Naruto © Masashi Kishimoto
Your Uneducated Servant got nothing other than enjoyment for this! This person only has some foods and drinks, without any coin to pay your legal demand if you were to sue. Oh, wait, there is one cent.
Love, War, and Sacrifice © Your Uneducated Servant
:
:
What to expect: messy plot, alur campuran, beberapa percakapan kasar, sumpah serapah, blood, gore, sadisme, incest(?), kekerasan eksplisit dan implisit, lemon eksplisit and implisit, yuri, yaoi, nudity, typo(s), bad EYD (I'm willing to learn!), OOC-ness.
Main pairing: SasuHina
Conditional pairings: Sasu/Saku, Neji/Hina, Saso/Hina, Naru/Sasu, NaruSaku, more to follow.
Genre: Romance, Angst, Action, Crime...General?
Warning: perlu kematangan pikiran, yang ngerasa belom matang silakan klik 'back', sesekali nyerempet MA.
:
:
Prolog
.
.
Dor. Dor.
Bunyi tembakan beruntun saling balas membalas di kediaman Uchiha yang menjadi markas Chidori. Anjing-anjing peliharaan Kakashi menyalak dan menggigit para penyusup berpakaian hitam dengan corak awan merah, Akatsuki. Beberapa ekor di antaranya telah berdarah-darah, tapi masih berusaha membantu menghadang para tamu tak diundang yang datang dari arah barat itu.
"Sasuke, bagian utara sudah dibobol!" seru Naruto yang baru saja menerima telpon.
Sasuke berdecih. "Sial. Naruto, kaubawa beberapa orang dan perkuat pertahanan kita di utara. Jangan sampai mereka mencapai gudang senjata kita."
Naruto menganggukkan kepalanya. Pemuda berambut pirang yang pipinya terluka karena terserempet beberapa tembakan itu memberikan kode kepada Kakashi dan beberapa anak buahnya agar mengikutinya. Sebutir mata Kakashi yang tak tertutup masker menatap ke arah Sasuke. Sasuke hanya menganggukkan kepalanya merespon Kakashi. Kakashi balas mengangguk yakin. Pria berambut perak itu bersiul kecil tiga kali dan mengikuti Naruto yang sudah beberapa meter di depan.
Anjing-anjing berhenti menyalak dan menegakkan telinga mereka. Belasan ekor anjing yang tak terluka kemudian berlari di belakang Kakashi. Sisanya, beberapa ekor lainnya, yang terluka dan yang tidak, tetap tinggal di sana, menggigiti para penyusup dengan garang, tanpa ampun menyobek daging mereka.
Dor. Dor.
Seorang anggota Akatsuki yang tersisa berdiri di seberang Sasuke tanpa terlalu berusaha bersembunyi dari pandangan Sasuke. Pria yang Sasuke tau bernama Hidan, petinggi Akatsuki, tampak tersenyum mencemooh. Ia menggerakkan bibirnya sembari bertemu pandang dengan Sasuje. Sasuke yang bisa membaca gerak bibir mengenalinya sebagai kalimat 'we got you, Sasuke'. Pria berambut perak itu kemudian berbalik, setelah mengeluarkan sebuah peluru ke arah seekor anjing Azawakh yang berlari ke arahnya. Peluru menembus dada anjing berbulu cokelat itu. Anjing itu berkaing-kaing kesakitan dengan dada yang kembang kempis sebelum diam total.
Sasuke mencoba memahami apa yang dimaksud oleh Hidan. 'Apa yang mereka dapatkan dariku? Apa?' Lalu, matanya terbelalak. 'Hinata!'
Pemuda itu segera bangkit.
"Kalian, ikuti aku." Ia kemudian berbalik dan berlari diikuti empat orang anak buahnya. Ia berlari sekuat tenaga menuju bangunan kecil dua tingkat yang berada di ujung timur kediamannya itu. Ia melewati beberapa badan yang bergelimpangan, entah masih hidup atau sudah mati. Genangan darah mengotori lantai yang biasanya berkilau. Pemuda itu tak tau berapa banyak korban yang jatuh dari sisinya. Ia juga tak tau berapa banyak korban yang jatuh dari sisi Akatsuki. Yang ia tau, serangan tiba-tiba Akatsuki kali ini menimbulkan banyak korban jiwa.
"Kurang ajar!"
Sayup-sayup, suara tembakan dari berbagai arah terdengar di telinganya.
:
:
Dor.
