tapi juga tidak terlalu baru, harga terjangkau –termasuk murah. Kagami mulai tertarik dengan apartemen itu.
"Apartemen ini milik kenalan Ayah, tempatnya bisa kujamin bagus. Dan kalau kau mau, aku bisa mencarikan kamar di lantai 7 dengan pemandangan kota yang pasti tidak akan mengecewakan," tawar Riko. Kagami menimang-nimang sejenak apakah apartemen ini adalah tempat yang paling tepat untuk dirinya dan Tetsuya. Kagami memiliki firasat bahwa apartemen ini akan mengubah hidupnya, entah karena apa.
"Harga sewa tidak terlalu mahal karena kau termasuk kenalan. Maka nantinya akan diberi diskon. Bagaimana? Kurang apalagi?" tambah Riko meyakinkan ala saleswoman profesional.
"Deal. Aku memilih apartemen ini," ujar Kagami mantab. "Kapan aku bisa pindah ke sana?" tanya Kagami.
"Besok sudah bisa. Kita akan menemui pihak apartemen dan secepatnya mengurus kepindahanmu. Tapi tentu saja kau bisa tinggal di sini sementara waktu."
Kagami tersenyum simpul mendengar penuturan Riko. "Terima kasih, tapi aku ingin secepatnya pindah. Bukannya aku tidak suka berada di sini, hanya saja aku ingin secepatnya memulai hidup baru. Kau mengerti kan, Riko?"
"Tentu. Aku tahu kau akan berkata seperti itu. Dan aku mengerti, sangaaat mengerti," membalas ucapan Kagami dengan senyuman.
Kemudian di hari berikutnya, Kagami beserta Tetsuya pamit pada Riko dan Kagetora –mengucapkan terima kasih atas kebaikan sehingga diperbolehkan tinggal selama dua hari.
"Terima kasih. Kami akan berkunjung lagi," Kagami dan Tetsuya membungkuk sebagai tanda terima kasih.
Kagami memutuskan untuk naik taksi dan menolak tawaran Kagetora, alasannya karena ingin mandiri dan tidak ingin merepotkan. Barang-barang dan koper sudah dikirim kemarin sore, nungkin hari ini sudah sampai di apartemen. Dari balik kaca taksi, Kagami melambaikan tangan, "Jaa matta!" dan taksi itupun berlalu meninggalkan kediaman Aida, menuju apartemennya yang baru.
Perjalanan dari rumah Aida tidak begitu jauh, seperempat jam kemudian taksi yang mereka tumpangi tiba di depan sebuah apartemen megah yang berdiri di kelilingi rumah-rumah yang tak kalah megah. Kagami sedikit mengernyitkan dahi, bertanya pada dirinya sendiri apakah salah alamat? Tidak, alamatnya benar, seperti yang dikatakan Riko. Kagami tidak pernah menyangka apartemen dengan harga terjangkau ternyata semegah ini!
"Nyonya, sudah sampai," ucap supir taksi dengan sopan.
"Um.. Arigato! Saa, Tetsu, ayo turun." Kagami menggendong Tetsuya turun dari dalam taksi. Setelah membayar ongkos pada supir taksi, mereka masuk ke dalam apartemen. Hal pertama yang harus dilakukan adalah mencari resepsionis untuk mengurus kepindahan, kemudian dari sang resepsionis didapatkan kunci apartemen lantai 7 kamar 105.
Setelah menyelesaikan administrasi, Kagami dan Tetsuya menuju tempat tinggal mereka yang baru di lantai 7. Sepertinya Tetsuya mulai mengantuk, maka Kagami dengan susah payah menggendong anaknya itu menuju lift. Beberapa saat kemudian lift terbuka dan Kagami bergegas masuk. Dari dalam lift menguar bau alkohol yang menusuk hidung –Kagami mengernyitkan dahi tanda tidak suka. Di sampingnya berdiri seorang siswa SMA –terlihat dari seragam yang dipakainya berjalan keluar lift dengan terhuyung-huyung. Kagami menggelengkan kepala sambil derdecih, "Ck, anak jaman sekarang!" Dan sebelum lift benar-benar tertutup , siswa itu memandang tajam pada Kagami –opps sepertinya ia mendengar kata-kata Kagami barusan. Kagami bersumpah ia melihat seringai dari siswa itu sebelum pintu lift menutup secara dramatis.
"Apa-apaan tadi?!" batin Kagami frustasi. Baru kali ini ada seseorang, terlebih lagi siswa SMA yang kurang ajar padanya. Kalau saja kondisinya memungkinkan, pastinya ia akan meladeni siswa itu. Tapi teringat Tetsuya dalam gendongannya dan sadar bahwa ia bukan anak muda lagi, maka yang bisa dilakukannya hanya membuang nafas kesal. Ia merutuki pemuda berkulit hitam yang ditemuinya barusan.
…part 1 end…
A/N :
Hayoo apaan sih saya bikin Aoxfem!Kaga lagi *ngais* Idenya muncul pas ngebayangin Kagami versi cewek sih.. Fujoshi macam apa saya ini OAO
Bagi pembaca harap maklum ya saya buat genderbend Kagami mulu..
Aduuh saya juga berasa PHP ;_; bikin fanfic multi chapter lagi padahal ada fanfic lain yang belum kelar diapdet..
Sebenernya fanfic ini adalah ide AoKaga pertama saya.. Jadi kalau pembaca sekalian ingin tahu kelanjutannya, saya sudah bikin chapter baru. Dan saya bisa mengapdet dalam seminggu. Itupun kalau ada yang mau #eh
Bercandaaa~ mumpung liburan, saya mau ngelanjutin fanfic2 lain. Mohon bantuannya ya, minna-san! :)
.
.
.
Ada yang berkenan review? *bows*