Sasuke menoleh cepat ketika suara tembakan terdengar dari arah belakangnya. Sebuah peluru meluncur ke arahnya dan berhasil mengenai lengan kanannya, membuatnya menjatuhkan pistolnya. Tampak olehnya, seorang anggota Akatsuki, yang luput dari pengamatannya, bersiap menembak dirinya. "Sialan."
Dor.
Tembakan lainnya, dan anggota Akatsuki itu jatuh dengan kepala berlubang. Sakura berlari sembari menembak beberapa kali ke arah Akatsuki yang berada di seberang ruangan. Gadis itu masih mengenakan jubah lab putih yang tercemar percikan darah. Ia berjongkok di samping Sasuke yang berlindung di balik meja besi. Empat orang anak buahnya sudah tidak sadarkan diri di sekitarnya.
"Sasuke!" panggilnya dengan suara khawatir. "Kau baik-baik saja?"
Sasuke mengangguk. "Aku masih bisa menggunakan tangan kiriku. Berapa banyak peluru yang kaupunya?"
"Cukup. Kau kehabisan?"
"Tidak. Bagaimana keadaan kita?"
"Naruto mengurus utara, Neji di selatan. Kakashi bersiaga di barat. Bantuan sudah hampir tiba."
"Bagus."
Dor. Dor. Dor.
Bam! Suara ledakan terdengar dari timur.
"Kita harus bergegas, Sakura."
Sakura diam. Ia mengangkat tubuhnya dan menembak berulangkali, berusaha sebanyak mungkin tingkat serangan musuh. Sasuke turut menembak beberapa kali, banyak di antaranya meleset karena rasa sakit yang mengganggu konsentrasinya. Baku tembak berlangsung beberapa menit hingga tidak lagi muncul tembakan balasan dari seberang ruangan.
Gadis berambut merah muda dan pemuda berambut biru kehitaman itu saling mengangguk.
Keduanya kemudian berlari menuju sebuah taman bunga, ke arah sebuah bangunan yang terpisah dari bangunan utama, melewati berbagai macam bunga yang terinjak-injak oleh orang-orang tak bertanggung jawab. Semakin mendekati bangunan itu, keduanya dapat melihat bekas-bekas tembakan dan tiga sosok mayat berdarah. Anak buah Sasuke.
"Hinata!" panggil Sasuke ketika melangkahkan kaki di dalam bangunan yang pintunya sudah hancur karena ledakan. Suaranya sarat dengan kekhawatiran.
Pemandangan di depan matanya membuatnya semakin cemas. Benda-benda di ruangan itu berserakan di mana-mana. Beberapa bekas ledakan nampak mengotori dinding dengan noda hitam. Suara gonggongan anjing menarik perhatian pemuda itu.
"Itu suara Havanese yang kuberikan pada Hinata." Ujar Sakura.
Sepasang mata hitam kelam bertatapan dengan sepasang mata emerald. Tanpa mengucapkan apapun, keduanya mengangguk dan memasuki ruangan, menuju ke arah suara gonggongan anjing yang berada di lantai dua.
Guk. Guk. Guk. Grrrr. Guk. Guk. Guk. GUK!
Dor. Dor.
Suara gonggongan anjing berhenti total.
Di sana, seekor anjing ambruk dengan suara bedebum samar. Di dekatnya, Itachi yang mengenakan jubah berwarna cokelat kayu mengarahkan pistolnya ke arah anjing berbulu putih itu. Anjing itu diam dengan aliran darah merah kental yang membasahi bulu putihnya. Matanya yang bundar terbuka lebar. Pria berusia dua puluh tujuh tahun itu kemudian mengalihkan perhatiannya dari sang anjing pada Sasuke dan Sakura.
"Kau datang juga." Ujar pria berambut panjang itu.
"Itachi, apa yang kau lakukan?! Kenapa kau...? Mana Hinata?" Tanya Sasuke dengan raut kebingungan. Kecurigaan menelusup di dalam pikirannya. Di belakangnya, Sakura mengacungkan pistol ke arah kakaknya itu, sepertinya turut mencurigai pria itu.
Dor.
"Ahhh!" Sakura mengerang keras ketika peluru yang ditembakkan oleh Itachi mengenai tangannya. Darah mengalir membasahi tangannya dan ia pun jatuh terduduk sambil memegangi tangannya. Pistolnya sudah jatuh.
Sasuke terbelalak kaget. Tidak mengira sama sekali kakaknya melakukan itu pada Sakura. "Itachi!"
"Sasuke, yang terlihat di mata tidak semuanya nyata."
Pria itu kemudian bergeser ke samping kanan. Tampak di belakangnya, dua orang Akatsuki... bukan, bukan sekadar Akatsuki, melainkan petinggi Akatsuki. Seorang berambut pirang panjang yang menyeringai senang dan seorang laki-laki berambut merah yang…membopong Hinata?
"Apa yang…?" Sasuke terdiam. Sepasang matanya menyiratkan rasa luka. "Apa kau…bergabung dengan Akatsuki? Jawab aku! ITACHI!"
Itachi diam. Ia menurunkan pistolnya kemudian berjongkok dan menyentuh genangan darah Havanese yang telah mati. Ia kembali berdiri kemudian mendekati Sasori. Tangannya yang bernoda darah itu menyentuh pipi Hinata, menghiasi pipi putih itu dengan darah segar.
"ITACHI!" Sasuke berteriak. Tangan kirinya dengan gemetar mengangkat pistol dan mengarahkannya pada Itachi, satu-satunya Uchiha yang tersisa selain dirinya. "HENTIKAN!"
Laki-laki berambut merah bergerak mundur. Angin kencang tiba-tiba saja masuk ke dalam ruangan itu. Di luar, suara helikopter terdengar nyaring. Sebuah tangga tali tiba-tiba terlihat menggantung di balkon lantai dua itu. Lelaki berambut merah itu menuju tali itu, diikuti oleh Itachi.
"Berhenti! Aku bilang berhenti! Atau kutembak kalian semua!" Sasuke berseru memperingatkan ketiga anggota Akatsuki itu.
Laki-laki berambut merah tetap berjalan, tak menghiraukan peringatan bungsu Uchiha itu. Sementara itu, Itachi berhenti dan berbalik. "Kau tak menembak sebaik dengan tangan kananmu..., Dik."
Seorang berambut pirang yang masih berdiri di tempatnya tertawa terbahak sambil memegangi perutnya. "Perpisahan antara kakak-adik, un? Menarik. Aku mau melihat lebih lama. Tapi, Sasori pasti tak suka menunggu, un."
Sasuke menggeram. Pria berambut pirang itu menepuk bahu Itachi kemudian berjalan mendekati tangga tali sembari bersiul. Ia memutar-mutarkan sebuah granat di jarinya yang memasuki lubang pen pengaman granat. Ia naik ke tangga tali kemudian berseru: "Itachi, cepat, un. Kita pergi sekarang! Bantuan mereka sudah tiba di utara."
"BERHENTI!" Sasuke kembali berteriak.
"Yang terlihat di mata tidak semuanya nyata. Ingat itu."
Itachi berbalik kemudian segera berlari menuju tangga tali yang sudah mulai naik. Sasuke menembak berulang kali, seolah berusaha menghentikan kakaknya itu. Tak berhasil, pemuda itu berlari mengikuti kakaknya. "Sial. Sial. Itachi. Hinata! Kembalikan Hinata! Itachi! ITACHI!"
Sakura menahan Sasuke agar tidak berlari lebih jauh. Gadis itu menggenggam tangannya. Bersamaan dengan itu, sebuah granat dilempar masuk ke ruangan itu. Bam!
"Hinata!" Jerit Sasuke.
Keduanya terpental.
:
:
"Sasuke." Panggil Naruto.
Sasuke diam. Di sampingnya, Ino membalutkan perban pada lengan pemuda itu. Gadis berambut pirang itu berkonsentrasi penuh agar luka tembakan di lengannya itu terbungkus sempurna. Ia mengikat erat ujung perban kemudian memotongnya.
"Sasuke." Panggil Naruto lagi, yang tidak direspon oleh Sasuke. "Sasuke!"
"Aku mendengarmu. Ucapkan saja laporanmu." Ujar Sasuke datar.
Naruto mendesah kecewa, tapi mengikuti perintah pemimpinnya itu. "Dari pihak kita: dua delapan meninggal, delapan terluka parah, tiga empat luka ringan. Empat ekor anjing Kakashi mati…termasuk Pakkun. Enam luka parah. Sisanya baik." Naruto terdiam sebelum melanjutkan. "Dari pihak Akatsuki: dua belas meninggal, sepuluh luka parah, sisanya tiga delapan tertangkap. Semuanya ada di halaman."
Sasuke berdiri dalam diam. Kemudian, tanpa berkata apapun, ia melangkah pergi meninggalkan Ino dan Naruto yang saling berpandangan.
Sasuke berjalan menuju halaman kediaman Uchiha itu. Beberapa anak buahnya lalu lalang membawa koleganya yang telah meninggal dan yang terluka. Dari jendela lorong lantai dua itu, ia bisa melihat gerombolan manusia berpakaian hitam bercorak awan merah di tengah lapangan. Anak buahnya yang berpakaian kasual mengitari mereka dengan senapan yang teracung.
"Sasuke…"
Sasuke menoleh dan menemukan Sakura yang tangannya telah diperban. Pemuda itu berhenti sebentar kemudian melanjutkan jalannya menuju tangga turun. Satu langkah menjelang tangga, ia berkata. "Aku tak menyalahkanmu, Sakura. Jika kau tak menghentikanku, aku mungkin sudah menjadi bagian dari korban tewas di pihak kita. Tapi…mungkin saja, jika kau membiarkanku, aku masih bisa..."
Pemuda itu tak melanjutkan kata-katanya. Ia menuruni tangga.
Sakura menggigit bibir bawahnya. Jauh di dalam lubuk hatinya, ia tau apa yang akan diucapkan oleh Sasuke: aku masih bisa menyelamatkan Hinata. Gadis berambut pink itu mengepalkan kedua tangannya. Perbannya perlahan dirembesi oleh merah darahnya. "Kau tidak menyalahkanku, tapi kau kecewa padaku. Kenapa, Sasuke? Kenapa? Kenapa selalu Hinata?"
Di balik pintu salah satu ruangan, Naruto bersandar. Wajahnya bermuram durja.
:
:
Sasuke berdiri tegak menatap kumpulan anak buah Akatsuki y ang ditinggalkan oleh para petinggi mereka. Typicallypetinggi Akatsuki, mengorbankan apapun demi kepentingan mereka. Pemuda yang memegang kendali penuh di sana itu menyeringai seram. Ia mengambil AK-47 anak buahnya yang berdiri di samping kanannya. Tanpa berbicara, pemuda itu menembaki para anak buah Akatsuki yang masih hidup.
Perban di lengan kanannya memerah ketika lukanya yang baru dibalut oleh Ino itu terbuka. Tapi, ia terus menembaki mereka semua. Tak peduli pada sekitarnya. Tak peduli jika ia kehilangan wibawanya.
Dor. Dor. Dor. Dor. Dor. Dor. Dor. Dor.
Suara raungan kesakitan menyelimuti mansion luas yang berada jauh di luar kota itu. Langit sudah mulai berubah jingga di atas sana. Ketika lengan-lengannya bergetar, pemuda itu berhenti dan mengembalikan senjata pembunuh itu kepada anak buahnya.
Dengan lantang, pemuda itu berteriak. "Kita berperang dengan Akatsuki! Demi nyawa teman kita, kita berperang. Ambil beberapa orang untuk diinterogasi! Habisi sisanya!"
Naruto, Kakashi, Neji, dan para petinggi Chidori lainnya hanya menatap Sasuke. Mereka semua terdiam, kehilangan kata-kata. Di depan sana, bukanlah Sasuke Uchiha yang selama ini mereka kenal. Dengan inisiatif sendiri, Neji dan Kakashi maju dan menggeret keluar sebelas orang di antara mereka, memilih dengan insting.
Ratusan kelelawar terbang di atas mereka, memberikan corak hitam di langit. Tembakan beruntun menghujani anggota Akatsuki yang dikumpulkan di tengah halaman itu. Mereka menjerit dan mengerang, berteriak dan bersumpah serapah. Beberapa nampak menyatukan tangan di depan dada, seolah berdoa...dan mungkin berharap pimpinan mereka di Akatsuki datang menyelamatkan mereka.
Harapan mereka sia-sia belaka.
Sampai napas mereka habis, tak satu pun petinggi Akatsuki yang datang menjemput.
:
:
Sakura berdiri di depan pintu bangunan dua tingkat yang pintunya sudah hancur. Bangunan khusus milik Hinata Hyuuga. Dua tahun lalu, gadis berambut panjang beriris lavender itu muncul di depan kediaman Uchiha. Dua tahun lalu, gadis itu bergabung dalam Chidori. Dua tahun lalu, Sasuke jatuh cinta pada Hinata, menjadikannya sebagai satu-satunya wanita di samping sang pemimpin Chidori.
Tidak ada yang mengetahui asal-usul gadis itu. Dari mana dia datang. Dimana ia tinggal sebelumnya. Siapa saja keluarganya. Bagaimana sejarah hidupnya. Nil. Zero. Null. Kosong. Semua hal yang berhubungan dengan gadis Hyuuga itu adalah misteri yang membuat Sakura curiga. Namun, kecurigaannya tak pernah ia suarakan pada Sasuke. Dia sadar betul, seseorang yang dimabuk cinta tidak berpikir logis.
Sakura memandangi halaman bangunan itu. Taman bunga berbagai warna yang indah dengan sebuah kolam ikan koi kecil. Bagian dimana ia berdiri inilah satu-satuya bagian yang ia akui terasa seperti sebuah rumah. Hangat dan nyaman.
Gadis yang seringkali menghabiskan waktu di ruang bawah tanah meneliti berbagai macam hal itu menjejakkan kaki ke dalam bangunan itu. Kakinya membawanya ke ruangan di lantai dua. Anjing Hinata, yang dihadiahkan olehnya seminggu sebelumnya, masih tergolek di tempatnya semula.
Sakura tersenyum kecil. Matanya berkilat tajam. Ia mendekati tubuh anjing itu, tubuh Hachiko, nama yang diberikan Hinata pada anjing kecil itu. Ada dua bekas tembusan peluru di kepala anjing itu.
"Kau melakukan tugasmu dengan baik, FDX27."
Gadis itu berjongkok, kemudian mencungkil mata anjing itu menggunakan belati di tangan kirinya.
Mata bulat itu keluar dari rongganya. Ada sesuatu yang tertanam di sana. Sebuah kamera mikro.
Ia tak pernah mengatakan pada siapapun jika ia menanamkan sebuah kamera mata-mata pada satu-satunya anjing yang selamat dari percobaannya itu. Tidak Sasuke. Tidak Naruto. Tidak Kakashi. Tidak pula Ino. Tidak ada siapa pun.
"Anjing manis. Kau bertugas dengan baik."
Di telapak tangan kirinya, mata anjing berisi kamera mikro itu masih berdarah, memandanginya, merekam gambar dirinya. Aroma amis terhirup oleh gadis cantik bersurai pink pendek itu. Dengan tangan yang berperban kemerahan, ia menepuk-nepuk kepala anjing tak bernyawa itu.
"Kita lihat, rahasia apa yang kausimpan, Hinata."
:
:
TBC
.
.
Fic ketiga gue ini menandai "bersih"-nya fic-fic gue yang lain.
Gue rasa, fic ini tetep aman meskipun dipajang di sini selama bulan puasa. Soalnya fokusnya juga bukan di yang sour-sour, if you know what I meant. I'm not yet turning the Devil Himself. Haha. Thus, don't expect anything sour until...well...sometime. Maybe. I dun wanna be forever remembered as si newbie yang cuma nulis fic mesum. Tapi, kayaknya gue udah telat, ya? Mmmm. Kali ini, gue semi-serius mau nyoba buat ngajak lu pada naik roller coaster di rel panjang plot amatir dari gue. Seperti yang gue udah tulis di atas, ini isinya bakal campur-campur, enggak murni yang asem kecut kayak kemaren. Yang cuma ngarepin pwp, this ain't your plate.
Pairing utama di sini pake SasuHina. Gue ucapin makasih buat kalian yang udah ngasih berbagai saran pairing. Gue udah pertimbangin. Tapi, gue rasanya lagi hooked banget sama SasuHina, makanya gue bikin SasuHina. Pairing lainnya udah gue sebut di atas, dan masih nambah sambil jalan. Yang kepengen usul pairing, silakan. Gue pertimbangin segala jenis pairing, termasuk yuri dan yaoi.
Buat Hiccup, tulisan gue masih sangat jauh sekali dari kata 'bagus'. 'Lumayan' aja masih berlebihan! Gue rasa belum saatnya gue nerima tantangan dari siapa pun. Tapi, Sis (gue harap gue enggak salah nebak gendermu), makasih udah nantang gue. Sebuah fic dengan plot berantakan tetap aja fic dengan plot, kan? Fic ini bukan buat ngejawab tantanganmu, tapi, gue rasa, masuk lah di kriteriamu yang 'ga pwp, alias ada plotnya, dan ga sekedar seks belaka'. So, enjoy.
Oke. Bagi yang berkenan, silakan bantu gue improve. Gue bukan anak sastra yang ngerti ini itu. Gue buta EYD. Gue buta sama plot yang baik. Gue cuma newbie bermulut besar yang nyoba nulis sesuatu. Kalo review, kritik, saran, flame, dan kata-kata kasar bisa bikin gue improve, kenapa enggak? Logis gue emang sedikit bermasalah. Ciao!
-The last wet kiss from Your (rambling) Prince-
-I'm now your servant-
-A deep bow from Your Uneducated Servant-
.
.